Anda di halaman 1dari 9

Tugas riview artikel mata kuliah lembaga keuangan syari’ah

Nama : Mohammad Wahyu Syahryr Rojabi

Nim : 12405193201

Jurusan : MBS 2 E

No. Materi yang direview


01. Judul Jurnal dan Nama Penulis
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Mengimplementasikan Keuangan Inklusif
Bagi Pelaku UMKM Tasikmalaya
Lina Marlina, Biki Zulfikri Rahmat
02. Latar Belakang Masalah
Keuangan inklusif merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
menjawab permasalahan mengenai sistem keuangan yang masih belum optimal menjangkau
semua lapisan masyarakat terutama kalangan miskin, hampir miskin dan kelompok rentan
lainnya. Dengan harapan keuangan inklusif dapat memperluas lapangan kerja dan sebagai
instrumen pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan berpenghasilan
rendah.
Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang telah disahkan oleh DPR pada
tanggal 11 Desember 2012. Kelahiran lembaga keuangan mikro dilatarbelakangi oleh dominasi
lembaga-lembaga keuangan makro yang menguasai roda perekonomian di Indonesia. Lembaga
keuangan makro memiliki modal yang besar dan digerakkan dengan sistem yang rumit,
sehingga masyarakat menengah ke bawah sulit mengakses dana dari lembaga keuangan makro.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai sebuah institusi keuangan yang beroperasi berdasarkan
prinsip Islam sudah seharusnya mempunyai misi dan visi tidak hanya sekedar mengejar
keuntungan tapi juga mempunyai fungsi sosial untuk pembangunan umat Islam khususnya
dan umat manusia pada umumnya. Perbankan syariah seharusnya dapat memberikan
kontribusinya untuk mensejahterakan umat, terutama yang berada di piramida penduduk
terendah.
03. Konsep dan Teori
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya apa yang telah dilakukan oleh LKS dalam
mengimplementasikan keuangan inklusif, hambatan yang dihadapi dan bagaimana peran LKS
dalam mengimplementasikan keuangan inklusif terhadap pelaku UMKM di Tasikmalaya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survai dengan pendekatan kualitatif.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Cabang BNI Syariah Tasikmalaya, BRIS
Tasikmalaya, BMT Wira Mandiri, dan pengusaha mikro. Hasil selanjutnya menunjukan bahwa
sudah cukup banyak upaya yang dilakukan oleh LKS dalam mengimplementasikan keuangan
inklusif bagi pelaku UMKM, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa produk, program,
pembiayaan yang ditujukan buat para pelaku UMKM yang ada di Tasikmalaya. Hambatan yang
dihadapi, SDM dan kantor layanan terbatas, terkendala agunan sebagai second way out
dikarenakan pembiayaan harus tetap aman, pelayanan internal belum optimal, pemahaman
dan kesadaran masyarakat masih senang dengan pinjaman instant, tidak mau ribet sehingga
masyarakat lebih banyak yang melakukan transaksi dengan lembaga keuangan konvensional
ketimbang LKS yang diasumsikan prosesnya terkesan ribet. Pelaku usaha mikro memerlukan
peran LKS terutama dalam hal permodalan yang digunakan untuk memperluas pasar dan
mengembangkan usahanya sehingga berkontribusi besar dalam perekonomian nasional, LKS
dengan institusi ZISWAF-nya mampu memberikan jalan keluar untuk pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat yang bersifat konsumtif dan bisa menutupi kebutuhan dasar investasi
UMKM.
04. Masalah Penelitian
bank umum yang mendominasi sektor keuangan Indonesia, hanya melayani sebagian kecil
keluarga di Indonesia. Dimana akses terhadap modal (kredit), hanya 17% dari total penduduk
Indonesia yang meminjam dari bank, dan sekitar sepertiga lainnya meminjam dari sektor
informal. Berdasarkan hal ini, sekitar 40% penduduk Indonesia termasuk ke dalam kategori
financially excluded, terpinggirkan dari akses kredit. Alasan utama untuk tidak meminjam
adalah karena ketidaklengkapan dokumen, yang mengindikasikan ketidaktersediaannya
jaminan sebagai masalah kedua.
Rendahnya akses layanan finansial ini selain disebabkan oleh terbatasnya tingkat penetrasi
perbankan, juga karena terbatasnya edukasi, terbatasnya akses terhadap transaksi
pembayaran, terbatasnya akses tabungan, terbatasnya akses kredit, dan terbatasnya akses ke
pelayanan asuransi. Hal ini disebabkan juga oleh masyarakat miskin tidak memiliki jaminan
yang cukup sebagaimana disyaratkan oleh perbankan untuk memperoleh pinjaman dan
kurangnya minat pemilik lembaga keuangan untuk menggarap bisnis di sektor ini.
05. Hipotesis
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis, dimana desktiptif analisis adalah
penelitian yang menggambarkan sifat sesuatu yang sedang berlangsung pada saat riset
dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, secara rinci mengenai suatu
obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh (Umar,
2008).
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang
alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi
berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview), angket,
triangulasi, dan gabungan keempatnya.
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan tekhnik
pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus
sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi
data yang tinggi. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak
menolak data kuantitatif), sehingga tekhnik analisis data yang digunakan belum ada polanya
yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis.
Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak
diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing/verification).
06. Pembahasan
Upaya LKS Dalam Mengimplementasikan Keuangan Inklusif
Ada beberapa langkah yang telah dirumuskan menjadi sebuah kebijakan dan program yang
dilakukan oleh BRIS Cabang Tasikmalaya dalam mengimplementasikan keuangan inklusif,
terutama dalam memberikan pembiayaan bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah
yaitu: a). dengan mengeluarkan produk dan layanan perbankan seperti tabungan dengan
berbagai macam, dari mulai tabungan umum sampai dengan tabungan yang diperuntukan
kepada mahasiswa dan pelajar; b). memiliki produk layanan pembiayaan mikro yang memang
sejak awal fokus kepada para pengusaha mikro yang tentunya dengan kelebihan-kelebihan dan
kemudahan yang dapat di akses pengusaha mikro; c). kemudahan-kemudahan akses tersebut
diantaranya sering melakukan gerebek pasar, sosialisasi produk-produk perbankan dan
melakukan open table sehingga lebih menjangkau masyarakat kecil; d). konsisten menurunkan
tim marketing baik untuk produk pembiayaan dan dana serta jasa lainnya sehingga dapat
diakses oleh kalangan menengah ke bawah; e). produk pembiayaan yang direncanakan: untuk
usaha mikro Pembiayaan Usaha Rakyat (PUR). Adapun produk yang telah ditawarkan: 1).
Pembiayaan mikro untuk para pengusaha mikro, kecil dan menengah (akad murabahah), 2).
Pembiayaan KPR faedah untuk kepemilikan rumah baik bersubsidi maupun non subsidi dengan
menggunakan akad (IMBT / Ijarah Muntahiya Bi Tamlik), dan akad murabahah, 3). Produk
lainnya; tabungan faedah (akad wadiah); tabungan simple (simpanan pelajar) dan mahasiswa
(akad wadiah); tabungan mikro (akad wadiah); haji (akad murabahah); deposito (akad
mudharabah); giro (akad wadiah). Jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan dalam kurun
waktu satu tahun terakhir adalah akad murabahah berjumlah 173 nasabah, melakukan
pembiayaan < 75 juta sebanyak 2,096 nasabah, dan segmentasi < 500 juta berjumlah 10.770
nasabah.
Adapun upaya yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Tasikmalaya dalam
mengimplementasikan keuangan inklusif terutama dalam pengembangan pelaku usaha mikro
adalah: a). melakukan sosialisasi ke masyarakat-masyarakat untuk pengusaha mikro yang ada
di Tasikmalaya, dimana masyarakat tersebut rata-rata pelaku usaha mikro, pengusaha
sembako, klontong, grosir, pengusaha border di Kawalu dan sekitarnya, guna untuk
meningkatkan dan mengupayakan pengembangan bisnis mereka sehingga menjadi pengusaha
yang levelnya diharapkan naik satu tingkat diatas tingkat atau level sebelumnya, yang asalnya
pengusaha mikro menjadi pengusaha kelas menengah atau atas, b). Produk yg dipasarkan
adalah Wira Usaha Syariah (WUS) istilahnya BNI Ib WUS.
No. Materi yang direview
01. Judul Jurnal dan Nama Penulis
Tantangan Lembaga Keuangan Syariah dalam
Mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Budi Kolistiawan
02. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam pada dasarnya merupakan konsep yang baku. Tetapi seiring berjalannya
waktu,
terdapat ijtihad dalam beberapa bidang kehidupan, namun tetap berada pada batasan
yang
tidak menyimpang dari ajaran Islam. Sehingga Islam dalam menyelesaikan masalah
akan
sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian juga dengan sistem ekonomi yang
merupakan
bagian dari bidang kehidupan manusia. Sistem ekonomi Islam diharapkan bisa
menyelesaikan
permasalahan yang ada pada kehidupan manusia tanpa melanggar ketentuan hukum
syariat Allah SWT. Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini telah banyak
bermunculan
lembaga keuangan yang berbasis Islam atau sering disebut lembaga keuangan syariah
ditengah
masyarakat. Tujuan dari pembahasan ini untuk mengetahui sejauh mana kesiapan
lembaga
keuangan syariah menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Metode pembahasan dalam
artikel ini menggunakan teknik analisis berdasarkan data dan referensi kepustakaan
yang ada.
Tujuan utama dari lembaga keuangan Islam ialah untuk menunaikan perintah
Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah, serta membebaskan masyarakat Islam
dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Adapun dasar hukum lembaga
keuangan Islam ialah QS. Al-Baqarah ayat 275, yang artinya
“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba...”
03. Konsep dan Teori
Lembaga Baitul maal, dapat diidentifikasikan sebagai bank sentral pada saat
ini, karena bisa bertindak sebagai penyandang dana negara dan juga memberikan
pembiayaan (modal) kepada publik (Djazuli dan Janwari, 2002: 11). Pada masa sahabat
Nabi SAW, pengelolaan baitul maal terus berkembang. Salah satu sahabat Nabi
yang ikut menjalankannya yaitu Umar bin Khathab. Beliau memprioritaskan
penambahan
pemasukkan pada baitul maal yang bersumber dari zakat, infaq, shadaqah,
dan kharaj. Umar juga memiliki kebijakan pendayagunaan tanah “Sawad” yang
sekarang
ada di Irak dan mengoptimalkan pemanfaatan tanah, sehingga pendanaan di
baitul maal terus bertambah dan semua kebutuhan serta kesejahteraan bisa terpenuhi.
Beliau juga tidak membiarkan harta di baitul maal menumpuk, sehingga sirkulasi
dana bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Lembaga Keuangan Syariah pertama kali dirintis oleh umat Islam dan dibentuk
dalam sebuah organisasi dengan nama OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Benghazi,
Libya pada bulan Maret 1973. Organisasi tersebut pertama kali mendirikan sebuah
lembaga yang diberi nama bank pembangunan Islami atau Islamic Development
Bank (IDB) dengan modal awal 2 Milyar dinar Islam (Antonio, 2000: 20). Berdirinya
IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah
dalam bentuk bank-bank Islam di beberapa negara, seperti Saudi Arabia, Dubai,
Mesir, dan masih banyak lagi. Pada tahun 1992, Indonesia mulai mendirikan bank
Islam yang diberi nama Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah BMI, mulai
bermunculan
lembaga-lembaga perbankan lain yang menggunakan prinsip Syariah.
04. Masalah Penelitian
Untuk menjalankan lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip dan ajaran
Islam, maka perlu adanya sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap pihak yang ada
dalam setiap lembaga keuangan, antara lain: Siddiq, yaitu bersikap jujur terhadap diri
sendiri, orang lain, dan Allah SWT. Fathonah, yaitu ketika menjalankan tugasnya
dalam
suatu lembaga keuangan harus profesional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja
keras, dan inovatif. Amanah, artinya penuh tanggungjawab dan saling menghormati
dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha. Tabligh, artinya bersikap
mendidik,
membina, dan memotivasi pihak lain untuk meningkatkan fungsinya sebagai
khalifah di muka bumi.
Lembaga keuangan Islam memiliki ciri-ciri yang tidak dimiliki oleh lembaga
keuangan konvensional. Adapun ciri-ciri tersebut antara lain: adanya Dewan Pengawas
Syariah; hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan
Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution yang berdasarkan
kemitraan,
bukan hubungan antara debitur dan kreditur; Bisnis Lembaga Keuangan
Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi juga falah oriented, yakni
kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat; Lembaga Keuangan Syariah hanya
melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak
merugikan syiar Islam.
Selain ciri-ciri diatas, lembaga keuangan Islam juga memiliki prinsip-prinsip
dalam menjalankan suatu lembaga keuangan, diantaranya: Prinsip Keadilan, yakni
imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan
bersama antara bank dan nasabah; Prinsip Kesetaraan, yakni nasabah sebagai
penyimpan
dana dan pengguna dana, sedangkan bank memiliki hak, kewajiban, dan
beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang; Prinsip Ketentraman, bahwa
produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam bebas riba dan
menerapkan zakat harta. Prinsip transparansi, yaitu lembaga keuangan syariah akan
memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah
investor dapat mengetahui kondisi dananya; Prinsip Universal, artinya tidak
membedakan
suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam
sebagai rahmatan lil alamin.
05. Hipotesis
didirikannya lembaga keuangan Islam ialah untuk menunaikan
perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah, serta membebaskan masyarakat
Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Dasar pemikiran
dikembangkannya lembaga keuangan Islam, khususnya di Indonesia yaitu bertujuan
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Indonesia secara umum, bukan
hanya kaum muslimin saja tetapi seluruh komponen bangsa, dengan alasan bahwa
bank di Indonesia menggunakan sistem bunga riba yang sangat jauh dari nilai-nilai
keadilan.
Pada dasarnya, Lembaga Keuangan Islam merupakan sistem yang sesuai dengan
ajaran agama Islam tentang larangan riba dan gharar. Selain itu, lembaga keuangan
Islam, mempunyai falsafah dasar mencari keridhaan Allah untuk memperoleh
kebajikan di dunia dan di akhirat (Lubis, 2004: 34). Dasar hukum lembaga keuangan
Islam dalam beroperasi adalah Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275.
06. Pembahasan
Untuk mengetahui bagaimana lembaga keuangan Islam, dapat dilihat dari ciriciri
berikut: (1) Adanya Dewan Pengawas Syariah, (2) Lembaga Keuangan Syariah
sebagai intermediary institution yang berdasarkan kemitraan, bukan hubungan antara
debitur dan kreditur, (3) Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan
profit oriented, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan
di akhirat, (4) Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang
halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam. Selain
ciri-ciri tersebut, lembaga keuangan Islam juga memiliki prinsip-prinsip, antara lain
prinsip keadilan, prinsip kesetaraan, prinsip ketentraman, prinsip transparansi, dan
prinsip universal.
Seiring dengan perkembangan zaman, jenis-jenis lembaga keuangan saat ini
sudah semakin banyak, seperti bank syariah, BPR, BAZ, IDB, Bank Umum, BMT,
asuransi syariah, reksa dana, pegadaian syariah, dan obligasi syariah. Dari semua
jenis lembaga tersebut, terdapat perbedaan antara lembaga keuangan Islam dengan
lembaga keuangan Konvensional. Yang membedakan antara keduanya yaitu terletak
pada produk-produk dan layanan jasa yang ditawarkan. Selain itu, perbedaan yang
sangat menonjol ialah mengenai legalitas keagamaan produk dan layanan jasa tersebut.
Lembaga keuangan Islam dalam melakukan sistem transaksinya menggunakan
sistem bagi hasil dan bagi rugi. Sedangkan lembaga keuangan konvensional, dalam
melakukan sistem transaksinya menggunakan sistem bunga.
Dalam perkembangan ekonomi global maka terciptakan Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang sering disebut sebagai MEA, MEA merupakan sebuah kesepakatan di
antara negara-negara ASEAN dalam rangka penguatan di berbagai sektor, terutama
sebagai bentuk pertahanan dari goncangan global. Perbankan syariah memiliki peluang
yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem
ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi
untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia. Menjamurnya lembaga-lembaga
keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa sistem ini memiliki ketahanan
terhadap
krisis. Tingkat market share dan profitabilitas industri keuangan syariah kita
masih relatif rendah dibanding dengan konvensional. Tantangan berikutnya adalah
masih rendahnya literasi keuangan masyarakat kita terhadap produk dan jasa keuangan
yang ditawarkan lembaga keuangan syariah. Selain itu, masih terbatasnya ahliahli
produk dan jasa keuangan syariah, terutama untuk mendukung inovasi produk/
jasa keuangan syariah dan mengevaluasi kelayakan pembiayaan proyek-proyek
strategis.
Tantangan yang lain adalah masih belum optimalnya pembiayaan bagi proyekproyek
strategis seperti proyek-proyek infrastruktur pemerintah, energi dan eksploitasi
sumber daya alam, serta transportasi dan komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai