Anda di halaman 1dari 76

RJP & Airway

( dr. Adi Chandra, SpAn )


SMF Anestesi dan Terapi Intensif
RSUD Palembang Bari
PENDAHULUAN

Penderita gawat darurat


Penderita yang oleh suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan) jika tidak segera ditolong akan mengalami cacat,
kehilangan organ tubuh atau meninggal

 Time saving is life saving =


(waktu adalah nyawa)
 Tindakan pada menit-menit pertama
menentukan hidup atau mati penderita
(Response time)
 Tindakan yang harus tepat, cepat & cermat
Keadaan GAWAT DARURAT
dapat terjadi :

 Kapan saja
 Dimana saja
 Siapa saja

“Time Saving is Life Saving”


BANTUAN HIDUP DASAR
(BASIC LIFE SUPPORT)
AHA Guideline 2010

AHA ECC Adult Chain of Survival - New


BLS
ACLS
LANGKAH-LANGKAH BHD

1. S ( Safety )
2. R ( Respon )
3. S ( Shout for Help )

4. C ( Circulation )
5. A ( Airways )
6. B ( Breathing )
Step 1. S (Safety)

 Pastikan keamanan penolong

 Pastikan keamanan pasien


Step 2. R (Respon) pasien

 Segera setelah aman


 Rangsang Verbal (panggil) atau
rangsang Nyeri
Step 3. S (Shout for Help)

Aktifkan
BLUE CODE
A-B-C  C-A-B

 (2010) Memulai kompresi dada sebelum ventilasi


 (2005) Sekuensi CPR dimulai dengan mengamankan airway,
memeriksa nafas normal  memberikan 2 nafas buatan diikuti 30
kompresi dada
Kenapa ?
 Kompresi dada meningkatkan aliran darah vital ke jantung dan otak
 Posisi kepala, mempersiapkan alat, mengatur posisi mulut atau
masker menyita waktu dan menyebabkan delay kompresi dada
 Kondisi ini dapat diatasi jika terdapat 2 penolong
Eliminasi look, listen, and feel

 (2010) Look, listen and feel tidak dicantumkan pada sekuensi CPR,
setelah 30 kompresi dada, penolong tunggal memberikan 2 nafas
buatan
 (2005) look, listen, and feel sebelumnya digunakan untuk assesment
setelah airway terbuka
Kenapa?
 Pada sekuensi terbaru “chest compression first” CPR dilakukan pada
penderita dewasa yang unrespon dan tidak bernafas atau tidak
bernafas normal (gasping). Setelah 30 kompresi dada dilakukan
pemberian 2 nafas buatan
C
(Chest Compression)
C (Chest Compression)

 Untuk penolong yang tidak terlatih  penolong harus segera mengaktifkan


sistem emergensi dan memulai melakukan kompresi dada atau sesuai
petunjuk petugas emergensi, kompresi dada dilakukan hingga AED tiba
atau pasien telah pulih sistem kardiovaskularnya.
 Untuk penolong tunggal yang mampu melakukan penyelamatan fungsi
nafas, nafas buatan diberikan dengan rasio 30 kompresi dada dan 2 nafas

Kenapa?
 Kompresi dada lebih mudah dilakukan oleh penolong yang tidak terlatih
 Pemberian kompresi dada saja dibandingkan dengan pemberian kompresi
dada dan ventilasi secara bersamaan menunjukkan angka survival rate
yang sama
Laju / rate Kompresi Dada

 (2015) Kompresi dada dilakukan 100 – 120 kali/menit


 (2010) Kompresi dada dilakukan minimal 100 kali/menit
 (2005) Kompresi dada sekitar 100 kali/menit

Kenapa ?
 Pada sebagian besar studi menunjukkan semakin banyak kompresi
dada dihubungkan dengan peningkatan survival rate
 Didukung juga dengan meminimalisir interupsi kompresi dada
(management airway, pemberian ventilasi, monitor AED dll)
Kedalaman Kompresi Dada

 (2015) Sternum orang dewasa ditekan 2 – 2,5 inchi (kira-kira 5 – 6 cm)


 (2010) Sternum orang dewasa sebaiknya ditekan minimal 2 inchi (5 cm)
 (2005) Sternum orang dewasa harus ditekan 1,5-2 inchi (kira-kira 4-5 cm)

Kenapa ?
 Kompresi menyebabkan aliran darah, utamanya karena peningkatan
tekanan intrathorax. Penekanan minimal 2 – 2,5 inchi lebih efektif
dibandingkan 1,5-2 inchi
Teknik melakukan Kompresi Dada

 Posisikan pasien pada permukaan


padat dan rata
 Posisi penolong berlutut atau berdiri
di samping pasien (di Rumah Sakit)
 kempiskan kasur angin, pasang
backboard yang keras.
 Posisikan tangan pada pertengahan
dada, ½ bagian bawah sternum,
tangan yang lain ditempatkan diatas
tangan yang pertama
Bila Nadi tidak teraba :

Lakukan RJP

2
3

4
Locate Landmark for chest compression
RJP 2 penolong
Posisi tegak lurus di atas dada pasien dgn
siku lengan lurus menekan sternum

5 – 6 cm
30 : 2
30 COMPRESSIONS : 2 VENTILATIONS

Keep the heel of the hand


lightly in contact with the
chest during relaxation
to maintain correct hand
position Compress chest
min 5 – 6 cm
100-120x/mnt

Heart lies between the breast


bone and the backbone
A
(Airway)
A (Airway)

 Manuver headtilt, chin lift, jaw thrust


 OPA, NPA
 LMA
 ETT
Manuver headtilt, chin lift, jaw thrust
OPA - NPA
LMA
 Lebih Mudah Dilakukan
 Pilihan bila terdapat
kesulitan Intubasi
 Relatif Memiliki Cost-
Effectiveness yang lebih
baik – karena bisa di re-
usable

Tetap Harus Dipilih Sesuai


Indikasi
ETT
Persiapan Intubasi Trakeal

S cope (stethoscope, laringoscope)


T ube (endotracheal tube)
A irway (OPA, NPA, LMA)
T ape (plester fiksasi)
 I ntroducer (stilet penuntun)
C onnector (sambungan)
S uction (penyedot)
Intubasi Trakeal
Intubasi Trakeal – Sniffing Position

Tanpa Sniffing Position Dengan Sniffing Position


Visualisasi Trakea
Recovery Position
 Pada pasien dengan normal
breathing dan sirkulasi efektif

 Di aplikasikan untuk menjaga


patensi airway dan
menurunkan risiko obstruksi
dan aspirasi

 Terdapat berbagai variasi


posisi
Recovery Position
B
(Breathing)
B (Breathing)

Sumber gas
 Udara ekspirasi
 Udara atmosfir
 Tabung oksigen

Teknik
 Tanpa alat:

 Mouth to mouth rescue breathing


 Mouth to nose/ mouth to stoma rescue breathing
 Dengan alat
 Mouth to barier device breathing
 Bag mask ventilation
 Bag to device breathing
Mouth to mouth rescue breathing

 Buka airway penderita

 Tutup hidungnya

 Tarik nafas biasa kemudian


berikan 2 kali ventilasi
masing-masing dalam
waktu 1 detik
Mouth to barier device breathing

 Untuk mencegah transmisi


penyakit

 Tidak boleh menyebabkan


delay pada kompresi dada
karena mengatur posisi
dari alat
Mouth to Nose/ Mouth to Stoma
RESCUE BREATHING

 Pada cedera serius di mulut

 Pasien tidak bisa buka


mulut

 Pasien di dalam air

 Pasien dengan
trakeostoma
Bag Mask Ventilation
E-C Ventilation Technique
Nasal Cannula

 Simple, untuk konsentrasi O2


rendah-sedang
 Flow rates > 4 L iritasi
 Dewasa  6 LPM
 Infants  2 LPM
 Children  3 LPM
Simple Mask

 Konsentrasi O2 rendah-sedang
 Exhale lewat lubang pada
kedua sisi
 O2 flow rate - 6 hingga 8 LPM
Partial Rebreathing Mask

 Terdiri dari masker,


kantung penampung, dan
lubang ekshalasi
 Kantung penampung harus
tetap terbuka,
meningkatkan konsentrasi
gas
 O2 flow rate - 6 hingga 10 L
Non - Rebreathing Mask

 Terdiri dari masker, kantung


penampung, dua katup one-
way pada lubang exhalasi
 Pasien hanya dapat udara
inhalasi dari katup
penampung
 Kantung harus tetap
mengembang
 O2 flow rate- 10 hingga 15 L
Venturi Mask

 Metode yang lebih


dipercaya dan akurat untuk
memberikan kosentrasi O2
yang lebih tepat
 Terdiri dari masker dan
sebuah jet ventilasi
 Gas keluar dari lubang
ekshalasi
 O2 flow rate 4 hingga 15 L
LOOK – LISTEN - FEEL
(sudah ditinggalkan di AHA 2010 ; tapi
PRACTICAL –terlebih untuk OSCE-
masih diterapkan)
L I HA T B
Breathing
 Takhipnea
 Perubahan status mental
 Gerak napas
 Sianosis
 Distensi vena leher
 Jejas di dada
D E NGA R B
 Keluhan Breathing
sesak (penderita sadar)
 Suara napas
- Normal ?
- Menurun ?
- Hilang ?

 Suara napas tambahan


RABA B
Breathing

 Hawa ekspirasi
 Emphysema sub cutis - pneumothorax

 Krepitasi / nyeri tekan

 Deviasi trakhea
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
B
 Pulse Oximeter Breathing

 CO2 detector, capnograf


 Gas darah
 Foto thorax
Click
Click icon
icon to
to add
add picture
picture
SPECIAL CONSIDERATION
IN TRAUMA PATIENTS
Airway
Indikasi Airway Defintive
Cervical Control- Imobilisasi
Tetaplah curiga adanya
CEDERA CERVICAL
pada pasien multiple trauma

sampai terbukti TIDAK


CERVICAL CONTROL- IMOBILISASI
( Helmet Removal )
RJP DIHENTIKAN :
 Ada tenaga yang lebih bertanggung jawab
 Penolong lelah atau sudah 30 mnt tidak ada
respon
 Adanya DNAR (Do Not Attemp Ressusitation)
 Tanda kematian yg irreversible (Dilatasi pupil
maksimal)
 Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan
RJP TIDAK DILAKUKAN :
 DNAR (Do Not Attemp Ressusitation)
 Tanda kematian : Rigor Mortis, Dekapitasi
 Pasien sebelumnya dgn fungsi vital yg sdh jelek
dgn terapi maksimal (Terminal disease)
 Bila menolong korban akan membahayakan
penolong
TRAUMA YG BISA TJD AKIBAT
TINDAKAN RJP

 Patah tulang rusuk


 Laserasi organ (Hati, Paru-
paru, Limpa)
KOMPLIKASI RJP

Muntah
 Resiko Aspirasi
 miringkan pasien ke kiri
 bersihkan muntahan dari mulut
korban dgn jari/kain
 Reposisi dan kembali lanjutkan RJP
TERIMA

Anda mungkin juga menyukai