Anda di halaman 1dari 17

PARADIGMA ORGANISASI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Organisasi
yang diampu oleh Yudha Prakasa, S.AB, M.AB

Nama Kelompok

Dita Zahra

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat
dirumuskan tiga rumusan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana definisi dari paradigma organisasi?
2) Bagaimana definisi dari teori organisasi klasik, modern, dan post-
modern?
3) Bagaimana perbedaan teori organisasi klasik, modern, dan post-
modern?
3.1 Manfaat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Organisasi Klasik


Teori organisasi klasik adalah teori - teori yang berkembang di akhir abad ke-
18, periode yang sering disebut Revolusi Industri. Revolusi industri sendiri
terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, terutama penemuan penemuan teknologi yang
membawa dampak besar .Perkembangan teori organisasi tidak lepas dari
faktor lingkungan, yang meliputi aspek teknologi, sistem politik, sistem sosial,
sistem budaya. Terutama yang paling mendasar di sini adalah teknologi. Ini
dapat dibuktikan dari proses lahirnya perspektif atau cara pandang klasik.
Perspektif ini berkembang pada periode perubahan teknologi di masa Revolusi
Industri, yaitu dimulai di Inggris pada sekitar akhir abad ke-18. Pada masa
inilah apa yang disebut 'organisasi' dalam pengertian modern mulai
berkembang.
Organisasi secara umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai sangat
tersentralisasi, dan tugas-tugasnya terspesialisasi. Para teoritisi klasik
menekankan pentingnya “rantai perintah” dan penggunaan disiplin, aturan dan
supervisi ketat untuk mengubah organisasi-organisasi agar beroprasi lebih
efisien. Teori klasik berkembang dalam tiga aliran: teori birokrasi, teori
administrasi, dan manajemen ilmiah. Ketiga aliran ini dibangun atas dasar
anggapan-anggapan yang sama. Penjelasan tiga aliran perkembangan teori
klasik sebagai berikut:
1. Teori Birokrasi
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya : The Protestant
Ethic and Spirit of Capitalism. Kata birokrasi mula-mula berasl dari kata
legal-rasional. Organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan
perancanan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut waber
bentuk organisasi yang birokratik secara kodratnya adalah bentuk
organisasi yang paling efisien. Weber mengemukakan karakteristik-
karakteristik birokrasi sebagai berikut:
1) Pembagian kerja yang jelas.
2) Hirarki wewenang yang di rumuskan secara baik.
3) Program rasional dalam pencapaian tujuan organisasi.
4) Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja.
5) Sistem aturan yan mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban posisi
para pemegang jabatan.
6) Hubungan-hubungan antar pribadi yang bersifat “impersonal”.
Jadi, birokrasi adalah sebuah model organisasi normatif, yang menekankan
struktur dalam organisasi. Unsur-unsur birokrasi masih banyak ditemukan di
organisasi-organisasi modern yang labih kompleks daripada hubungan “face-
to-face” yang sederhana.
2. Teori Administrasi
Teori administrasi adalah bagian kedua dari teori organisasi klasik. Teori
administrasi berkembang sejak tahun 1990. teori ini sebagian besar
dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lynlali Urwick dari
Eropa, serata Mooney dan Reiley di Amerika.
Fayol mengatakan bahwa semua kegiatan-kegiatan industrial dapat
menjadi enam kelompok :
1) Kegiatan teknikal (produksi,adaptasi).
2) Kegiatan komersial (pembelian, pertukaran).
3) Kegiatan finansial (pencarian suatu pengguna optimum dari modal).
4) Kegiatan keamanan (perlindungan terhadap kekayaan dan personalia
organisasi).
5) Kegiatan akutansi (pentuan persedian, biaya, penyusunan neraca dan
lapoaran rugi-laba).
6) Kegiatan manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pemberi perintah
dan pengawasan).

Fayol mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang


menjadi dasar perkembangan teori administrasi. Prinsip-prinsip dari
Fayol tersebut secara ringkas dapat di uraikan sebagai berikut :
1) Pembagian kerja, dengan adanya pembagian kerja atau spesialisasi akan
meningkatkan produktivitas, karena seseorang dapat memutuskan diri
pada pekerjaan.
2) Wewenang dan tanggung jawab, wewenang adalah hak untuk memberi
perintah. Seorang anggota suatu organisasi mempunyai tanggung jawab
dalam pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan kedudukannya.
3) Disiplin, harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan
tujuan-tujuan organisasi.
4) Kesatuan perintah, untuk mengirangi kekacauan, kebingungan, dan
konflik.
5) Kesatuan pengarahan, suatu organisasi akan efektif bila anggota-
anggotanya bekerja bersama berdasarkan tujuan-tujuan yang sama.
6) Mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
7) Balas jasa, pembayaran upah atau gaji harus bijaksana, adail, tidak
eksploatif dan sedapat mungkin memuaskan kedua blah pihak dan harus
ada penghargaan atas pelaksanaan tugas yang baik.
8) Sentralisasi, organisasi perlu mengatur tingkat keseimbangan optimum
antara sentralisasi dan desentralisasi.
9) Rantai skala, hubungan antara tugas-tugas disusun atas dasar suatu
hirarki dari atas ke bawah.
10) Aturan, konsepsi Fayol menyatakan bahwa harus ada suatu tempat untuk
setiap orang, dan setiap orang harus menduduki tempat yang memang
seharusnya menjadi tempatnya.
11) Keadilan, keadilan juga berarti adanya kesamaan perlakuan dalam
organisasi.
12) Kelanggengan personalia, pentingnya adanya kelangsungan, keamanan,
dan kepastian kerja.
13) Inisiatif, dalam setiap tugas harus ada kemungkinan untuk menunjukan
inisiatif sendiri dalam menyelesaikan dan mengerjakan rencana di setiap
tingkat.
14) Semangat Korps, “persatuan adalah kekuatan”. Pelaksanaan oprasi
organisasi yang baik perlu adanya kebanggaan, kesetiaan, dan rasa
memiliki dari para anggotanya.
15) Disamping itu, Fayol memerinci fungsi-fungsi kegiatan administrasi
menjadi elemen-elemen manajemen: perencanaan, pengorganisasian,
pemberian perintah, pengkoordinasian, dan pengawasan. Pembagian
kegiatan-kegiatan administrasi atas fuingsi-fungsi ini dikenal sebagai
Fayol’s Fungctionalism atau teori fungsionalisme fayol. Mooney dan
Reilly menyebut Koordinasi sebagai faktor terpenting dalam
perencanaan organisasi maupun bangun teori yang mereka kemukakan.
Mereka menekankan tiga perinsip oranisasi yang mereka teliti dan
temukan telah dijalankan dalam organisasi-organisasi pemerintahan,
agama, militer dan bisnis. Ketiga prinsip tersebut adalah : 1)Prinsip
koordinasi, 2)Prinsip skalar, dan 3)Prinsip fungsional.
3. Manajemen Ilmiah
Bagaian ketiga dari teori klasik adalah manajemen ilmiah. Manajemen
ilmiah dikembangkan mulai sekitar tahun 1990 oleh Frederick Winslow
Taylor, telah dipergunakan cukup luas. Teori manajemen ilmiah masih
banyak dijumpai dalam praktek-praktk manajemen modern. Manajemen
iliah merupakan penerapan metode ilmiah pada stidi, analisa, dan
pemecahan maslah-masalah organisasai. Bagai kita yang penting adalah
memandang manajemen ilmiah sebagai teknik-teknik manajerial yang
sangat berharga. Empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan
dalam organisasi perusahaan, yaitu:
1) Menggantikan metode-metode kerja dalam praktek dengan berbagai
metode yang dikembangkan atas dasar ilmu pengethuan tentang kerja
yang ilmuah dan benar.
2) Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengenbangan para karyawan
secara ilmiah, agar memungkinkan para karyawan bekerja sabaik-
baiknya sesuai dengan spesialisasinya.
3) Pengembangan ilmu tentang kerja seleksi, latihan dan pengenbangan
secara ilmiah harus diintegrasikan, sehingga para karyawan
memperoleh kesempatan untuk mencapai tingkat upah yang tinggi,
sementara manajemen dapat menekankan biaya produksi menjadi
rendah.
4) Untuk mencapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan
semangat dan mental para karyawan melalui pendekatan antara
karyawan dan manajer sebagai upaya untuk menimbulkan suasana
kerja sama yang baik.
Berikut ini adalah kontribusi pemikiran dari masing- masing tokoh tersebut,
khususnya terhadap teori organisasi.
1. Adam Smith (1776), Ahli Ekonomi-Politik, Skotlandia

Adam Smith layak disebut sebagai bapak sistem ekonomi pasar bebas
(karena pasar bebas), karena meletakkan dasar-dasar yang berisi teori
penawaran dan permintaan, serta keuntungan mutlak di dalam studio
perdagangan internasional. Pemahaman terhadap pembagian kerja atau
pengaturan ini menyusun dasar pertama dari organisasi dalam pengertian
modern. Menganalisis organisasi melalui konsep pembagian kerja

2. Karl Marx (1867), Ahli Filsafat dan Ekonomi, Inggris 

Kontribusinya terhadap teori organisasi adalah kritik terhadap kontrol


yang dilakukan oleh pemilik modal terhadap para pekerja. Ia mengajukan
teori alienasi sebagai sasaran dalam penilaian efek-efek negatif
kapitalisme terhadap para pekerja. Organisasi tidak lain adalah sarana
untuk mengendalikan pekerja.  Melalui analisisnya yang ditujukan
terhadap sistem ekonomi kapitalis, ia berkesimpulan kepentingan kelas
pemilik dan kepentingan kelas pekerja adalah antagonistik, dalam arti
yang inheren selalu bertentangan.  

3. Emile Durkheim (1867), Ahli Sosiologi, Prancis 

Pemikiran Durkheim, sebagaimana tertuang dalam Division of labour in


society, adalah perluasan gagasan dalam Adam Smith. Durkheim
membahas tentang perbedaan antara formal dan informal di dalam
organisasi, di mana para anggota memiliki kebutuhan kebutuhon sosial
yang diselesaikan dengan aspck informal. Jika pengelola organisasi tidak
bermaksud memperhatikan hal ini dan terlalu menckankan pada struktur
normalisasi dan prosedur organisasi, maka akan timbul akibat dampak
yang negatif. 

4. Frederick W. Taylor (1911), Abli Manajemen, AS

Salah satu gagasannya yang cukup berbekas hingga kini dalam organisasi
yang berbasis sistem penggajian berbasis kinerja, yaitu menjadikan upah
atau gaji sebagai salah satu cara mengendalikan agar para pekerja
memperbaiki manual atau mengatur yang telah dibuat.

2.2 Organisasi Modern

Perspektif klasik terbagi menjadi dua aliran besar, yaitu aliran yang
menekankan pencapaian efisiensi dan efektivitas organisasi (aliran scientific), dan
aliran yang menekankan tuntutan kebutuhan sosial dan psikologis manusia (aliran
humanis). Dialektika pemikiran ini terus membayangi teori-teori awal tentang
organisasi. Teori organisasi di sini berhadapan dengan suatu masalah klasik,
bahwa organisasi modern dapat menolong manusia untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan besar secara efisien dan efektif, tetapi pada suatu ketika juga
dapat "memperbudak manusia yang menciptakannya.

Disiplin ilmu yang menjadi sumber acuan mereka dalam mengembangkan


konsep-konsepnya terutama adalah ilmu ekonomi, teknik (engineering) sosiologi,
dan politik. Problem seperti ini tampaknya disadari pula dan berusaha
disingkirkan oleh generasi pemikir berikutnya, yaitu mereka yang kita
kelompokkan sebagai pemikir-pemikir perspektif modern. Usaha mereka pun
sebenarnya tidak sepenuhnya berhasil, tetapi sedikit banyak telah mengubah
pandangan tentang organisasi.

Melalui perspektif modern, fokus perdebatan berpindah dari aspek internal


(efisiensi versus huma nisme) pada aspek eksternal (hubungan organisasi dan
lingkungan). Organisasi tidak lagi dilihat sebagai unit yang berdiri sendiri,
melainkan terkait dengan apa yang disebut 'lingkungan Jadi, di satu sisi, teori-
teori organisasi perspektif modern adalah kelanjutan dari pemikiran-pemikiran
utama mereka adalah keteraturan dan cara kerja alam (nature), khususnya dari
aspek biologis Sementara itu, pemikir-pemikir klasik umum terinspirasi oleh
aspek fisika. Dari sisi ilmu fisika, pemikiran Newton melihat bahwa alam semesta
dapat diasumsikan sebuah mesin, seperti jam raksasa, yang bekerja melalui
prinsip-prinsip keteraturan tertentu sehingga tidak terjadi kekacauan atau tabrakan
satu sama lain. Gagasan keteraturan ini dikembangkan oleh pemikir-pemikir
klasik dengan metafora organisasi sebagai 'mesin yang harus bekerja secara
efektif dan efisien. Sebaliknya, para pemikir di era modern mengamati keteraturan
lain yang dianggap lebih dinamis, yaitu keteraturan mahkluk hidup atau dunia
hayati. Mereka menamakannya keteraturan organik. Ludwig von Bertalanffy,
seorang ahli biofisiologi Jerman, mengambil konsep "organisme" yang
dikembangkan ahli-ahli biologi untuk diterapkan pada jenis "sistem" secara
umum. Gagasannya ini dituangkan dalam bukunya, General System Theory, yang
terbit dalam bahasa Inggris pada tahun 1968. Namun, gagasan itu sendiri telah ia
kembangkan kira-kira pada akhir 1940-an. Inilah peletak dasar dari pemikiran
perspektif modern.

Gagasan seperti ini menarik minat banyak sekali pemikir dan praktisi. lika
suatu unit sosial (organisasi, masyarakat, negara) dapat disusun sebagai sistem,
berarti potensi keuntungan yang didapatkan akan lebih besar daripada ketika unit
itu dibiarkan bekerja secara "alamiah" tanpa mengikuti prinsip-prinsip sistem.
Oleh karena itu, para peminat teori sistem ingin menyusun dan mengembangkan
aplikasi sistem dalam berbagai bidang. Ahli ekonomi misalnya, melihat potensi
besar dari gagasan ini untuk mengatur perekonomian agar mampu bekerja sebagai
sebuah sistem. Ahli politik mencoba menganalisis dan mengembangkan dunia
politik agar menjadi sebuah sistem. Demikian pula ahli-ahli lainnya. Terlebih lag
untuk kasus negara-negara berkembang, di mana organisasi sosialnya masih
lemah, teori sistem sangat berpengaruh. Dengan melakukan komparasi terhadap
sistem-sistem di negara maju, diharapkan bahwa sistem politik, ekonomi, hukum,
atau sosial di suatu negara dapat diperbaiki dan memberikan hasil yang lebih baik.

Disisi lain, hingga pada taraf tertentu, basis pemikiran modernis ini
ternyata cenderung menghasilkan apa yang disebut "rekayasa sosial" (social
engineering). Terutama pada kasus negara-negara berkembang, di mnana para ahli
atau negawaran acapkali tidak segan-segan merombak "sistem" yang ada, dengan
asumsi bahwa unsur-unsur pembentuknya tidak terkait dalam suatu interrelasi
yang ideal, dan menciptakan "sistem-sistem" baru yang dianggap lebih unggul.
Atau memasukkan unsur-unsur baru yang diharapkan akan mengubah interrelasi
"sistem" tersebut. Teori sistem seolah-olah memberi pembenaran yang logis dan
cukup kuat di sini, bahwa pelaku rekayasa sosial tidak terlibat secara personal
karena ia hanya mengaplikasikan seperangkat prinsip inheren dalam setiap unit
yang dianalisis. Jika kita mendengar kata "teknokrat", maka ini adalah salah satu
aplikasi teori sistem yang berdampak luas terhadap masyarakat. Dalam teori
organisasi, sebagairmana telah disinggung, sumbangan pendekatan sistem adalah
adanya faktor lingkungan. Hal ini terutama sangatpenting dalam memperluas
cakupan kajian teori organisasi. Dengan memasukkan faktor lingkungan,
pendekatan sistem telah memindahkan fokus perdebatan di dalam teori organisasi,
tidak hanya bergulat pada aspek aspek internal antara efektivitas-efisiensi versus
humanisme. Sekarang dimungkinkan untuk mengeksplorasi hubungan yang lebih
luas antara organisasi dan lingkungan. Barangkali inilah sumbangan terpenting
dari pendekatan sistem terhadap teori organisasi.

Teori Sistem Umum Teori sistem umum yang disusun Bertalanffy dibangun
berdasarkan premis-premis dasar berikut (Littlejhon, 1996):

1. Kesatuan dan interdependensi: di dalam sebuah sistem berlaku bahwa


keseluruhan adalah lebih daripada penjumlahan bagian -bagiannya, karena
masing-masing bagian saling berhubungan secara interdependen.
2. Hierarki: sebuah sistem selalu terdiri dari tingkatan-tingkatan yang makin
tinggi kompleksitasnya. Sistem yang lebih besar disebut stupra-system,
sedangkan sistem yang lebih kecil disebut sub-system.

3. Pengaturan diri (self-regulation) dan kontrol: sistem selalu berorientasi


pada tujuan, dan sistem mengatur perilakunya untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut.

4. Hubungan timbal-balik dengan lingkungan: sistem yang terbuka (open


system) selalu berinteraksi dengan lingkungannya secara timbal -balik,
yaitu pertukaran materi dan energi dalam bentuk output-input.

5. Keseimbangan: keseimbangan sistem disebut juga kondisi homeostatis.


yaitu kemampuan untuk mempertahankan kestabilan.

6. Kemampuan perubahan dan penyesuaian diri: sebuah paradoks dari sistem


adalah bahwa untuk bertahan, sebuah sistem harus mempertahankan
keseimbangan serta berubah dan memiliki daya adaptasi terhadap
dinamika lingkungan.

7. Equifinality: tujuan sebuah sistem selalu bersifat ekutfinalitas, artinya


suatu keadaan final tertentu bisa dicapai dengan berbagai cara dan dari
titik-berangkat yang berbeda-beda sesuai dengan beragamnya kondisi
lingkungan.

Setiap sistem pada dasarnya adalah saling-berkait dengan sistem-sistem


yang lain, biasanya dalam suatu jenjang hierarki yang menggambarkan derajat
kompleksitas. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Setiap sistem terdiri dari
unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur tersebut, jika dicermati lebih jauh,
biasanya merupakan sistem-sistem sendiri pula Ini biasanya disebut sub-sistem.
Sebaliknya, setiap sistem selalu berada pada lingkungan yang lebih luas.
Lingkungan itu sendiri tentunya adalah sebuah sistem. Karena kompleksitasnya
lebih tinggi, maka ia disebut sebagai supra-sistem. Kita ambil contoh seekor rusa.
Tubuh rusa itu sendiri adalah sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang kompleks.
Namun jika kita ambil satu unsur saja (misalnya sistem pencernaan), maka ia
adalah sebuah sistem tersendiri pula Ini kita sebut sub-sistem dari rusa itu.
Sebaliknya, seekor rusa pasti hidup dalam lingkungan tertentu, katakanlah sebuah
padang rumput di dataran Afrika. Padang rumput tersebut terdiri dari berbagai
makhluk hidup, yang jika diamati adalah membentuk suatu sistem tersendiri pula.
Ini dapat kita sebut sebagai supra-sistem dari rusa tersebut.

TABEL

Teori Sistem Lunak dan Berpikir Sistem

Teori sistem umum sangat berpengaruh terhadap penyusunan strategi dan desain
organisasi (melalui pemahamannya yang sangat luas terhadap aspek Lingkungan).
Sementara itu, membahas teori sistem-lunak yang lebih fokus pada teori sistem
yang diterapkan lebih dari satu dalam pengelolaan organisasi. Teori ini
menekankan pada penggunaan teori sistem sebagai pembahasan, bukan sebagai
alat "reyakasa" sistem dalam administrasi dan manajemen, prinsip-prinsip sistem
pada saat diterapkan oleh para ahli yang memiliki latar belakang rekayasa, yang
mencoba menggunakan metod saintifik dan teknologi untuk mencari solusi
optimal dari suatu masalah organisasi, atau biasa disebut riset operasi (riset
operasi-OR). Sepanjang dasawarss 1950-an dan 60-an mereka mengembangkan
berbagai disiplin baru yang membantu memecahkan masalah-masalah praktis
dalam manajemen dengan menggunakan teori sistem. yang antara lain adalah
teknik sistem, analisis sistem, dan manajemen sistemik (Checkland 1981: 123).
Kelemahan dari aplikasi teori sistem awal ini (sering juga disebut sulit-sistem)
adalah pendefinisian masalah yang kaku (kaku) dan tidak dapat dipahami sebagai
kesulitan dalam mengelola organisasi sehari-hari. Selain itu, konsep sistem yang
dibuat didasarkan pada sistem tertutup (sistem tertutup) yang tidak terkait dengan
lingkungan Ketidakpuasan terhadap pembahasan sistem generasi pertama ini
mengumpulkan kelompok-kelompok kedua dalam teori sistem, yang disebut teori
sistem perangkat lunak (soft system). Mereka mencoba mempertimbangkan
solusi yang tidak hanya memecahkan masalah yang optimalisasi teknis-ekonomis.
Penting, efisien dan bermanfaat tidak menjadi satu-satunya pertimbangan dalam
kelompok sistem bebas. Kelompok kedua melakukan pergeseran titik berat:
“... dari optimasi pada pembelajaran, dari saran pemecahan masalah (resep) pada
pemahaman, dari perencanaan pada proses perencanaan, dari reduksionisme pada
holisme, dan seterusnya "(Pruzan, 1988).”

Dalam kelompok ini tercakup dalam metode-metode baru seperti sistem


dinamik, metodologi sistem lunak, dan pemetaan kognitif. Kelompok ini mulai
dikembangkan pada tahun 1970-an dan 1980-an. ini, membahas sistem kemudian
anggota berkontribusi praktis besar dalam teori organisasi mutakhir di tahun
1990-an, yaitu melalui pemikiran berpikir sistem (system-thingking). Menurut
Senge (1990: 73), berpikir sistem adalah disiplin.melihat sesuatu secara
keseluruhan, di mana dengan persetujuan ini kita diajak untuk melihat hal-hal
yang ada (hal-hal) tidak terpisah, terkait hubungan-hubungan antar-hal tersebut
(saling terkait). Kita dapat melihat pada pola-pola perubahan, bukan 'gambar-
gambar sekilas' (snapshot) yang diterjemahkan secara statistik. Senge
menekankan itu merupakan sistem yang paling mendasar dari perubahan
paradigma organisasi dewasa ini. Dalam model yang ia berikan nama Disiplin
Kelima, yang merupakan dasar-dasar untuk membangun suatu organisasi
pembelajaran, ia yang menempatkan sistem pemikiran sebagai disiplin yang
dipertandingkan, sementara untuk setiap disiplin ilmu Jadi, yang berbeda-beda
membahas sistem itu sendiri. Teori ini tidak lagi mengasumsikan "sistem" adalah
sesuatu yang nyata dan objektif. Sistem bagi mereka tidak lain adalah pola pikir
(Checkland, 1990). Sistem pendidikan, sebagai contoh, pada saat disetujui tidak
memenuhi persyaratan atau tidak sesuai dengan kriteria yang diminta sistem
dikehendaki. Namun, untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, kita
dapat mengasumsikannya sebagai "sistem" dan menggunakan prinsip-prinsip
pemikiran sistem untuk memecahkan masalah yang ada. Dengan catatan, maka di
sini kita tidak dapat memilih "sistem" tersebut di atas untuk membahas tentang
benak kita, bukan sesuatu yang nyata benar-benar ada. Dengan cara ini, analisis
sistem dapat diterapkan pada sistem tingkat terbuka (hierarki 4 dalam teori
Boulding), kendati dalam analisis objek wisata adalah manusia. Sudut pandang
holistik yang dilakukan oleh sistem dilihat pula pengaruhnya terhadap
pengembangan penilaian organisasi yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton
(1996), melalui model balanced-scorecard. Aspek-aspek finansial yang
mendukung aspek finansial, aspek-aspek non-finansial. Intinya adalah
keseimbangan di antara empat perspektif- yaitu perspektif finansial, pelanggan
(pelanggan), proses internal, dan pertumbuhan (pembelajaran & pertumbuhan)
-sehingga peningkatan organisasi dapat mengukur peningkatan jangka pendek.
Gagasan ini telah cukup banyak diterapkan, baik dalam organisasi bisnis maupun
publik. Selain itu, dalam perkembangan yang lebih mutakhir, teori sistem umum
itu telah disempurnakan oleh Humberto Maturana dan Fransisco Valera dari Chili
pada tahun 1980 dengan konsep autopoiesis. Menurut pandangan ini, kesalahan
dalam penerapan konsep sistem sangat mendasar, yaitu dibahas antara sistem dan
lingkungan. Menurut mereka, Lingkungan eksternal adalah sebuah konsep yang
sama sekali keliru. Jika yang disebut dengan "Lingkungan" itu dapat
memengaruhi sistem, maka ia memperbaiki Lingkungan. Dampak dari pemikiran
ini cukup besar, yaitu memindahkan titik besar objektivis yang selama ini
mengubah perspektif modern pada suatu pembahasan yang semakin mengarah
pada subjektivis. Sistem pada dasarnya tidak dapat diterbitkan oleh sistem itu
sendiri, demikian kesimpulan Maturana dan Valera. Setiap sistem mengacu pada
dirinya sendiri (referensi diri), dan dengan demikian semua pengetahuan tidak ada
yang lain tentang pengetahuan diri (pengetahuan diri). Ringkasnya, Lingkungan
dan sistem adalah satu dan saling terkait. Jika dibahas secara keseluruhan, konsep
autopoiesis ini menjelaskan alasan kerusakan lingkungan (misalnya pencemaran)
selalu membalik pada pelakunya (manusia).

Jika antara Lingkungan dan sistem tidak ada yang disetujui, diajukan konsep
autopoiesis, artinya apa pun tindakan (action) yang dilakukan manusia sebenarnya
tindakan terhadap dilakukan sendiri. Pencemaran yang dilakukan manusia pasti
beralih pada manusia itu sendiri. Tentu saja, efeknya tidak terjadi seketika atau
langsung. Peter Senge (1990) menjelaskan hal ini dengan konsep delay, atau
persetujuan. Jadi, akibat dari suatu tindakan tidak harus terlihat seketika, sebagian
tertunda dalam waktu tertentu. Inilah yang sering diperdebatkan manusia untuk
berpikir sistem. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa dalam sistem berpikir
masalah yang diajukan diktum masalah hari ini datang dari kemarin solusi
"(masalah hari ini adalah dari solusi kemarin). mengambil solusi di masa lalu.
Para pengguna teori sistem perlu memecahkan hal ini. Sekali lagi, pembahasan
inheren dalam penerapan teori sistem terhadap organisasi manusia adalah untuk
memudahkan manusia sebagai "pengguna" sistem yang digunakan pada hierarki
yang lebih rendah mengenai organisasi itu sendiri. Keterbatas an ini membuat
paradoks, bagaimana mengontrol sistem, mengendalikan, dan mengendalikan,
Jika teori sistem umum didasarkan pada rumus 2 + 2> 4, maka menurut Kevin
Kelly pada sistem-sistem kompleks yang dioperasikan non-linier (termasuk
organisasi) 2 = jeruk (Morgan, 1997: 265). Membuktikan, suatu rekayasa
terhadap sistem rumit dapat memb erikan hasil yang sama sekali tidak terduga
dan tidak diharapkan sebelumnya. Kompleksitas hubungan antara tidak-tak-
dalam dalam sistem non-linier harus disetujui oleh hati-hati, sebelum kita
memutuskan "mengintervensi" sistem tersebut. Ini adalah solusi yang tepat bagi
para pengguna teori sistem untuk berhati-hati kompilasi "merekayasa" sistem
yang kompleks seperti organisasi atau unit-unit sosial manusia lainnya. Cara
meminta autopoiesis dan teori sistem lunak yang akurat ini memulihkan lagi
menyetujui sistem dalam teori organisasi. Selain itu, hal ini membahas teori
sistem pada paradigma-paradigma lain yang lebih lanjut dalam teori organisasi
(menggunakan simbolis-interpretif dan post-modernisme), yaitu dalam hal
membuka ruang pada subjektivitas manusia.

Sampai di sini kita bisa menarik kesimpulan perspektif modern yang


didasari oleh teori sistem (baik teori sistem umum maupun teori sistem bebas)
hingga sekarang ini masih terus dikembangkan dalam teori organisasi. Teori
sistem yang dipertimbangkan masih relevan untuk teori organisasi, kendati terus-
menerus masih harus diperbaiki dan disempurnakan dalam aplikasinya.

Namun demikian, ada perkembangan lain yang terjadi pada era 1980-an,
dan terlihat lebih menarik lagi pada era 1990-an. Sekali lagi faktor teknologi
berperan di sini, yaitu teknologi informasi-TI (teknologi informasi-TI).
Berkembangnya perangkat-perangkat komputer yang lebih portabel dan memiliki
daya pemrosesan yang berlipat ganda dibandingkan komputer pertama pada 1960-
an, telah memengaruhi organisasi dan administrasi secara dramatis. Efek yang
dihasilkan barangkali sama dengan penemuan mesin pada zae Revolusi Industri
dahulu. Cara-cara manusia berorganisasi dan menyusun sistem administrasi
sekali lagi melampaui perombakan besar-besaran. Pada perdebatan, hal ini
merupakan tantangan tersendiri bagi teori organisasi, di mana pemikir-pemikir
muncul di tahun 1990-an. Mereka adalah pemikir-pemikir yang tergolong dalam
perspektif post-modern, sebagaimana dijelaskan berikut ini.

2.3 Organisasi Post-Modern

Perspektif post-modern yang termasuk dalam teoritikus tipe empat


merupakan aliran yang cenderung lebih memperhatikan sifat politis suatu
organisasi. Perspektif ini memiliki pandangan bahwa struktur bukanlah
merupakan usaha yang rasional dari para manajer untuk menciptakan koalisi-
koalisi di dalam organisasi untuk memperoleh suatu kontrol. Kecenderungan
pemikir-pemikir post-modern adalah membalikkan asumsi-asumsi dasar dari
pemikir-pemikir sebelumnya. Hal yang paling mendasar tentunya dalah
“keteraturan”. Baik perspektif klasik maupun modern mendasarkan gagasan-
gagasannya pada konsep keteraturan. Bedanya, pemikir klasik mengambil
gagasan keteraturan dari mekanisme alam semesta (fisika), sementara pemikir
modern dari keteraturan organic makhluk hidup (biologi). Inilah yang berbeda
dari perspektif post-modern. Mereka sengaja mengabaikan konsep keteraturan itu,
termasuk dalam teori organisasi. Tujuannya adalah memperlihatkan realitas yang
lebih kompleks, dimana kebenaran yang satu bisa bersanding dengan kebenaran
yang lain meskipun keduanya tidak sama.

Perspektif post-modern berisi teori-teori yang telah berkembang sejak


tahun 1975 hingga sekarang. Teori-teori itu adalah:
a) Suatu organisasi terdiri dari berbagai entitas tim yang beragam, namun tetap
saling terhubung satu sama lain. Entitas-entitas tersebut mempunyai
kemampuan untuk mengatur dan mengontrol dirinya sendiri melalui sebuah
koordinasi yang bersifat polisentris.
b) Koordinasi dibangun melalui kebutuhan pekerjaan.
c) Entitas diorganisasikan dalam flat desain, pekerja sangat diberdayakan dan
dilibatkan dalam setiap pekerjaan, serta informasi disebarluaskan.
d) Menekankan pada “continuous improvement” atau perbaikan yang
berkesinambungan.
Selain berisi teori-teori diatas, perspektif post-modern juga memiliki ciri
sebagai berikut:
a) Media massa telah berganti menjadi sesuatu yang besar, media dianggap
sebagai agama atau bahkan menjadi raja, tindakan seseorang bisa dinilai baik
atau buruk hanya dengan media massa saja
b) Kepercayaan pada agama bahkan akan memudar, dan pandangan tentang
pluralisme relativisme adalah kebenaran.
c) Akan muncul kecenderungan dalam menentukan identitas serta keterkaitan
dengan rasionalisme masa lalu.
d) Radikalisme etnis akan muncul dan merajalela, orang akan meragukan
kebenaran sains, filsafat, dan teknologi.
e) Wilayah kota akan semakin kuat sebagai wilayah atau pusat kebudayaan
sedang desa tetap menjadi wilayah pinggiran.
f) Semua orang baik dari kelas atau hingga kelas bawah bebas untuk
mengeluarkan pendapatnya masing masing.
Pada intinya perspektif post-modern merupakan teori yang lebih melihat
dan memperhatikan sifat politis organisasi. Perspektif ini beranggapan bahwa
struktur bukan sebagai usaha yang rasional yang menciptakan struktur yang
efektif, namun sebagai hasil dari politik diantara koalisi yang ada didalam
organisasi untuk memperoleh control. Secara tidak langsung perspektif ini
beranggapan bahwa anggota organisasi adalah anggota yang mencari keuntungan
dan prestasi dengan cara mengalahkan pihak lawan dan mampu
mengendalikan/mengontrol keadaan didalam organisasi.

Anda mungkin juga menyukai