LAPORAN KASUS
SKABIES
Laporan Kasus ini Dibuat Sebagai Laporan Hasil Kegiatan Program Internship Dokter
Indonesia di UPTD Puskesmas Kelurahan Kalibaru.
Disusun Oleh:
dr. Nadhia Khairunnisa
Pembimbing:
dr. Muvinda Yuningrum
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iv
Daftar Singkatan v
Bab 1. Pendahuluan 1
1.1. Definisi 1
1.2. Epidemiologi 1
1.3. Etiologi 1
1.4. Patofisiologi 2
1.5. Tanda dan Gejala 3
1.6. Diagnosis 4
1.7. Tatalaksana 5
1.8. Komplikasi 7
1.9. Pencegahan 7
Bab 2. Data Klinis 8
2.1. Identitas 8
2.2. Anamnesis 8
2.2.1. Keluhan Utama 8
2.2.2. Keluhan Tambahan 8
2.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang 8
2.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu 9
2.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga 9
2.3. Status Generalis 9
2.4. Status Dermatologi 10
2.5. Pemeriksaan Penunjang 11
2.6. Resume 11
2.7. Diagnosis Kerja 12
2.8. Diagnosis Banding 12
2.9. Pemeriksaan Penunjang Anjuran 12
2.10. Tatalaksana 12
2.11. Prognosis 13
Bab 3. Pembahasan 14
3.1. Pembahasan 14
2
Bab 4. Kesimpulan 19
Bab 5. Daftar Pustaka 20
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR SINGKATAN
5
BAB 1
Tinjauan Pustaka
1.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis, dan produknya. Penyakit ini ditandai dengan gatal
dimalam hari, mengenai sekelompok orang, dengan lesi kulit ada nya terowongan
berbentuk garis lurus atau berkelok berwarna putih atau abu-abu dengan ujung papul
atau vesikel dengan predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis. Diagnosis
pasti dengan ditemukannya tungau larva, telur atau kotorannya secara mikroskopis.1
1.2 Morfologi
● Sarcoptes scabiei adalah tungau dengan ciri:
● Berbentuk hampir bulat dengan 8 kaki pendek, pipih, berukuran (300–600 μ) x
(250-400 μ) pada betina, dan (200- 240 μ) x (150-200 μ) pada jantan, biasanya
hidup di lapisan epidermis.
● Permukaan dorsal dari tungau ini ditutupi oleh lipatan dan lekukan terutama
bentuk garis melintang.
● Pada betina terdapat bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4 sedangkan
pada jantan, bulu cambuk hanya terdapat pada pasangan kaki ke-3
1.3 Etiologi
1
Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida,
sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. hominis. Adapun jenis Sarcoptes scabei var. animalis yang
kadang-kadang bisa menulari manusia terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan
seperti anjing. 2
Terowongan yang sudah dibuag oleh Sarcoptes betina akan digunakan untuk
menyimpan telur dan feses. Setiap harinya Sarcoptes betina dapat menghasilkan 1-4 telur
artinya 40-50 telurdapat dihasilkan selama hidupnya (4-6 pekan). Selama itu sarcoptes betina
tidak keluar dari terowongannya. Dalam 2-3 hari telur tungau akan menetas dan menjadi
larva kemudian keluar dari terowongan. Larva kemudian menjadi nympha dalam 3-4 hari
2
yang kemudian menjadi Sarcoptes dewasa jantan dan betina dalam 4-7 hari. Sarcoptes jantan
dan betina akan berkopulasi lagi, sarcoptes betina membuat terowongan lagi sedangkan
sarcoptes jantan mati.1
Gambar 3. Siklus Hidup Skabies
1.4 Patofisiologi
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung.
Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula
melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di
3
Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual
meskipun bukan merupakan akibat utama.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan,
atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative
sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih
cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan
yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan
yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan
lingkungan yang telah ada. 2
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang
sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di
Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak
langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara
bersama-sama di lingkungan padat penduduk. 3
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai
berikut:
1. Pruritus nokturnal
Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat menonjol. Sensasi gatal yang
hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah. 3
4
2. Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier) bagi individu
lain. 3
3. Terowongan (kanalikulus)
Apabila kita dapat menemuan terwongan yang masih utuh kemungkinan besar kita
dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa dan ini merupakan hal yang paling
diagnostik. Akan tetapi kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena
hampir sebagian besar pendeita pada umumnya datang dengan lesi variatif dan tidak
spesifik.4
5
Gambar 5. Kelainan kulit pada skabies
Gambar 6. Tampak kelainan yang ditimbulkan oleh scabies pada daerah axilla (sekitar
ketiak), genitalia (penis dan scrotum) danglutea ( sekitar bokong)
Gambar 7. Predileksi (area) infestasi tungau Sarcoptes scabiei pada tubuh manusia (area
pada gambar yang berwarna merah muda)
6
Sarcoptes scabiei memerlukan waktu kurang dari tiga puluh menit untuk masuk ke dalam
lapisan kulit. Gejala klinis akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei adalah timbulnya ruam
pada kulit dan rasa gatal (pruritus) terutama pada malam hari. Ruam pada kulit berawal
dengan terjadinya papulae eritrema (penonjolan kulit tanpa berisi cairan, berbentuk bulat,
berbatas tegas, berwarna merah, ukuran <1 cm yang terus berkembang menjadi vesikel
kemudian pustul. Adanya terowongan di bawah lapisan kulit merupakan ciri khas dari
infestasi tungau ini.
Gejala gatal (pruritus) akan timbul lebih dari 3 minggu setelah infestasi tungau ke dalam
kulit. Rasa gatal terjadi menyeluruh baik pada kulit tempat infestasi tungau maupun tidak.
Keparahan gejala gatal-gatal dan ruam yang timbul tidak berhubungan dengan jumlah tungau
yang menginfestasi kulit. Hal ini diduga akibat sensitifitas kulit terhadap tubuh tungau dan
hasil ekskresi dan sekresi tungau (saliva, telur dan skibala). Sarcoptes scabiei mampu
memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan dalam pembuatan
terowongan, aktivitas makan, dan melekatkan telurnya pada terowongan tersebut.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV dapat menimbulkan nodul (bentuk papule dengan ukuran
yang lebih besar) dan bulla (bentuk vesicle dengan ukuran yang lebih besar) pada area di
mana tidak ditemukan tungau pada kulit. Nodul biasanya ditemukan di daerah selangkangan,
bokong, dan pusar. Pada beberapa kasus, ruam, dan rasa gatal pada penderita scabies dapat
menetap sampai beberapa minggu setelah pengobatan. 5
Hal ini dimungkinkan karena tubuh tungau yang mati masih berada di bawah permukaan
kulit. Nodul pada kulit juga dapat menetap sampai beberapa bulan setelah pengobatan. Akibat
terbukanya lapisan stratum korneum menyebabkan bakteri mudah menginfeksi kulit.
Keadaan ini disebut scabies dengan infeksi sekunder. Bakteri yang biasanya menyebabkan
infeksi sekunder adalah Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. 6
1.6 Diagnosis
Diagnosis detigakkan berdasakan gejala (gatal – gatal hebat), dan hasil pemeriksaan fisik
(adanya trowongan tungau). Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan langsung
7
atau terhadap kerokan kulit dan akan ditemukan adanya tungau ini. Untuk menemukan
tungau ini dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tenaga medis dengan biopsi esksisional. 3
1.7 Penularan
Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu
secara kontak langsung dengan penderita. Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti
melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang pernah dipakai oleh penderita,
juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari. Tungau S.scabiei hidup dari sampel
debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur . Masa inkubasi skabies pada manusia yang
belum pernah terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu, tetapi penderita yang
pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat hari. Satu bulan pasca infestasi, jumlah
tungau di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan. Sebanyak dua puluh lima ekor tungau
betina dewasa ditemukan pada lima puluh hari pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor
setelah seratus hari kemudian. 7
1.8 Pencegahan
Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik
dan personal hygiene yang kurang oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini
dapat dilakukan dengan cara :
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2
kali dalam seminggu.
3. Tidak saling bertukar pakaian, handuk dengan orang lain.
4. Hindari kontak dengan orang serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau
skabies.
5. Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang cukup.
8
BAB 2
Data Klinis
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jl. Kalibaru Barat RT 12, RW 12, Kelurahan Kalibaru,
Kecamatan Cilincing
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Dilakukan alo anamnesa dan autoanamnesa pada tanggal 2 Juli 2022 di poli Umum
Puskesmas Kelurahan Kalibaru pukul 13.30 WIB.
2.2.1 Keluhan Utama
Gatal-gatal di badan sejak 1 bulan yang lalu.
2.2.2 Keluhan Tambahan
Sulit tidur akibat gatal, perih dibagian tangan
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien An. R (14 tahun), mengeluhkan gatal di di bagian sela jari tangannya kurang lebih
sejak 1 bulan yang lalu. Gatal ini diawali munculnya bintil kemerahan seperti digigit semut
yang muncul pada 1 jari tangan kanan kemudian diikuti menyebar keseluruh sela-sela jari dan
kedua tangan. Bintil kemerahan tersebut digaruk sehingga terdapat bekas-bekas luka dan
keropeng. Pasien mengaku semakin digaruk bintil semakin banyak dan bertambah setiap hari
nya dan terus menyebar di sela jari bagian tangan dan sampai ke punggung kedua tangan.
Pasien lebih sering menggaruk pada malam hari dikarenakan terasa lebih gatal. Pasien
mengaku kesulitan untuk tidur dan cenderung menggaruk tangannya sampai mengelupas dan
terluka pada kulit bagian sela jari tangannya sehingga terasa perih. Pasien mengaku sudah
memberikan obat salep dan bedak yang dibelinya sendiri tetapi gatal tidak kunjung hilang.
9
Ibu An.R mengaku bahwa awalnya pasien terkena gatal setelah pulang dari santren saat libur
sekolah, Ibu pasien juga tidak rutin menjemur kasur, bantal atau mengganti seprai pun juga
jarang. Ibu pasien juga mengaku sering memandikan pasien dengan handuk yang sama.
Selama 1 bulan mengeluhkan gatal, An.R belum pernah sama sekali berobat ke dokter. Pasien
berpikir keluhan dapat sembuh sendiri atau dengan bantuan obat-obatan warung.
1 minggu lalu An.R merasakan gatal yang semakin sering dimalam hari sehingga pasien
sangat sulit tidur, pasien menjadi lebih sering menggaruk tangan pasien sehingga tampak ada
banyak luka. Sejak 3 hari lalu ibu An. R mulai menyadari bahwa tangannya banyak terdapat
nanah dan bentolan semakin besar-besar
Keluhan Alergi disangkal seperti riwayat bentol-bentol paska memakan makanan disangkal,
riwayat asma atau radang kulit pada daerah lipatan disangkal, riwayat batuk pilek atau mata
berair akibat debu atau bulu hewan disangkal. Riwayat kulit kering atau kulit terlalu lembab
disangkal. Riwayat bermain tanah disangkal. Riwayat tergigit serangga disangkal. Riwayat
kontak dengan suatu zat disangkal.
Ibu An.R mengaku rajin untuk menjaga kebersihan diri, mandi 2 hari sekali dan tidak
bertukar pakaian dengan anggota keluarga di rumah. Tetapi ibu pasien mengaku An.R jarang
mengganti Kasur dan lebih sering berkegiatan dalam kamar. Pasien juga mengaku sering
bermain dengan kucing di area rumah.
Ibu An. R juga mengaku sulit menjaga kebersihan tempat tidur anaknya sehingga jarang
menjemur kasur dan mengganti seprai. Selain itu ibu pasien mengaku rumah dan kamar tidur
keluarga terasa cukup lembab dan memiliki sirkulasi udara yang kurang dikarenakan ventilasi
tidak banyak.
10
Pasien mengaku nafsu makannya masih baik. Rutin berolahraga dan bermain. Sleep Hygiene
pasien baik, tetapi pasien mengatakan tidurnya tidak senyaman dulu dikarenakan sering gatal
malam hari
11
● Mulut
Bibir tidak sianotik, lidah kotor (-), gusi berdarah (-), tonsil T1-T1 tidak hiperemis,
faring tidak hiperemis
● Leher
KGB tidak teraba pembesaran, trakea ditengah
● Thoraks
1. Paru
❖ Inspeksi : Tidak ada retraksi, simetris kanan kiri, nampak lesi papul
eritema multiple tersebar diskret di region dada, ukuran milier
❖ Palpasi : Stem fremitus simetris kanan kiri
❖ Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
❖ Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
2. Jantung
❖ Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
❖ Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
❖ Perkusi : batas jantung dalam batas normal
❖ Auskultasi : Bunyi Jantung 1 dan II regular, murmur (-), gallop (-)
● Abdomen
❖ Inspeksi : Supel, lesi (-)
❖ Auskultasi : Bising usus (+) normal
❖ Perkusi : Timpani
❖ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
● Ekstremitas
Akral dingin(-/-), edema (-/-), CRT < 2”, pada regio interdigiti manus dextra et sinistra
terdapat lesi papulovesikel eritematosa berbatas tegas multiple bentuk bulat irregular
ukuran miliar tersebar diskret. Terdapat eksoriasi, pus dan krusta
2.6 Resume
Anak R, laki-laki, usia 14 tahun, datang ke poli PKPR dengan keluhan gatal. Gatal
dirasakan di seluruh tubuh terutama di bagian lipat siku dalam dan di sela-sela jari
tangan. Keluhan dirasa semakin memberat, gatal terasa setiap saat namun terasa
13
memburuk saat malam. Gatal diiringi dengan timbul luka kemerahan kecil-kecil di
daerah dada, lipat siku dalam tangan kiri, dan kedua sela-sela jari tangan.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan terdapat lesi papul eritema multiple tersebar
diskret di region manus, ukuran milier-numular. Selain itu juga terdapat lesi papul
eritema multiple ukuran milier. Selain itu terdapat papul multiple eritema ukuran milier,
erosi (+) di kedua sela-sela jari tangan. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.
2.10 Tatalaksana
Farmakologi
c. Loratadin tab 10 mg, 1x1 jika gatal
d. Permetrin krim 5% diolesi ke seluruh tubuh saat malam hari, didiamkan selama 8-10
jam kemudian dibilas dengan cara mandi. Pengobatan ini dilakukan hanya 1 kali/
minggu dan dapat diulang 1 kali minggu kemudian jika keluhan tidak membaik
Nonfarmakologi
14
b. Edukasi agar mengganti dan mencuci sprei dengan air panas kemudian jemur di
bawah matahari
c. Edukasi untuk membersihkan kasur dan dijemur
d. Edukasi untuk mencuci pakaian yang digunakan dengan air panas
2.11 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam :dubia ad bonam
15
BAB III
Pembahasan
3.1 Pembahasan :
Anak R, Laki-laki, usia 14 tahun, datang ke poli PKPR dengan keluhan gatal. Gatal
dirasakan di seluruh tubuh terutama di bagian lipat siku dalam dan di sela-sela jari
tangan. Keluhan dirasa semakin memberat, gatal terasa setiap saat namun terasa
memburuk saat malam. Gatal diiringi dengan timbul luka kemerahan kecil-kecil di
daerah dada, lipat siku dalam tangan kiri, dan kedua sela-sela jari tangan.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan terdapat lesi papul eritema multiple tersebar
diskret di region manus, ukuran milier-numular. Selain itu juga terdapat lesi papul
eritema multiple ukuran milier. Selain itu terdapat papul multiple eritema ukuran milier,
erosi (+) di kedua sela-sela jari tangan. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.
Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi didaerah sela-sela jari tangan,
telapak tangan, pergelangan tangan, dan penis didapatkan pustul dan papul eritem, disertai
dengan skuama halus, krusta, dan ekskoriasi karena sering menggaruk. Hal ini sesuai untuk
diagnosis skabies, berdasarkan teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah
dengan stratum korneum yang tipis, namun karena pada anak-anak lapisan stratum korneum
tubuhnya sebagian besar masih tipis maka penyebarannya dapat bersifat atipikal.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat secara
topikal dan sistemik. Obat yang diberikan pada pasien terlebih dahulu adalah obat yang
berkaitan dengan infeksi sekunder, dikarenakan jika terdapat infeksi sekunder pada pasien
dengan skabies, maka harus dilakukan pengobatan terlebih dahulu mengenai infeksi
sekundernya dikarenakan seringnya terjadi gagal terapi disebabkan oleh penumpukan pus dan
krusta dari produksi bakteri yang menghalangi masuknya skabisida Pengobatan yang telah
diberikan. Tata laksana yang diberikan pada pasien berupa amoxicilin 500mg tab 3 x 1tab,
gentamisin salep 3x1 pemakaian luar, prmetrin 5% selama 8 jam digunakan 1 kali pada
malam hari diaplikasikan ke seluruh tubuh, dapat diulang 7 hari kemudian jika masih ada sisa
lesi/ lesi baru, serta cetirizine 10 mg tab 1 x 1 tab untuk mengurangi gejala gatal yang
dirasakan oleh pasien (Sungkar, 2016)
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati dengan benar
dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga sebaliknya. Selain itu
perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang
sama. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka
16
Sarcoptes scabiei akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host
definitive dari Sarcoptes scabiei. (Gudjonson, 2014)
Gejala klinis pada infeksi kulit akibat skabies disebabkan oleh respons tubuh terhadap
tungau. Setelah tungau melakukan kopulasi di atas kulit, tungau jantan akan mati dan tungau
betina akan menggali terowongan dalam stratum korneum sambil meletakkan sebanyak 2
hingga 50 telur. Ketika menggali terowongan, tungau mengeluarkan sekret yang dapat
melisiskan stratum korneum. Sekret dan eksret tersebut menyebabkan sensitisasi dan
menimbulkan rasa gatal yang umumnya mulai timbul 4-6 minggu setelah infestasi pertama.
Rasa gatal biasa memburuk pada malam hari disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu lebih lembap dan panas. (Sungkar, 2016)
Lesi primer infeksi skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur, dan hasil
metabolisme. Di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan
dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Akibat rasa gatal hebat, penderita
sering menggaruk sehingga dapat timbul luka lecet yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh
bakteri Group A Streptococci (GAS) dan S.aureus. Lesi sekunder dapat berupa papul, vesikel,
pustul, krusta, ekskoriasi, hiperpigmentasi pascainflamasi, dan terkadang bula. (Julie SP,
2000)
Predileksi: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, penis, areola mammae, peri-umbilikalis,
lipat payudara, pinggang, bokong bagian bawah intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior
dan posterior. Pada bayi, lesi dapat ditemukan di seluruh tubuh. Lesi ini diakibatkan oleh
garukan dan infeksi sekunder. Temuan karakteristik dapat berupa papul, vesikel, pustul,
krusta, ekskoriasi, hiperpigmentasi pascainflamasi, dan terkadang bula.
infeksi sekunder skabies disebabkann oleh bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus
pyogenes yang merupakan bakteri pioderma yang sering ditemukan pada skabies. Insiden
tahunan bakteremia yang disebabkan oleh S. aureus 6 kali lebih tinggi penderita skabies.
Pada daerah tropis, infeksi pioderma bakterial dan komplikasi disebabkan oleh S. Aures dan
S. Pyogene berhubungan dengan skabies karena bakteri mudah memasuki kulit yang dirusak
oleh tungau. (Hanna M, 2016)
Pada penelitian yang dilakukan pada salah satu Sekolah Dasar di Kota Palembang, dengan
penggunaan uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara skabies
17
dengan pioderma dimana diperoleh p value = 0,000 (p< 0,05).
Nilai OR skabies terhadap pioderma adalah 13,844 yang berarti pada anak SD dengan skabies
13,844 kali mempunyai risiko secara signifikan terhadap frekuensi terjadinya pioderma ( p =
0,000)
Sabies dapat memiliki gejala sisa setelah pengobatan, dimana menggaruk kulit merupakan
penyebab impetigo yang paling sering terjadi. Gangguan skin barrier pada kulit yang rusak
karena digaruk dapat menyebabkan infeksi sekunder yang paling sering karena Streptococcus
pyogenes (Streptokokus grup A, GAS) dan Staphylococcus aureus. (Yahya YF, 2018)
1.
18
BAB 4
Kesimpulan
1. Skabies merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei
var. hominis di epidermis. Infeksi ini sangat menular melalui kontak langsung dari
manusia-manusia.
2. Pada pasien An.R, pasien didiagnosis scabies berdasarkan keluhan dan tanda gejala yang
dialami oleh pasien seperti gatal yang memberat saat malam, mengenai sekelompok
orang, dan terdapat lesi multiple dengan infeksi sekunder
3. Terapi scabies di puskesmas diberikan antipruritus dan antiskabies yaitu permethrin 5%,
jika permethrin tidak tersedia dapat diberikan salep 24 walaupun efektivitasnya lebih
rendah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 5. Fakultas Kedokteran Universitas
3. Bag./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. FK.
4. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit
2000.
5. Sularsito Sri Adi , Soebaryo Retno Widowati, Kuswadji . Dermatologi Praktis . Ed. 1.
PERDOSKI. 1989.
http://www.emedicine.com/DERM/topic471.htm.
7. Stone, S.P, scabies and pedikulosis, in: Freedberg, et al. Fitzpatrick’s Dermatology In
20
Sons, Ltd (2009).
Julie SP (2000) Scabies and lice. In: Harper J, OA, Pediatric Dematology, London, Blawell
Science Ltd.
Marsha K, et al. 2020. Diagnosis dan Terapi Skabies. Jakarta. CDK. vol. 47:2.
Sri Linuwih SW Menaldi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sungkar S. 2016. Skabies : etiologi, patogenesis, pengobatan pemberantasan dan
pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
Yahya YF, et al. Jurnal Kedokteran Kesehatan Universitas Sriwijaya, Volume 5 No. 1,
Januari 2018, hal 33-42
21