Anda di halaman 1dari 114

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA

LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

DEWI IRMA FITRIANI


NIM: 104046101578

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 7 Juli 2009

Dewi Irma Fitriani


STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

Dewi Irma Fitriani


NIM: 104046101578

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA


LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA telah diujikan dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukuim Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Agustus 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program
Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Ciputat, 5 Agustus 2009


Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.


NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag.


NIP. 150 289 264 ( ........................ )

Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.


NIP. 150 318 308 ( ........................ )

Pembimbing I : Hotnida Nasution, S.Ag., M.A.


NIP. 150 282 631 ( ........................ )

Pembimbing II: Rosdiana, M.A.


NIP. 150 327 332 ( ........................ )

Penguji I : H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc. M.A.


NIP. 150 238 774 ( ........................ )

Penguji II : Dr. Euis Amalia, M.Ag.


NIP. 150 289 264 ( ........................ )
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

Dewi Irma Fitriani


NIM: 104046101578

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
ABSTRAKSI

Konsep bisnis waralaba menjadi salah satu strategi alternatif bagi UKM untuk
memberdayakan dan mengembangkan perekonomian di masa mendatang. Melalui
proses kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (investor/
franchisee) dengan franchisor (pemilik waralaba) ataupun sebaliknya, diharapkan
akan membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.

Dengan keunikan yang dimilikinya, waralaba menawarkan berbagai keuntungan bagi


pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Bagi franchisor, konsep waralaba dapat
menjadi alternatif untuk mempermudah expansi usaha yang dimilikinya. Sedangkan
bagi franchisee sendiri dengan adanya konsep waralaba ini, ia tidak lagi harus
memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal meneruskan setengah perjalanan yang
telah dimulai oleh franchisor sebelumnya. Dengan demikian, peluang kegagalan yang
akan diterimanya pun dapat ditekan seminimal mungkin.

Namun demikian, sebagaimana umumnya sebuah bisnis, usaha yang dijalankan


dengan sistem waralaba pun masih berpeluang menerima resiko kerugian. Di sinilah
pentingnya untuk merumuskan strategi yang cerdas dan jitu yang dapat dimanfaatkan
menjadi sebuah peluang yang memihak kepada pelaku usaha. Dalam hal ini, kita bisa
mempergunakan analisis SWOT untuk merumuskan rencana dan strategi usaha
dengan cara memanfaatkan setiap kekuatan dan peluang yang ada untuk digabungkan
dengan kelemahan dan tantangan yang dihadapi agar dapat diminimalisir sekecil
mungkin. Di sinilah penulis akan mencoba untuk merumuskan alternatif rencana dan
strategi bisnis yang disusun berdasarkan faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan tantangan) yang terdapat dalam
tubuh Primagama.

Di sisi lain, penulis juga melakukan tinjauan kesyari’ahan terhadap strategi


pengembangan bisnis waralaba Primagama. Secara garis besar, aspek kesyari’ahan
yang dapat dilihat dari konsep bisnis waralaba terdiri dari tiga hal pokok, yakni aspek
pemanfaatan hak cipta, aspek kemitraan usaha, dan aspek penyelesaian masalah yang
terjadi. Berdasarkan ketiga hal tersebut, dapat terlihat hal-hal yang akan
mengindikasikan tentang kesesuaian konsep bisnis waralaba yang dijalankan
Primagama dengan nilai-nilai dan aturan syari’ah.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke


hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya tanpa
jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nyalah sehingga akhirnya
penulis dapat juga menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta seluruh keluarga, sahabat
dan juga ummatnya yang senantiasa setia berjuang menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala
yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini dengan segera.
Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi Islam (SEI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus
penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Muamalat dan H. Ah. Azharuddin
Lathif, M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat.
3. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. Selaku Pembimbing Akademik penulis
4. Ibu Hotnida Nasution, S. Ag., MA. dan Ibu Rosdiana, MA. selaku Dosen
Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya
hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ir. H. Siyamto Hendro selaku Manajer Area Jabotabek Lembaga Pendidikan
Primagama yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
perpustakaan di lingkungan perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum.
7. Orangtua tercinta yang selalu membimbing dan men-support penulis baik moril
maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa.
8. Saudari-saudari penulis; Jamila Dianasari, S.P., Rifda Kurnia Islami, S.pd., dan
Firda Aulia yang turut memberikan kontribusinya serta motivasi bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. K.H. Bahruddin dan Umi serta teman-teman Ma’had Daar el-Hikam yang telah
memberikan banyak pelajaran berharga bagi penulis tentang kenikmatan dan
karunia Allah yang tak pernah terbatas ruang dan waktu.
10. Teman-teman mahasiswa jurusan Perbankan Syari’ah angkatan 2004 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namanya, semoga ilmu yang kita miliki dapat
bermanfaat di dunia dan akhirat.
11. Rekan-rekan tutor dan staff Bimbingan Belajar Gama ’88 yang sudah sangat
pengertian dan toleransi untuk memberikan keluangan waktu bagi penulis agar
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari
para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya, besar harapan penulis agar
skripsi ini bisa bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi penulis dan masyarakat
seluruhnya.
14 Sya’ban 1430 H
Bekasi,
5 Agustus 2009 M

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. v

DAFTAR DIAGRAM …………………………………………………………… vi

DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………… vii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 7

D. Metode Penelitian ………………………………………………… 8

BAB II: KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT

A. Konsep Waralaba …………………………………………………. 14

B. Konsep Analisis SWOT sebagai Formulasi Strategi ……………… 31

BAB III: PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN & WARALABA PRIMAGAMA

A. Company Profile Primagama ……………………………………… 38

B. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama. 47

BAB IV: ANALISIS SWOT DAN ANALISIS KESYARIAHAN TERHADAP

WARALABA PRIMAGAMA
A. Pendekatan Analisis SWOT terhadap Strategi Pengembangan

Bisnis Waralaba Primagama ………………….................................. 62

B. Analisis Kesyariahan terhadap Strategi Pengembangan

Bisnis Waralaba Primagama ……………………………………….. 75

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………........... 90

B. Saran ……………………………………………………………….. 92

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 93

LAMPIRAN ……………………………………………………………………….. 95
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan 8

Asalnya ........................................................................................ 3

2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba .............................. 10

3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ................... 11

4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ..... 24

5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25

6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ........................... 36

7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ......... 53

8. Tabel 8 Matriks SWOT Waralaba Primagama .......................................... 73


DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ...................... 19

2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara

Umum ............................................................................................. 20

3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba .......................................................... 22

4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ................................................................ 35

5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan

Primagama .................................................................................... 43

6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ............ 44

7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ....................... 55


DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar

Primagama ............................................................................... 61

2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61


DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan

Asalnya ........................................................................................ 3

2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba .............................. 10

3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ................... 11

4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ..... 24

5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25

6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ........................... 36

7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ......... 53

8. Tabel 8 Matriks SWOT Waralaba Primagama .......................................... 73


DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ...................... 19

2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara

Umum ............................................................................................. 20

3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba .......................................................... 22

4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ................................................................ 35

5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan

Primagama .................................................................................... 43

6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ............ 44

7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ....................... 55


DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar

Primagama ............................................................................... 61

2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendekatan bisnis melalui sistem waralaba/ franchising merupakan salah

satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi

dan UKM di masa mendatang. UKM harus mampu membesarkan dirinya secara

bersinergi dengan pengusaha besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi

global. Sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses

kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima

waralaba) dengan pemberi waralaba (franchisor yang umumnya adalah

pengusaha besar), diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan

mandiri.1

Waralaba (franchise) sendiri sebenarnya adalah salah satu bentuk usaha

untuk memudahkan wirausahawan/ sektor UKM (terutama yang baru terjun ke

dunia bisnis) dalam mengembangkan usahanya. Melalui sistem waralaba, seorang

wirausahawan tidak perlu bekerja keras untuk merintis usaha dari nol, namun

tinggal menggunakan sistem paten yang telah terlebih dahulu diuji coba dan

dikembangkan oleh pemilik waralaba tersebut.

Pada dasarnya franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode

pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor (pewaralaba)

1
Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,”
artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id.
dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee (terwaralaba)

untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama identitas

franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan

prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan

(assistance) terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar

sejumlah uang berupa innitial fee dan royalty.2

Eksistensi pola bisnis waralaba dapat menjadi titik balik bagi

perkembangan dunia usaha di Indonesia. Berbagai macam kemudahan dapat

dijumpai melalui sistem bisnis waralaba sehingga membuat wirausahawan pun

lebih bergairah untuk menjalankan usahanya. Keunikan dan kemudahan yang

ditawarkan melalui sistem ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku

usaha, baik untuk pelaku usaha yang ingin melebarkan usahanya maupun bagi

usahawan yang baru saja merintis usaha dengan sistem ini.

Sebagaimana dikutip oleh Dharmawan Budi Suseno, berdasarkan hasil

penelitian konsultan waralaba di Indonesia, yaitu AK & Partners: waralaba dapat

dikatakan mulai berkembang pesat sejak tahun 1990-an. Tepatnya pada tahun

1991 – 1996, pengguna pola waralaba mencatat lompatan yang cukup signifikan.

Jika pada tahun 1991 jumlah bisnis yang diwaralabakan baru 27 unit usaha, pada

tahun 1995 meningkat menjadi 139 (asing maupun lokal), peningkatan luar biasa

2
Gemala Dewi. dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2006, h. 187.
terjadi pada waralaba asing, meningkat 1.783, 33% (dari 6 unit usaha menjadi

113) (Dit.JenDagri). Bahkan, menurut majalah SWA edisi 29 Januari 1997,

pewaralaba asing sampai Maret 1996 saja sudah mencapai 199 perusahaan. 3

Sedangkan berdasarkan Data Deperindag seperti yang dilansir oleh

Bambang N. Rahmadi sebagaimana dikutip oleh Rambat Lupiyoadi, Herustiati

dan Victoria Simanungkalit bahwa selama periode 1992 – 2004 perkembangan

franchise lokal lebih menonjol dalam perkembangan industri waralaba di

Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1
Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan Asalnya
Periode 1992 – 1997 4 & 2000 – 2004 5
Franchise Asing Franchise Lokal
Tahun
Jml Pertumbuhan Jml Pertumbuhan
1992 29 6
1995 117 303% 15 150%
1996 210 79,5% 20 33,3%
1997 235 11,9% 30 50%
2000 212 -9,8% 39 30%
2001 230 8% 42 8%
2002 255 11% 45 7%
2003 239 -16% 49 8, 8 %
2004 270 12, 9% 62 26, 5 %

Sebagaimana dikutip oleh Tri Raharjo, dikatakan bahwa Perhimpunan

Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) sendiri memperkirakan ada 700 waralaba

lokal di tahun 2008, adapun Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) mendesirkan

3
Ibid., h. 13.
4
Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,”
artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id.
5
Rambat Lupiyoadi, Entrepreneurship, h. 179.
jumlah yang sama banyak, yaitu lebih dari 500 merk waralaba. 6 Perkembangan

dan pertumbuhan franchise selama 4 tahun terakhir memang sangat

menggembirakan. Hasil survey juga menemukan, market size bisnis franchise

sangat besar. Omzet secara keseluruhan dari seluruh pemain di bisnis ini untuk

2008 diperkirakan mencapai Rp. 81, 03 T.7

Satu hal yang menarik adalah keunggulan waralaba lokal dibandingkan

waralaba asing dalam hal daya tahan menghadapi krisis moneter. Bahkan

waralaba lokal tetap tumbuh selama krisis moneter di Indonesia. Di saat

pertumbuhan ekonomi nasional di bawah 3 % pada periode 1996-1997, usaha

waralaba lokal justru mampu tumbuh sebesar 12, 5 %. Mengapa? Selisih kurs

yang demikian besar antara rupiah dengan dollar mengakibatkan waralaba lokal

memiliki keunggulan kompetitif dibanding waralaba asing yang mengalami

tekanan kurs.8

Pangsa pasar Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta orang

menjadi potensi tersendiri bagi pemilik waralaba (franchisor) untuk melakukan

expansi usahanya di Indonesia. Penerima waralaba pun dapat mengambil

keuntungan dari sistem waralaba ini. Karena bagi terwaralaba/ franchisee, dengan

sistem waralaba ini ia tidak harus memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal

6
“Data Perkembangan Waralaba,” artikel diakses pada 04 September 2008 dari
http://web.bisnis.com.
7
Tri Raharjo, “Franchise Tumbuh Subur dengan Catatan,” artikel diakses pada 21
Februari 2009 dari http://salamfranchise.com
8
Sri Bimo Ariotejo, “Franchise Sesuai Kocek Kantong Cekak,” Modal, Edisi 29 (Juni
2005): h. 10.
meneruskan setengah perjalanan yang telah dimulai oleh franchisor sebelumnya.

Dengan demikian peluang kegagalannya pun dapat ditekan seminim mungkin.

Namun demikian, sebagaimana umumnya bisnis, waralaba juga tetap

memiliki resiko kerugian. Di sinilah pentingnya untuk “meneliti terlebih dahulu

sebelum membeli”. Analisa kelayakan usaha sangat diperlukan untuk meraih

kesuksesan dalam bisnis waralaba ini. Untuk mencapai suatu keberhasilan

diperlukan perencanaan yang matang dan cara berpikir strategis. Karena di setiap

masalah yang nantinya akan kita hadapi selalu tersedia ruang kosong untuk

sebuah peluang. Di sinilah pentingnya strategi yang cerdas dan jitu, dan itu semua

tergantung dari kemampuan kita untuk memilah dan memanfaatkannya menjadi

peluang yang memihak kepada kita.9

Setiap pengelolaan dan pengembangan usaha memerlukan suatu

perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur yang akan mendukung

menuju ke arah tujuan akhir yang ingin dicapai. Untuk dapat memilih dan

menetapkan strategi yang akan dipakai dapat dilakukan melalui pendekatan

dengan analisis SWOT.

Konsep dasar pendekatan SWOT ini tampaknya sederhana sekali yaitu

sebagaimana dikutip oleh Freddy Rangkuti dari Sun Tzu, bahwa: “Apabila kita

telah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan mengetahui kekuatan

dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat

9
Nindya Fatikhnansa, Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an, Jakarta, Hi-
Fest Publishing, 2008, h. 8.
memenangkan pertempuran.” Dalam perkembangannya saat ini, SWOT tidak

hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak

dipakai juga dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis yang bertujuan untuk

menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan

dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua

perubahannya dalam menghadapi pesaing. 10

Demikian pula halnya dalam pengembangan bisnis franchise, walaupun

telah memiliki sistem paten yang sudah teruji dengan baik, namun tetap saja

diperlukan suatu perencanaan bisnis yang akurat. Bagi pewaralaba rencana bisnis

tersebut amat diperlukan mengingat semakin menjamurnya usaha franchise asing

maupun lokal, sehingga apabila tidak dikelola dengan serius secara efektif dan

efisien, bukan tidak mungkin apabila kelak waralaba yang telah dibangunnya

akan gagal di tengah jalan. Sedangkan bagi franchisee sendiri sangat penting

untuk meneliti terlebih dahulu sebelum membeli produk franchise yang diincar.

Sekalipun iklannya ‘wah’ dan promosinya gencar, namun hal itu belum cukup

untuk memberikan indikasi bahwa waralaba itu akan menguntungkan di

kemudian hari. Jangan sampai investasi yang telah ditanamkan menjadi sia-sia

hanya karena kesalahan kita dalam memilih usaha waralaba yang akan dijalani.

Di sinilah arti penting dari analisis SWOT sebagai alat ukur untuk

mempermudah wirausahawan dalam menyusun strategi bisnis yang akan

10
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. x.
disusunnya dengan harapan bila semakin matang rencana dan strategi bisnis yang

disusunnya maka resiko kerugian yang akan diterima juga akan semakin minim.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas,

penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan yang ada dan

memfokuskan penelitian dalam penggunaan analisis SWOT sebagai sebuah

strategi dalam pengembangan bisnis Franchise pada waralaba Primagama

disertai dengan tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis

waralaba Primagama.

2. Dari pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah yang akan dikaji

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah bentuk strategi bisnis yang selama ini dilakukan Primagama

dalam pengembangan usahanya?

b. Bagaimanakah alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk

diaplikasikan pada Lembaga Pendidikan Primagama melalui pendekatan

analisis SWOT?

c. Bagaimanakah tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan

bisnis waralaba Primagama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui strategi bisnis yang dijalankan pada Primagama

b. Untuk mengetahui alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk

diaplikasikan pada Primagama melalui pendekatan SWOT

c. Untuk mengetahui tentang tinjauan kesyariahan terhadap waralaba

Primagama

2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademis adalah untuk menambah khazanah keilmuan dalam

penyusunan strategi pengembangan bisnis Franchise dan keilmuan

tentang tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis

waralaba, khususnya pada waralaba Primagama

b. Secara praktis agar dapat digunakan sebagai informasi dan rujukan dalam

penerapan strategi bisnis franchise melalui pendekatan analisis SWOT

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan jenis penelitian kualitatif di mana data

dinyatakan dalam bentuk tertulis berupa kata, kalimat, atau gambar dan bagan

yang tersusun secara sistematis dan tidak dinyatakan dalam bentuk angka.

2. Objek Penelitian

Penulis mengambil objek penelitian pada Lembaga Pendidikan Primagama

yang menggunakan sistem waralaba dalam pengembangan bisnisnya. Sebagai


suatu entitas usaha yang berupaya melebarkan sayapnya melalui konsep

waralaba, Primagama memegang rekor sebagai lembaga pendidikan dengan

franchise terbanyak, mencapai lebih dari 688 cabang pada tahun ajaran 2008/

2009. Atas kesuksesannya tersebut, Primagama mendapatkan banyak

penghargaan dari berbagai institusi, diantaranya rekor MURI sebagai bimbel

terbesar di Indonesia dan Five Top Franchise Award 2008 versi majalah Info

Franchise Indonesia.

Berdasarkan kesuksesan yang telah diraih oleh waralaba Primagama tersebut

penulis merasa tertarik untuk mengkaji strategi pengembangan bisnis yang

selama ini dilakukan dalam pengelolaan waralaba Primagama melalui

pendekatan analisis SWOT serta menganalisa lebih jauh tentang aspek

kesyariahan waralaba Primagama.

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang didapatkan bersumber dari:

a. Data Primer, melalui dokumen resmi dari sumber terkait dan juga melalui

interview (wawancara) sebagai suatu bentuk komunikasi untuk

memperoleh informasi yang dilakukan secara terstruktur. Dalam hal ini

wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dan berwenang.

b. Data Sekunder, melalui literatur kepustakaan atau referensi lain yang

berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.

3. Teknik Analisis Data


Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode dekskriptif, di

mana data-data yang diperoleh dipaparkan dan disajikan secara sistematis

untuk kemudian dianalisis. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan

sedemikian rupa sampai berhasil menginterpretasikan dan merumuskan hasil

penelitian berdasarkan fenomena yang dihadapi pada saat penelitian

berlangsung.

E. Review Kajian Terdahulu

Kajian tentang waralaba sebenarnya sudah cukup banyak dikaji dalam

penelitian sebelumnya baik yang berupa skripsi, artikel maupun buku bacaan.

Berikut ini beberapa objek kajian penelitian yang membahas tentang waralaba:

Tabel 2
Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba

Nama Peneliti Judul Ket./ Hasil Penelitian


No
Arwinto Nugroho, Penerapan strategi STP
Membedah Peta
dkk. (Segmentation, Targetting dan
Persaingan Bisnis
Hasil Riset & Positioning) dalam pengelolaan
Bakmi (Studi
Kajian Ilmiah waralaba Bakmi Tebet melalui
Kasus:
1 Mahasiswa penilaian terhadap merk, harga,
Segmentation,
Program Pasca lokasi, kualitas produk, pelayanan,
Targetting dan
Sarjana Magister inovasi bisnis dan profil konsumen.
Positioning
Management IPMI
Waralaba Bakmi
Business School,
Tebet)
Jakarta, 2007
Dekskriptif tentang Pola Bisnis
Darmawan Budi Waralaba dan Kaitannya dengan
2 Suseno. hukum Islam. Tinjauan bisnis
Waralaba Syariah
Penerbit Cakrawala waralaba dari sisi hak cipta,
Publishing, 2008 Syirkah, dan manfaatnya dalam
pengembangan ladang bisnis umat.
Tinjauan Konsep Bisnis Waralaba
dalam kajian hukum ekonomi
Bisnis Franchising
Sisca Nofianti. Islam. Mulai dari prinsip usaha,
dalam Kajian
Skripsi S1 jenis, produk, perjanjian dan
3 Hukum Ekonomi
Muamalat elemen lain yang terkait di mana
Islam (Studi Kasus
Perbankan Syariah kesemua elemen tersebut tidak
pada Franchise
UIN Jkt, 2005 bertentangan dengan syariat Islam
Papa Ron’s Pizza)
sehingga diperbolehkan untuk
mengaplikasikannya.
Fokus permasalahan terletak pada
maslahat yang didapat melalui
bisnis franchising. Maslahat yang
didapat antara lain berupa
kemudahan dalam perumusan
Siti Musrofah. Konsep Maslahah
konsep bisnis, mekanisme
Skripsi S1 Mursalah dalam
4 operasional usaha, akuntabilitas
Muamalat Dunia Bisnis
keuangan, promosi dan
Perbankan Syariah dengan Sistem
pengembangan bisnis yang
UIN Jkt, 2008. Waralaba
berlandaskan konsep ’copy and
develop’ dari perusahaan induknya
serta peran waralaba dalam
pengentasan pengangguran dan
peningkatan kesejahteraan umat.
Mekanisme aplikasi waralaba pada
Konsep dan
LKS Berkah Madani ditinjau dari
Syarah Septiana. Aplikasi Franchise
hukum Islam terkait dengan aspek-
Skripsi S1 dalam Perspektif
5 aspek yang terkandung di
Muamalat Hukum Ekonomi
dalamnya, seperti Hak Cipta,
Perbankan Syariah Islam (Studi pada
Kemitraan Usaha, dan Royalty Fee
UIN Jkt, 2008. LKS Berkah
yang harus diberikan Franchisee
Madani)
kepada Franchisor.
Adapun topik kajian yang penulis teliti adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan

Nama Peneliti Judul Penelitian Objek Kajian Penelitian


Dewi Irma Strategi Aplikasi mekanisme waralaba dan
Fitriani Pengembangan perjanjian kerjasamanya, manfaat dan
Bisnis Waralaba prospek bisnis yang diharapkan.
Lembaga Pendidikan Tinjauan kesyariahan waralaba
Primagama Primagama dari sisi penerapan prinsip
bisnis Islami, manajemen usaha,
kemitraan waralaba, pemanfaatan hak
cipta, pembagian keuntungan serta tata
cara penyelesaian masalah. Penerapan
lebih jauh tentang rencana dan strategi
pengembangan bisnis melalui
pendekatan SWOT agar mampu menjadi
yang terdepan di antara lainnya.

F. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang

diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menyederhanakan penulisan dekskripsi hasil penelitian, isi

penelitian ini dibagi ke dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I (pertama) membahas tentang Pendahuluan yang berisi Latar

Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Teknik Penulisan dan

Sistematika Penulisan.

Bab II (kedua) membahas tentang Kerangka Konsep Penelitian yang

memaparkan tentang Konsep Waralaba, Pengertian Waralaba, Jenis-jenis

Waralaba, Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba, Tata Cara Penyelesaian

Masalah dalam Bisnis Waralaba dan Kajian Waralaba dalam Pandangan Hukum

Ekonomi Islam, serta pembahasan tentang Konsep Analisis SWOT, Pengertian


Analisis SWOT, Fungsi Analisis SWOT, Cara Membuat Analisis SWOT dan

Penggunaan Matriks Analisis SWOT.

Bab III (ketiga) merupakan dekskripsi hasil penelitian memaparkan

tentang Company Profile Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Lembaga

Pendidikan Primagama, Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga, Visi dan

Misi Lembaga, Corporate Culture Lembaga, Struktur Kepengurusan, Mitra

Kerja, Unit Usaha di Luar Bimbingan Belajar, Prestasi yang Diraih, selain itu

juga pemaparan tentang Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba

Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Waralaba Primagama, Manfaat

Bisnis dan Prospek Usaha, Ketentuan dan syarat Franchisee Primagama,

Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise Primagama, Ketentuan

Penjualan Franchise tahun 2008/ 2009, Flow Chart Proses Penjualan Franchise,

Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Franchise serta Pertumbuhan Cabang

Waralaba Primagama.

Bab IV (keempat) berisi tentang Analisis terhadap hasil penelitian yang

telah didapat, antara lain tentang Analisis SWOT terhadap Pengembangan

Waralaba Primagama, serta Analisis kesyariahan terhadap Waralaba Primagama

ditinjau dari Aspek Pemanfaatan Hak Cipta, Aspek Kemitraan Waralaba dan

Pembagian Keuntungan Waralaba, Aspek tentang Tata Cara Penyelesaian

Masalah, serta aplikasi Prinsip Bisnis Islami di dalamnya.

Bab V (kelima) adalah penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan

jawaban dari permasalahan yang ada serta saran atau rekomendasi penelitian.
BAB II

KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT

A. Konsep Waralaba

1. Pengertian Waralaba

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba diartikan sebagai:

1). Bentuk kerjasama dalam bidang usaha dengan bagi hasil sesuai

kesepakatan; 2). Hak mengelola atau hak pemasaran.11

Sedangkan menurut Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan

Budi Suseno, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga

Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM), sebagai padanan dari

kata franchise.12

Franchise diterjemahkan sebagai “waralaba,” gabungan dari kata

“wara” yang berarti istimewa dan “laba” yang berarti keuntungan sehingga

dapat diartikan sebagai usaha yang dapat memberikan keuntungan secara

istimewa. Selanjutnya berkembang katafranchising sebagai pewaralabaan

dari suatu jenis usaha, franchisor berarti pemilik waralaba atau pemberi

waralaba dan franchisee sebagai pihak penerima waralaba. 13

11
DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, ed. xiv,
h. 1556.
12
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing,
2008, h. 43.
13
Deden Setiawan, Franchise Guide Series, Jakarta, Dian Rakyat, 2007, h. 3.
Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise di mana

menurut Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tgl. 18 Juni 1997,

sebagaimana dikutip oleh Pietra Sarosa, pengertian waralaba adalah suatu

bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin

kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak

intelektualnya, seperti nama, merk dagang produk dan jasa, dan sistem operasi

usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu

jumlah seperti franchisee fee dan royalty fee. 14

Sedangkan menurut Gunawan Widjaya, pada dasarnya waralaba

merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda

dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada

kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, sistem pemasaran

dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi

waralaba secara eksklusif, serta tidak dilanggar maupun diabaikan oleh

penerima lisensi.15

Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah bentuk kerja sama di mana

pemberi waralaba (franchisor) memberikan manfaat kepada penerima

waralaba (franchisee) berupa nama, merk dagang, SOP, manajemen, dan

unsur lainnya yang terkait, selama jangka waktu tertentu. Dan atas pemberian

manfaat tersebut pihak franchisee dikenakan sejumlah biaya tertentu serta

14
Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, Jakarta, Elex Media Computindo,
2006, cet.II, h. 2.
15
Gunawan Widjaya, Waralaba, Jakarta, Rajawali Pers, 2001, h. 12.
kewajiban-kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang telah disepakati dengan

pihak franchisor.

Konsep franchise mengalami perkembangan yang sangat pesat di

Amerika, oleh perusahaan mesin jahit Singer sekitar tahun 1850-an. Kala itu,

Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika

untuk menjual produknya. Disamping menjual mesin jahit, para distributor

tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang . Jadi para

distributor tidak semata-mata menjual mesin jahit, akan tetapi juga

memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen. 16

Di Indonesia sendiri sistem waralaba mulai dikenal sejak tahun 1950-

an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian

lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan

dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar

menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.17

Adalah pengusaha Es Teller 77 yang pertama-tama mempopulerkan model

waralaba di Indonesia.18

Kurang lebih sejak tahun 90-an dunia bisnis Indonesia mulai marak

dengan pola waralaba ini, baik dari perusahaan asing maupun perusahaan

16
Deden Setiawan, Franchise Guide Series, h. 13.
17
“Sejarah Waralaba,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/waralaba
18
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 12.
lokal.19 Sektor bisnis yang diwaralabakan meliputi minimarket/ retail,

makanan, restoran, salon, pendidikan, kerajinan, bisnis center, garment,

jewelry, laundry, hiburan, dsb. Fenomena ini bisa jadi sangat menarik, sebab

sejak Indonesia memasuki masa krisis di tahun 1997-an, ekonomi Indonesia

digambarkan dalam kondisi yang sangat terpuruk. Akan tetapi, dari penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sistem waralaba mampu bertahan

bahkan dapat berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa

sesungguhnya di tingkat lapangan, ekonomi Indonesia lebih bergairah

daripada yang digambarkan orang selama ini. 20

Secara khusus pengaturan mengenai waralaba di Indonesia dapat kita

temukan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 16 th. 1997 tentang waralaba,

hak dan kewajiban antara franchisor dengan franchisee serta kewajiban

franchisee untuk mendaftarkan perjanjian waralabanya di DepPerinDag.

Peraturan mengenai waralaba juga tercantum dalam Keputusan MenPerinDag

RI No. 259/ MPP/ Kep/ 7/ 1997 tgl. 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, 21 serta Permendag No. 12

thn. 2006 tentang Ketentuan dan Tata cara Penerbitan Surat Tanda

Pendaftaran Usaha Waralaba. Pemerintah juga mengeluarkan PP No. 42/ 2007

tentang waralaba yang menggantikan PP No. 16/ 1997 karena dianggap terlalu

memihak kepada pewaralaba. Dalam PP. No. 42/ 2007 ini sanksi akan

19
Ibid., h. 1.
20
Ibid.,h. 2.
21
Gunawan Widjaya, h. 75-76.
dikenakan kepada kedua pihak yang tidak menaati ketentuan, di mana

franchisor berkewajiban untuk menentukan prospektus usaha waralabanya

dan franchisee berkewajiban untuk mendaftarkan perjanjian waralaba. Sanksi

tersebut secara tegas disebutkan dalam Permendag No. 31/ 2008 yang

diterbitkan pada 21 Agustus 2008.22

2. Jenis-jenis waralaba

Dilihat dari kegiatan yang dilakukannya, waralaba dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu:

1) Waralaba Produk dan Merk Dagang

Pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba

untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang

disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merk dagang milik

pemberi waralaba dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan

tersebut. Atas pemberian izin penggunaan merk dagang tersebut biasanya

pemberi waralaba memperoleh keuntungan (royalty berjalan) melalui

penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba.

Biasanya berbentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan. 23

2) Waralaba Format Bisnis (menurut Martin Mandelson sebagaimana dikutip

oleh Gunawan Widjaya)

22
Linda T. Silitonga, “Tak Ada (lagi) Waralaba yang Luput dari Sanksi Denda,”
artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http://web.bisnis.com.
23
Gunawan Widjaya, Waralaba, h. 13.
Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba)

kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak

kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merk

dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket,

yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat

seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk

menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar

yang telah ditentukan sebelumnya.24

3. Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba

Mekanisme kerja dalam waralaba berdasarkan prinsip kesetaraan dan

saling menguntungkan.25 Dalam sistem ini terdapat pelaku bisnis yang sukses

dan kemudian menyebarluaskan kesuksesannya kepada pihak lain. 26

Kemitraan antara pewaralaba & terwaralaba digambarkan sebagai


berikut:
Diagram 2
Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba

PEWARALABA TERWARALABA

Direktur Manajer
Staf Pegawai
Staf Pegawai
Staf Pegawai

Kantor Pusat “Cabang”

24
Ibid.
25
Darmawan, Waralaba Syariah, h. 49.
26
Ibid., h. 48.
Pewaralaba dalam hal ini memberikan bantuan manajemen, teknis, dan

pemasaran kepada terwaralaba selama keduanya terikat dalam kontrak.

Terwaralaba membayar fee atas izin penggunaan merk dagang dan sistem

bisnis. Sedangkan pembayaran royalti digunakan sebagai imbal jasa atas

bantuan manajemen, teknik, dan promosi yang diberikan oleh pewaralaba

secara kontinu.

Berikut ini digambarkan beberapa hak dan kewajiban yang diberikan

pihak franchisor kepada franchisee ataupun sebaliknya, yaitu sebagai

berikut:

Diagram 3
Hak & Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara umum
PEWARALABA/ TERWARALABA/
FRANCHISOR FRANCHISEE

Pemberian izin merk Franchisee Fee,


dagang, Royalty fee,
Sistem Bisnis Kewajiban
(SOP), KONTRAK menjalankan
Bantuan ketentuan yang telah
Manajemen, DEAL disepakati bersama.
Teknis, Mendapatkan izin
Promosi. pemanfaatan merk
Mendapat beberapa dagang dan sistem
macam Fee dari bisnis, bantuan
Franchisee teknis, dll.

Berdasarkan diagram di atas diketahui beberapa unsur yang lazim ada

dalam waralaba. Sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya, Martin


Mandelson dalam bukunya franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor

dan Franchisee disebutkan bahwa waralaba format bisnis terdiri atas:27

a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba

b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek penglolaan

bisnis, termasuk di dalamnya pelatihan untuk menggunakan peralatan,

metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses

c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi

waralaba selama masa perjanjian masih berlangsung

Sedangkan menurut penulis sendiri, unsur-unsur yang lazim terdapat

pada waralaba dapat disimpulkan di antaranya sebagai berikut:

a. Payung perlindungan hukum bagi keberadaan bisnis waralaba tersebut

b. Kedua pihak yang terkait, yakni franchisor dan franchisee yang terikat

kontrak

c. Adanya merk dan produk yang unik dan ‘menjual’

d. Adanya SOP, manajemen usaha serta pelatihan dan bimbingan yang

diberikan secara berkala oleh franchisor kepada franchisee sebagai

bagian dari ketentuan perjanjian

e. Adanya fee (innitial fee dan royalty fee) yang diberikan oleh franchisee

kepada franchisor sebagai bentuk timbal balik atas pelatihan, bimbingan,

27
Ibid., h. 14.
dan keseluruhan pengelolaan usaha yang telah ditransfer dari franchisor

kepada franchisee.

Unsur-unsur yang diperlukan dalam pola bisnis waralaba dapat

digambarkan sebagai berikut:

Diagram 1
Unsur-unsur dalam Waralaba

Unsur-unsur Waralaba

Perlindungan Hukum

Franchisor Franchisee

Produk & Merk: SOP, manaj. usaha, Fee (Innitial &


Logo, motto, visi misi bimbingan, training Royalty)

Sedangkan aspek keuangan yang terdapat dalam bisnis waralaba

secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Biaya waralaba awal (up-Front Fee/ Initial Franchise Fee atau lazim

disebut fee saja)

Menurut Mendelson, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi

Suseno dalam Waralaba Syariah, Franchise Fee ini dibebankan kepada

terwaralaba untuk semua jasa yang disediakan, termasuk biaya rekruitmen


sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pewaralaba untuk

kepentingan terwaralaba.28

Sedangkan menurut IPPM, sebagaimana dikutip oleh Darmawan,

jumlah dan jangka waktu pembayaran awal dicantumkan di dalam

perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik

pewaralaba dan tidak dapat dikembalikan kecuali disebutkan di dalam

perjanjian.29

Fee awal diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu

terwaralaba, dan terdiri dari:

1). Bantuan pra operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba

2). Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba

3). Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training) dan biaya konsultasi,

khususnya pada operasi bisnis waralaba

4). Biaya promosi atau periklanan, khususnya untuk promosi menjelang

pembukaan perusahaan (grand opening terwaralaba)

5). Survei pemilihan atau seleksi lokasi (Karamoy, sebagaimana dikutip

oleh Darmawan Budi Suseno)30

b. Royalty

Royalty sering juga disebut uang waralaba terus-menerus. Uang

tersebut merupakan pembayaran atas jasa terus-menerus yang diberikan

28
Ibid., h. 55.
29
Ibid., h. 56.
30
Ibid.
pewaralaba secara periodik. Dalam prakteknya, uang tersebut dihitung

dalam bentuk prosentase dari pendapatan kotor terwaralaba.

Biaya royalty yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan

untuk membiayai pemberian bantuan teknik, manajemen, atau promosi

kepada terwaralaba secara berkelanjutan, selama kedua belah pihak terikat

dalam perjanjian.

Pada kenyataannya tidak semua waralaba menetapkan fee atau

royalty atas franchiseenya. Setiap waralaba memiliki kebijakan tersendiri

dalam menentukan jenis fee atau royalty sesuai dengan kontribusi yang

diberikan kepada franchisee.

Secara garis besar kebaikan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai

berikut:31

Tabel 4

Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee

No Kebaikan bagi Franchisor Kebaikan bagi Franchisee


Pengembangan usaha dengan biaya Menghemat waktu, tenaga, dan
1
yang relatif murah dan tingkat laba dana untuk proses trial and
yang lebih tinggi error.
Potensi passive income yang besar Memperkecil resiko kerugian
2 dengan potensi kegagalan yang usaha karena konsep usaha telah
minimum matang dan tinggal dijalankan
Efek bola salju dalam hal Brand
Penggunaan Brand Name (nama
Awareness (sadar merk) dan Brand
3 merk) yang sudah lebih dikenal
Equity (nilai merk) usaha yang
masyarakat.
makin meningkat
4 Terhindar dari UU Antimonopoli Memberi kemudahan dalam

31
Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, h. 21.
operasional usaha dan
pemasarannya

Sedangkan keburukan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tabel 5
Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee

No Keburukan bagi Franchisor Keburukan bagi Franchisee


Biaya paten (Royalty fee) yang
Adanya peluang bagi franchisee
1 harus dibayarkan franchisee
untuk bermain ‘nakal’ di belakang
secara terus-menerus disertai
franchisor
biaya-biaya lain yang ditentukan
Sulit mencari franchisee yang Tidak semua franchisor
memenuhi syarat dan satu visi. memberikan kepedulian,
2
Franchisee lebih memperhatikan pembinaan dan pelatihan yang
profit, bukan pengelolaan usaha baik secara berkala
Sulitnya melakukan pengelolaan Cukup sulit untuk lepas dari
bisnis yang tepat seiring dengan pengaruh franchisor karena
3
semakin bertumbuhnya jumlah keterikatan dengan perjanjian
outlet yang ada dan aturan main yang ada

4. Tata Cara Penyelesaian Masalah dalam Usaha Waralaba

Sebelum dipaparkan tentang metode-metode yang dapat digunakan

dalam mengatasi masalah antara franchisor dengan franchisee, terlebih

dahulu kita cermati tentang beberapa potensi masalah yang perlu diwaspadai.

Menurut Pietra Sarosa dalam bukunya: Mewaralabakan Usaha Anda, potensi

masalah yang mungkin terjadi, antara lain:32

a. Adanya franchisee yang tidak memenuhi ketentuan dalam SOP

b. Adanya konflik mengenai fee waralaba

c. Adanya diskriminasi terhadap franchisee

32
Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, h. 200.
d. Adanya kelalaian dari pihak franchisor untuk memenuhi kewajibannya

kepada franchisee

e. Adanya outlet milik franchisee yang tidak mencapai target yang

diharapkan

f. Tidak adanya i’tikad baik dari salah satu atau bahkan kedua belah pihak

Sedangkan secara garis besar menurut Pietra Sarosa, ada dua metode

yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah antara franchisor

dengan franchisee, yakni:33

a. Metode pencegahan masalah (preventif)

Metode preventif ini memiliki tujuan utama untuk mengkondisikan semua

keadaan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya masalah

antara franchisor dengan franchisee. Beberapa point yang perlu

diperhatikan dalam melakukan metode preventif ini antara lain:

1). Seleksi yang ketat bagi para calon franchisee

2). Buat perjanjian kontrak yang mudah dipahami

3). Meminimalkan celah-celah (loophole) yang dapat digunakan oleh

kedua pihak yang tidak memiliki i’tikad baik.

4). Mekanisme kontrol yang ketat

b. Metode penyelesaian masalah (kuratif)

33
Ibid., h. 201-202.
Jika masalah telah terjadi dan tidak dapat dihindari, maka dapat dilakukan

upaya penyelesaian masalah secara kuratif yang dapat diwujudkan melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

1). Mencari akar penyebab terjadinya masalah

2). Mencari solusi untuk masalah dengan semangat win-win solution

3). Utamakan penyelesaian dengan cara damai melalui mediasi

4). Penyelesaian dengan jalur hukum melalui pengadilan

5. Islam dan Waralaba (Waralaba dalam Pandangan Hukum Ekonomi

Islam)

Pola waralaba dalam pelaksanaannya lebih menekankan kepada dua

masalah pokok, yaitu hak cipta dan kemitraan usaha.

Hak cipta dalam Islam diakui sebagai haqqul ibtikar yang pada

akhirnya dikategorikan sebagai manfaat dan atas penggunaannya tersebut

dapat dikenakan sewa (ujroh) yang dalam sistem waralaba biasa disebut

dengan franchisee fee. Sedangkan dari segi kemitraan, waralaba merupakan

contoh aplikatif dari bentuk syirkah yang telah diaplikasikan di zaman

Rasulullah, bahkan juga di zaman Jahiliyah dahulu di mana pembagian

keuntungan dalam waralaba menggunakan sistem bagi hasil yang juga biasa

digunakan dalam bentuk syirkah.34

a. Tinjauan dari Aspek Hak Cipta

34
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 48.
Hak cipta dalam sistem waralaba ini meliputi logo, merk, buku

petunjuk pengoperasian bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu

yang berciri khas dari usahanya. Imbalan dari penggunaan hak cipta ini

adalah pembayaran fee awal dari pihak terwaralaba kepada pihak

pewaralaba.

Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan

merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. (Al-Daraini,

sebagaimana dikutip oleh Darmawan).35 Sesuatu yang asalnya belum

merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan

menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.

Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap

pemanfaatan hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam

hal ini akad yang paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh (menyewa

hak cipta sebuah usaha waralaba selama seberapa periode disertai dengan

timbal balik berupa materi).

b. Tinjauan dari Aspek Kemitraan Usaha

Persekutuan dalam Islam dikenal dengan istilah syirkah

(musyarokah). Musyarokah adalah akad kerjasama atau percampuran

antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang

halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan

35
Ibid., h. 87.
dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko yang ditanggung

sesuai porsi kerjasama.36

Dalam suatu persekutuan yang paling utama adalah adanya

distribusi hak yang diperoleh masing-masing sekutu. Hak tersebut akan

diperoleh manakala kewajiban yang merupakan ketentuan yang harus

dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut telah dilaksanakan. Hak dan

kewajiban di sini sifatnya dinamis dan relatif tergantung pada kemampuan

seseorang untuk melakukan kuantitas dan kualitas.37

Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba

adalah:38

1. Kesepakatan (Perjanjian Waralaba), dalam hukum Islam biasa

diistilahkan dengan ijab dan qabul.

2. Pelaku (Pewaralaba dan Terwaralaba)

Dalam hal ini, pewaralaba bertindak sebagai pihak yang memasukkan

tenaganya dan ide yang berupa hak cipta ke dalam persekutuan.

Sedangkan terwaralaba sebagai pihak yang bersekutu dengan

memasukkan modal dalam persekutuan dan dapat juga turut serta

dalam pengelolaan waralabanya. 39

36
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim,
2004, h. 51.
37
Darmawan, Waralaba Syariah, h. 90.
38
Ibid., h. 96.
39
Ibid., h. 98 – 99.
3. Peralatan (alat/ sarana yang digunakan dalam operasional bisnis

waralaba yang bisa disebut modal)

4. Keuntungan (bagi-hasil), didasarkan atas kesepakatan bersama

berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing

pihak.

Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum

Islam. Hal-hal sebagai berikut dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai suatu

waralaba yang tidak bertentangan dengan syariat Islam:

1. Menanamkan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis 40

2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi seluruh pihak dan

mengutamakan maslahat umum di atas kepentingan pribadi41

3. Adanya kebebasan ijab-qabul dalam melaksanakan perjanjian42

4. Tidak mengandung unsur maghrib (maysir, ghoror, dan riba), jenis-jenis

transaksi yang dilarang dalam Islam43

5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang

membawa kepada perdamaian44

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya konsep pengembangan bisnis melalui sistem waralaba

40
Syarifuddin R. A., Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h.
13.
41
Ibid., h. 15.
42
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani Press,
1997, h. 203.
43
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29.
44
Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, h. 164.
tidak bertentangan dengan syariat Islam (baik dalam hal pemanfaatan hak

cipta ataupun mekanisme operasional kemitraan usahanya), dengan catatan

bahwa produk yang diwaralabakan halal dan tetap mengacu pada ketentuan-

ketentuan yang telah dijabarkan di atas.

Namun, walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan tetapi

setiap usaha bisnis yang dijalankan pasti tidaklah luput dari resiko kerugian

sekecil apapun itu, oleh karena itu pengelolaan bisnis secara profesional

merupakan tuntutan persyaratan yang mutlak untuk mencapai sebuah

keberhasilan. Untuk itu, diperlukan suatu pemikiran yang cermat apabila

pengusaha telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba ini.

Dengan kata lain sebelum memutuskan untuk memasuki sebuah bisnis

waralaba harus terlebih dahulu dilakukan analisa usaha untuk meminimalisir

resiko kerugian yang akan terjadi nantinya. Dalam hal ini penulis akan

mencoba melakukan analisis SWOT untuk menganalisis objek waralaba yang

akan dikaji.

B. KONSEP ANALISIS SWOT SEBAGAI FORMULASI STRATEGI

1. Pengertian Strategi

Menurut Kenneth Andrew sebagaimana dikutip oleh James C. Craig

dan Robert M. Grant, strategi adalah pola sasaran, maksud atau tujuan dan

kebijakan serta rencana penting untuk mencapai tujuan, yang dinyatakan


dengan cara seperti menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh

perusahaan, dan jenis atau akan menjadi jenis apa perusahaan ini. 45

Sedangkan menurut Alfred Chandler sebagaimana dikutip oleh James

C. Craig dan Robert M. Grant, strategi adalah penetapan sasaran dan tujuan

jangka panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta alokasi sumber

daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu.46

Perumusan strategi yang baik perlu dilakukan agar seluruh

perencanaan yang telah disusun dapat berjalan dan diantisipasi dengan sebaik-

baiknya. Berbagai pendekatan untuk merumuskan strategi perusahaan bisa

dilakukan antara lain melalui pendekatan analisis SWOT yang memang lazim

dipergunakan dalam perumusan strategi perusahaan karena dipandang lebih

mudah dan sederhana penyusunannya.

2. Pengertian Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities),

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan

ancaman (treathment). Proses pengambilan keputusan strategis selalu

berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan

perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus

45
James C. Craig dan Robert M. Grant, Strategic Management, Jakarta, Elex Media
Computindo, 2002, h. 5.
46
Ibid., h. 4.
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan

Analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah

analisis SWOT.47

3. Fungsi Analisis SWOT

Secara umum analisis SWOT sudah dikenal oleh sebagian besar tim

teknis penyusun corporate plan. Sebagian dari pekerjaan perencanaan strategi

terfokus kepada apakah perusahaan mempunyai sumber daya dan kapabilitas

yang memadai untuk menjalankan misinya dan mewujudkan visinya.

Pengenalan akan kekuatan yang dimiliki akan membantu perusahaan

untuk tetap memperhatikan dan melihat peluang-peluang baru, sedangkan

penilaian yang jujur terhadap kelemahan-kelemahan yang ada akan

memberikan bobot realisme pada rencana yang akan dibuat perusahaan, jadi

analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang

dimiliki perusahaan serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan

yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi external perusahaan.

4. Cara Membuat Analisis SWOT

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan

oleh kombinasi faktor internal dan external. Kedua faktor tersebut harus

dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT sendiri adalah singkatan dari

47
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 18 -19.
lingkungan internal Strengths dan Weakness serta lingkungan external

Oppurtunities dan Threaths yang dihadapi dunia bisnis.

Di bawah ini disampaikan upaya-upaya sistematis untuk dapat

dipergunakan sebagai bahan untuk mendekskripsikan kondisi yang dihadapi.

a. Strenghts (Kekuatan)

Sesuatu yang selama ini menjadi kekuatan utama (internal-sesuatu yang

dapat dipengaruhi secara langsung) dari dahulu sampai sekarang.

b. Weakness (Kelemahan)

Segala sesuatu yang menjadi kelemahan utama (internal) dari dahulu

sampai dengan sekarang.

c. Opportunities (Peluang)

Berbagai potensial yang dapat diexplorasi untuk mempengaruhi

pencapaian sasaran yang diharapkan.

d. Threats (Ancaman)

Segala sesuatu yang dapat membatasi atau menggagalkan

pencapaian (external) sasaran yang ditetapkan tetap belum pernah terjadi

dan tidak dapat dipengaruhi secara langsung.

Berikut ini akan digambarkan kuadran analisis SWOT untuk

memperlihatkan di mana saja posisi dari lingkungan internal dan external

yang telah disebutkan di atas.


Diagram 4
Kuadran Analisis SWOT

Berbagai Peluang

3. Mendukung strategi 1. Mendukung


Turn-around Strategi Agresif

Kelemahan Internal Kekuatan Internal


4 Mendukung strategi 2. Mendukung
Defensif Strategi Diversifikasi

Berbagai Ancaman

Keterangan :

Kuadran I: Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah

mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth

Oriented Strategy)

Kuadran II: Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan

cara strategi diversifikasi (produk/ pasar)

Kuadran III: Fokus strategi yang diterapkan adalah dengan

meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga

dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran IV: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, di

mana perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan

kelemahan internal. 48

48
Ibid., h. 19 - 20.
5. Penggunaan Matriks Analisis SWOT

Sebelum menyusun dan menggunakan matriks SWOT secara tepat,

terlebih dahulu kita mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan

factor-faktor yang berada dalam lingkungan internal dan eksternal yang dapat

mempengaruhi pasang surut perusahaan.

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4

set kemungkinan alternative strategis.

Tabel 6
Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS* dan EFAS**

IFAS Strengths (S) Weaknes (W)


Menentukan factor-faktor Menentukan factor-faktor
EFAS kekuatan internal kelemahan internal

Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO


Menentukan factor-faktor Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
peluang eksternal menggunakan kekuatan untuk maminimalkan kelemahan
memanfaatkan peluang untuk memanfaatkan peluang

Threaths (T) Strategi ST Strategi WT


Menentukan factor-faktor Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
ancaman eksternal menggunakan kekuatan untuk maminimalkan kelemahan dan
mengatasi ancaman menghindari ancaman

* IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis


internal.
** EFAS (External Strategic Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis external
perusahaan.

Ket:

a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang

ada.

b. Strategi ST

Strategi ini digunakan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki

perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha

meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.49

49
Ibid., h. 31 – 32.
BAB III

PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN DAN WARALABA PRIMAGAMA

A. Company Profile Primagama

1. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan Primagama

Primagama adalah usaha jasa pendidikan luar sekolah yang bergerak

di bidang bimbingan belajar, didirikan pada tahun 1982, merk terdaftar.

Berkantor pusat di Jl. Diponegoro 89 Jogjakarta. Program Bimbingan Belajar

Primagama memiliki pasar sangat luas (siswa SD, SLTP, dan SMU) dengan

target pendidikannya adalah meningkatkan prestasi akademik di sekolah,

UAS, UAN, EBTA dan Sukses Ujian Masuk Perguruan Tinggi (bagi SMU/

SMK). Saat ini Primagama telah hadir di 688 outlet di 33 Provinsi serta

mencakup lebih dari 200.000 siswa di tahun ajaran 2008/ 2009. Primagama

dikenal melalui inovasi produknya yang selalu mengikuti kebutuhan pasar

seperti melalui metode belajar Smart Solution dan Life Skill Education yang

dimilikinya.50

2. Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama

50
Lembaga Pendidikan Primagama, “Gambaran Umum Primagama,” artikel diakses
pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama bermula dari sebuah

i’tikad baik untuk membimbing pelajar kelas 3 SMTA di Yogyakarta yang

ingin memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni ke Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) selain juga karena faktor ingin sekedar mendapatkan

uang lelah, sehingga mendorong pendirinya, yakni Purdi E. Chandra untuk

mendirikan lembaga bimbingan belajar pada tanggal 10 Maret 1982. Niatan

itu belakangan menjadi sebuah peluang yang potensial untuk dikembangkan,

terkait dengan Provinsi Yogyakarta yang berstatus sebagai kota pelajar.

Pertumbuhan primagama mulai menunjukkan perkembangan yang

menggairahkan, sampai kemudian catatan bilangan ternyata menunjuk pada

angka 32.000-an siswa yang bergabung dengan Primagama setiap tahunnya,

ini membuktikan pemikiran sederhana Purdi tidak meleset. Pasar memang

membutuhkan Primagama.51

Guna memberikan dasar hukum yang kuat bagi Primagama untuk

berkiprah di dunia pendidikan luar sekolah, maka pada tahun ke-4 setelah

berdiri dibentuklah Yayasan Primagama dengan akte notaris Daliso Rudianto,

SH nomor 123 tahun 1985. Kemudian aspek hukum keberadaan Lembaga

Pendidikan Primagama kian berakar kuat setelah mendapat ijin dari

Depdikbud dengan SK No : 054/I 13/MS/Kpts/1999.52

51
Lembaga Pendidikan Primagama, “Latar Belakang dan Sejarah Pendirian
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
52
Ibid.
Lembaga Pendidikan Primagama adalah pemegang Hak Cipta dari

Bimbingan Belajar "Lembaga Pendidikan Primagama" berdasarkan UU No. 6

tahun 1982 tentang Hak Cipta jo. UU No. 7 tahun 1987 tentang Perubahan

Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta pada tanggal 3 Juli 1995 dan

telah terdaftar di Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merk dengan Nomor

Pendaftaran 014127.53

Dengan status yang jelas, maka Primagama sejak 1987 terus

dikembangkan di kota-kota lain. Selama kurun waktu 1993 sampai tahun

1997 jumlah cabang telah bertambah menjadi 132 kantor cabang. Bila dirata-

rata, pertahunnya ada penambahan 5-6 kantor cabang baru.

Kemudian pada tahun 2001/2002 ada penambahan secara spektakuler yakni

penambahan sebanyak 56 kantor cabang. Total sampai Juli 2002 Primagama

memiliki 168 kantor cabang mandiri dan cabang franchise yang tersebar di 83

kota di 27 provinsi.54

Pertumbuhan omset Primagama rata-rata tiap tahun tidak pernah

kurang dari 35% dibanding tahun sebelumnya. Sedang penguasaan pangsa

pasar bimbingan belajar Primagama yang ada di 105 kota tersebut lebih dari

40% dari pasar riil, bahkan hampir di semua kota, posisi Primagama adalah

sebagai pemimpin pasar atau market leader.55

3. Visi dan Misi Lembaga Pendidikan Primagama


53
Ibid.
54
Ibid.
55
Ibid.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Primagama yang cukup pesat ini

seiring dengan visi dan misi yang telah ditetapkan pihak manajemen. Visi

perusahaan yaitu menjadi “Lembaga Pendidikan yang Terdepan dalam

Prestasi.” Adapun misi perusahaan yang pada umumnya merupakan

penjabaran dari perwujudan kepentingan stake holder di Primagama disusun

sebagai berikut:56

a. Menjadi Lembaga Bimbingan Belajar berskala nasional yang terdepan

dalam prestasi

b. Menjadi tempat karyawan untuk membangun kesejahteraan bersama dan

bersama-sama membangun kesejahteraan

c. Menjadi perusahaan yang sanggup dijadikan mitra usaha yang handal dan

terpercaya (memenuhi kepentingan organisasi dan mitra usaha)

d. Menjadi tempat bagi setiap insan untuk berkreasi, berkarya, dan

mengembangkan diri

e. Menjadi aset pendidikan nasional dan kebanggan masyarakat

4. Corporate Culture Lembaga Pendidikan Primagama

Tiap lembaga bimbingan belajar memerlukan ide dan cara baru

untuk dapat menemukan peluang atau dapat memenangkan persaingan.

Primagama sebagai salah satu bimbingan belajar yang bertekad menjadi

56
Lembaga Pendidikan Primagama, “Visi dan Misi Primagama,” artikel diakses
pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
"Terdepan dalam Prestasi" merasa harus tetap arif dan kreatif menghadapi

persaingan yang makin ketat tersebut. Manajemen Primagama selalu berusaha

untuk memberikan yang terbaik kepada para siswa sehingga lahirlah tradisi-

tradisi sebagai berikut :57

a. Tenaga pengajar adalah tenaga profesional yang direkrut dan dilatih

dengan sistem yang baku, serta telah memiliki pengalaman.

b. Metode pengajaran menggunakan pendekatan remedial (perbaikan),

enrichment (pengayaan), dan consulting (konsultasi).

c. Panduan/modul belajar lengkap dan sistematis dengan berdasar pada

GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran)

d. Evaluasi belajar siswa secara rutin

e. Diberikan metode-metode smart solution dalam pemahaman materi

pelajaran beserta kiat-kiat menyelesaikan soal secara efektif.

f. Setiap evaluasi belajar, lembar jawaban dikoreksi dengan menggunakan

komputer sehingga siswa terlatih dan terjamin akurasi hasilnya.

g. Diberikan konsultasi belajar siswa (Konsis) untuk membantu setiap

kesulitan belajar siswa dan konsultasi pemilihan sekolah lanjutan.

h. Sistem pengajaran yang terkoordinir secara terpadu, dan terpusat yang

dipantau oleh Tim Pengendali Mutu Akademik di Kantor Pusat.

57
Lembaga Pendidikan Primagama, “Corporate Culture Primagama,” artikel
diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
i. Primagama telah mengembangkan teknologi jaringan internet yang akan

terkoneksikan antar kantor cabang dan dapat diakses oleh user, baik siswa,

orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat umum.

5. Struktur Kepengurusan Lembaga Pendidikan Primagama

Berikut ini adalah diagram mengenai Struktur Kepengurusan Unit Usaha

Lembaga Pendidikan Primagama:

Diagram 5
Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan Primagama58

58
Lembaga Pendidikan Primagama, “Struktur Kepengurusan Unit Usaha
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
Diagram 6
Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional
6. Mitra Kerja Lembaga Pendidikan Primagama

Sebagai suatu entitas usaha, Primagama selalu berupaya untuk

menebarkan jaringan dan melebarkan sayapnya di Indonesia, terbukti dengan

banyaknya link yang telah digandeng Primagama, antara lain:59

a. PT. Newmont, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT.

Newmont Sumbawa

b. PT. Freeport, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT.

Freeport, Papua

c. PT. Badak, Lng. & Co, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

dan seleksi akademik calon operator

d. PT. Chevron, seleksi akademik calon penerima beasiswa PT. Chevron

e. PT. Pupuk Kaltim, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

f. PT. Arun, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

g. Pemda Fakfak, Papua Barat, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di

Kab. Fakfak dan Pelatihan Guru Bidang Studi

h. Pemda Kutai Barat, Kalimantan Timur, BimBel intensif untuk siswa

i. Pemda Takengon, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

59
Lembaga Pendidikan Primagama, “Mitra Kerja Primagama,” artikel diambil dari
booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
j. Wahana Visi Indonesia, Alor Area Development Program, Program Try

Out dan Pembahasan Ujian Nasional untuk Tingkat SMA/K dan Prediksi

SPMB 2008.

7. Unit Usaha di luar Bimbingan Belajar

Selain unit Bimbingan Belajar, Primagama juga melakukan inovasi lain dalam

hal bisnis, yakni mengembangkan unit usaha yang juga tidak terlepas dengan

dunia kependidikan, antara lain:60

a. Dermatoglyphic Multiple Intelligent (DMI)

Pendekatan baru untuk melihat potensi bakat seseorang melalui analisis

yang cermat terhadap 10 jari tangan dan telapaknya

b. Primagama English

Membekali siswa dengan kemampuan berbahasa Inggris agar dapat

bersaing di era globalisasi.

c. Manajemen Matematika Dahsyat

Penerbitan produk-produk suplemen untuk mendukung optimalisasi hasil

belajar siswa.

8. Prestasi yang telah diraih Lembaga Pendidikan Primagama

Ada beberapa prestasi penting yang dapat dicatat sebagai bukti tentang

keberhasilan Primagama dalam mengelola usahanya, antara lain:61

60
Lembaga Pendidikan Primagama, “Unit Usaha di Luar Bimbingan Balajar
Primagama,” artikel diambil dari booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
a. Rekor MURI tahun 1999 sebagai lembaga bimbingan belajar terbesar di

Indonesia

b. Rangking 6 dari 50 enterprise Usahawan terbaik 2001, dari Anderson

Consulting dengan majalah SWA Jakarta

c. Solo Customer Satisfaction Awards tahun 2002, sebagai bukti bahwa

pelayanan Primagama mampu memuaskan konsumen

d. Superbrand tahun 2005 sebagai salah satu dari sekian merk terbaik, yang

memiliki nilai tinggi di masyarakat

e. Prospective Franchise & Business Consept 2006, sebagai salah satu merk

paling prospektif di kalangan dunia bisnis Indonesia

f. Penghargaan sebagai Franchise terbaik kategori Pendidikan 2007, Versi

Majalah Pengusaha

g. Penghargaan dari Prof. Yohanes Surya Ph. D, Ketua Tim Olimpiade

Fisika Indonesia, sebagai Penyelenggara Olimpiade Sains Kuark 2007

h. Penghargaan Rank 5 Top Franchise Award 2008, Versi Majalah Info

Franchise Indonesia

i. Indonesia Franchisee Satisfaction Survey 2008, termasuk dalam 10 besar

(Best Top Ten Franchise), sebagai franchisor yang memberikan kepuasan

layanan kepada mitranya (franchisee)

61
Lembaga Pendidikan Primagama, “Prestasi yang Telah Diraih Primagama,”
artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
1. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama

1. Gambaran Umum Waralaba Primagama

Lembaga Bimbingan Belajar yang didirikan oleh Purdi E. Chandra

pada tahun 1982 ini mulai diwaralabakan pada tahun 2000. Perkembangan

Primagama yang begitu pesat membuat pemilik kerepotan untuk mengelola

ratusan cabang yang ada sebelum difranchisekan. Oleh karena itu sejak tahun

2000 diterapkanlah sistem waralaba yang dinilai baik bagi pertumbuhan dan

perkembangan Primagama. 62 Bagi pemilik, ia bisa mendapatkan keuntungan

dengan menerima fee yang dibayarkan oleh franchisee. Di lain pihak,

franchisee pun menanggung resiko yang lebih kecil sebab nama besar

Primagama cukup membantu dalam pengelolaan usaha.

Primagama menentukan sendiri standardisasi yang diperlukan dalam

pengelolaan usahanya. Seperti dengan mendirikan sebuah lembaga pelatihan

untuk mendidik para stafnya untuk dijadikan kepala cabang juga

dipergunakan untuk pelatihan tutor dan staf lainnya. Selain itu, Primagama

juga menerapkan standardisasi gaji bagi sumber daya manusianya dengan cara

ditetapkan dari pusat, sehingga tidak ada ketimpangan. Dengan demikian,

melalui hal-hal tersebut Primagama tetap bisa terus mempertahankan kualitas

usahanya.

62
Lembaga Pendidikan Primagama, “Primagama Masa Lalu,” artikel diakses pada 9
April 2009 dari www.primagama.co.id
2. Manfaat Bisnis dan Prospek Usaha Waralaba Primagama

Banyak cara menjadi Business Owner. Salah satunya mengambil

bisnis yang sudah memiliki track record dan system yang baik.63 Primagama

memegang rekor sebagai perusahaan dengan jumlah franchise Pendidikan

terbanyak. Perlahan tapi pasti masyarakat mulai menyadari bahwa berbisnis

dalam dunia pendidikan tidak saja mulia namun juga dapat memberikan

keuntungan yang menggiurkan. Hal ini seiring dengan berkembangnya stigma

masyarakat yang semakin mengedepankan pendidikan dari apapun juga.

Kebutuhan masyarakat akan pendidikan menjadikan usaha bimbingan

belajar ini memiliki prospek usaha yang sangat cerah ditambah dengan

segmen pasarnya yang sangat luas mulai dari tingkat SD sampai SMA. Dalam

hal ini Primagama memiliki kelebihan sebagai bimbingan belajar yang

terdepan dan terbesar di Indonesia, dengan pengalaman yang sudah mencapai

25 tahun lebih serta manajemennya yang solid dan inovatif, menjadikannya

sabagai sebuah waralaba yang relative mudah pengelolaannya dan perkiraan

investasi yang cepat kembali

3. Ketentuan dan Syarat Franchisee Primagama

63
Lembaga Pendidikan Primagama, “Info Franchise Primagama,” artikel diambil
dari Brosur Franchise Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
Pengembangan Primagama menawarkan program kemitraan dengan

system kerjasama waralaba atau franchise dengan ketentuan sebagai

berikut:64

a. Sistem franchise Primagama adalah sistem pengembangan cabang dengan

kemitraan secara mandiri dengan menggunakan hak intelektual (merek

dan produk) Primagama dengan membayar franchise fee untuk jangka

waktu lima tahun dan membayar royalty fee setiap bulan. Dalam hal

pelayanan kepada siswa seperti modul, paket soal latihan dan lembar

jawab komputer, pihak investor (franchisee) diwajibkan membeli di

Kantor Pusat Primagama.

b. Franchise fee Primagama untuk satu outlet adalah sebesar Rp.

150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) untuk lima tahun, dibayar

saat penandatanganan perjanjian kontrak franchise (MoU). Royalty fee

sebesar 10,70% dari gross (cash-in brutto) setiap bulan .

c. Membayar biaya survey sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk

pulau Jawa dan Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk luar pulau Jawa.

d. Franchisee sanggup menyediakan tempat representatif di lokasi strategis

dengan memiliki minimal 6 ruang kelas (ukuran @ 20 m2) dan beberapa

ruang pendukung operasional lainnya seperti front office, ruang

administrasi, ruang pengajar dll.

64
Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan dan Syarat Franchisee Primagama,”
artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
e. Franchisee sanggup menyediakan dana modal kerja yang cukup untuk

biaya pengoperasian outlet dimaksud minimal untuk 6 bulan pertama.

f. Pengoperasian Primagama outlet franchise diserahkan sepenuhnya

kepada franchisee, tetapi dengan standard pelayanan Primagama.

Primagama akan memberikan SOP (Standar Operating Procedure)

sebagai pedoman operasionalisasi. Untuk satu tahun pertama (atas

permintaan) Primagama dapat men-support seorang Pimpinan Cabang

atas biaya franchisee.

g. Pembelian sarana siswa (modul belajar, dll) dapat dilakukan secara

bertahap.

h. Rekruitmen dan training SDM (karyawan dan tentor) dilakukan oleh

franchisee dengan dibantu dari Primagama atas biaya franchisee.

i. Primagama mendukung pemasaran secara periodik melalui above the line

media (iklan dan acara televisi, surat kabar, majalah dan tabloid nasional)

serta perencanaan kegiatan pemasaran lokal dengan event dan media lokal.

j. Jarak antar outlet untuk area Jakarta minimal 4 km tentu bila potensi pasar

(sekolah) bisa dipetakan pembagiannya. Untuk luar Jakarta 5 km.

k. Franchisee mendapat prioritas pertama untuk perpanjangan masa

franchise lima tahun kedua pada outlet yang sama. Rencana perpanjangan

harus sudah dikomunikasikan minimal 6 bulan sebelum masa perjanjian

berakhir. Tentu kinerja franchisee selama masa kontrak akan menjadi

pertimbangan.
4. Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise Primagama

Ada dua model pengambilan franchise Primagama, yaitu Pengambilan

Franchise New Outlet dan Existing Outlet:65

a. Ketentuan Franchise New Outlet

1) Franchise fee Primagama untuk satu outlet adalah sebesar antara Rp.

75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) – Rp. 150.000.000 (seratus

lima puluh juta rupiah) untuk lima tahun. Sesuai wilayah pembuka

cabang (sesuai ketentuan penjualan franchise).

2) Membayar biaya survey sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk

pulau Jawa dan minimal Rp.3.500.000,- (tiga juta rupiah) atau

sejumlah harga tiket dan akomodasi untuk 2 hari, untuk wilayah luar

Jawa.

3) Franchisee sanggup menyediakan tempat yang representative di lokasi

strategis yang bisa di set-up menjadi 6 ruang kelas (luas per kelas

minimal 20 m²) dan beberapa ruang pendukung operasional lainnya

seperti front office, ruang administrator, ruang pengajar dll.

4) Ada pembekalan bagi franchisee/investor dan Kepala Cabang yang

direkrut oleh pihak franchisee.

65
Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
5) Franchisee dapat meminta bantuan Kepala Cabang dari franchisor

(Primagama) untuk memulai usahanya dengan minimal evaluasi 1

(satu) tahun apabila tidak merekrut kepala cabang sendiri.

6) Rekruitmen dan training SDM profesional (karyawan dan pengajar /

tentor) dilakukan oleh franchisee dan akan dibantu Manajemen

Primagama atas biaya franchisee

7) Diberikan starter kit berupa program kerja, SOP, sarana/prasarana

akademik dan pemasaran standar awal.

b. Ketentuan Franchise Existing

1) Franchise fee Primagama untuk satu outlet existing minimal sebesar

Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) tergantung besar

kecilnya potensi outlet tersebut, dibayar lunas saat penandatanganan

perjanjian kontrak franchise di hadapan notaris.

2) Prospektus kelayakan bisnis outlet existing akan disampaikan setelah

ditetapkan outlet yang diminati (daftar outlet bisa menghubungi Divisi

Franchise).

3) Seluruh SDM (karyawan dan tenaga pengajar) diikutsertakan didalam

proses take over Franchise dan dapat dievaluasi minimal dalam waktu 2

(dua) tahun.

4) Diberikan starterkit berupa program kerja dan SOP Primagama.

5. Ketentuan Penjualan Franchise tahun 2008/ 2009


Tabel 9
Ketentuan Penjualan Franchise Tahun 2008/ 200966

NO KETERANGAN KETENTUAN

1 Jarak Minimal radius 4 km (jarak dengan kantor cabang yang sudah

ada)

2 Harga New Outlet dan perpanjangan

• Wil Jabotabek = 150 - 175 juta

• Ibukota propinsi = 120 - 150 juta

• Kabupaten/kotamadya = 90 - 120 juta

• Kota kecamatan = 75 - 90 juta

Take Over existing Outlet

Harga sesuai dengan hitungan evaluasi kelayakan bisnis,

keuntungan, aktiva dan hutang piutang outlet yang ada.

3 Sistem New Outlet

Pembayaran • DP Minimal 20% dari harga goodwill yang telah disepakati

• Selambat-lambatnya 3 bulan setelah pembayaran DP tidak ada

follow up, maka DP hangus dan batal (franchisor berhak

menjual pada investor lain)

• MoU bisa dilakukan setelah pembayaran mencapai minimal

50% dari total harga Goodwill yang disepakati.

• Pelunasan pembayaran Goodwill paling lambat 3 bulan

terhitung sejak MoU

Take Over Existing Outlet

66
Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan Penjualan Franchise Tahun 2008/
2009,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
• Pembayaran lunas sebelum MoU

• Serah terima cabang dilakukan setelah pembayaran lunas

Rek Pembayaran

• PT. Primagama Bimbingan Belajar BNI Yk. No. Rek

010.422.7979.

4 Seleksi Investor • Investor bisa perorangan atau Badan Hukum (mempunyai

NPWP)

• Sepakat dengan MoU, peraturan perusahaan dan SOP

5 MoU • Tempat MoU di Notaris Jakarta dan Yogyakarta yang di tunjuk

oleh Primagama.

• MoU mempunyai standar yang sama dan sudah mencakup isi

aturan perusahaan dan SOP lembaga.

6 Lain-lain • Membayar Royalti 10,7% dari penghaslan kotor tiap bulan

• Membayar uang jaminan sebesar 20% dari biaya franchise fee

6. Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama

Proses penjualan Franchise Primagama dari franchisor kepada

investor (franchisee) digambarkan sebagai berikut:67

Diagram 7
Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama

PRIMAGAMA Calon Investor

67
Lembaga Pendidikan Primagama, “Flow Chart Proses Penjualan Waralaba
Primagama,” artikel diambil dari Brosur Franchise Primagama Tahun Ajaran 2008/ 2009.
Survey

1. Penyusunan RAPB Investor


BATAL (Franchisee)
2. Penetapan harga Franchise &
cara pembayaran
3. Penyampaian draft akta
perjanjian
7. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Waralaba Primagama

Ada beberapa strategi yang selama ini digunakan sebagai upaya

pengembangan dan pengelolaan waralaba Primagama, di antaranya adalah

sebagai berikut:68

a. Product (Produk)

1). Inovatif, selalu mengupayakan pembaruan dan mengadakan inovasi-

inovasi baru dalam dunia pendidikan, menjadi pioneer dalam dunia

bimbel khususnya dengan inovasi-inovasi yang senantiasa

diciptakannya.

2). Adanya tim perumus soal dan Lit. Bang (Penelitian dan

Pengembangan), yang senantiasa mengontrol kualitas dalam

pembuatan modul-modul standar dan suplemen, manajemen

kelembagaan Bimbel serta mengikuti perkembangan yang terjadi di

68
Wawancara Pribadi dengan Siyamto Hendro. Jakarta, 27 April 2009.
dunia pendidikan dan menghimpun aspirasi dari masing-masing

cabang.

b. Price (Harga)

1). Kebijakan penetapan harga minimum yang ditentukan dari pusat untuk

menghindari terjadinya persaingan harga antara sesama Primagama

sendiri.

2). Penetapan harga juga tergantung pada paket program dan kelas yang

diambil oleh siswa.

3). Diferensiasi harga (franchisee fee) berdasarkan lokasi outlet.

c. Promotion (Promosi)

1). Promosi Pusat (General Promotion), terkait dengan brand image

Lembaga Pendidikan Primagama itu sendiri

Bentuk promosi yang dilakukan antara lain melalui iklan di media

cetak, TV, penayangan program life Primagama pada 27 Juni 2009

nanti selama 1 jam, penggunaan figur tokoh masyarakat Rano Karno

dan Tantowi Yahya sebagai ikon dari Primagama serta pemberian

spanduk dan design produk yang sama untuk setiap media promosi di

tingkatan cabang.

2). Promosi Cabang (Internal Outlet Promotion), terkait dengan

pemasaran secara langsung pihak cabang di lingkungannya sendiri

Antara lain dilakukan dalam bentuk Pencetakan dan penyebaran

brosur, map dan penyebaran informasi ke sekolah-sekolah yang


kesemuanya didanai berdasarkan budget cabang sendiri disesuaikan

dengan kebutuhan promosinya.

d. Place (Tempat)

Sebelum ditentukan tempat pembukaan cabang baru, terlebih dahulu

diajukan uji kelayakan antara investor dengan pihak Primagama

1). Lokasi harus strategis dan mudah dijangkau dengan transportasi serta

dekat dengan pusat pendidikan (sekolah) ataupun perumahan

penduduk.

2). Lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk kegiatan belajar siswa

e. People (Karyawan)

1). Tutor yang cerdas dan berwawasan luas, friendly (ramah dan

bersahabat), serta respek terhadap kebutuhan dan perkembangan

akademis maupun psikologis siswa.

2). Staf dan Kepala Cabang yang profesional. Semua tutor, staf dan

Kepala Cabang senantiasa dikontrol dan mendapatkan pelatihan secara

berkala dan sistematis dari Primagama

f. Physical (Penampilan Fisik Outlet Waralaba)

1). Ruangan kelas dan bimbel yang nyaman, memenuhi kualitas standar

yang diinginkan, mulai dari kursi yang digunakan, AC, ataupun

fasilitas lain yang dibutuhkan.

2). Kebersihan ruangan yang selalu dikontrol melalui keberadaan Office

Boy.
g. Process (Operasioal Kegiatan Usaha)

1). Seleksi Investor (franchisee)

Dilakukan untuk mencari investor yang mau mematuhi SOP dan

bersepakat dengan MoU, termasuk di antaranya antara lain, sepakat

dengan visi dan misi Lembaga, sistem penggajian karyawan,

pemberian hak test standar bagi siswa secara berkala serta pemenuhan

fasilitas standar lainnya yang telah dikemukakan dalam perjanjian.

2). Operasional Usaha tidak sepenuhnya diserahkan kepada franchisee

namun kerjasama antara franchisee dengan franchisor

Dalam hal ini franchisee bertindak sebagai pembeli sistem, sedangkan

yang menjalankan sistem adalah pihak Primagama sendiri yang

bertindak sebagai Kepala Cabangnya. Atau franchisee juga dapat

mengajukan sendiri calon Kepala Cabangnya namun calon tersebut

harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan dari Primagama Pusat serta

magang di kantor cabang yang akan ditempati selama kurang lebih 1

tahun sebagai Wakil Kepala Cabang, bagian Marketing, atupun bagian

Akademik untuk mengetahui dan menyesuaikan diri dengan

mekanisme dan kesibukan yang terjadi di cabang tersebut. Hal ini

bertujuan untuk mengontrol kualitas, operasional usaha, serta

kelangsungan sistem yang dijalankan agar tetap sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen.

3). Pengadaan Pelatihan dari Pusat


a) Pelatihan manajemen standar yang diadakan secara rutin 1 kali

dalam setahun, misalnya: pelatihan staf dan tutor bidang study.

Biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan ini sudah termasuk dalam

franchisee fee.

b). Pelatihan non standar yang diberikan atas permintaan investor

sendiri. Karena itu, biaya yang dikeluarkan juga akan menjadi

tanggungan dari cabang sendiri.

4). Adanya Tim Lit. Bang yang selalu mengontrol standar kualitas

pelayanan yang diberikan. Primagama senantiasa menggali masukan

dari bawah atau cabang melalui musyawarah yang dilakukan untuk

menyusun kebijakan perusahaan

5). Adanya Tim Pendampingan atau Pemberdayaan Cabang yang

berfungsi untuk membantu dan menanggulangi permasalahan yang

terjadi di setiap cabang dan tidak dapat ditangani oleh cabang itu

sendiri.

6). Keberadaan Tim Auditing, apabila ada indikasi terjadinya

pelanggaran yang bersifat finansial di suatu cabang.

7). Pembagian wilayah cabang Primagama ka dalam beberapa bagian

untuk mempermudah pengelolaan usahanya, yakni dibagi menjadi

Pusat, Regional, Area dan Sektor.

Pusat Regional Area Sektor


8. Pertumbuhan Cabang Waralaba Primagama

Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan Primagama, baik dalam

jumlah siswa maupun jumlah outlet atau kantor cabang Primagama tumbuh

secara signifikan. Kondisi ini menandakan bahwa kehadiran Primagama

semakin dibutuhkan masyarakat.

Grafik 1
Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar Primagama69

DATA PERTUMBUHAN JUMLAH CABANG

Grafik 2
Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama70

69
Lembaga Pendidikan Primagama, “Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan
Belajar Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
70
Lembaga Pendidikan Primagama, “Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan
Belajar Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
Dilihat dari data di atas dapat kita simpulkan, bahwa secara bisnis

prospek Primagama sangatlah luar biasa. Ini belum termasuk produk-produk

pendukungnya seperti percetakan, asesoris, kantin cabang, jaringan, dsb.


BAB IV

ANALISIS TERHADAP WARALABA PRIMAGAMA

A. Pendekatan Analisis SWOT terhadap Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba

Primagama

Analisis strategi pengembangan waralaba Primagama secara umum dapat

ditinjau berdasarkan kekuatan dan peluang yang dimiliki perusahaan yang

kemudian dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengurangi kelemahan dan

ancaman yang dihadapi oleh Primagama. Di antara Kekuatan, Kelemahan,

Peluang dan Ancaman yang dimiliki Primagama adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan (Strength) Lembaga Pendidikan Primagama

a. Produk yang inovatif dan berkualitas

Di antara Lembaga Bimbel lainnya Primagama bisa dikatakan jauh

lebih unggul dalam hal inovasi produk dan mengkreasikan terobosan-

terobosan baru yang awalnya belum terpikirkan oleh Bimbel lainnya. Hal

ini menjadi bukti bahwa Primagama senantiasa berusaha untuk

meningkatkan kualitas pendidikan bangsa melalui terobosan-terobosan

yang dikeluarkannya.

Inovasi produk yang diciptakannya antara lain berupa

pengembangan test DMI (Dermathoglyphic Multiple Intelligent) untuk


melihat potensi bakat siswa, penciptaan metode smart solution untuk

mempermudah menjawab soal bagi siswa, juga dengan penggunaan

Opscan 3 dan Opscan 5 NCS untuk akurasi test standar dengan (OMR)

Optikal Mark Reader.

Inovasi lain yang dikembangkan Primagama, khususnya dari segi

waralabanya adalah formula baru waralaba Primagama dalam bentuk unit

penyertaan yang dihargai Rp. 5.000.000,00/ unit untuk memudahkan

kepemilikan waralaba Primagama bagi investor kecil.

Inovasi lain yang diciptakan Primagama adalah melalui

pengembangan unit bisnis lain di luar bimbingan belajar, seperti

Primagama English Course dan penerbitan produk suplemen Manajemen

Matematika Dahsyat.

b. Manajemen yang profesional

Pengelolaan manajemen secara profesional dalam lingkungan

Primagama menjadi salah satu faktor penunjang untuk kesuksesan

Primagama. Diferensiasi job telah dilakukan untuk menempatkan masing-

masing SDM sesuai dengan peranannya. Di antaranya dengan

dibentuknya Tim Perumus Soal, Tim Lit.Bang, Tim Pendampingan dan

Pemberdayaan Cabang serta Tim Auditing yang kesemuanya secara

berkesinambungan menunjukkan keprofesionalitasan Primagama dalam

mengelola bisnis Bimbel selama +/- 27 tahun dengan jumlah outlet yang

telah mencapai 688 outlet pada tahun ajaran 2008/ 2009. Di sisi lain
Primagama juga menerapkan pengawasan/ kontrol secara berjenjang untuk

cabang-cabang waralabanya melalui pembagian wilayah berdasarkan

regional, sektor, dan area masing-masing outlet/ cabang.

c. Promosi yang berkesinambungan dan gencar

Primagama melakukan promosi antara lain melalui media massa

(iklan koran dan majalah), elektronik (TV dan radio), dan internet (dengan

pembuatan website Primagama dan aktif dengan berbagai link lain

khususnya yang terkait dengan kewaralabaan). Promosi juga dilakukan

melalui seminar dan talkshow serta keikutsertaan dalam event-event

tertentu yang dibuat oleh link Primagama.

Metode promosi direct selling juga dilakukan Primagama melalui

penyebaran spanduk, pamflet, brosur serta melalui penyelenggaraan try

out akbar yang dilakukan secara berkala.

d. Financial yang kuat

Pertumbuhan Waralaba Primagama yang relatif pesat dan sudah

mencapai 688 cabang pada periode tahun 2008/ 2009 menjadikan

Primagama sebagai Bimbel yang memiliki potensi passive income

terbesar di antara bimbel lainnya. Apabila dirata-ratakan satu cabang

memberikan fee sebanyak Rp. 100.000.000,00/ 5 tahun, maka total

passive income yang didapat adalah sebesar Rp. 68.8 M/ 5 tahun atau

setara dengan Rp. 13,16 M/ thn. Dengan potensi sedemikian besar maka
tidak ada permasalahan berarti yang akan ditemui Primagama dalam hal

keuangan.

e. SOP (Standar Operating Procedur) yang matang dan lengkap

SOP yang matang dan lengkap mempermudah Primagama dalam

mengoperasikan sistem waralabanya. SOP ini juga menjadi acuan bagi

franchisee untuk bertindak sesuai dengan hal-hal yang telah disepakati

bersama dalam MoU.

f. Pertumbuhan outlet lebih cepat dibandingkan pesaingnya

Primagama menjadi pioneer di antara waralaba lembaga

pendidikan lainnya terbukti dari banyaknya jumlah outlet yang tersebar di

seluruh Indonesia +/ - 688 cabang dengan pertumbuhan rata-rata yang

tidak kurang dari 35% setiap tahunnya.

2. Kelemahan (Weakness) Lembaga Pendidikan Primagama

a. Banyaknya cabang membuat pihak manajemen lebih sulit untuk

mengontrol

Jumlah cabang yang mencapai 688 buah membuat Primagama

sedikit kesulitan untuk terus mengawasi dan melakukan komunikasi yang

intens dengan setiap cabang yang ada.

b. Kesulitan dalam pencarian tutor dan staf ahli untuk mengisi posisi di

cabang-cabang yang ada.

Banyaknya cabang yang ada memberi konsekuensi bagi

Primagama untuk menyediakan staf dan tutor yang handal secara cepat
dan tepat untuk menempati cabang-cabang yang ada, baik yang dilakukan

oleh cabang sendiri ataupun yang dibantu dengan pusat. Kesulitan yang

terkadang dihadapi adalah persebaran sumber daya manusia yang tidak

merata karena menumpuk di beberapa wilayah.

c. Harga yang masih relatif mahal untuk kalangan pengusaha kecil

Franchisee Fee yang besarnya antara 75 juta – 175 juta dirasakan

masih relatif mahal untuk dibayar oleh pengusaha kecil, belum lagi

dengan biaya-biaya lain yang harus dibayarkan termasuk untuk fasilitas

yang dipersiapkan per outletnya. Biaya yang mahal ini memberi implikasi

bagi franchisee/ investor untuk mematok harga yang cukup tinggi di

kalangan konsumen bawah (siswa) yang pada akhirnya akan mengurangi

daya saing Primagama dengan bimbingan belajar lain yang lebih

kompetitif dalam harga.

d. Adanya keluhan mengenai kurang diperhatikannya kesejahteraan tutor

Pemberian honor dengan hitungan per jam menimbulkan keluhan

bagi sebagian tutor perihal kesejahteraannya, terutama jika jumlah jam

kerjanya hanya sedikit. Dengan demikian akan lebih sulit mengharapkan

loyalitas dari tutor untuk Primagama padahal aset terbesar dalam sebuah

bimbingan belajar adalah tutor/ instruktur smart itu sendiri.

3. Peluang (Opportunity) Lembaga Pendidikan Primagama

a. Paradigma masyarakat yang semakin memprioritaskan pendidikan bagi

masa depan anaknya


Seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas

manusia Indonesia, masyarakat juga semakin memahami arti penting dari

pendidikan. Karena sejatinya warisan terbaik yang diberikan orangtua

kepada anaknya bukan terletak pada harta kekayaan yang berlimpah

melainkan dari luasnya ilmu dan ketinggian akal budi yang dimilikinya.

b. Persaingan SPMB, UN dan US yang semakin ketat

Ada satu fenomena masyarakat yang tergambar akhir-akhir ini,

yakni semakin banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke tempat les,

bimbel, atau apapun namanya untuk membantu kesulitan belajar anak

yang tidak bisa tertangani di rumah, terutama dalam menghadapi ujian

akhir sekolah, UN, dan SPMB.

c. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan dunia pendidikan

formal (sekolah)

Agaknya masyarakat sudah mulai menganggap bahwa pendidikan

yang berkualitas dan efektif tidak selalu bisa didapatkan di bangku

sekolah. Untuk itu perlu ada upaya lain untuk membantu pembelajaran

anak di luar sekolah, misalnya dengan mamasukkan anak-anak ke

Lembaga Bimbel.

d. Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negeri dan

pemberian BOS melalui sekolah

Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negri

bagi siswanya dan pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)


menyebabkan pendapatan masyarakat yang harus dialokasikan untuk dana

pendidikan menjadi semakin rendah. Dengan kata lain, masyarakat

memiliki kelebihan dana yang belum tersalurkan. Dalam hal ini, sebagian

besar masyarakat berinisiatif untuk mengalihkan dana pendidikan tersebut

dengan memasukkan anak-anaknya ke dalam Bimbingan Belajar ataupun

Lembaga Kursus yang dapat menambah wawasan anaknya.

e. Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan bagi investor yang ingin

bekerjasama dengan Primagama

Melihat prospek Primagama yang cukup menggiurkan untuk

pengembangan waralabanya maka tak heran jika beberapa Lembaga

Keuangan mulai melirik untuk memberikan pinjaman bagi investor yang

kekurangan dana untuk membeli waralaba Primagama.

f. Segmen pasar yang sangat luas, mulai dari SD-SMP-SMU

Besarnya pangsa pasar yang masih belum terjamah menjadi

peluang tersendiri bagi Primagama untuk melebarkan sayapnya dan

menampung segmen pasar yang ada melalui berbagai promosi yang

dilakukannya.

g. Dukungan pemerintah untuk perkembangan waralaba

Dengan dukungan penuh dari pemerintah untuk regulasi waralaba

di Indonesia, maka langkah Primagama juga akan semakin kokoh untuk

mengembangkan bisnis melalui sistem waralaba.

4. Ancaman (Threatment) Lembaga Pendidikan Primagama


a. Semakin menjamurnya perkembangan Bimbel yang ada

Banyaknya jumlah Bimbel yang terus berkembang saat ini menjadi

tantangan tersendiri bagi Primagama untuk terus mengasah sisi

kompetitifnya dengan terus mengkreasikan produk-produk dan pelayanan

yang berkualitas bagi pelanggannya, bukan hanya dengan mengusung

konsep bimbingan belajar yang murah meriah namun kualitasnya

meragukan.

b. Adanya sebagian Bimbel yang melakukan persaingan tidak sehat

Persaingan tidak sehat yang dilakukan beberapa Bimbel lainnya

(seperti pembelian soal, kunci jawaban ataupun joki SPMB) justru

semakin memotivasi Primagama untuk dapat memberikan pendidikan

dengan kualitas terbaik bagi generasi muda Indonesia tanpa harus

melakukan tindakan yang hanya akan ‘melecehkan’ dan ‘mencederai’

pendidikan tanah air .

c. Inovasi produk yang seringkali dicontek oleh pesaing

Keberadaan pesaing menjadi tantangan tersendiri bagi Primagama

untuk terus melaju dalam bisnis Bimbel ini dan menjadi pioneer di antara

Bimbel lainnya, untuk selalu menjadi yang terdepan dalam prestasi.

Produk-produk yang dicontek oleh pesaing memberi bukti bahwa produk

yang dihasilkan memang berkualitas dan bermanfaat serta memacu

Primagama untuk terus melakukan inovasi tiada henti dalam penciptaan

produknya
d. Adanya Franchisee yang lebih menitikberatkan pada unsur profit tanpa

memperhatikan kepentingan usaha dan visi-misi perusahaan sendiri

Tidak sedikit Franchisee yang lebih mengedepankan profit dalam

pengembangan bisnisnya sehingga melupakan hal-hal mendasar yang

diperlukan untuk membangun sebuah Bimbel yang berkualitas dan dapat

menghantarkan siswa-siswinya menuju kesuksesan. Antara lain franchisee

yang berusaha memanipulasi biaya-biaya urgent yang harus dikeluarkan,

namun ternyata tidak dikeluarkan sesuai ketentuan yang disyaratkan. Dan

alhasil, hal demikian dapat mengurangi kualitas dan standar pelayanan

Primagama sendiri terhadap pelanggannya.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis

perusahaan adalah dengan penggunaan matriks SWOT yang

menggambarkan bagaimana peluang dan kekuatan yang dimiliki

Primagama dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kelemahan yang

dimiliki serta ancaman yang dihadapi Primagama dari external

perusahaannya.

Berikut ini hasil identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal

waralaba Primagama:

a. Analisis Faktor Internal

Keterangan Bobot Rating Skor

Kekuatan
Produk yang inovatif dan berkualitas 0.15 4 0.60
Manajemen yang profesional 0.15 4 0.60
Promosi yang berkesinambungan dan 0.10 3 0.30
gencar
SOP yang matang dan kuat 0.10 3 0.30
Financial yang kuat 0.10 4 0.40
Pertumbuhan outlet lebih cepat 0.15 4 0.60
dibandingkan pesaingnya
Kelemahan
Banyaknya cabang menimbulkan 0.05 1 0.05
kesulitan dalam controlling
Kesulitan dalam pencarian tutor dan staff 0.10 2 0.20
ahli untuk disebarkan secara merata
di seluruh cabang yang ada
Franchisee fee yang masih tergolong
mahal untuk pelaku usaha kecil 0.05 2 0.10
Adanya keluhan tentang kesejahteraan
tutor yang kurang diperhatikan 0.05 2 0.10

Total 1.00 3.25

b. Analisis Faktor Eksternal

Keterangan Bobot Rating Skor

Peluang
Paradigma masyarakat yang semakin 0.05 2 0.10
memprioritaskan pendidikan bagi
masa depan anaknya
Persaingan SPMB, UN dan US yang 0.15 4 0.60
semakin ketat
Menurunnya tingkat kepercayaan 0.05 2 0.10
masyarakat akan dunia pendidikan
formal (sekolah)
Kebijakan sekolah gratis dan pemberian 0.10 3 0.30
BOS oleh negara
Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan 0.15 3 0.45
bagi investor yang ingin bekerjasama
dengan Primagama
Segmen pasar yang sangat luas, mulai 0.15 4 0.60
dari SD-SMP-SMU
Dukungan pemerintah untuk 0.05 3 0.15
perkembangan waralaba
Ancaman
Semakin menjamurnya perkembangan 0.10
Bimbel yang ada 0.10 1
Adanya sebagian Bimbel yang melakukan 0.10
persaingan tidak sehat 0.05 2
Inovasi produk yang seringkali dicontek 0.10
oleh pesaing 0.05 2
Adanya Franchisee yang lebih 0.10
menitikberatkan pada unsur profit 0.10 1
tanpa memperhatikan kepentingan
usaha dan visi-misi perusahaan
Total 1.00 2.70

c. Analisis dengan menggunakan Matriks General Elektric

Total Skor Faktor Internal

4,0 KUAT 3,0 RATA2 2,0 LEMAH 1,0

Pertumbuhan Pertumbuhan Penciutan melalui


BESAR
melalui Integrasi melalui Integrasi ‘Turn Around”
Vertikal Horizontal
3,0
Pertumbuhan
melalui Integrasi Total Skor
RATA2 Horizontal Faktor
Stabilitas Divestasi
Eksternal
Stabilitas
2,0
Pertumbuhan Pertumbuhan
melalui melalui
RENDAH Likuidasi
Difersifikasi Diversifikasi
Konsentrik Konglomerat

1,0

Melalui Matriks General Elektrik di atas dapat dilihat posisi

waralaba Primagama berada pada wilayah Stabilitas dengan total skor

faktor internal 3, 25 dan skor faktor eksternal 2, 70.

d. Analisis dengan menggunakan Matriks SWOT


Tabel 8
Matriks SWOT Waralaba Primagama
Kekuatan (Strength) Kelemahan
(Weakness)
IFAS 1. Produk yang inovatif dan 1. Banyaknya cabang
berkualitas membuat pihak
2. Manajemen yang manajemen lebih sulit
profesional untuk mengontrol
3. Promosi yang kuat dan 2. Kesulitan dalam pencarian
berkesinambungan tutor dan staf ahli untuk
4.Financial yang kuat mengisi posisi di cabang-
5.SOP yang matang dan cabang yang ada.
lengkap 3.Harga yang masih relatif
EFAS 6.Pertumbuhan outlet lebih mahal untuk kalangan
cepat dibandingkan pengusaha kecil
pesaingnya 4.Adanya keluhan tentang
kesejahteraan tutor yang
kurang diperhatikan

Peluang (Opportunity) Strategi SO Strategi WO


1. Paradigma masyarakat 1. Promosi yang gencar dari 1.Memanfaatkan kebutuhan
yang semakin pusat ataupun cabang masyarakat akan dunia
memprioritaskan masing-masing untuk Bimbel melalui cabang-
pendidikan bagi masa menarik simpati masyarakat cabang Primagama yang
depan anaknya 2. Memanfaatkan pinjaman tersebar luas di Indonesia
2. Persaingan SPMB, UN dari lembaga keuangan 2.Memanfaatkan dana yang
dan US yang semakin untuk pengembangan usaha ada untuk mendirikan
ketat dan bantuan permodalan tempat pelatihan untuk
3. Menurunnya tingkat bagi investor mencetak staff ahli/ tutor
kepercayaan masyarakat 3. Menjaga dan meningkatkan baik untuk keperluan
akan dunia pendidikan kualitas produk sesuai internal atau eksternal
formal (sekolah) dengan standar kurikulum 3.Kerjasama antara pusat
4. Kebijakan sekolah gratis pendidikan yang berlaku dan cabang untuk
dan pemberian BOS oleh 4. Meningkatkan pelayanan perekrutan staf dan tutor
negara terhadap pelanggan secara besar-besaran
5. Tawaran pinjaman dari 5. Mempertahankan dan 5. Memanfaatkan dana yang
lembaga keuangan bagi melebarkan jaringan kerja ada untuk pengembangan
investor yang ingin yang sudah ada, baik karyawan dan operasional
bekerjasama dengan dengan masyarakat, manajemen
Primagama pemerintah, ataupun swasta 6.Penjualan saham
6. Segmen pasar yang sangat 6. Bekerjasama dengan pihak kepemilikan outlet
luas, mulai dari SD-SMP- sekolah untuk mengadakan Primagama dengan harga/
SMU bimbingan sesuai jadwal tawaran khusus kepada
7. Dukungan pemerintah sekolah ataupun mengikuti karyawan
untuk perkembangan event-event yang terkait.
waralaba 7. Expansi pasar baru dekat
pemukiman
Ancaman
Strategi ST Strategi WT
(Threatment)
1. Semakin menjamurnya 1. Selalu melakukan inovasi 1.Diferensiasi wilayah dan
perkembangan Bimbel secara berkala untuk diferensiasi job di sisi
yang ada menjaga kualitas dan internal menejemen
2. Adanya sebagian Bimbel menghindari persaingan 2.Menetapkan pola karir
yang melakukan yang tidak sehat bagi karyawan dan tutor
persaingan tidak sehat 2. Mempertahankan citra 3.Evaluasi secara berkala
3. Inovasi produk yang Primagama sebagai terhadap produk yang
seringkali dicontek oleh Lembaga Pendidikan yang dihasilkan agar tetap
pesaing terdepan dalam prestasi kompetitif di antara
4. Adanya Franchisee yang melalui peningkatan pesaing yang ada
lebih menitikberatkan kualitas pelayanan dan 4.Perkuat lembaga
pada unsur profit tanpa produknya Research and
memperhatikan 3. Menjalin komunikasi Development
kepentingan usaha dan yang intensif dengan pihak 5.Pengadaan pelatihan
visi-misi perusahaan franchisee (investor) untuk secara berkala bagi tutor
sendiri menjaga keharmonisan dan staf Primagama dan
usaha mengadakan perekrutan
4.Memanfaatkan potensi dana SDM secara global
yang ada untuk kepentingan untuk ditempatkan pada
bersama, misal pemberian cabang yang ada secara
kemudahan atau fasilitas merata dan tidak hanya
tertentu bagi investor dan ditempatkan pada satu
karyawan yang loyal atau outlet namun juga pada
mengadakan acara bersama outlet lain yang
sebagai forum musyawarah berdekatan
dan silaturrahim dengan 6.Membuat model unit
sesama investor ataupun penyertaan waralaba
karyawan juga untuk yang nominalnya
pemanfaatan dana CSR. terjangkau masyarakat
5.Melakukan kontrol secara
intensif dan berkala atas
setiap cabang yang ada dan
selalu mengupayakan
tercapainya keuntungan
bagi masing-masing pihak.

B. Analisis kesyariahan terhadap Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba

Primagama
Secara garis besar, tinjauan keislaman terhadap strategi pengembangan

bisnis waralaba Primagama dalam pelaksanannya lebih menitikberatkan pada dua

masalah pokok, yakni dari sisi pemanfaatan hak cipta dan sisi kemitraan usaha.

1. Aspek Pemanfaatan Hak Cipta

Apabila kita amati lebih lanjut, unsur yang terpenting yang menjadi

sebab timbulnya konsep bisnis waralaba adalah masalah hak cipta. Hak cipta

dalam sistem waralaba meliputi logo, merk, buku petunjuk pengoperasian

bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu yang berciri khas dari

usahanya. Adapun imbalan dari penggunaan hak cipta ini adalah pembayaran

fee awal dari pihak terwaralaba (franchisee) kepada pihak pewaralaba

(franchisor).

Seorang ahli hukum Islam, Fathi Daroini menyebut hak cipta ini

sebagai haqqul ibtikar, sebagaimana dikutip oleh Darmawan, yakni Haqqul

Ibtikar adalah sebagai karya cipta yang bersumber dari hasil pemikiran

manusia dan merupakan jalan bagi perkembangan dan kemajuan kebudayaan,

hasil pemikiran tersebut jika dilihat dari kacamata fikih dapat dikategorikan

sebagai manfaat.71

Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan

merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. (Al-Daraini,

71
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing,
2008, h. 84.
sebagaimana dikutip oleh Darmawan).72 Sesuatu yang asalnya belum

merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan

menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.

Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap pemanfaatan

hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam hal ini akad yang

paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh (menyewa hak cipta sebuah usaha

waralaba selama seberapa periode disertai dengan timbal balik berupa materi).

Dalam hal penggunaan manfaat hak cipta tersebut, maka bagi pihak

pewaralaba berhak atas balas jasa yang berupa fee atau franchisee fee yang

merupakan bagian dari pemanfaatan hak cipta tersebut. Dan apabila fee atau

franchisee fee itu tidak dibayarkan sesuai dengan kesepakatan dalam

perjanjian, maka bisa disebut dengan pelanggaran atas hak orang lain, yang

hal ini tentunya bertentangan dengan syariat Islam. 73

Perjanjian waralaba yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam

penggunaan hak cipta, tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena isi

perjanjian maupun pelaksanaannya sudah melalui kesepakatan kedua pihak

dan selanjutnya kedua pihak tersebut diminta untuk saling menjaga kesetiaan

dan kejujuran selama masa perjanjian tersebut. Dan dalam hal ini pemanfaatan

hak cipta tersebut sama halnya dengan transaksi ijaroh (sewa-menyewa) yang

ada dalam syariat Islam. Dalam transaksi ijaroh, setiap persewaan yang

72
Ibid., h. 87.
73
Ibid., h. 110.
dilakukan akan mendapatkan kompensasi atas manfaat yang diberikan. Seperti

disebutkan dalam hadits Rasulullah sebagai berikut:

 ‫ ل رل ا‬:‫و ا ه ة ر ا ل‬


‫"! ا   م‬#" $%‫ ل ا & و‬:‫ا  و‬
$‫آ‬/ ‫ ا‬0 ‫ ع‬$%‫ ور‬,‫*ر‬+ "  ,‫ ا‬$%‫ ر‬:!‫اﻝ(ﻡ‬
,3 ‫ وﻝ‬2‫ ﻡ‬/4/ ‫ ا‬%‫ ا‬%4‫ ا‬$%‫ ور‬,2"
(747‫ ﻡ‬5‫ )روا‬5 %‫ا‬
Artinya :“Dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Tiga orang yang Aku menjadi
musuhnya pada hari Kiamat adalah: Orang yang memberi
perjanjian dengan nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang
menjual orang merdeka lalu memakan harganya, dan orang yang
mempekerjakan seorang pekerja, lalu ia bekerja dengan baik,
namun orang itu tidak memberi upahnya.” (H.R. Muslim)

Ada beberapa persyaratan yang diperlukan dalam transaksi sewa-

menyewa berdasarkan fatwa DSN,75 yang dalam hal ini dapat diaplikasikan

dalam pola bisnis waralaba sehubungan dengan penentuan franchisee fee pada

waralaba Primagama, antara lain:

a. Pernyataan ijab qabul, dilihat dari penandatanganan MoU

b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pihak yang menyewakan

(franchisor) dan penyewa (franchisee)

c. Objek kontrak, berupa pembayaran sewa (franchisee fee) dan manfaat dari

penggunaan asset (merk, logo, konsep bisnis, SOP, dll.)

74
Ibnu Hajar Atsqolaani, Bulughul Maroom, (Al-Haromain, T.tp., 1957), Bab Ijaroh,
Hadits no. 6.
75
DSN MUI, Himpunan Fatwa DSN untuk LKS, Jakarta, DSN MUI BI, 2001.
d. Ada kejelasan waktu (masa) dalam penyewaan (5 tahun/ kontrak)

Dalam hal ini Primagama juga menetapkan fee tersendiri bagi

franchiseenya yang akan memanfaatkan merk dan operasional waralaba

Primagama untuk cabang yang dimilikinya.

Adapun franchisee fee yang ditentukan oleh Primagama berdasarkan

perjanjian yang telah disepakati adalah sebesar Rp. 75.000.000 – Rp.

175.000.000 untuk jangka waktu 5 tahun tiap 1 outlet yang harus dibayarkan

pada saat penandatanganan perjanjian kontrak franchise (MoU).

Franchisee fee tersebut sudah mencakup pemanfaatan merk dan SOP

Bimbingan Belajar Primagama selama 5 tahun, juga termasuk di dalamnya

pembekalan dan pelatihan manajerial untuk tutor dan staf di awal perjalanan

usaha sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama dalam MoU.

2. Aspek Kemitraan Usaha

Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum

Islam. Karena pada dasarnya pola kemitraan yang digunakan sama dengan

syirkah yang biasa dilakukan di zaman Rasulullah, hanya saja mekanisme

operasional pada waralaba lebih kompleks dan terinci. Aplikasi tentang

bentuk persekutuan (syirkah) ini telah diterangkan oleh Allah SWT dalam

Q.S. Sod (38): 24 berikut:

9‫ ا ﻡ‬9:‫ وان آ‬9%3 ‫< اﻝ‬4=3 ‫>ال‬7 <? *(‫ل ﻝ‬


‫ا‬9992‫*  اﻡ‬999‫ ا@ اﻝ‬A9993 999 B9993 999CD‫ء ﻝ‬999,F‫اﻝ‬
99924/ 999 ‫ داود ا‬999?‫ه و‬999‫ ﻡ‬$999‫ و‬HI999‫وااﻝ‬
(24 :38 / ‫ وا ب )ص‬3‫ ر و راآ‬KC4/
Artinya: “Daud berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zhalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zholim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” Dan Daud
mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun
kepada Tuhan-Nya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”

Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba

yang juga diaplikasikan dalam Lembaga Pendidikan Primagama adalah:

6. Kesepakatan (Perjanjian Waralaba), yang dalam hukum Islam biasa

diistilahkan dengan ijab dan qabul

Dalam hal ini kesepakatan antara franchisor dengan franchisee

tertuang dalam bentuk penandatanganan MoU yang di dalamnya

tercantum ketentuan-ketentuan mengenai kewaralabaan Primagama

sendiri, mulai dari penentuan franchisee fee, royalty fee, lama perjanjian,

hak dan kewajiban kedua pihak secara umum sampai dengan prosedur

penyelesaian masalah yang terjadi..

7. Pelaku (Pewaralaba dan Terwaralaba)

Kedua pihak, baik pewaralaba maupun terwaralaba mendapatkan

bagian dari modal yang dimasukkannya dengan bagian tertentu sesuai

dengan konsekuensi kerugian yang diterima, baik moral maupun materiil.


Dalam hal ini, Primagama (sebagai pewaralaba) bertindak sebagai

pihak yang menanamkan ide, merk, dan konsep usahanya yang berupa hak

cipta ke dalam persekutuan. Sedangkan investor (terwaralaba) sebagai

pihak yang bersekutu dengan memasukkan modal dalam persekutuan

secara pasif atau aktif.

8. Peralatan (alat/ sarana yang digunakan dalam operasional bisnis waralaba

yang bisa disebut modal)

Adapun peralatan yang biasa digunakan dalam waralaba

Primagama antara lain berupa sarana dan prasarana akademik yang

meliputi modul, paket soal latihan, pemasaran standar awal dan juga

fasilitas lain yang dibutuhkan dalam operasional bisnis, seperti ruangan,

AC, dan papan tulis. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut diatur

ketentuannya dalam MoU yang telah ditandatangani bersama.

9. Keuntungan (Bagi-hasil), didasarkan atas kesepakatan bersama

berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing

pihak.

Keadilan merupakan norma yang sangat diutamakan dalam Islam.

Dan di antara tanda keadilan adalah haramnya bermuamalah dengan riba

karena riba tidak hanya akan menghancurkan kehidupan individu saja

melainkan juga dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Dan dalam hal ini konsep bisnis waralaba yang dilakukan Primagama

tidak menggunakan unsur ribawi dalam pembagian keuntungan usahanya


melainkan dengan menggunakan sistem bagi hasil seperti yang biasa

diterapkan dalam syirkah.

Tentang besarnya ketentuan bagi hasil antara Primagama dengan

investor akan diwujudkan dalam bentuk bagian royalty yang diberikan

investor kepada Primagama yaitu sebesar 10, 7 % dari gross (cash-in

brutto) setiap bulannya, hal tersebut merupakan kesepakatan antara kedua

belah pihak yang telah tertuang dalam perjanjian waralaba (MoU).

Selain dari tinjauan terhadap aspek hak cipta dan kemitraan usaha

waralaba, kita juga dapat menganalisa aspek tentang tata cara

penyelesaian masalah yang terdapat dalam waralaba Primagama, seperti

akan dipaparkan dalam uraian berikut ini:

3. Aspek tentang Tata Cara Penyelesaian Masalah

Permasalahan ataupun persengketaan dalam urusan muamalah

adalah sangat mungkin terjadi, baik itu yang dilakukan dengan

kesengajaan ataupun tidak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka

dimungkinkan sekali dalam bisnis waralaba pun terjadi persengketaan.

Dalam istilah fikih upaya untuk mendamaikan pihak yang bertikai

atau bersengketa disebut Shuluh. Tindakan ini sangat dianjurkan karena

mengandung kemaslahatan yang amat besar, yaitu untuk menghindari


pertikaian sekaligus untuk memperbaiki hubungan silaturrahim. 76 Seperti

disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurot (49): 10 berikut:

‫ واﺕ(ا ا‬S ‫ا  ا‬I/ ‫ن اة‬2‫ا  اﻝ>ﻡ‬


(1. :49 / ‫= ات‬I‫ن )اﻝ‬0 ‫ ﺕ‬S3‫ﻝ‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Bila terjadi persengketaan, jalan yang ditempuh pertama adalah

melalui musyawarah secara kekeluargaan, bisa juga dilakukan di depan

notaris yang menjadi saksi perjanjian. Jika tahap musyawarah ini tidak

menyelesaikan masalah, maka diselesaikan lewat arbitrase ataupun

pengadilan negri. Dalam musyawarah ini, juga harus mengacu pada

aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian waralaba.

Primagama sendiri selalu mengupayakan jalan damai terlebih

dahulu untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Untuk

masalah internal usaha, manajemen selalu mengadakan musyawarah

secara berkala mulai dari tingkat cabang sendiri, sektor, area ataupun

regional yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan urgensi

permasalahan yang dihadapi. Apabila permasalahan tersebut tidak bisa

diselesaikan juga melalui musyawarah regional, maka manajemen pusat

akan turun tangan menyelesaikan permasalahan tersebut.

76
Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h.
164.
Begitu pun halnya ketika terjadi permasalahan dengan investor

(franchisee). Terlebih dahulu akan diupayakan jalan damai melalui

musyawarah. Franchisee yang bertindak ‘nakal’ dan melanggar MoU yang

telah disepakati bersama akan ditegur dan diberikan Surat Peringatan 1 (SP 1).

Namun, apabila Surat Peringatan 1 tersebut belum cukup, maka pihak

manajemen akan mengeluarkan Surat Peringatan 2 (SP 2) dan Surat

Peringatan 3 (SP 3) yang berarti pemutusan hubungan kerja antara pihak

Primagama dengan investor karena dirasa sudah tidak terdapat kecocokan lagi

antara keduanya sehingga tidak dimungkinkan bila harus tetap seiring sejalan.

Bagaimanapun juga manajemen Primagama terlebih dahulu akan

selalu mengupayakan solusi damai yang dapat menguntungkan semua pihak

dalam setiap penyelesaian permasalahan yang dihadapinya, sehingga sampai

saat ini belum ada satu pun permasalahan yang harus dibawa ke jalur hukum.

Solusi damai tersebut perlu diupayakan karena lebih efektif,

mempersingkat waktu, tidak menghabiskan banyak biaya dan juga cenderung

tidak akan merusak reputasi Primagama sendiri sebagai Bimbingan Belajar

yang telah dipercaya oleh masyarakat.

Melalui uraian di atas dapat kita analisa bahwa pada dasarnya strategi

waralaba yang dijalankan Primagama tidak bertentangan dengan hukum

Islam. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat melalui indikator-indikator prinsip

bisnis yang islami, yakni sebagai berikut:


1. Mengutamakan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis 77

Setiap pelaku bisnis pasti menghendaki tercapainya profit yang

tinggi dalam usahanya. Banyak pelaku bisnis yang menghendaki profit

saja serta melakukan segala macam cara untuk memuluskan tujuan

pribadinya tanpa memandang halal atau haramnya cara yang

dipergunakan.

Sama halnya dengan dunia Bimbel, tidak sedikit Lembaga Bimbel

yang menghalalkan berbagai macam cara untuk mensukseskan siswanya

dalam menghadapi ujian nasional ataupun SPMB. Sementara Primagama

lebih memilih upaya-upaya lain untuk membantu siswanya, di antaranya

dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan produk kepada siswa secara

terus-menerus disertai evaluasi yang tiada henti, mulai dari pembuatan

modul dan paket soal latihan (suplemen), tutor yang handal sampai

dengan faktor penunjang lainnya yang dikreasikan oleh Tim Lit.Bang

Primagama, seperti perumusan metode ‘smart solution,’ paket test

psychology (test DMI), dll.

Manajemen Primagama percaya bahwa kesuksesan yang

dihasilkan dari cara-cara yang tidak sehat hanya akan menghasilkan

kesuksesan jangka pendek dan jauh dari mengedepankan sisi kompetitif

yang harus ada pada diri setiap perusahaan. Tanpa keunggulan yang

77
Ibid., h. 13.
kompetitif tersebut, suatu perusahaan akan lebih cepat collaps karena

tidak mampu bersaing dengan sesamanya.

Upaya Primagama untuk menjaga agar dunia bisnisnya tetap bersih

dan hanya dipenuhi oleh prestasi dan kualitas, merupakan suatu bukti

bahwa Primagama tetap memperhatikan norma-norma dan etika yang

berlaku dalam bisnis.

Konsep ekonomi Islam sendiri menanamkan agar setiap pelaku

usahanya selalu bertindak jujur ketika berbisnis. Kejujuran dalam

berbisnis merupakan modal utama untuk menciptakan perdagangan yang

sehat, tidak diwarnai kecurangan dan penipuan dan selalu memperhatikan

segi moral dalam berbisnis.78

2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi semua pihak dan mengutamakan

tercapainya maslahat umum di atas kepentingan pribadi79

Di sisi lain, Primagama menganalogikan bahwa entitas usahanya

diibaratkan seperti sebuah koin mata uang yang memiliki dua sisi, di mana

sisi yang pertama merupakan sisi bisnis Primagama yang bertujuan

menghasilkan profit bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya,

sedangkan sisi yang sebelahnya adalah bagian dari upaya Primagama

untuk memberikan kualitas pendidikan yang terbaik bagi generasi muda

Indonesia.

78
Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h. 13.
79
Ibid., h. 15.
Di samping itu Islam juga menekankan agar kemaslahatan umat

(kepentingan umum) harus diprioritaskan di atas kepentingan pribadi.

Dalam hal ini segala upaya yang dilakukan hanya untuk mencari materi

tanpa mempertimbangkan moralitas dan norma-norma yang berlaku amat

sangat ditentang oleh Islam.

3. Adanya kebebasan dalam melaksanakan ijab qabul dalam akad80

Kebebasan dalam melakukan perjanjian bagi pihak-pihak yang

terkait dalam proses bisnis waralaba Primagama terlihat dari Flow Chart

proses penjualan Franchise Primagama yang menggambarkan alur dan

prosedur penjualan outlet franchise dari tangan Franchisor sampai

menjadi milik franchisee. Kebebasan tersebut sudah terlihat sejak awal

sebelum tercapainya kesepakatan. Dalam hal ini investor (franchisee)

berhak menentukan rencana lokasi gedung outletnya sendiri dan juga para

staffnya, atau pemilihan hal-hal tersebut juga bisa dilakukan oleh

Primagama secara langsung. Jika telah dilakukan survey atas lokasi yang

ada dan telah dianggap layak oleh pihak manajemen, maka disusunlah

RAPB, penetapan harga dan cara pembayarannya serta klausul-klausul

lain yang terkait. Dan dalam hal ini investor (franchisee) bebas untuk

melanjutkan perjanjian atau membatalkannya. Jadi sama sekali tidak ada

paksaan, tekanan ataupun cara-cara yang tidak etis lainnya dari

80
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani
Press, 1997, h. 203.
manajemen Primagama untuk mengikat mitra bisnisnya dalam sebuah

kontrak kerja. Karena awal mula perjanjian yang dilaksanakan dengan

baik akan menjadi jalan untuk mencapai kerjasama yang sukses dan

langgeng.

4. Tidak mengandung unsur Maghrib (Maysir, Ghoror, dan Riba)81

Transaksi yang terjadi dalam pola bisnis waralaba Primagama

tidak mengandung unsur maysir (perjudian) dan ghoror (ketidakpastian).

Di dalam kontrak perjanjian Primagama telah dirinci syarat-syarat dan

ketentuan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak (franchisor dan

franchisee) secara transparan, termasuk di dalamnya mengenai aspek

pembiayaan, jangka waktu perjanjian, pengaturan wilayah, jangka waktu

Break Even Point, dll. Dengan adanya transparansi dalam prosedur

waralaba Primagama, diharapkan tidak ada lagi unsur ketidakpastian dan

keragu-raguan yang mewarnai perjalanan usaha di antara kedua pihak

tersebut.

Ketiadaan riba dapat dilihat dari pola bagi-hasil yang tercermin

melalui pembayaran royalty yang dibayarkan franchisee (investor) kepada

franchisor. Dalam hal ini bisa diberlakukan akad musyarokah, yaitu

syirkah al’uqud dan syirkah al-‘inan. Syirkah al-‘uqud yaitu akad yang

disepakati oleh dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam

81
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29.
perserikatan modal dan keuntungannya. 82 Begitu pula halnya dengan

Primagama dan investornya yang secara bersama-sama menyepakati dan

mengikatkan diri dalam perserikatan waralaba disertai dengan ketentuan-

ketentuan yang ada di dalamnya, termasuk dalam hal pembayaran royalty

yang dilakukan sebagai bentuk pembagian keuntungan untuk pemegang

waralaba (franchisor). Sedangkan syirkah al’inan yaitu di mana kedua

pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang

disepakati di antara mereka sesuai dengang porsi kerja, keahlian atau dana

masing-masing.83

Dalam hal ini Primagama bertindak sebagai pihak yang

memberikan keahliannya berupa bimbingan, pengarahan dan bantuan

manajemen operasional, sedangkan investor/ franchisee dapat bertindak

sebagai pemilik dana sekaligus sebagai pihak yang menjalankan usahanya

sendiri dengan bantuan dan arahan dari franchisor. Sehingga wajarlah bila

atas porsi kerja, keahlian ataupun bantuan yang telah diberikan franchisor

maka investor memberikan bagi-hasil berupa royalty fee kepada

Primagama sebesar 10, 7 % dari total omset setiap bulannya. Di sisi lain,

apabila terjadi kerugian maka yang akan menanggung kerugian bukan

hanya investor. Di samping kerugian yang diterima investor sebagai

pemilik dana, Primagama juga dapat mengalami kerugian berupa

82
M. Nadratuzzaman Hosen dan Sunarwin Kartika, Cara Mudah Memahami
Akad-akad Syariah, Jakarta, 2007, h. 44.
83
Ibid., h. 45.
kerusakan nama baik (reputasi) yang telah dibangunnya dan akan

memberikan implikasi terhadap kelangsungan bisnis Primagama secara

tidak langsung.

5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang

membawa kepada perdamaian84

Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada halaman-halaman

sebelumnya tentang tata cara penyelesaian masalah yang dilakukan

manajemen Primagama, terlihat upaya Primagama untuk melakukan

upaya damai terlebih dahulu untuk menyelesaikan segala macam

perselisihan yang terjadi, mulai dari jalan musyawarah ataupun pemberian

surat teguran SP1, 2, dan 3 yang berarti pemutusan hubungan kerja antara

Primagama dengan investor. Dalam hal ini Primagama selalu

mengupayakan hasil yang sifatnya win-win solution bagi semua pihak.

Kebijakan yang diambil Primagama dalam hal penyelesaian sengketa

secara damai ini sejalan dengan visi Islam yang selalu mengupayakan

terwujudnya perdamaian, ketentraman, dan keadilan di antara ummatnya.

84
Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, h. 164.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengelolaan kelembagaan waralaba Primagama secara umum disusun

berdasarkan konsep strategi 7P yang terfokus pada point-point sebagai

berikut:

a. Product (Inovatif, Up to date, Trend maker dan Berkualitas)

b. People (Smart, Respect, Friendly, Profesional)

c. Physical (Good looking, Comfortable, Clean)

d. Process (SOP yang matang & lengkap)

e. Place (Strategis dan Kondusif )

f. Price (Diferensiasi harga)

g. Promotion (Direct Selling dan media link)

2. Alternatif rencana dan strategi baru yang dapat diaplikasikan, di antaranya:

a. Memaksimalkan strategi yang telah dijalankan agar lebih optimal

b. Mengoptimalkan dan mengembangkan link dengan rekanan bisnis yang

telah ada ataupun yang baru.


c. Memaksimalkan setiap kekuatan dan peluang yang ada di tengah beragam

kelemahan dan tantangan yang dihadapi melalui strategi SO, WO, ST dan

WT.

3. Analisis kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba

Primagama ditinjau dari aspek-aspek berikut ini adalah:

a. Aspek pemanfaatan hak cipta, di mana pengenaan franchisee fee oleh

Primagama kepada investor (franchisee) serupa dengan bentuk ijaroh

(sewa-menyewa), dengan objek akad adalah hak cipta, merk, logo, sistem

bisnis, SOP, dsb. Dan atas dasar persewaan itulah maka Primagama

berhak atas franchisee fee sebesar 75 juta – 175 juta rupiah untuk waktu 5

tahun.

b. Aspek kemitraan usaha yang dijalankan, bentuk operasionalnya serupa

dengan bentuk syirkah. Dalam hal ini Primagama memberikan kontribusi

berupa keahlian yang dimiliki dan hal lain sesuai kesepakatan. Di sisi lain,

kontribusi investor berupa kucuran dana dan keaktifan (langsung ataupun

tidak) untuk menjalankan usaha bersama-sama dengan Primagama.

Dalam hal ini bagi hasil diberlakukan sebagai kompensasi atas kontribusi

yang telah disumbangkan masing-masing pihak. Bentuk bagi hasil yang

diterima Primagama berupa royalty fee sebesar 10, 7 % dari total

pendapatan outlet franchise setiap bulannya.


c. Aspek tentang tata cara penyelesaian masalah

Komitmen Primagama untuk menyeimbangkan kedua sisi yang berbeda

dalam landasan bisnisnya (yakni sisi pendidikan dan sisi bisnis usahanya),

menjadikan Primagama selalu berupaya untuk menciptakan keadaan yang

sifatnya win-win solution bagi semua pihak yang terkait di dalamnya.

Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan mitra

bisnis secara damai dan jauh dari perselisihan dengan mengutamakan

musyawarah untuk mufakat di atas kepentingan pribadi masing-masing

pihak.

B. Saran

1. Evaluasi dan perbaikan secara berkala dan menyeluruh dengan

mempertimbangkan masukan dan komunikasi dari seluruh pihak yang terkait

dengan Primagama

2. Mengoptimalkan seluruh kekuatan dan peluang yang dimiliki dan menjadikan

setiap kelemahan dan tantangan yang ada sebagai suplemen untuk semakin

meningkatkan potensi yang dimiliki.

3. Akad Ijaroh (sewa-menyewa) dapat digunakan untuk menyewakan hak cipta

yang dimiliki Primagama dengan kompensasi berupa franchisee fee.

Akad Musyarokah dapat digunakan dalam bentuk kemitraan waralaba dengan

timbal balik berupa pemberian royalty fee dari investor kepada franchisor.
Yang lebih utama adalah Primagama harus terus berupaya menciptakan

kondisi bisnis yang sehat dan Islami berdasarkan pertimbangan akal pikiran

yang jernih dan hati nurani yang murni.


DAFTAR PUSTAKA

Ariotejo, Sri Bimo. “Peluang Usaha Murah Meriah.” Modal, 29 Juni 2005.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: CV. Diponegoro,


2003, cet. IV.

Dewi, Gemala. dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006.

Fatikhnansa, Nindya. Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an. Jakarta: Hi-


Fest Publishing, 2008.

Lupiyoadi, Rambat. ENTREPRENEURSHIP from Mindset to Strategy. Jakarta:


Lembaga Penerbit FE UI, 2007, cet. III.

Mancuso, Joseph dan Boroian, Donald. Peluang Sukses Bisnis Waralaba. Penerjemah
Besongo Dharmaputra. Jogjakarta: Dolphin Books, 2006.

Nugroho, Arwinto P., dkk., Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi. Studi Kasus:
Segmentation, Targeting dan Positioning Waralaba Bakmi Tebet. Jakarta:
Enno Media, 2008.

Nugroho, Arwinto P., dkk., Jurus Jitu Mengelola dan Mengembangkan Restoran
Bakmi. Jakarta: Enno Media, 2008.

Pramono, Peni R. Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2007.

Qordhowi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Penerjemah Zainal Arifin dan
Dahlia Husin. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet. IV.

Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006, cet.XIV.

Sarosa, Pietra. Mewaralabakan Usaha Anda. Jakarta: Elex Media Computindo, 2006,
cet.II.

Shabri, Abul Futuh. Sukses Bisnis Berkat Wasiat Nabi. Penerjemah Misbakhlil Khaer.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
SM, Junaedi B. Islam dan Entrepreneurialisme (Suatu studi Fiqh Ekonomi Bisnis
Modern). Jakarta: Kalam Mulia, 1991, cet. I.

Suruji, Andi. “Wahyu dan Virus Wirausaha.” Kompas, 12 September 2005.

Suseno, Darmawan Budi. Waralaba Syariah. Yogyakarta: Cakrawala Publishing,


2008.

http://franchisefranchisor.blogspot.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba

http://salamfranchise.com

http//www.depdag.go.id

http://www.google.co.id

http://web.bisnis.com

www.lfip.org

www.pkesinteraktif.com

www.primagama.co.id

www.vibiznews.com
Hal: Permohonan Izin Wawancara & Permohonan Data

Kepada
Yth. Ka. Div. Waralaba Lembaga Bimbel PRIMAGAMA
Di Jakarta

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : DEWI IRMA FITRIANI


NIM : 104046101578
Semester : X (sepuluh)
Fakultas/ Jurusan : Syariah dan Hukum/ Muamalat (Ekonomi Islam)
Universitas : Univ. Islam Negri Syarif Hidayatullah jakarta
Alamat : BJI Mekar Sari Blok D 18 No. 15 Bekasi 17112
Telp./ HP : 882 5129/ 0813 1141 1041

Sehubungan dengan tugas akhir yang sedang saya kerjakan dengan judul
“Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba,” dengan ini saya meminta izin untuk dapat
melakukan penelitian dan wawancara pada Lembaga Pendidikan PRIMAGAMA.
Bersama dengan surat ini saya juga bermaksud mengajukan permohonan data
tertulis yang terkait dengan objek penelitian yang saya kaji. Adapun data-data
tersebut di antaranya adalah:
a. Contoh surat perjanjian kerjasama/ kontrak waralaba antara Primagama
(franchisor) dengan mitra bisnisnya (franchisee)
b. Contoh prospektus usaha waralaba Primagama
c. Laporan tahunan waralaba Primagama
Demikian surat ini saya ajukan guna memperoleh sumber data untuk
penelitian yang saya jalankan. Mohon kiranya agar Bapak/ Ibu berkenan memberikan
data tersebut. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi saya
pribadi, pihak Primagama, dan juga masyarakat lain secara umum.
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/ Ibu saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Bekasi, 21 April 2009


Hormat saya,
Dewi Irma Fitriani

Anda mungkin juga menyukai