Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL

PEMBIAYAAN MIKRO

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Lembaga Keuangan

Mikro

Dosen Pengampu: Rahmat Dahlan, SE,. I, M, Si

Disusun Oleh (Kelompok 3):


Nurlaila Indah Lestari (2007025003)
Dewi Sabilla Prastya (2007025012)
Rhiskhi Nanda (2007025015)
Cintya Putri Samarta (2007025042)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Microfinance atau pembiayaan mikro mengalami perkembangan yang
sangat pesat dua dasawarsa terakhir. Sejak keberhasilan program Grameen
Bank yang diperkenalkan oleh Muhammad Yunus (peraih nobel perdamaian
tahun 2006) di Bangladesh pada awal tahun 1980, institusi keuangan dunia
mulai menaruh perhatian yang besar kepada pembiayaan mikro dalam upaya
mengentaskan kemiskinan, dan juga memperoleh keuntungan. Berdasarkan
data yang dipublikasikan Microcredit Summit Campaign tahun 2012,
sebanyak 1.746 program pembiayaan mikro telahdilakukan dan mencapai
sekitar 169 juta klien pada tahun 2010 untuk kawasan Asia-Pasific saja
(Adra, 2009).
Kawasan ini memang merupakan kawasan yang paling banyak
menerima program pembiayaan mikro, disamping karena jumlah penduduk
yang banyak dan juga tingkat penduduk miskinnya yang cukup tinggi.
Tingkat jangkauan program yang diberikan Institusi Keuangan Mikro atau
Micro Finance Institution (MFI) mencapai 68,8 persen, dengan kata lain dari
sekitar 182,4 juta penduduk miskin di kawasan tersebut, 125,53 juta yang
mendapat akses dalam program pembiayaan mikro (Andriani, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami pertumbuhan
ekonomi positif ketika krisis ekonomi global dunia pada semester kedua
tahun 2008 sebesar 6.1% (BPS 2009). Pertumbuhan ekonomi nasional tidak
terlepas dari peran sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Usaha mikro mempunyai peran penting dalam perkembangan ekonomi
nasional. Kinerja usaha mikro dalam beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, penyerapan tenaga
kerja, dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang
meningkat tahun 2008-2012.
Permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar usaha mikro adalah
keterbatasan modal. Setyobudi (2007) menyatakan bahwa permasalahan
klasik dan mendasar yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro kecil menengah
ialah permasalahan modal. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi usaha
mikro untuk tetap mampu mempertahankan keberadaannya dan mampu
berkembang dengan keterbatasan dan berbagai kendala yang ada. 1
Adanya ketimpangan akses terhadap modal untuk usaha mikro dari
lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan pelaku
usaha mikro bergantung pada sumber-sumber informal. Bank dan lembaga
keuangan menganggap sektor usaha mikro memiliki potensi, tetapi bank
terhalang dengan kendala prinsip prudent penyaluran kredit. Pada umumnya,
pelaku usaha mikrounbankable karena tidak memiliki aset legal dan
memadai untuk dijaminkan pada pihak bank. Hal ini terlihat dari kecilnya
proporsi kredit yang disalurkan untuk usaha mikro dibandingkan usaha kecil
dan menengah.2
Berdirinya Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti BMT
yang memberikan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil menjadi solusi
bagi pelaku usaha mikro. BMT menjadi lembaga keuangan alternatif yang
dapat memberikan solusi pada permasalahan pembiayaan. Posisi BMT
sangat strategis sebagai lembaga yang memberikan layanan bagi usaha mikro
dan kecil yang menginginkan jasa layanan syariah. Dengan demikian,
keberadaan BMT memiliki dua fungsi utama, yaitu; melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya serta
menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya (al Arif 2011).3

1
Setyobudi A. 2007. Peran Serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 29.Volume 5. No 2. Agustus 2007.
2
Hidayati Nadiah. Faktor-faktor yang Memengaruhi Realisasi Pembiayaan MikroSyariah dan
Dampaknya terhadap Omzet Usaha Nasabah: Studi Kasus KJKS BMT UGT Sidogiri Cabang Koja
Jakarta. Jurnal Al-Muzara’ah, Vol. 2, No. 1
3
Al-Arief, MNR. 2011. Dasar–dasar Ekonomi Islam. Jakarta(ID): PT Era Adicitra Intermedia
PEMBAHASAN

a. Pengantar
Menurut Arsyad (2008:12) definisi tersebut menyiratkan bahwa
LKM merupakan sebuah institusi profit motive yang juga bersifat social
motive, yang kegiatannya lebih bersifat community development dengan
tanpa mengesampingkan perannya sebagai lembaga intermediasi
keuangan. Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi, LKM juga melaksanakan kegiatan simpan pinjam, yang
aktifitasnya disamping memberikan pinjaman namun juga dituntut untuk
memberikan kesadaran menabung kepada masyarakat, terutama
masyarakat berpenghasilan rendah.
Keuangan mikro sendiri adalah kegiatan sektor keuangan berupa
penghimpunan dana dan pemberian pinjaman atau pembiayaan dalam
skala mikro dengan suatu prosedur yang sederhana kepada masyarakat
miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Secara internasional istilah
pembiayaan mikro atau microfinance sendiri mengacu pada jasa keuangan
yang diberikan kepada pengusaha kecil atau bisnis kecil, yang biasanya
tidak mempunyai akses perbankan terkait tingginya biaya transaksi yang
dikenakan oleh institusi perbankan. Microfinance merupakan pembiayaan
yang bisa mencakup banyak jenis layanan keuangan, termasuk di
dalamnya adalah microcredit atau kredit mikro, yakni jenis pinjaman yang
di berikan kepada nasabah yang mempunyai skala usaha menengah
kebawah dan cenderung belum pernah berhubungan dengan dunia
perbankan (Fernando, 2008:7).
Nasabah jenis ini sering kali tidak memiliki jaminan, pendapatan
tetap, dan persyaratan administrasi yang dibutuhkan cenderung lebih
sederhana. Pelayanan keuangan mikro sebenarnya tidak hanya mencakup
kredit mikro namun juga micro saving dan micro insurance atau asuransi
mikro yang di Indonesia jarang dikenal. Di Indonesia, institusi yang
terlibat dalam keuangan mikro dapat dibagi menjadi tiga, yakni institusi
bank, koperasi, serta non bank/non koperasi. Institusi bank termasuk di
dalamnya bank umum, yangmenyalurkan kredit mikro atau mempunyai
unit mikro serta bank syariah dan unit syariah. Permasalahan yang terjadi
di Indonesia adalah begitu banyak dan beragamnya lembaga keuangan
mikro dan jenis layanan keuangan mikro. Hal ini membuat mapping atau
pemetaan, pengawasan serta evaluasi layanan keuangan ini sulit dilakukan.
Tumpang tindihnya aturan, kewenangan dan cakupan luas layanan
lembaga keuangan mikro juga turut memberikan andil dalam sulitnya
menerapkan strategi pengembangan yang tepat untuk LKM.4

b. Karakteristik Utama Pembiayaan Mikro (Microedit)


Pengertian pembiayaan adalah Penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2008:73).
Lembaga keuangan mikro merupakan lembaga keuangan yang
berperan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat. Penyaluran dana kepada masyarakat yang dilakukan
oleh lembaga keuangan mikro ini umumnya ditujukan bagi masyarakat
ekonomi kecil. Penyaluran dana ini biasa disebut dengan kredit. Kata
kredit berasal dari kata credere yang artinya “kepercayaan” (Firdaus,
2004:63), sehingga orang yang mendapat kedit adalah orang yang
menerima kepercayaan dari pihak kreditor, tentunya setelah dilakukan
penilaian atas kemampuan dan niat baiknya untuk mengembalikan kredit.
Penyaluran kredit oleh lembaga keuangan umumnya dalam bentuk
kredit konsumtif dan kredit produktif. Penyaluran kredit produktif yang
dilakukan oeh lembaga keuangan mikro ini ditujukan kepada para pelaku
usaha mikro dan kecil yang kekurangan dana, sedangkan untuk kredit
konsumtif digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi debitor. Tujuan
utama lembaga keuangan dalam memberikan kredit kepada pelaku usaha
adalah untuk membantu mengembangkan usaha yang dijalankan.

4
Nurmanaf, A. Rozany. 2007. Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat Dengan Petani.
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2: 99-109.
Pembiayaan diartikan sebagai kepercayaan, maksudnya bagi si
pemberi dana adalah iapercaya si penerima dana bahwa dana yang
disalurkan pasti akan dikembalikan sesuaidengan perjanjian.
Sedangkan bagi si penerima dana merupakan penerimaan
kepercayaansehingga mempunyai kewajiban membayar sesuai janka
waktu. (Kasmir, dalam Malayu Hasibuan).5
Pembiayaan atau financing sendiri merupakan pendanaan yang di
berikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.6
Disebut pembiayaan karena bank merupakan tugas pokok bank,
yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan deficit unit.7 Sedangkam menurut Banoon
Sasmitasiwi dan Malik Cahayadin, Pembiayaan adalah aktivitas untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, semakin baik bank
melakukan pembiayaan, maka semakin banyak pula kemungkinan
pendapatan yang dapat diakumulasikan, dan semakin besar juga market
share bank yang dicapai.8
Besar kecilnya jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada
masyarakatakan menentukan besar atau kecilnya keuntunganyang
diperoleh bank syariah dan berdampak pada pertumbuhan total aset.
Semakin besar keuntunganyang bisa di peroleh bank dari pembiayaan
berarti semakin tinggi pertumbuhan total aset yang dilaporkan setiap
periodenya. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil keuntungan yang
diperoleh dari pembiayaan berarti semakin rendah juga pertumbuhan total
aset yang dilaporkan setiap periodenya9

5
Hamsia. 2012. Pengaruh DanaPihak Ketiga Terhadap Pembiayaan PerbankanSyariah Di
Indonesia Periode 2013-2017. Jurnal kajian Hukum dan Ekonomi Volume: 08 No. 1
6
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2018), 17.
7
Antonio, Bank Syariah, 160.
8
anoon Sasmitasiwi dan Malik Cahayadin, “Prediksi Pertumbuhan Perbankan Syari’ah di
Indonesia Tahun 2008”, Jurnal Ekonomi, Universitas Kristen Petra, 2010.
9
Perwataatmadja &Tanjung, Bank Syariah (Teori, Praktik, Dan Peranannya), (Jakarta: PT
Senayan Abadi, 2007), 77.
c. Penyaringan nasabah
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam
harga barang untuk cara pembayaran berbeda. Bank dapat memberikan
potongan apabila nasabah :
1. Mempercepat pembayaran cicilan; atau
2. Melunasi piutang murabah sebelum jatuh tempo

BMT dapat meminimalisir resiko yang timbul akibat nasabah yang


tidak membayar secara on time maupun nasabah yang menimbulkan NPL
(Non Performing Loan) atau kredit macet. Resiko tersebut dapat
menyebabkan kerugian bagi BMT. Penyaringan (screaning) awal
merupakan langkah yang tepat bagi BMT untuk meminimalisir resiko.
Penyaringan dapat berupa:

a. Pengumpulan dan pemeriksaan kebenaran berkas calon nasabah


Piutang Murabahah. Hal ini dapat dilakukan dengan pengecekan
alamat tempat tinggal, pengecekan keabsahan data nasabah dengan
konfirmasi keluarga terdekat dan juga pemberi rekomendasi.
Pemberian rekomendasi dapat dilakukan dengan rekomendasi dari
nasabah yang telah terdaftar sebelum di BMT.
b. Analisis kemampuan pembayaran nasabah. Alat yang digunakan
adalah rekening tabungan bagi nasabah umum. Bagi nasabah
pengusaha mikro dapat emnggunakan data usaha di 2 tahun terakhir
dan dilengkapi dengan rekening koran usaha selama 6 bulan terakhir. 10

Apabila telah dilakukan penyaringan dengan ketat namun masih ada


nasabah yang tidak patuh terhadap skema pembayaran, maka pihak BMT
Al Fath, Pamulang dapat memberikan surat teguran. Surat teguran tersebut
bertujuan untuk mendisiplinkan nasabah dalam kepatuhan terhadap jadwal
pembayaran piutang murabahah.

10
Deni Nuryadin.2021. Penerapan Fatwa DSN-MUI No. 17 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu
Yang Menunda-Nunda Pembayaran: Studi Kasus Pada BMT Al Fath. Jurnal Kajian Islam Dan
Masyarakat. Volume 4, No 1, 2021
d. Sifat asset pembiayaan
Pembiayaan dibagi menjadi dua berdasarkan sifat penggunaannya yaitu
pembiayaan produktif, pembiayaan yang tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan produksi seperti peningkatan investasi, perdagangan, dan
peningkatan usaha. Yang kedua adalah pembiayaan konsumtif, yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk konsumsi dan memenuhi kebutuhan11
Sedangkan menurut keperluannya, pembiayaan dibagi menjadi
pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. Selain itu, Jenis
pembiayaan bank dapat dikelompokan berdasarkan jangka waktu, sifat
penggunaan, dan keperluan. Pembiayaan juga dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat penarikan dan cara pelunasan.
1) Jenis pembiayaan berdasarkan keperluan dapat dikelompokkan
menjadi, Pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, pembiayaan
proyek
2) Jenis pembiayaan berdasarkan tujuan penggunaan, pembiayaan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pembiayaan konsumtif dan pembiayaan
komersial. Pembiayaan konsumtif yaitu, pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah yang digunakan untuk membiayai barang-barang
konsumtif.12
e. Membedakan Karakteristik pembiayaan mikro
Faktor-faktor yang memengaruhi realisasi pembiayaan mikro BSM
ini didasarkan pada prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital,
collateral, dan condition of economic (Kasmir, 2013). Berdasarkan pada
prinsip 5C ini pemodelan dalam mengestimasi faktor-faktor yang
memengaruhi realisasi pembiayaan mikro BSM ditetapkan dengan
memodifikasi prinsip 5C. Peubah yang diturunkan dari prinsip 5C meliputi
karakteristik individu, usaha, dan pembiayaan. Karakteristik individu
meliputi peubah umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan dan pendidikan.
Karakteristik usaha meliputi peubah lama usaha, tingkat laba bersih per

11
Metti Paramita and Muhammad Iskandar Zulkarnain, “Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Permodalan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah,” Jurnal
Syarikah: Jurnal Ekonomi Islam 4, no. 1 (2018).
12
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bnak Syariah, (Jakarta; PT Gramedia Pustaka
Utama, 2014) 205
bulan, dan jenis usaha. Untuk karakeristik pembiayaan meliputi peubah
frekuensi pinjaman, jumlah pembiayaan yang diajukan, nilai agunan dan
jenis penggunaan pembiayaan.
Berdasarkan karakteristik individu dapat diketahui pengaruh nyata
peubah independen, yaitu peubah umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan
dan pendidikan. Karakteristik usaha juga digunakan untuk mengetahui
pengaruh peubah lama usaha, tingkat laba bersih per bulan, dan jenis
usaha. Sementara, peubah frekuensi pinjaman, jumlah pembiayaan yang
diajukan, nilai agunan dan jenis penggunaan pembiayaan dipilih mewakili
karakteristik pembiayaan.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan analisis faktor-faktor yang
memengaruhi realisasi pembiayaan mikro dengan metode Regresi Linear
Berganda, yang merupakan model analisis untuk mengetahui pengaruh
peubah-peubah independen berskala metrik (dengan peubah yang belum
berskala metrik diubah menjadi peubah boneka) terhadap peubah
dependen yang juga berskala metrik (Nazir, . Model ini merupakan model
terbaik dalam memprediksi arah, besar koefisien dan sensitivitas
perubahan peubah dependen karena perubahan peubah-peubah
independen.
dapat diinterprestasikan tiap-tiap peubah yang memengaruhi
realisasi pembiayaan mikro sebagai berikut: 1. Jenis usaha (perdagangan)
Arti dari model regresi untuk jenis usaha perdagangan adalah jika jenis
usaha nasabah adalah perdagangan, maka realisasi pembiayaan akan turun
3. .250. Hal tersebut terjadi karena dikhawatirkan dalam usaha
perdagangan debitur memiliki banyak stok dan terjadi penumpukan akibat
tidak laku. Selain itu, jenis usaha perdagangan tidak mengandung sesuatu
yang unik, karena banyak yang menjalankan usaha sejenis dan memiliki
banyak pesaing. Oleh karena itu, jika usaha debitur adalah perdagangan,
maka realisasi pembiayaan akan turun dibandingkan jika jenis usaha
debitur adalah manufaktur atau jasa.
Jumlah pembiayaan yang diajukan Arti dari model regresi untuk
jumlah pembiayaan yang diajukan adalah jika jumlah pembiayaan naik
satu satuan, maka realisasi pembiayaan naik 0,510. Hal tersebut terjadi
karena ketika debitur mengajukan pembiayaan, bank akan menyetujui
pembiayaan 85% dari kebutuhan nasabah, sehingga ketika debitur
mengajukan tinggi, maka realisasi pembiayaan akan naik. 3. Nilai agunan
Arti dari model regresi untuk nilai agunan adalah jika nilai agunan naik
satu satuan, maka realisasi pembiayaan akan naik 0,0822. Hal tersebut
terjadi karena semakin besar nilai agunan, akan semakin besar tanggung
jawab debitur dalam melakukan pembayaran pinjaman pembiayaan yang
diajukan. Selain itu, agunan merupakan second way out yang harus
menutupi pinjaman > , sehingga semakin besar nilai agunan, maka
semakin besar pula pinjaman yang diberikan. Maka, jika nilai agunan
besar, tentunya realisasi pembiayaan naik.

f. Kebijakan mengenai jaminan (collateral)


Collateral asset merupakan asset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman. Kreditor seringkali meminta jaminan berupa
aktiva ketika memberikan pinjaman (Fauz dan Rosidi, 2007: 263-264).
Semakin rendah collateral assets yang dimiliki perusahaan akan
meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan
kreditor sehingga kreditor akan menghalangi perusahaan untuk membayar
dividen dalam jumlah besar kepada pemegang saham karena takut piutang
mereka tidak dibayar. Sebaliknya, semakin tinggi collateral assets yang
dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik kepentingan antara
pemegang saham dengan kreditor sehingga perusahaan dapat membayar
dividen dalam jumlah besar (Wahyudi dan Baidori, 2008: 476).
Collateral asset merupakan asset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman. Kreditor seringkali meminta jaminan berupa
aktiva ketika memberikan pinjaman (Fauz dan Rosidi, 2007: 263-264).
Semakin rendah collateral assets yang dimiliki perusahaan akan
meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan
kreditor sehingga kreditor akan menghalangi perusahaan untuk membayar
dividen dalam jumlah besar kepada pemegang saham karena takut piutang
mereka tidak dibayar. Sebaliknya, semakin tinggi collateral assets yang
dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik kepentingan antara
pemegang saham dengan kreditor sehingga perusahaan dapat membayar
dividen dalam jumlah besar (Wahyudi dan Baidori, 2008: 476).
Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda
milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika
terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pembiayaan
memilki dua fungsi yaitu Pertama, untuk pembayaran hutang seandainya
terjadi waprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan jalan menguangkan atau
menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama, atau
sebagai indikator penentuan jumlah pembiayaaan yang akan diberikan
kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi
nilai harta yang dijaminkan.13
Collateral dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk pengajuan
kredit kepada pihak bank, tetapi perlu ditekankan bahwa bank bukan
lembaga gadai. Ada perbedaan prinsip yang sangat mencolok antara bank
dan lebaga gadai, lembaga gadai hanya menganalisis satu-satunya dari
objek sebagai objek penilian, sedangkan bank melihat jaminan hanya salah
satu bagian objek penilaian bukan segalagalanya. Dari sudut bank,
mengeksekusi jaminan adalah pilihan terakhir (sebagai second way out)
apabila debitur tidak dapat melunasi pinjamannya dalam jangka waktu
tertentu. Collateral atau jaminan adalah barang yang diserahkan mudharib
sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Menurut
ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
23/69 /KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pembiayaan
Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan
bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan.
Jaminan pembiayaan adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan
yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin
pelunasan hutangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat
13
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada),
Cd 1 Cet , Hlm.21
dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan
ataus addendum- nya. Jaminan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Jaminan perorangan adalah suatu perjanijian penanggungan utang
dimana pihak ketiga mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur
dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lebaga
keungan
2. Jaminan perusahaan adalah suatu perjanjian penanggungan utang yang
diberikan oleh perusahaan lain untuk memenuhi kewajiban debitur
dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada
lembaga keuangan.
3. Jaminan kebendaan adalah penyerahan hak oleh nasabah atau pihak
ketiga atas barang-barang miliknya kepada lembaga keuangan guna
dijadikan agunan atas pembiayaan yang diperoleh debitur.

Pada prinsipnya harta jaminan hutang tidak dapat dimanfaatkan oleh


pemegang jaminan, karena barang atau sesuatu jaminan hanya berfungsi
sebagai alat untuk meyakinkan pemberi oinjaman bahwa peminjam akan
membayar hutangnya. Pemeliharaan dan penjagaan barang collateral pada
prinsipnya merupakan kewajiban peminjam atau yang berhutang. Para
fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh
mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah
lainnya. Jelas hal ini konteksnya risiko bisnis (business risk).

Maksud dan tujuan pengikatan/penguasaan jaminan adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan


pelunasan dengan barang-barang agunan tersebut bilamana nasabah
bercedera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali utangnya pada
waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
b. Menjamin agar nasabah berperan dan atau turut serta dalam transaksi
yang dibiayai sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk
meninggalkan usahanya/proyek dengan merugikan diri sendiri atau
perusahaannya dapat dicegah, atau minimum kemungkinan untuk
berbuat demikian diperkecil.
PENUTUP

Kesimpulan

Keuangan mikro sendiri adalah kegiatan sektor keuangan berupa


penghimpunan dana dan pemberian pinjaman atau pembiayaan dalam skala mikro
dengan suatu prosedur yang sederhana kepada masyarakat miskin dan/atau
berpenghasilan rendah. Secara internasional istilah pembiayaan mikro atau
microfinance sendiri mengacu pada jasa keuangan yang diberikan kepada
pengusaha kecil atau bisnis kecil, yang biasanya tidak mempunyai akses
perbankan terkait tingginya biaya transaksi yang dikenakan oleh institusi
perbankan. Microfinance merupakan pembiayaan yang bisa mencakup banyak
jenis layanan keuangan, termasuk di dalamnya adalah microcredit atau kredit
mikro, yakni jenis pinjaman yang di berikan kepada nasabah yang mempunyai
skala usaha menengah kebawah dan cenderung belum pernah berhubungan
dengan dunia perbankan.

Penyaluran kredit oleh lembaga keuangan umumnya dalam bentuk kredit


konsumtif dan kredit produktif. Penyaluran kredit produktif yang dilakukan oeh
lembaga keuangan mikro ini ditujukan kepada para pelaku usaha mikro dan kecil
yang kekurangan dana, sedangkan untuk kredit konsumtif digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pribadi debitor. Tujuan utama lembaga keuangan dalam
memberikan kredit kepada pelaku usaha adalah untuk membantu mengembangkan
usaha yang dijalankan.

Collateral dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk pengajuan kredit kepada
pihak bank, tetapi perlu ditekankan bahwa bank bukan lembaga gadai. Ada
perbedaan prinsip yang sangat mencolok antara bank dan lebaga gadai, lembaga
gadai hanya menganalisis satu-satunya dari objek sebagai objek penilian,
sedangkan bank melihat jaminan hanya salah satu bagian objek penilaian bukan
segalagalanya.
DAFTAR PUSTAKA

Setyobudi A. 2007. Peran Serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha


Mikro, Kecil, dan Menengah.Buletin Hukum Perbankan dan
Kebanksentralan 29.Volume 5. No 2. Agustus 2007.
Hidayati Nadiah. Faktor-faktor yang Memengaruhi Realisasi Pembiayaan
MikroSyariah dan Dampaknya terhadap Omzet Usaha Nasabah: Studi
Kasus KJKS BMT UGT Sidogiri Cabang Koja Jakarta. Jurnal Al-
Muzara’ah, Vol. 2, No. 1
Al-Arief, MNR. 2011. Dasar–dasar Ekonomi Islam. Jakarta(ID): PT Era Adicitra
Intermedia
Nurmanaf, A. Rozany. 2007. Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat
Dengan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2: 99-
109.
Hamsia. 2012. Pengaruh DanaPihak Ketiga Terhadap Pembiayaan
PerbankanSyariah Di Indonesia Periode 2013-2017. Jurnal kajian Hukum
dan Ekonomi Volume: 08 No. 1
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2018), 17.
Antonio, Bank Syariah, 160. anoon Sasmitasiwi dan Malik Cahayadin, “Prediksi
Pertumbuhan Perbankan Syari’ah di Indonesia Tahun 2008”, Jurnal
Ekonomi, Universitas Kristen Petra, 2010.
Perwataatmadja &Tanjung, Bank Syariah (Teori, Praktik, Dan Peranannya),
(Jakarta: PT Senayan Abadi, 2007), 77.
Deni Nuryadin.2021. Penerapan Fatwa DSN-MUI No. 17 Tentang Sanksi Atas
Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran: Studi Kasus Pada
BMT Al Fath. Jurnal Kajian Islam Dan Masyarakat. Volume 4, No 1, 2021
Metti Paramita and Muhammad Iskandar Zulkarnain, “Peran Lembaga Keuangan
Mikro Syariah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Permodalan Usaha Mikro
Kecil Dan Menengah,” Jurnal Syarikah: Jurnal Ekonomi Islam 4, no. 1
(2018).
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama, 2014) 205
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta, PT.Raja
Grafindo Persada), Cd 1 Cet , Hlm.21

Anda mungkin juga menyukai