Anda di halaman 1dari 16

KONSEP KEPEMIMPINAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi

Dosen Pengampu:
Dr. Yari Dwi Kurnaningsih, M.Pd.
Dr. Marinu Waruwu, M.Pd.

Oleh:
Destin Ricardo Lase
Putyani Rambu
Febi Eldami Menda

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kepemimpinan adalah suatu topik bahasan yang kerap kali diperbincangkan
sejak dulu. Hingga saat ini banyak yang menjadikan topik ini sebagai bahan
penelitian. Hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan hal yang fundamental
dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan menjadi suatu lokomotif serta kompas
bagi organisasi untuk mewujudkan tujuan bersama. Adalah hal yang sulit bahkan
mustahil suatu organisasi mencapai tujuannya tanpa adanya kepemimpinan.
Seiring perkembangan zaman banyak pemahaman dan pandangan orang
tentang kepemimpinan. Northouse (2016) hal.2 memaparkan bahwa lebih dari
satu abad telah berlalu sejak kepemimpinan menjadi topik introspeksi akademik,
dan definisi telah berkembang terus menerus selama periode itu. Definisi-definisi
ini telah dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari urusan dunia dan politik
hingga perspektif disiplin di mana topik tersebut dipelajari. Dalam karya artikel
Rost (1991) menganalisis bahan-bahan yang ditulis dari tahun 1900 hingga 1990,
menemukan lebih dari 200 definisi berbeda untuk kepemimpinan.
David. S. Bright, dkk (2019) juga memaparkan bahwa banyaknya definisi
kepemimpinan masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Beberapa
definisi menganggap kepemimpinan sebagai tindakan atau perilaku, seperti
memulai struktur sehingga anggota kelompok tahu bagaimana menyelesaikan
tugas. Yang lain menganggap seorang pemimpin sebagai pusat atau inti kegiatan
kelompok, instrumen pencapaian tujuan yang memiliki kepribadian tertentu,
bentuk persuasi dan kekuasaan, dan seni mendorong kepatuhan. Beberapa melihat
kepemimpinan dalam hal proses pengelolaan kelompok.
Selain definisi tentang kepemimpinan, penting juga untuk mengetahui teori-
teori dalam kepemimpinan. Teori kepemimpinan yang berkembang selama ini
ingin mengetahui bagaimana terjadinya keefektifan kepemimpinan dalam
organisasi melalui penelitian. Azpain (2017) memaparkan bahwa pada dasarnya
teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal, yaitu faktor yang
terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan.
Penelitian tentang dua faktor ini lebih memuaskan daripada teori itu sendiri.
Namun bagaimanapun teori-teori kepemimpinan cukup menarik karena teori
banyak membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah
penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian Benard (2019) dengan judul “Effects of
Leadership Styles on Employee Performance: Case of Technical University of
Kenya” memberi kesimpulan bahwa penerapan gaya kepemimpinan
transformasional oleh seorang supervisor sangat meningkatkan kinerja karyawan,
penerapan gaya kepemimpinan transaksional juga terlihat mempengaruhi kinerja
karyawan secara positif, gaya kepemimpinan Laissez-faire terlihat cenderung
tidak ada kepemimpinan karena kinerja karyawan terlihat tidak signifikan
dipengaruhi oleh penerapan gaya kepemimpinan ini, dan penerapan gaya
kepemimpinan otokratis mengurangi kinerja karyawan

Dalam kepemimpinan kita juga mengenal adanya kekuasaan. Machiavelli


pada abad ke-16 menyatakan bahwa hubungan yang baik itu tercipta dari rasa
cinta (kekuasaan pribadi) dan rasa takut (kekuasaan jabatan), Fridayana (2013).
Sedangkan Northouse (2016) hal. 10 memaparkan bahwa kekuasaan adalah
kapasitas atau potensi untuk mempengaruhi. Hal yang umum bagi orang-orang
untuk melihat pemimpin (baik dan buruk) dan orang-orang dalam posisi
kepemimpinan sebagai individu yang memegang kekuasaan atas orang lain, dan
akibatnya, kekuasaan sering dianggap sinonim dengan kepemimpinan. Secara
garis besar ada dua kekuasaan dalam organisasi dan kedua kekuasaan ini masing-
masing memiliki basis kekuasaan. Selain itu ada juga kekuasaan khusus yang
tersedia bagi pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya.

1.2. Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini ialah :
1. Apa definisi kepemimpinan ?
2. Apa saja teori kepemimpinan?
3. Apa saja ragam kekuasaan pemimpin?
1.3. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
ialah menjelaskan :
1. Definisi kepemimpinan
2. Teori kepemimpinan.
3. Ragam kekuasaan pemimpin.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Konsep Kepemimpinan
2. 1 Definisi Kepemimpinan
Northouse (2016) dalam bukunya mengatakatan bahwa kepemimpinan
adalah proses dimana seseorang mempengaruhi sekelompok individu untuk
mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan sebuah proses berarti bukan sifat atau
karakteristik yang ada pada diri pemimpin, melainkan suatu kesepakatan yang
terjadi antara pemimpin dan pengikut. Proses menyiratkan bahwa seorang
pemimpin mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengikut. Kepemimpinan
bukanlah kejadian linier, satu arah, melainkan peristiwa interaktif. Ketika
kepemimpinan didefinisikan dengan cara ini, itu berlaku untuk semua orang.
Kepemimpinan tidak terbatas pada pemimpin yang ditunjuk secara formal dalam
suatu kelompok.
David S. Bright (2019) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang kompleks dan dinamis yang
dibangun dalam waktu lama antara pemimpin dan pengikutnya yang saling
beragntung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.Kepemimpinan
melibatkan pengaruh. Hal ini berkaitan dengan cara pemimpin mempengaruhi
pengikut. Pengaruh adalah hubungan sebab akibat dari kepemimpinan. Tanpa
pengaruh, kepemimpinan tidak ada.
Kepemimpinan terjadi dalam kelompok. Kelompok adalah konteks di
mana kepemimpinan berlangsung. Kepemimpinan melibatkan mempengaruhi
sekelompok individu yang memiliki tujuan bersama. Ini bisa berupa kelompok
tugas kecil, kelompok komunitas, atau kelompok besar yang mencakup seluruh
organisasi. Kepemimpinan adalah tentang satu individu yang mempengaruhi
sekelompok orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok diperlukan
agar kepemimpinan terjadi. Program pelatihan kepemimpinan yang mengajarkan
orang untuk memimpin diri sendiri tidak dianggap sebagai bagian dari
kepemimpinan dalam definisi yang dikemukakan dalam diskusi ini.
Kepemimpinan mencakup perhatian pada tujuan bersama. Para pemimpin
mengarahkan kekuatan mereka bagi individu-individu yang berusaha mencapai
sesuatu bersama-sama. Secara umum, kami maksudkan bahwa para pemimpin dan
pengikut memiliki tujuan bersama. Perhatian pada tujuan bersama memberi
kepemimpinan nada etis karena menekankan perlunya pemimpin untuk bekerja
dengan pengikut untuk mencapai tujuan yang dipilih. Menekankan mutualitas dan
mengurangi kemungkinan para pemimpin mungkin bertindak terhadap pengikut
dengan cara yang dipaksakan atau tidak etis. Ini juga kemungkinan para
pemimpin dan pengikut meningkatkan kerja samanya untuk kebaikan bersama.
Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses di mana pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai tujuan
besama.
2.2 Teori Lahirnya Pemimpin
Hafulyon (2012) dalam jurnal mengatakan ada 3 teori yang mendasari
lahirnya pemimpin. Pertama, teori genetis, pemimpin itu muncul karena
dilahirkan. Seseorang menjadi pemimpin karena dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinan. Ia ditakdirkan menjadi pemimpin dimasa mendatang. Kedua, teori
sosial menjelaskan bahwa pemimpin itu harus disiapkan dan dibentuk, tidak
dilahirkan dan dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Untuk menjadi
pemimpin, setiap orang dapat meraihnya melalui usaha penyiapan, pendidikan dan
latihan secara terus menerus. Ketiga, teori ekologis merupakan gabungan dari
kedua teori (genetis dan sosial), yang menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi
sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahirnya seseorang yang telah memiliki
bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat itu dikembangkan dalam pengalaman-
pengalaman, usaha pendidikan dan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan.

2.3 Teori Kepemimpinan


King (1990) meskipun berbagai teori kepemimpinan yang berkembang
seiring waktu. Secara garis besar, teori-teori ini dapat dikelompokkan menjadi
delapan kategori. Pertama, Teori Great Man . Teori ini mengasumsikan bahwa
kapasitas kepemimpinan adalah inheren – bahwa pemimpin besar dilahirkan,
bukan dibuat. Ini menggambarkan pemimpin besar sebagai heroik, mitis dan
ditakdirkan untuk naik ke kepemimpinan saat dibutuhkan. Teori ini dipopulerkan
pada abad 19 oleh Carlyle (1888) yang berkomentar bahwa “Sejarah dunia
hanyalah biografi orang-orang hebat”. Orang-orang hebat adalah pemimpin
manusia, pembuat model, pola, dan pencipta dalam arti luas.
Kedua, Teori Sifat. teori ini mengasumsikan bahwa orang-orang mewarisi
kualitas dan sifat tertentu yang membuat mereka lebih cocok untuk
kepemimpinan. Teori sifat berusaha untuk merangkum kepribadian tertentu atau
karakteristik perilaku yang dimiliki oleh para pemimpin. Galton (1869)
menemukan bahwa kepemimpinan adalah kekayaan yang unik dari individu yang
luar biasa, dansifat-sifat yang dimiliki pemimpin tidak dapat diubah dan tidak
dapat dikembangkan. Sepanjang awal 1900-an, studi kepemimpinan berfokus
pada sifat-sifat.
Ketiga, Teori perilaku adalah fase berikutnya dari teori kepemimpinan.
Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan para pemimpin bukan pada
kualitas mental atau keadaan internal. Menurut teori ini, orang dapat belajar
menjadi pemimpin melalui pengajaran dan pengamatan. Tingkah laku pemimpin
kemudian disebut gaya kepemimpinan.
Keempat, Teori kontingensi kepemimpinan berfokus pada variabel tertentu
yang terkait dengan lingkungan yang mungkin menentukan gaya kepemimpinan
tertentu yang paling cocok untuk situasi tersebut. Menurut teori ini, tidak ada gaya
kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi. Keberhasilan tergantung pada
sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas pengikut dan aspek
situasi. Pendukung teori ini adalah Tannenbaum dan Schmidt (1957).
Kelima, Teori situasional mengusulkan bahwa para pemimpin memilih
tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang
berbeda mungkin lebih cocok untuk jenis-jenis tertentu pada pengambilan sebuah
keputusan. Teori ini dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1969). Argumen
mendasar dari teori kepemimpinan situasional adalah bahwa tidak ada gaya
tunggal yang "terbaik" untuk kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif
bergantung pada tugas dan pemimpin yang paling sukses adalah mereka yang
menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka dengan situasi. Kepemimpinan yang
efektif bergantung, bukan hanya pada orang atau kelompok yang dipengaruhi,
tetapi juga tergantung pada tugas, pekerjaan atau fungsi yang harus dicapai.
Keenam, Teori kepemimpinan fungsional membahas bagaimana perilaku
pemimpin tertentu berkontribusi pada efektivitas organisasi atau unit. McGrath
(1962), mendukung teori ini, menyarankan bahwa kepemimpinan peran adalah
"melakukan, atau menyelesaikan, apa pun yang tidak ditangani secara memadai
untuk kebutuhan kelompok". Ini teori berpendapat bahwa tugas utama pemimpin
adalah untuk melihat bahwa apa pun yang diperlukan untuk kebutuhan kelompok
adalah diurus; Dengan demikian, seorang pemimpin dapat dikatakan telah
melakukan tugasnya dengan baik apabila telah memberikan kontribusinya
efektivitas dan kohesi kelompok (Hackman dan Walton, 1986). Salah satu teori
fungsional dari kepemimpinan, yang digunakan dalam banyak program pelatihan
kepemimpinan, adalah "Kepemimpinan Berpusat pada Tindakan". (Adair, 1973).
Ketujuh, Teori transaksional, juga dikenal sebagai teori manajemen,
berfokus pada peran pengawasan, kinerja organisasi dan kelompok. Teori-teori ini
mengusulkan bahwa kepemimpinan menggunakan sistem penghargaan dan
hukuman. Pendukung utama teori ini adalah Burns (1978). Teori Kepemimpinan
Transaksional memberikan kesempatan kepada manajer untuk memimpin
kelompok dan kelompok setuju untuk mengikuti jejaknya untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan dengan imbalan sesuatu lain. Kekuasaan diberikan kepada
pemimpin untuk mengevaluasi, mengoreksi, dan melatih bawahan ketika
produktivitas tidak sampai ke tingkat yang diinginkan, dan menghargai efektivitas
ketika hasil yang diharapkan tercapai. Para pemimpin ini memberikan instruksi
yang jelas kepada pengikut tentang apa harapan mereka dan kapan harapan itu
terpenuhi, ada imbalan yang tersedia untuk mereka.
Kedelapan, Teori transformasional, juga dikenal sebagai teori Hubungan,
berfokus pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut.
Pemimpin transformasional menginspirasi orang dengan membantu anggota
kelompok melihat hal yang terpenting dan kebaikan yang lebih tinggi pada tugas
tersebut. Para pemimpin ini fokus pada kinerja anggota kelompok, tetapi juga
ingin setiap orang memenuhi potensinya. Pemimpin dengan gaya ini seringkali
memiliki standar etika dan moral yang tinggi. Burns(1978), mendukung teori ini,
mencatat bahwa pendekatan transformasi menciptakan perubahan signifikan
dalam kehidupan manusia dan organisasi. Ini mendesain ulang persepsi dan nilai-
nilai, dan mengubah harapan dan aspirasi dari karyawan. Bass (1985) lebih lanjut
menguraikan konsep ini dengan menjelaskan psikologis mekanisme yang
mendasari transformasi dan kepemimpinan transaksional. Dia mengembangkan
konsep ini dengan mengusulkan bagaimana kepemimpinan transformasional dapat
diukur, serta bagaimana mempengaruhi motivasi dan kinerja pengikut.
2.4 Gaya Kepemimpinan
Perilaku seorang pemimpin dalam situasi tertentu kemudian disebut
sebagai Gaya Kepemimpinan. Perilaku ini tergantung pada sejumlah faktor seperti
keterampilan pemimpin, pengetahuan, nilai, kepribadian, sifat, motif, dan lain
sebagainya. Salah satu penelitian paling awal tentang gaya kepemimpinan
dikemukakan oleh Lewin dkk (1939). Tiga gaya kepemimpinan yang mereka
ungkapkan: Pertama, gaya kepemimpinan otokratis, pemimpin otoriter, juga
dikenal sebagai pemimpin otokratis, memberikan penjelasan yang jelas dan
harapan tentang apa yang perlu dilakukan, kapan harus dilakukan, dan bagaimana
hal itu harus dilakukan. Pemimpin otoriter membuat keputusan mandiri dengan
sedikit atau tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya. Ini kepemimpinan
paling baik diterapkan pada situasi di mana hanya ada sedikit waktu untuk
pengambilan keputusan kelompok atau di mana pemimpin adalah yang paling
berpengetahuan anggota kelompok.

Kedua, gaya kepemimpinan demokratis (pertisipatif), Pemimpin


partisipatif mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi, tetapi
mempertahankan keputusan akhir atas proses pengambilan keputusan. Anggota
kelompok merasa terlibat dalam proses dan lebih termotivasi dan kreatif. Para
pemimpin demokratis menawarkan bimbingan kepada anggota kelompok, tetapi
mereka juga berpartisipasi dalam kelompok dan mengizinkan masukan dari
anggota kelompok lainnya.
Ketiga, gaya kepemimpinan delegatif (Laissez-peri), Pemimpin delegasi
menawarkan sedikit atau tidak sama sekali bimbingan kepada anggota kelompok
dan menyerahkan pengambilan keputusan kepada anggota kelompok. Sementara
gaya ini bisa efektif dalam situasi di mana anggota kelompok berkualifikasi tinggi
dalam bidang keahlian, sering mengarah pada peran yang tidak jelas dan
kurangnya motivasi. Anggota dalam grup ini lebih banyak tuntutan pada
pemimpin, menunjukkan sedikit kerja sama dan tidak dapat bekerja secara
mandiri.

Tannenbaum dan Schmidt (1957) lebih lanjut mengusulkan empat gaya


utama kepemimpinan. Gaya kepemimpinan otokratis, pemimpin mengambil
keputusan dan mengumumkannya; mengharapkan bawahan untuk
melaksanakannya tanpa pertanyaan ( gaya Menceritakan ). Gaya kepemimpinan
persuasif, pemimpin persuasif mengambil semua keputusan untuk kelompok
tanpa diskusi atau konsultasi, tetapi membujuk kelompok untuk menerima
keputusan. Pemimpin menjelaskan dan 'merayu' untuk mengatasi kemungkinan
penolakan. Pemimpin mencoba untuk menciptakan antusiasme untuk tujuan (gaya
Penjualan). Gaya kepemimpinan konsultatif, pemimpin konsultatif berunding
dengan anggota kelompok sebelum mengambil keputusan bahkan,
mempertimbangkan saran dan perasaan mereka ketika merumuskan keputusan.
Dia mungkin saja, tidak selalu menerima saran bawahan tetapi mereka cenderung
merasa bahwa mereka dapat memiliki pengaruh. Penuh tanggung jawab keputusan
pada pemimpin tetapi tingkat keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan
sangat jauh lebih besar daripada gaya menceritakan atau menjual (gaya
Konsultasi). Gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin demokratis meletakkan
masalah di depan bawahannya dan mengundang diskusi. Peran pemimpin
memfasilitasi ketimbang pengambil keputusan sendiri. Pemimpin membiarkan
keputusan muncul dan keluar dari proses diskusi kelompok, tanpa paksaan.
2.5 Jenis dan Ragam kekuasaan Pemimpin
Seperti kita ketahui bersama bahwa kekuasaan dan kepemimpinan
berkaitan erat. Untuk itu, kita melihat bentuk kekuasaan mempengaruhi
kepemimpinan. John R. P. French dan Bertram H. Raven yang melakukan
penelitian mengenai kekuasaan pada tahun 1959. Mereka menyatakan bahwa
kekuasaan dibagi menjadi lima bentuk yang terpisah dan berbeda. Pertama,
Coercive Power bentuk kekuasaan ini adalah bersumber dari tindakan pemaksaan.
Artinya, pemimpin memiliki kekuatan untuk memaksa orang lain melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Tujuan utama pemaksaan adalah
kepatuhan dan kekuasaan dengan mengandalkan ancaman dalam gaya
manajemennya. Seringkali bentuk kekuasaan ini menimbulkan tanggapan negatif
dan cenderung disalahgunakan.
Kedua, Reward Power, bentuk kekuasaan ini didasarkan pada gagasan
bahwa sebagai masyarakat, kita lebih cenderung melakukan sesuatu dengan baik
ketika kita mendapatkan balasan yang kita sukai. Bentuk paling populer dari
kekuatan ini adalah menaikkan gaji, memberi promosi, atau memberi pujian.
Namun, kekuasaan tipe ini akan melemah apabila reward yang diberikan tidak
memiliki nilai kepuasan yang cukup bagi orang lain.
Ketiga, Legitimate Power, bentuk kekuasaan ini adalah membuat anggota
merasa bertanggung jawab dan menghormati posisi tertentu. Pemimpin yang
menggunakan legitimate power akan dipatuhi oleh anggotanya. Kekuasaan ini
biasanya didasarkan pada suatu peran, sehingga dapat dengan mudah diatasi
segera setelah seseorang kehilangan posisi.
Keempat Referent Power bentuk kekuasaan ini adalah tentang manajemen
yang didasarkan pada kemampuan untuk memberikan rasa penerimaan kepada
seseorang. Pemimpin yang memiliki kekuasaan ini sering dilihat sebagai panutan
yang dikagumi, sering memberikan apresiasi, dan berpengaruh kuat dalam
kelompok karena kepribadiannya. Contoh pemimpin yang menggunakan referent
power adalah Mark Zuckerberg, pendiri Facebook yang karismatik.
Kelima, Expert Power bentuk kekuasaan ini didasarkan pada pengetahuan
yang mendalam. Para pemimpin ini seringkali sangat cerdas dan percaya pada
kekuatan keahlian untuk memenuhi peran dan tanggung jawab organisasi.
Anggota menghargai pemimpin karena kecakapannya dalam suatu hal tertentu.
Lima bentuk kekuasaan ini mungkin saja dimiliki pemimpin dalam situasi
formal dan nonformal sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Namun, kembali
lagi bahwa kekuatan setiap bentuk kekuasaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
dan situasi kelompok. Kelompok yang lebih tahu kondisi dan situasi seorang
pemimpin yang berguna serta dibutuhkan dalam kelompoknya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
1. Kepemimpian dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan seseorang dalam organisasi sangat menentukan berhasil
tidaknya organisasi yang dipimpinnya.
2. Transsisi dalam teori kepemimpinan berkembang dari waktu ke waktu
berdasarkan keingintahuan para ilmuan dan peneliti .pada awalnya
kepemimpinan dilihat dari sudut pandang sifat,ciri-cir atau bakat,yang
dibawa sejak lahir. Ketidakpuasan akan hasil dari pendekatan
kepemimpinan berdasarkan perilaku.kedua pendekatan tersebut belum
memuaskan para peneliti sehingga menggunakan pendekatan lain yaitu
keberhasilan seseorang tergantung pada situasinya.bahkan perkembangan
terakhir pendekatan kembali ke ciri-ciri seorang pemimpin.
3. Kekuasaan dan kepemimpinan berkaitan erat. Dengan kekuasaan dapat
mempengaaruhi orang lain untuk bersedia melakukan sesuatu yang
diinginkan oleh pemimpin untuk kepentingan bersama. Maka
menimbulkan berbagai jenis dan ragam kekuasaan.

3.2. Saran
Kepemimpinan menjadi salah satu faktor penting bagi keberhasilan
sebuah organisasi. Untuk itu, ada beberapa sikap kepemimpinan dalam
organisasi yang perlu diterapkan oleh seorang pemimpin, diantaranya:
1. Menjalin kedekatan dengan anak buah. Hal ini bisa dibangun dengan
menjalin kedekatan dengan mereka, sehingga mereka akan percaya dan
mau mengikuti arahan pemimpin.
2. Memberikan semangat dan motivasi. Seorang pemimpin dapat
memberikan semangat dan motivasi, bahkan untuk setiap hal kecil dari
pekerjaan yang bawahanatau pengikut lakukan
3. Memberikan kepercayaan dan tanggung jawab. Seorang Pemimpin
memberi kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih kepemimpinan dalam
organisasi akan menjadi lebih efektif jika seorang pemimpin telah mendapat
respek dari bawahannya. Hal ini bisa dibangun dengan menjalin kedekatan
dengan mereka, sehingga mereka akan percaya dan mau mengikuti arahan
pemimpin.
4. Seorang Pemimpin harus menjadi teladan bagi pengikutnya yang
memiliki komitmen bersama dalam mencapai tujuan sebuah organisasi.
Dengan kekuasaan yang di miliki seorang pemimpin, tentu harus
dimanfaatkan dengan baik sehingga menjadi pemimpin yang dicintai oleh
bawahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Azpain. 2017. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Lentera Ilmu Cendekia.


Benard. 2019. Effects of Leadership Styles on Employee Performance: Case of
Technical University of Kenya. International Journal of Education and
Research, Vol. 7 No. 6 June 2019.
https://www.ijern.com/journal/2019/June-2019/11.pdf. Diunduh pada 07
September 2021.
David S. Bright, dkk. 2019. Principles of Management. Houston : OpenStax.
Fridayana. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori dan Karakternya. Media
Komunikasi FIS Vol 12, No 2 Agustus 2013.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/%20MKFIS/article/viewFile/1681/1
469. Diunduh pada 07 September 2021.
I Made Narsa. 2012. Karakteristik Kepemimpinan : Transformasional Versus
Transaksional. Vo.14, No.2 (2012).
https://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/18552.
Diunduh pada 08 September 2021.
Northouse. 2016. Leadership : Theory and Practise. Singapore : Sage
Publications.

Anda mungkin juga menyukai