Anda di halaman 1dari 21

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DENGAN KASUS MOLA HIDATIDOSA

DI SUSUN OLEH:

I GUSTI PUTU BUDIDARMA


125STYC19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM, 2020
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Tujuan penulisan..............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................3
A. Landasan Teori.................................................................................................................3
B. Asuhan Keperawatan......................................................................................................11
BAB V......................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
A. Kesimpulan.....................................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang dapat dipisahkan dari


pembangunan nasional. Pembanguna kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal.
Pada saat ini kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Negara di Asia lainnya seperti Filipina
yaitu 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Vietnam 160 per  100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka kematian ibu tertinggi di india dan Bangladesh 440 per
100.000 kelahiran hidup.
Tinggi angka kematian hidup di Indonesia disebabkan oleh tiga factor utama
yaitu, perdarahan, infeksi, dan toxemia gravidarum. Salah satu dan ketiga factor
tersebut adalah perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola
hidatidosa. Dalam mencegah terjadi kematian pada wanita ( khususnya yang
mengalami perdarahan yang disebabkan karena mola hidatidosa).
Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trofloblas gestasional sebagai akibat
dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Kehamilan mola
hidatidosa terjadi pada ibu multipara dengan kondisi kesehatan status gizi yang
kurang dan lebih banyak di jumpai pada golongan sosio ekonomi rendah.
Di Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah
menunjukan angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia sekitar 1 : 51 sampai 1 :
141 kehamilan. Sedangkan di Negara barat angka kejadian ini lebih rendah di dari
pada Negara-negara Asia dan amerika latin. Misalnya, Amerika Serikat 1 : 1.450
kehamilan (hertig dan Sheldon, 1978) dan di Inggris 1 : 1500 kehamilan
( Womack dan elston, 1985 )
Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian mola hidatidosa, maka
perlu perawatan intensif dan tindakan pelayanan yang komprehensif melalui

1
proses keperawatan serta melibatkan banyak sector. Pemerintah melakukan upaya
diantaranya deteksi dini pada wanita serta pelayanan  rujukan yang terjangkau.
Diharapkan dengan upaya tersebut , angka kematian ibu dapat ditekan
menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup. Dan pelayanan kesehatan yang
diberikan  oleh tenaga kesehatan perlu ditingkatkan mutunya.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien yang mengalami
kasus Mola hidatidosa.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian kepada kasus Mola hidatidosa.
b. Menegakkan diagnosa yang tepat dari hasil analisa data yang dilakukan saat
pengkajian.
c. Memberikan intervensi yang lengkap dan tepat kepada pasien yang
mengalami kasus Mola hidatidosa.
d. Memberikan pengetahuan berupa pendidikan kesehatan kepada pasien yang
mengalami kasus Mola hidatidosa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Defenisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis
langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan
ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast pada vilus kadang-kadang
berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni
human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).
Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik
gestasional(Bobak dkk, 2005).

2.   Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab
mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab adalah:
a. Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
b. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang

3
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan
dan perkembangan janinnya.

c. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan
dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan
zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam
makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
e. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit
(desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang
masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

3. Patofisiologi
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang
dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun
pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat
perubahan sebagai berikut:
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat
sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama
berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala
anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang
sering dijumpai.

4
b. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya.
Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara,
khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal.
Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak
c. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola
hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin
yang hidup.
d. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut
dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli
pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah
trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam
paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah
pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru.
Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi
tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas
dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi
tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.
Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan kematian
wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
e. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami
kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara
klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975)

5
menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma,
bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal
dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim
yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas
dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik
gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek
tersebut masih merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk,
1986).
f. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan.
Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu.
Dan jarang lebih dari 28 minggu.

4. Manifestasi klinis
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap
kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.
b. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di temukan di
semua kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa
berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung beberapa
hari saja atau secara intermitten selama beberapa minggu.
c. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
e. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan  muntah yang
berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan dispensi
rahim.
g. Kadar β-hCG yang tinggi.

6
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak
berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
Tanda dan gejala serta komplikasi mola hidatidosa:
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
c. Gejala–gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
d.  Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

6. Klasifikasi Mola hidatidosa


a. Mola hidatidosa komplet atau klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah
hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-
vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim
menjadi lebih besar dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak
mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah
maternal tidak memiliki plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam
rongga rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3 %
kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma
ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan
Mola sebagian jauh lebih kecil dibanding kehamilan Mola komplek (Bobak dkk,
2005).

7
b. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia
Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin (Bobak
dkk,2005).
Degenerasihidropikdarivilibersifatsetempat, dan yang mengalami hiperplasi
hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas
adalah crinkling  atau scallopingdari vili dan stromal trophoblastic inclusions.

7. Komplikasi
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi padapenderita Mola
hidatidosa adalah :
a. Anemia
b. Syok
c. Infeksi
d. Eklampsia
e. Tirotoksikosis

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola hidatidosa antara
lain:
a. Anamnesis diantaranya :
1) Perdarahan pervaginam/gambaran Mola,
2) Gejala toksemia pada trimester I-II,
3) Hiperemesis gravidarum,
4) Gejala tirotoksikosis,
5) Gejala emboli paru.
b. Pemeriksaan fisik diantaranya:
1) Uterus lebih besar dari usia kehamilan,
2) Kista lutein,
3) Balotemen negatif,
4) Denyut jantung janin negatif.

8
c. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
1) Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola,
2) Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600 dengan
deviasi sonde kurang dari 100,
3) Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin,
4) Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern),
5) Foto toraks pada gambaran emboli udara,
6) Pemeriksaan T3 dan T4  bila ada gejala tirotoksikosis.

9. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
b. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana
sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus
pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau
spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri.
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin
(Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa
Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di
atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien
dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500
ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap

9
pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih
aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti
tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur
evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk
anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi
menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan
kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG
tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.

10. Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena
perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan
tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera
setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan
akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein
juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil
waktu beberapa bulan.
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi.
Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat
terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca mola
hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas
gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental
site trophoblastic tumor (PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang
terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko
terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah umur 35 tahun, uterus diatas 20
minggu, kadar hCG preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.

10
B. Asuhan Keperawatan

     1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi
klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu: kaji adanya kehamilan molahidatidosa
sebelumnya, apa tindakan yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
3) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami: kaji adanya penyakit yang pernah dialami
oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit
endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e.Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.

11
f. Riwayat kesehatan reproduksi: kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: kaji bagaimana keadaan anak klien mulai
dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual: kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat
digitalis dan jenis obat lainnya.
j. Pola aktivitas sehari-hari: kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
2. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
1) Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase,
2) Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
3) Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
1) Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
2) Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan
posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
3) Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.

12
c. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
1) Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.
d. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin(Johnson &
Taylor, 2005 : 39).

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan denganterputusnyakontinuitasjaringan.
b. Intoleransi aktivitasberhubungandengankelemahan.
c. Gangguan pola tidur berhubungandenganadanyanyeri.
  d. Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungandengan proses infeksi.
e. Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.

4. Intervensi
a. Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang.
Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,

13
2) Ekspresi wajah tenang,
3) TTV dalam batas normal.

Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah
satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4) Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri.
5) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidat dapat dipersepsikan.

b. Diagnosa II: intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


        Tujuan:klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.
Kriteria hasil:
1) Kebutuhan personal hygiene terpenuhi,
2)  Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya.
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

14
Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat.
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri.

c. Diagnosa III: gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.


Tujuan:klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.
        Kriteria hasil:
1) Klien dapat tidur 7-8 jam per hari,
2) Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi:
1)  Kaji pola tidur.
Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur.
4) Batasi jumlah penjaga klien.
Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
5) Memberlakukan jam besuk.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.

15
Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur.

d. Diagnosa IV: gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses


infeksi.
Tujuan:klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.
       Kriteria hasil:
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal,
2) Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.
Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola
demam dapat membantu diagnosa.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus
mendekati normal.
3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
4) Berikan kompres hangat.
Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh.
5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada
hipothalamus.

e. Diagnosa V: kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
1) Ekspresi wajah tenang,
2) Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

16
Intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan.
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati.
Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien
akan merasa diperhatikan.
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya.
5) Beri dorongan spiritual/support.
Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.

17
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami mual muntah
akibat produksi  Hcg yang tinggi. Produksi ini meningkat disebabkan pembesaran
uterus yang abnormal lebih besar daripada pembesaran uterus biasanya. Sehingga
menyebabkan distensi rahim yang bisa menyebabkan mual muntah pada penderita
Mola hidatidosa. Selain itu perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan masih
muda, dapat menyebabkan resiko tinggi infeksi. Resiko infeksi harus segera diatasi
untuk menghindari gejala infeksi yaang dapat membahayakan bagi keselamatan
wanita tersebut. Perlu pengetahuan ibu tentang beberapa gejala penyakit yang dapat
menyerang ibu hamil saat berada pada usia kehamilannya yang masih baru tau berada
pada Trimester 1.

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk ibu yang sedang hamil agar intensif dalam
melakukan pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidak adanya gejala patologis yang sering terjadi saat sedang mengandung. Apabila
terjadi gejala patologis, ibu harus cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak
terjadi komplikasi lain pada kandungannya. Pelaku medis khususnya perawat  harus
memiliki sikap profesionalisme dalam bekerja dan mampu melakukan asuhan
keperawatan secara tepat kepada ibu yang terdeteksi adanya kelainan seperti penderita
Mola hidatidosa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesbulapius


Fakultas UI.
Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2. Jakarta:
EGC

19

Anda mungkin juga menyukai