Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkat kesehatan perempuan, mencerminkan tingkat pelayanan
kesehatan di suatu negara, bila angka kematian ibu masih tinggi berarti tingkat
pelayanan kesehatan pun belum baik, sehingga apapun yang terkait dengan
kesehatan perempuan selalu menjadi siklus pembahasan yang tidak ada habis-
habisnya, salah satunya adalah haid pada perempuan (Wiknjosastro, 2011).
Perdarahan haid merupakan hasil interaksi kompleks yang melibatkan
sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan
uterus serta faktor lain di luar organ reproduksi. Rata-rata masa haid
perempuan 4-7 hari, jumlah darah 30-80 ml, dan interval 21-35 hari dengan
siklus rata-rata 28 hari pada setiap bulannya. Biasanya menstruasi diawali pada
usia remaja 9-12 tahun, ada sebagian perempuan yang mengalami haid lebih
lambat dari itu (13-15 tahun) (Wiknjosastro, 2011).
Berbagai keluhan yang muncul sebelum haid, yaitu antara lain cemas,
lelah, susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi, sakit perut, dan sakit pada
payudara. Sindroma prahaid biasanya ditemukan 7-10 hari menjelang haid.
Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diduga hormon estrogen, progesteron,
prolaktin, dan aldosteron berperan dalam terjadinya sindroma prahaid. Kondisi
remaja yang sudah mengalami haid secara emosional tidak stabil. Sebagian
dapat juga menimbulkan gejala-gejala seperti pegal pada bagian paha, sakit
pada daerah payudara, lelah, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan,
ceroboh dan gangguan tidur, bahkan pada sebagian perempuan ada yang
mengalami rasa sakit saat haid yang disebut dengan dismenore (Wiknjosastro,
2011).
Dismenore adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan terpusat
di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang
ringan sampai berat. Keparahan dismenore berhubungan langsung dengan lama
dan jumlah darah haid. Seperti diketahui haid hampir selalu diikuti dengan rasa

1
mulas atau nyeri. Namun, yang dimaksud dengan dismenore adalah nyeri haid
berat sampai menyebabkan perempuan tersebut datang berobat ke dokter atau
mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri (Wiknjosastro, 2011).
Prevalensi dismenore cukup tinggi terjadi pada remaja. Dilaporkan
dismenore akan berdampak pada aktivitas sehari-hari remaja seperti dalam
studi di Cina, sebanyak 92,4% subyek menderita dismenore ringan – berat,
39,9% harus absen dari sekolah dan 49,8% menggunakan analgetik 1-6 kali per
siklus. Di Indonesia, angka kejadian dismenore sebanyak 55% dikalangan usia
produktif, dimana 15% diantaranya mengeluhkan aktivitas menjadi terbatas
akibat dismenore (Handayani, dkk, 2013).
Dismenore dapat dibagi menjadi dua kelompok, dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan
keadaan patologi pada panggul sedangkan dismenore sekunder adalah nyeri
haid yang berhubungan dengan berbagai keadaan patologis di organ genitalia,
misalnya endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit
radang panggul, perlekatan panggul, atau irritable bowl syndrome
(Wiknjosastro, 2011).
Kasus dismenore ini mengarah pada salah satu tujuan dari blok ini yaitu
mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep penyakit yang berkaitan
dengan Sistem Reproduksi. Berdasarkan tujuan blok tersebut, maka kami
kelompok 6 bermaksud melakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP)
dengan judul yaitu “Dismenore pada Siswi SMP-SMA”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada pelaksanaan TPP ini :
1. Bagaimana gejala klinis dan klasifikasi dismenore pada Siswi SMP-SMA?
2. Apa etiologi dismenore pada Siswi SMP-SMA?
3. Apa faktor risiko dismenore pada Siswi SMP-SMA?
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang dismenore pada Siswi SMP-SMA?
5. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien dismenore pada Siswi SMP-
SMA?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam pelaksanaan TPP ini adalah untuk
mengobservasi secara langsung kasus dismenore pada siswi SMP-SMA.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam pelaksanaan TPP ini:
1. Untuk mengetahui gejala klinis dan klasifikasi dismenore pada siswi
SMP-SMA.
2. Untuk mengetahui etiologi dismenore pada siswi SMP-SMA.
3. Untuk mengetahui faktor risiko dismenore pada siswi SMP-SMA.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dismenore pada siswi
SMP-SMA.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien dismenore pada
siswi SMP-SMA.

1.4 Manfaat Kegiatan


Adapun manfaat dalam pelaksanaan TPP ini:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis dan klasifikasi dismenore
pada siswi SMP-SMA.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dismenore pada siswi SMP-
SMA.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor risiko dismenore pada siswi
SMP-SMA.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dismenore
pada siswi SMP-SMA.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dan terapi terhadap
pasien dismenore pada siswi SMP-SMA.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Interna Wanita

Gambar 2.1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita


Sumber: (Snell, 2011)

2.1.1 Ovarium
Masing-masing ovarium berbentuk oval, berukuran 1,5 x 0,75 inci (4 x
2 cm), dan dilekatkan pada bagian belakang ligamentum latum oleh
mesovatium. Bagian ligamentum latum yang terletak di antara perlekatan
mesovarium dan dinding lateral pelvis disebut ligamentum suspensorium
ovarii. Ligamentum ovarii proprium, yang merupakan sisa dari bagian atas
gubenaculum, menghubungkan pinggir lateral uterus dengan ovarium
(Snell, 2011).
Ovarium biasanya terletak di depan dinding lateral pelvis, pada lekukan
yang disebut fossa ovarica, dibatasi di atas oleh arteria dan vena iliaca
externa serta dibelakang oleh arteria dan vena iliaca interna. Walaupun
demikian letak ovarium sangat bervariasi, dan sering ditemukan
tergantung ke bawah di dalam excavatio rectouterina (cavum Douglasi).
Selama kehamilan, uterus yang membesar menarik ovarium ke atas masuk
ke dalam rongga abdomen. Setelah persalinan, waktu ligamentum latum

4
relaksasi, ovarium mengambil posisi yang bervariasi di dalam pelvis
(Snell, 2011).
Ovarium dikelilingi oleh capsula fibrosa tipis, disebut tunica albuginea.
Capsula ini di sebelah luarnya dibungkus oleh lapisan peritoneum yang
mengalami modifikasi disebut epithelium germinativum. Istilah epitelium
germinativum ini salah, karena lapisan ini tidak menghasilkan ovum.
Oogonia berkembang pada masa janin dari sel benih primordial. Sebelum
pubertas permukaan ovarium licin tetapi setelah pubertas permukaan
ovarium secara progresif berkerut-kerut, sebagai akibat dari degenerasi
corpus luteum yang terus menerus. Setelah menopause ovarium akan
menyusut dan permukaannya berlubang-lubang dan berparut (Snell,
2011).
Vaskularisasi, inervasi dan Saluran Limfe Ovarium
- Arteria ovarica, berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbalis satu.
- Vena ovarica dextra bermuara ke vena cava inferior sedangkan vena
ovarica sinistra bermuara vena renalis sinistra.
- Pembuluh limfe ovarium mengikuti arteria ovarica dan mengalirkan
limfenya ke nodi para-aortici, setinggi vertebra lumbalis I.
- Persarafan ovarium berasal dari plexus aorticus dan mengikuti
perjalanan arteria ovarica.

2.1.2 Tuba Uterina


Lokasi dan Deskripsi
Kedua tuba uterina, masing-masing panjangnya sekitar 4 inci (10 cm)
dan terletak pada pinggir atas ligamentum latum. Masing-masing tuba
menghubungkan cavitas peritonealis di regio ovarium dengan cavum uteri.
Tuba uterina terbagi menjadi empat bagian menurut Snell (2011):
- Infundibulum tubae uterinae adalah ujung lateral tuba uterina yang
berbentuk corong dan menjorok ke luar ligamentum latum dan terletak

5
di atas ovarium. Ujung bebasnya berbentuk tonjolan seperti jari-jari
dikenal sebagai fimbriae, yang melingkupi ovarium.
- Ampulla tubae uterinae merupakan bagian tuba uterina yang paling
luas.
- Isthmus tubae uterinae merupakan bagian tuba uterina yang paling
sempit dan terletak tepat lateral terhadap uterus.
- Pars intramuralis merupakan segmen yang menembus dinding uterus.
Vaskularisasi, Inervasi dan Saluran Limfe Ovarium
- Arteri uterina berasal dari arteria iliaca interna dan arteria ovarica
berasal aorta abdominalis mendarahi tuba uterina.
- Vena-Vena mengikuti arteri.
- Aliran Limfe beraasal dari tuba uterina mengikuti arteri yang terkait dan
bermuara ke nodi iliaci interni dan paraaortici.
- Persarafan tuba uterine berasal dari saraf-saraf simpatik dan
parasimpatik dari plexus hypogastricus inferior mensarafi tuba uterina.

2.1.3 Uterus
Lokasi dan Deskripsi
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir dan
berdinding tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3 inci
(8 cm), lebar 2 inci (5 cm), dan tebal 1 inci (2,5 cm). Uterus dibagi atas
fundus, corpus, dan cervix uteri. Fundus uteri merupakan bagian uterus
yang terletak di atas muara tuba uterine (Snell, 2011).
Corpus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di bawah muara
tuba uterina. Ke arah bawah corpus akan menyempit, yang berlanjut
sebagai cervix uteri. Cervix menembus dinding anterior vagina dan dibagi
menjadi portio supravaginalis dan portio vaginalis cervicis uteri. Cavum
uteri berbentuk segitiga pada penampang bidang coronal tetapi pada
penampang sagital hanya berbentuk celah. Rongga cervix, canalis cervicis,
berhubungan dengan rongga di dalam corpus uteri melalui ostium uteri
internum dan dengan vagina melalui ostium uteri externum. Sebelum

6
melahirkan anak pertama (nullipara), ostium uteri externum berbentuk
lingkaran. Pada multipara, portio vaginalis cervicis uteri lebih besar, dan
ostium uteri externum berbentuk celah transversal sehingga mempunyai
labium anterius dan labium posterius (Snell, 2011).
Batas-Batas
- Ke anterior: Corpus uteri ke anterior berhubungan dengan excavatio
vesicouterina dan facies superior vesicae. Portio supravaginalis cervicis
berhubungan dengan facies superior vesicae. Portio pars vaginalis
cervicis berhubungan dengan fornix anterior vaginae. Ke posterior:
Corpus uteri ke posterior berhubungan dengan excavatio rectouterina
(cavum Douglasi) beserta lengkung ilium atau colon sigmoideum yang
ada di rongga ini.
- Ke lateral: Corpus uteri ke lateral berhubungan dengan ligamentum
latum serta arteria dan vena uterine. Portio supravaginalis cervicis
berhubungan dengan ureter di tempat ureter berjalan ke depan untuk
masuk ke vesica urinaria. Portio vaginalis cervicis berhubungan dengan
fornix lateralis vaginae. Tuba uterina masuk pada sudut superolateral
uterus, dan ligamentum ovarii proprium serta ligamentum teres uteri
dilekatkan pada uterus sedikit di bawah tempat ini.
Posisi Uterus
Pada sebagian besar perempuan, sumbu panjang uterus melengkung ke
depan terhadap sumbu panjang vagina. Posisi ini dinamakan anteversi
uterus. Selanjutnya, sumbu panjang corpus uteri melengkung ke depan
setinggi ostium internum uteri pada sumbu panjang cervix uteri. Posisi ini
dinamakan antefleksi uterus. Jadi pada posisi berdiri, dengan vesica
urinaria dalam keadaan kosong, uterus terletak hampir pada bidang
horizontal (Snell, 2011).
Pada beberapa perempuan fundus dan corpus uteri melengkung ke
belakang terhadap vagina, sehingga uterus terletak di dalam excavatio
rectouterina (cavum Douglasi). Pada keadaan ini, uterus dikatakan terletak

7
retroversi. Bila corpus uteri juga terletak melengkung ke belakang
terhadap cervix uteri, posisi ini dikatakan retrofleksi (Snell, 2011).

Gambar 2.2 Struktur organ genitalia interna wanita


Sumber: (Mescher, 2013)

Struktur Uterus
Uterus diliputi oleh peritoneum, kecuali di bagian anterior dan di bawah
ostium internum, di tempat ini peritoneum berjalan ke depan ke atas vesica
urinaria. Di lateral, juga terdapat ruangan di antara tempat lekat lapisan
ligamentum 1atum. Dinding otot, atau myometrium, berdinding tebal dan
dibentuk oleh otot polos yang disokong oleh jaringan ikat (Snell, 2011).
Tunica mucosa yang meliputi corpus uteri disebut endometrium.
Tunica ini melanjutkan diri ke atas sebagai tunica mucosa yang meliputi
tuba uterina dan ke bawah sebagai tunica mucosa yang meliputi cervix.
Endometrium langsung melekat pada otot sehingga tidak menpunyai
lapisan submucosa. Dari pubertas sampai menopause, endometrium

8
mengalami banyak perubahan selama siklus mentruasi karena bereaksi
terhadap hormon yang dikeluarkan ovarium (Snell, 2011).
Portio supravaginalis cervicis uteri dikelilingi oleh fascia pelvis
visceralis, yang pada daerah ini sering disebut sebagai parametrium. Pada
daerah ini arteria uterina disilang oleh ureter disebelah kanan dan kiri
cervix uteri (Snell, 2011).
Vaskularisasi dan Inervasi
Uterus dipersarafi oleh saraf simpatik dan parasimpatik berasal dari
plexus hypogastricus inferior (Snell, 2011).
- Arteri dan Vena
Arteri utama yang mendarahi uterus adalah arteria uterina, sebuah
cabang dari arteria iliaca interna. Pembuluh ini mencapai uterus dengan
berjalan ke medial di basis ligamenti lati. Arteria uterina menyilang di
atas ureter tegak lurus dan mencapai cervix setinggi ostium internum
cervicis. Arteri kemudian berjalan ke atas sepanjang pinggir lateral
uterus di dalam ligamentum latum dan akhimya beranastomosis dengan
arteria ovarica, yang juga mendarahi uterus. Arteria uterina
memberikan sebuah cabang kecil yang berjalan turun untuk mendarahi
cervix dan vagina. Vena uterina mengikuti arteri dan bermuara ke
dalam vena iliaca interna (Snell, 2011).
- Aliran Limfe
Pembuluh limfe dari fundus uteri menyertai arteria ovarica dan
mengalirkan limfe ke nodi paraaortici setinggi vertebra lumbalis
pertama. Pembuluh dari corpus dan cervix uteri bermuara ke nodi iliaci
interni dan externi. Beberapa pembuluh limfe mengikuti ligamentum
teres uteri di dalam canalis inguinalis dan mengalirkan limfe ke nodi
inguinales superficiales (Snell, 2011).
Penyokong Uterus
Uterus terutama disokong oleh tonus musculus levator ani dan
kondensasi fascia pelvis yang membentuk tiga ligamentum penting (Snell,
2011).

9
- Musculus Levator Ani dan Corpus Perineale
Otot ini membentuk lembaran lebar otot yang terbentang di dasar
cavitas pelvis, dan bersama dengan fascia pelvis yang terdapat pada
permukaan atasnya, menjadi penyokong efektif viscera pelvis dan
menahan tekanan dari intraabdominal berjalan ke bawah melewati
pelvis. Margo medialis pars anterior musculi levatoris ani dilekatkan
pada cervix uteri oleh fascia pelvis (Snell, 2011).
Sebagian serabut musculus levator ani mengadakan insersi pada
struktur fibromuskular yang dinamakan corpus perineale. Struktur ini
penting untuk mempertahankan keutuhan dasar pelvis. Bila corpus
perineale rusak selama persalinan dapat menyebabkan terjadinya
prolapsus uteri. Perineale terletak di dalam perineum di antara vagina
dan canalis analis. Corpus perineale digantungkan ke atas pada dinding
pelvis oleh musculus levator ani, dan dengan demikian menyokong
vagina, dan secara tidak langsung menyokong uterus (Snell, 2011).
- Ligamentum Transversum Cervicis, Ligamentum Pubocervicale,
dan Ligamentum Socrocervicale
Ketiga ligamentum ini merupakan kondensasi subperitoneal fascia
pelvis pada permukaan atas musculus levator ani. Ligamentum ini
melekat pada cervix dan lekukan vagina, dan berperan penting untuk
menyokong uterus dan mempertahankan cervix uteri dalam posisi yang
benar (Snell, 2011).
- Ligamentum Transversum Cervicis (Ligamentum Cardinale)
Ligamentum transversum cervicis merupakan kondensasi
fibromuskular fascia pelvis yang berjalan menuju cervix dan ujung atas
vagina dari dinding lateral pelvis (Snell, 2011).
- Ligamentum Pubocervicale
Ligamentum pubocervicale terdiri atas dua jaringan ikat kuat yang
berjalan menuju ke cervix dari facies posterior os pubis. Ligamentum
ini terletak di kanan dan kiri collum vesicae urinariae, dan sebagian

10
ligamentum ini menyokong vesica urinaria (ligamentum pubovesicale)
(Snell, 2011).
- Ligamentum Sacrocervicale
Ligamentum sacrocervicale terdiri atas dua pita fibromuskular kuat
fascia pelvis yang berjalan menuju ke cervix dan ujung atas vagina dari
ujung bawah sacrum. Ligamentum ini membentuk dua rigi, masing-
masing pada kanan dan kiri excavatio rectouterina (cavum Douglasi)
(Snell, 2011).
- Ligamentum Latum
Ligamentum latum dan ligamentum teres uteri merupakan struktur
yang longgar, dan uterus dapat tertarik ke atas atau terdorong ke bawah
untuk jarak yang cukup jauh sebelum kedua ligamentum ini menjadi
tegang. Di klinik, kedua ligamentum ini kurang berperan dalam
menyokong uterus (Snell, 2011).
- Ligamentum Teres Uteri
Ligamentum teres uteri, yang merupakan sisa setengah bagian
bawah gubernaculum, terbentang dari sudut superolateral uterus,
melewati anulus inguinalis profundus, dan canalis inguinalis, menuju
ke jaringan subcutan labium majus. Ligamentum ini membantu
mempertahankan uterus dalam posisi anteversi (miring ke depan) dan
antefleksi (melengkung ke depan), tetapi sangat teregang selama
kehamilan (Snell, 2011).
Uterus pada Anak-Anak dan setelah Menopause
Fundus dan corpus uteri tetap kecil sampai pubertas, kemudian
membesar dengan cepat karena pengaruh hormon estrogen yang disekresi
oleh ovarium. Setelah menopause, uterus mengalami atrofi, menjadi kecil,
dan kurang vaskular. Perubahan ini terjadi karena ovarium tidak lagi
menghasilkan estrogen dan progesteron (Snell, 2011).

11
2.1.4 Vagina
Lokasi dan Deskripsi
Vagina adalah saluran otot yang terbentang ke atas dan belakang dari
vulva ke uterus. Panjang vagina lebih kurang 3 inci (8 cm) dan mempunyai
dinding anterior dan posterior, yang dalam keadaan normal terletak
berhadapan (Snell, 2011).
Pada ujung atasnya dinding anterior ditembus oleh cervix, yang
menonjol ke bawah dan belakang vagina. Perlu diingat bahwa setengah
bagian atas vagina terletak di atas dasar panggul dan setengah bagian
bawah terletak di dalam perineum. Daerah lumen vagina yang
mengelilingi cervix dibagi atas empat daerah atau fornix: fornix anterior,
posterior, lateralis dexter, dan lateralis sinister. Orificum vaginae pada
perempuan yang masih perawan mempunyai selapis tipis lipatan mucosa
disebut hymen, yang mempunyai lubang ditengahnya. Setelah melahirkan
biasanya hymen hanya tinggal rumbai-rumbai (Snell, 2011).
Batas-Batas
- Ke anterior: Di atas vagina berdekatan dengan vesica urinaria dan di
bawah berdekatan dengan urethra. Ke posterior: Dua pertiga bagian atas
vagina berdekatan dengan excavatio rectouterina (cavum douglasi) dan
sepertiga bagian tengah dengan ampulla recti. Sepertiga bagian bawah
berdekatan dengan corpus perineale, yang memisahkan vagina dari
canalis analis.
- Ke lateral: Pada bagian atas, vagina berbatasan dengan ureter; bagian
tengah berbatasan dengan serabut-serabut anterior musculus levator
ani, pada waktu serabut serabut ini berjalan ke belakang menuju corpus
perineale dan melengkung di sekitar junctura anorectalis. Kontraksi
serabut musculus levator ani menekan dinding vagina satu dengan yang
lain. Pada bagian bawah, vagina berbatasan dengan diaphragma
urogenitale dan bulbus vestibuli.

12
Vaskularisasi dan Inervasi
Arteria vaginalis, cabang dari arteria iliaca interna dan ramus vaginalis
arteriae uterinae. Vena vaginae membentuk sebuah plexus venosus di
sekeliling vagina dan bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe dari
sepertiga bagian atas vagina bermuara ke nodi iliaci externi dan interni,
dari sepertiga bagian tengah vagina ke nodi iliaci intemi, dan dari sepertiga
bagian bawah vagina ke nodi inguinales superficiales. Nervus yang
mensarafi vagina berasal dari plexus hypogastricus inferior (Snell, 2011).
Penyokong Vagina
- Bagian atas vagina disokong oleh musculus levator ani dan
ligamentum transversum cervicis, pubocervicale, dan sacro cervicale.
Struktur-struktur ini dilekatkan ke dinding vagina oleh fascia pelvis
Bagian tengah vagina disokong oleh diaphragma urogenital (Snell,
2011).
- Bagian bawah vagina, terutama dinding posterior disokong oleh
corpus perineale (Snell, 2011).

2.2 Histologi Genitalia Wanita


2.2.1 Ovarium
Ovarium adalah struktur ovoid gepeng yang terletak di rongga panggul.
Satu bagian ovarium melekat ke ligamentum latum melalui suatu lipatan
peritoneum yang dinamai masovarium dan bagian lainnya ke dinding
uterus melalui ligamentum ovarii propium (Eroschenko, 2015).
Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapisan sel yang disebut epitel
germinal yang terletak di atas jaringan ikat pada ireguler tunika albuginea.
Di bawah tunika albuginea terdapat korteks ovarium. Folikel ovarium
terletak di jaringan ikat korteks. Jauh di dalam korteks terdapat inti
jaringan ikat ovarium dengan banyak pembuluh darah, yang disebut
medulla (Eroschenko, 2015).

13
Gambar 2.3. Histologi ovarium
Sumber: (Mescher, 2013)

2.2.2 Oviduk (Tuba Uterina)


Masing- masing tuba uterina memiliki panjang sekitar 12 cm dan
terbentang dari ovarium ke uterus. Mukosa tuba uterine terdiri dari epitel
kolumnar selapis bersilia dan tak-bersilia yang berada di atas jaringan ikat
longgar lamina propia. Muskularis terdiri dari dua lapisan otot polos,
lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar (Eroschenko, 2015).
Jaringan ikat interstisium banyak ditemukan di antara kedua lapisan
otot dan karenanya, lapisan otot polos terutama lapisan luar tidak jelas. Di
jaringan ikat interstisium, terdapat banyak venula dan arteriol. Serosa
peritoneum visceral membentuk lapisan terluar tuba uterine, yang
terhubung ke ligamentum mesosalping pada batas superior ligamentum
latum (Eroschenko, 2015).

14
Gambar 2.4 Mukosa dinding tuba uterina
Sumber: (Mescher, 2013)

2.2.3 Uterus
Uterus adalah organ berbentuk buah pir dengan dinding tebal berotot.
Korpus membentuk bagian terbesar uterus. Bagian atas uterus yang
membulat dan terletak di atas pintu masuk tuba uterine disebut fundus.
Bagian ujung bawah uterus, lebih sempit, dan terletak di bawah korpus
uterus adalah serviks (Eroschenko, 2015).
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: perimetrium di sebelah luar
yang dilapisi oleh serosa atau adventisia, lapisan otot polos tebal yang
dinamai myometrium, dan endometrium di sebelah dalam. Endometrium
dilapisi oleh epitel selapis yang masuk ke dalam lamina propria untuk
membentuk kelenjar uterus (Eroschenko, 2015).
Endometrium normalnya dibagi lagi menjadi dua lapisan fungsional,
stratum fungsionalis luminal dan stratum basalis. Pada wanita tak-hamil,
lapisan fungsionalis superfisial berikut kelenjar uterus dan pembuluh
darah terlepas atau terkupas sewaktu haid (menstruasi), meninggalkan

15
lapisan basal utuh dengan sisa-sisa kelenjar uterus, sumber sel untuk
regenerasi membantuk lapisan fungsional baru (Eroschenko, 2015).

Gambar 2.5 Histologi uterus


Sumber: (Mescher, 2013)

Aliran darah arteri ke endometrium berperan penting dalam fase haid


siklus menstruasi. Arteri uterine di ligamentum latum membentuk arteri-
arteri arkuata yang menembus dan berjalan secara melingkar di
myometrium uterus. Pembuluh arkuata membentuk arteri lurus dan spiral
yang mendarahi endometrium uterus. Arteri lurus dan berukuran pendek
dan mendarahi lapisan basal endometrium, sementara arteri spiral panjang
dan bergulung serta mendarahi permukaan atau lapisan fungsional
endometrium (Eroschenko, 2015).
Berbeda dari arteri lurus, arteri spiral sangan peka terhadap perubahan
hormone selama siklus haid. Berkurangnya kadar hormone ovarium
esterogen dan progesterone dalam darah selama siklus menstruasi
menyebabkan degenerasi dan terlepasnya stratum fungsionalis yang
menimbulkan menstruasi (Eroschenko, 2015).

16
Gambar 2.6 Arteri yang menyuplai endometrium
Sumber: (Mescher, 2013)

2.2.4 Serviks dan Vagina


Serviks terletak dibagian bawah uterus yang menonjol ke dalam kanalis
vaginalis sebagai porsio vaginalis. Tidak seperti lapisan fungsional
endometrium uterus, mukosa serviks hanya mengalami perubahan
minimal selama daur haid dan tidak terlepas sewaktu haid. Serviks banyak
mengandung kelenjar serviks bercabang yang aktivasi sekretoriknya
berubah-ubah selama berbagai fase daur haid (Eroschenko, 2015).
Vagina adalah suatu struktur fibromuskuler yang terbentang dari
serviks ke vestibulum genitalia eksterna. Dindingnya memiliki banyak
lipatan dan terdiri dari mukosa di dalam, lapisan otot ditengah, dan
jaringan ikat adventisia di luar. Vagina tidak memiliki kelenjar di

17
dindingnya dan lumennya dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tak
berkeratin. Mukus yang dihasilkan oleh sel-sel di kelenjar serviks
melumasi lumen vagina. Lamina propia yang terletak di atas lapisan otot
polos organ ini dibentuk oleh jaringan ikat fibroelastik longgar dengan
banyak pembuluh darah. Seperti epitel serviks, lapisan vagina tidak
terlepas selama haid (Eroschenko, 2015).

Gambar 2.7 Endometrium pada berbagai fase siklus menstruasi


Sumber: (Mescher, 2013)

18
Gambar 2.8 Serviks
Sumber: (Mescher, 2013)

2.3 Fisiologi Alat Reproduksi Wanita


Tidak seperti produksi sperma yang terus-menerus dan sekresi testosteron
yang pada hakikatnya konstan pada pria, pelepasan ovum bersifat berkala dan
sekresi hormon-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklis yang
lebar.Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon-hormon seks ini juga mengalami
perubahan siklik, dengan yang paling jelas adalah daur menstruasi bulanan
(Sherwood, 2014).
Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi
dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika
pembuahan tidak terjadi siklus berulang. Jika pembuahan terjadi, siklus
terhenti sementara sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara
dan melindungi manusia yang baru terbentuk hingga ia berkembang menjadi
individu yang mampu hidup di luar lingkungan ibu (Sherwood, 2014).

19
Ovarium melakukan fungsi ganda untuk menghasilkan ovum (oogenesis)
dan mengeluarkan hormon seks wanita, estrogen dan progesteron. Hormon-
hormon ini bekerja sama untuk mendorong fertilisasi ovum dan
mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Estrogen pada
wanita mengatur banyak fungsi yang serupa dengan yang dilakukan oleh
testosteron pria (Sherwood, 2014).

Gambar 2.9 Vagina


Sumber: (Mescher, 2013)

2.3.1 Endometrium
Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.
Permukaanya terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan
kelenjar sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma
selular. Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yang siklik, bergantian
antara pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari
(Wiknjosastro, 2011).

20
Gambar 2.10 Perubahan endometrium selama siklus menstruasi
Sumber: (Mescher, 2013)

Ada dua lapisan yaitu lapisan fungsional letaknya superfisial yang akan
mengelupas setiap bulan dan lapisan basal tempat lapisan fungsional
berasal yang tidak ikut mengelupas. Epitel lapisan fungsional
menunjukkan perubahan proliferasi yang aktif periode haid sampai terjadi
ovulasi, kemudian kelenjar endometrium mengalami fase sekresi.
Kerusakan yang permanen lapisan basal akan menyebabkan amenore.
Kejadian ini dipakai sebaagai dasar teknik ablasi endometrium untuk
pengobatan menorragi (Wiknjosastro, 2011).
Perubahan normal dalam histologi endometrium selama siklus haid
ditandai dengan perubahan sekresi dari hormon steroid ovarium. Jika
endometrium terus terpapar oleh stimulasi estrogen, endogen, atau
eksogen akan menyebabkan hiperplasi. Hiperplasi yang benigna bisa
berubah menjadi maligna (Wiknjosastro, 2011).

21
2.3.2 Aspek Evolusi
Manusia merupakan salah satu spesies yang mempunyai siklus
reproduksi bulanan, atau setiap 28 hari. Siklus haid terjadi sebagai akibat
pertumbuhan dan pengelupasan lapisan endometrium uterus. Pada akhir
fase haid endometrium menebal lagi atau fase proliferasi. Setelah ovulasi
pertumbuhan endometrium berhenti, kelenjar atau glandula menjadi lebih
aktif atau fase sekresi (Wiknjosastro, 2011).
Perubahan endometrium dikontrol oleh siklus ovarium. Rata-rata siklus
28 hari dan terdiri atas: (1) fase folikular, (2) ovulasi, dan (3) pascaovulasi
atau fase luteal. Jika siklusnya memanjang, fase folikularnya memanjang,
sedangkan fase lutealnya tetap 14 hari. Siklus haid normal karena adanya
hypotalamus- pituitary-ovarian endocrine axis, adanya respons folikel
dalam ovarium dan fungsi uterus (Wiknjosastro, 2011).

2.3.3 Hormon yang Mengontrol Siklus Haid


Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh hypotalamus- pituitary-
ovarian axis. Hipotalamus mengontrol siklus tetapi ia sendiri dapat
dipengaruhi oleh senter yang lebih tinggi di otak, misalnya kecemasan dan
stres dapat mempengaruhi siklus. Hipotalamus memacu kelenjar hipofisis
dengan menyekresi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) suatu deka-
peptide yang disekresi secara pulsatil oleh hipotalamus (Wiknjosastro,
2011).
Pulsasi sekitar setiap 90 menit, menyekresi GnRH melalui pembuluh
darah kecil di sistem portal kelenjar hipofisis ke hipofisis anterior,
gonadotropin hipofisis memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing-hormone (LH). Meskipun ada dua
gonadotropin, ada satu releasing hormon untuk keduanya. FSH adalah
hormon glikoprotein yang memacu pematangan folikel selama fase
folikular dari siklus. FSH juga membantu LH memacu sekresi hormon
steroid, terutama estrogen oleh sel granulosa dari folikel matang
(Wiknjosastro, 2011).

22
Gambar 2.11 Hormon yang mengontrol siklus menstruasi
Sumber: (Mescher, 2013)

LH juga termasuk glikoprotein. LH ikut dalam steroidogenesis dalam


folikel dan berperan penting dalam ovulasi yang tergantung pada mid-
cycle surge dari LH. Produksi progesteron oleh korpus luteum juga
dipengaruhi oleh LH. FSH dan LH, dan dua hormon glikoprotein lainnya
yaitu thyroid-stimulating hormone (TSH) dan human chorionic
gonadptropin (HCG), dibentuk oleh dua subunit protein, rantai alfa dan
beta. Aktivitas siklik dalam ovarium atau siklus ovarium dipertahankan
oleh mekanisme umpan balik yang bekerja antara ovarium, hipotalamus,
dan hipofisis (Wiknjosastro, 2011).

23
2.3.4 Siklus Ovarium
- Fase folikular
Pada hari 1-8: Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan
memacu perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.
Folikel dominan tersebut tampak pada fase mid follicular, sisa folikel
mengalami atresia. Relatif tingginya kadar FSH dan LH merupakan
trigger turunnya estrogen dan progesteron pada akhir siklus. Selama
dan segera setelah haid kadar estrogen relatif rendah tapi mulai
meningkat karena terjadi perkembangan folikel (Wiknjosastro, 2011).
Pada hari ke 9-14: Pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi
akumulasi cairan tampak sekitar sel granulosa dan menjadi konfluen,
memberikan peningkatan pengisian cairan di ruang sentral yang disebut
antrum yang merupakan transformasi folikel primer menjadi sebuah
Graafian folikel di mana oosit menempati posisi eksentrik, dikelilingi
oleh 2 sampai 3 lapis sel granulosa yang disebut kumulus ooforus
(Wiknjosastro, 2011).
Perubahan hormon hubungannya dengan pematangan folikel adalah
ada kenaikan yang progresif dalam produksi estrogen (terutama
estradiol) oleh sel granulosa dari folikel yang berkembang. Mencapai
puncak 18 jam sebelum ovulasi. Karena kadar estrogen meningkat,
pelepasan kedua gonadotropin ditekan (umpan balik negatif) yang
berguna untuk mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan
banyak folikel. Sel granulosa juga menghasilkan inhibin dan
mempunyai implikasi sebagai faktor dalam menvegah jumlah folikel
yang matang (Wiknjosastro, 2011).
- Ovulasi
Pada hari ke-14, terjadi proses ovulasi dimana ovulasi adalah
pembesaran folikel secara cepat yang diikuti dengan protrusi dari
permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya
oosit yang ditempeli oleh kumulus ooforus. Pada beberapa perempuan
saat ovulasi dapat dirasakan dengan adanya nyeri di fossa iliaka.

24
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya rasa sakit yang terjadi sebelum
folikel pecah (Wiknjosastro, 2011).

Gambar 2.12 Siklus ovarium


Sumber: (Mescher, 2013)

Perubahan hormon: estrogen meningkatkan sekrrsi LH (melalui


hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan
estrogen (umpan balik positif). Segera sebelum ovulasi terjadi
penurunan kadar estardiol yang cepat dan peningkatan produksi
progesteron. Ovulasi terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle surge LH
(Wiknjosastro, 2011).
- Fase Luteal
Fase ini terjadi pada hari ke 15-28, sisa folikel tertahan dalam
ovarium dipenitrasi oleh kapilar dan fibroblas dari teka. Sel granulosa
mengalami luteinisasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
merupakan sumber utama hormon steroid seks, estrogen dan
progesteron disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi. Korpus
luteum meningkatkan produksi progesteron dan estradiol. Kedua

25
hormon tersebut diproduksi dari prekusor yang sama (Wiknjosastro,
2011).
Selama fase luteal kadar gonadotropin mencapai nadir dan tetap
rendah sampai terjadi regresi korpus luteum yang terjadi pada hari ke
26-28. Jika terjadi konsepsi dan implantasi, kopus luteum tidak
mengalami regresi karena dipertahankan oleh gonadotrofin yang
dihasilkan oleh trofoblas. Jika konsepsi dan implantasi tidak terjadi
korpus luteum akan mengalami regresi dan terjadilah haid. Setelah
kadar hormon steroid turun akan diikuti peningkatan kadar
gonadotropin untuk insiasi siklus berikutnya (Wiknjosastro, 2011).
- Fase Haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran
darah dan sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan konvensi, hari
pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini
bersamaan dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase
folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi
fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus
sebelumnya, kadar progesteron dan esterogen darah turun tajam dan
karena efek akhir progesteron dan esterogen adalah mempersiapkan
endometriun untuk implantasi ovum yang dibuahi, terhentinya sekresi
hormon steroid ini menyebabkan lapisan dalam uterus kaya vaskular
dan nutrien ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya (Sherwood,
2014).
Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan
suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke
endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi kemudian
menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya.
Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini
membilas jaringan endometrium ke dalam lumen uterus. Sebagian
besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan

26
tipis, dalam berupa sel epitel dan kelenjar, yang menjadi asal regenerasi
endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga merangsang
kontraksi ringan ritmik miometrium uterus. Kontraksi ini membantu
mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar
melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat
akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan dismenore
(kram haid) yang dialami oleh sebagian wanita (Sherwood, 2014).
Pengeluaran darah rerata selama satu kali haid adalah 50 hingga 150
mL. Darah yang merembes pelan melalui endometrium yang
berdegenerasi membeku di dalam rongga uterus, kemudian diproses
oleh fibrinolisin, suatu pelarut fibrin yang menguraikan fibrin
pembentuk anyaman bekuan. Karena itu, darah haid biasanya tidak
membeku karena telah membeku di dalam uterus dan bekuan tersebut
telah larut sebelum keluar vagina. Namun, jika darah mengalir deras
sebelum keluar vagina. Namun, jika darah mengalir deras melalui
pembuluh yang rusak, darah menjadi kurang terpajan ke fibrinolisin
sehingga jika darah haid banyak, dapat terlihat bekuan darah.Selain
darah dan sisa endometrium, darah haid mengandung banyak leukosit.
Sel-sel darah putih ini berperan penting dalam mencegah infeksi pada
endometrium yang “terbuka” ini (Sherwood, 2014).
Haid biasanya berlangsung selama lima hingga tujuh hari setelah
degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular
ovarium. Penghentian efek progesteron dan estrogen pada degenerasi
korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) di
bawah pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat.
Turunya sekresi hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat.
Turunnya sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik
dari hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH
meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima hingga
tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru

27
berkembang telah mengahsilkan cukup estrogen untuk mendorong
perbaikan dan pertumbuhan endometrium (Sherwood, 2014).

2.4 Definisi Dismenore


Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak diperut
bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu aktifitas sehari-
hari yang paling sering ditemui pada wanita muda dan reproduktif. Dismenore
adalah keluhan yang paling sering menyebabkan wanita muda pergi ke dokter
untuk konsultasi dan mendapatkan pengobatan (Winknjosastro, 2011).
Rasa sakit yang menyerupai kejang ini terasa di perut bagian bawah.
Biasanya dimulai 24 jam sebelum haid datang, dan berlangsung sampai 12 jam
pertama dari masa haid. Dismenore diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya
kelainan atau sebab yang dapat diamati yaitu dismenore primer dan dismenore
sekunder (Colin & Shushan 2007).

2.5 Etiologi Dismenore


2.5.1 Dismenore primer
Penyebab utama dismenore primer adalah adanya prostaglandin F2α
(PGF2α), yang dihasilkan di endometrium. PGF2α merupakan hormon
yang diperlukan untuk menstimulasi kontraksi uterus selama menstruasi.
Pada remaja yang mengalami dismenore, jumlah produksi PGF2α lebih
tinggi diatas normal. Tindakan menguragi jumlah PGF2α yang tersedia
dalam tubuh merupakan metode utama dalam mengurangi dismenore
(Varney et al, 2006).
Menurut Judha (2012), penyebab dismenore primer yaitu sebagai
berikut:
- Faktor Endokrin; rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus
luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah
kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang
kontraktilitas uterus. Disisi lain, endometrium dalam fase sekresi
memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-

28
otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki
peredaran darah maka selain dismenore dapat dijumpai efek lainya
seperti nause, muntah, diare, flushing (tak terkontrol dari sistem saraf
yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa warna
kemerahan atau sensasi panas, karena itu peningkatan prostaglandin
memegang peranan sangat penting terhadap dismenore primer.
- Kelainan organik, yang termasuk dalam kelainan organik yaitu
retrofleksia uterus, hipoplasia uterus (perkembangan rahim yang tidak
lengkap), obstruksi kanalis servikalis (sumbatan saluran jalan lahir),
dan lain- lain.
- Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti rasa bersalah, ketakutan
seksual, takut hamil, konflik dengan orang lain, imaturitas (belum
mencapai kematangan).
- Faktor konstitusi, sepeti anemia dan penyakit menahun juga dapat
mempengaruhi terjadinya dismenore (Anurogo, 2011). Faktor ini
berhubungan erat dengan faktor kejiwaan sehingga dapat menurunkan
ketahanan terhadap nyeri.
- Faktor alergi, penyebab terjadinya alergi yaitu adanya toksik
menstruasi, menurut penelitian terdapat hubungan antara dismenore
dengan urtikaria (biduran), migrain, dan asam.
- Faktor obstruksi kanalis servikalis (leher rahim), salah satu teori paling
tua untuk menerangkan dismenore primer adalah stenosis kanalis
servikalis. Sekarang hal ini tidak lagi dianggap sebagai penyebab
dismenore primer, karena banyak perempuan yang menderita
dismenore primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam
hiperantefleksi
2.5.2 Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder digambarkan sebagai rasa sakit saat menstruasi
yang muncul setelah perempuan mengalami siklus menstruasi tanpa
adanya rasa sakit yang bermakna. Akan tetapi, pemakaian istilah tersebut
saat ini telah menunjukkan dismenore yang bukan disebabkan

29
prostaglandin, tetapi oleh faktor-faktor anatomis atau patologis seperti
endometriosis, mioma uteri, polip endometrium, kanker uteri, dan adanya
penyakit radang panggul (Varney et al, 2006).

2.6 Faktor Risiko Dismenore


Menurut Wiknjosastro (2011) faktor risiko yang berhubungan dengan
meningkatnya tingkat kejadian dismenore antara lain:
- Menarke usia dini
Hubungan antara menarke dini dengan pola hormonal dari siklus
menstruasi merupakan faktor risiko penting terjadinya dismenore
primer.Wanita dengan menarke dini memiliki konsentrasi hormon estradiol
serum lebih tinggi tetapi hormon testosteron dan dehidroepiandosteron
dalam konsentrasi yang lebih rendah.Peningkatan hormon estradiol tersebut
yang memiliki peran dalam mengatur onset pubertas pada wanita.
Peningkatan produksi hormon estradiol oleh tubuh dapat dipicu oleh
tingginya asupan daging maupun susu dari sapi yang disuntikkan hormon
pertumbuhan untuk meningkatkan produksi susu.
- Riwayat keluarga dengan keluhan dismenore
Laporan penelitian Charu et al. mengemukakan bahwa 39,46% wanita
yang menderita dismenore memiliki keluarga dengan keluhan dismenore
seperti ibu atau saudara kandung. Maka terdapat korelasi yang kuat antara
predisposisi familial dengan dismenore. Hal ini disebabkan adanya faktor
genetik yang memperngaruhi sehingga apabila ada keluarga yang
mengalami dismenore cenderung mempengaruhi psikis wanita
tersebut.Pada penelitian Mool Raj et al. pada wanita dengan riwayat anggota
keluarga (ibu atau saudara) dengan keluhan dismenore memiliki 3 kali
kesempatan lebih besar mengalami dismenore dibandingkan wanita tanpa
riwayat keluarga dismenore.
- Indeks Masa Tubuh yang tidak normal
Wanita dengan indeks masa tubuh (IMT) kurang dari berat badan normal
dan kelebihan berat badan (overweight) lebih mungkin untuk menderita

30
dismenore jika dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal.Pada
wanita dengan IMT kurang dari berat normal dapat menjadi salah satu faktor
konstitusi yang dapat menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap
rasa nyeri sehingga dapat terjadi dismenore.Selain itu pada pasien dengan
berat badan kurang dari normal ditemukan adanya kekurangan energi kronis
yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.Sedangkan pada
wanita dengan kelebihan berat badan cenderung memiliki lemak yang
berlebih yang dapat memicu timbulnya hormon yang dapat mengganggu
sistem reproduksi pada saat haid sehingga dapat menimbulkan nyeri.
Ditemukan bahwa kelebihan berat badan memiliki frekuensi dismenore
primer dua kali lebih besar dibandingkan dengan kekurangan berat badan
dan memungkinkan mengalami nyeri yang lebih lama.
- Kebiasaan memakan makanan cepat saji
Makanan cepat saji memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang yaitu
tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi gula, dan rendah serat.Kandungan asam
lemak yang terdapat di dalam makanan cepat saji dapat mengganggu
metabolisme progesteron pada fase luteal dari siklus menstruasi. Akibatnya
terjadi peningkatan kadar prostaglandin yang akan menyebabkan rasa nyeri
pada saat dismenore. Prostaglandin terbentuk dari asam lemak yang ada
dalam tubuh.Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian
fospolipid pada sel membran. Pada saat kadar progesteron menurun sebelum
haid, asam lemak yaitu asam arakidonat dilepaskan dan mengalami reaksi
berantai menjadi prostaglandin yang dapat menimbulkan rasa nyeri saat
haid.
- Durasi perdarahan saat haid
Durasi pendarahan saat haid normalnya empat sampai dengan 5 hari.
Wanita dengan perdarahan durasi lebih dari 5 sampai 7 hari memiliki 1,9
kali lebih banyak kesempatan untuk menderita dismenore. Lama durasi haid
dapat disebabkan oleh faktor psikologis maupun fisiologis. Secara
psikologis biasanya berkaitan dengan tingkat emosional wanita yang labil
ketika akan haid. Sementara secara fisiologi lebih kepada kontraksi otot

31
uterus yang berlebihan atau dapat dikatakan sangat sensitive terhadap
hormone, akibatnya endometrium dalam fase sekresi memproduksi
hormone prostaglandin yang lebih tinggi.Semakin lama durasi haid, maka
semakin sering uterus berkontraksi akibatnya semakin banyak pula
prostaglandin yang dikeluarkan sehingga timbul rasa nyeri saat haid.
- Terpapar asap rokok
Wanita yang terpapar asap rokok secara pasif menderita dismenore
dengan waktu yang lebih lama dibandingkan yang tidak tepapar. Pengaruh
merokok pasif pada dismenore diamati terjadi peningkatan sebesar 30%
dibandingkan dengan yang tidak merokok pasif. Mekanisme biologis yang
mempengaruhi kejadian dismenore diakibatkan dari nikotin yang bersifat
vasokonstriktor sehingga mengakibatkan berkurangnya aliran darah yang
menuju endometrium. Selain itu, asap rokok juga dipercaya memiliki sifat
anti estrogenik. Kemampuan individu untuk mengkonversi metabolit
beracun asap rokok ke gugus yang kurang berbahaya penting untuk
meminimalkan efek kesehatan yang merugikan dari senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam rokok. Gen yang berperan dalam detoksifikasi senyawa
berbahaya ini adalah gen CYP1A1. Dan dilaporkan bahwa gen CYP1A1
memiliki kecenderungan menurunkan risiko dismenore
- Konsumsi kopi
Mengkonsumsi kopi juga dapat mecetuskan nyeri saat haid, hal tersebut
dikarenakan kafein yang terkandung dalam kopi bersifat vasonkonstriksi
terhadap permbuluh darah sehingga menyebabkan aliran darah ke uterus
berkurang dan menyebabkan kram. Namun belum ditemukan penelitian
mengenai kadar kafein yang dapat mengakibatkan dismenore.
- Alexythimia
Secara psikologis didapatkan hubungan antara alexithymia dengan
keadaan dismenore primer. Alexythimia didefinisikan sebagai seseorang
dengan kesulitan mengidentifikasi perasaan dan sulit untuk membedakan
antara perasaan dengan sensasi tubuh dari rangsangan emosional. Pada
pasien alexithymia sulit untuk menggambarkan dan menghargai perasaan

32
orang lain, yang diduga menyebabkan kurang empati terhadap orang lain.
Faktor risiko dismenore 3,3 kali lebih tinggi pada wanita dengan
alexythimia. Pada penderita didapatkan ciri-ciri sindrom pramenstruasi
yang sangat menonjol. Gejala pramenstruasi dialami oleh wanita reproduksi
terjadi pada akhir fase luteal dari siklus haid. Gejala pramenstruasi
mencakup psikologis dan fisik. Gejala psikologis dapat berupa kecemasan,
gangguan tidur serta peningkatan ambang nyeri. Sedangkan secara fisik
berupa nyeri punggung, sakit kepala, payudara membengkak, perut
kembung dan muntah.

2.7 Klasifikasi Dismenore


Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya
kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi
menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif (Calis, 2011).
- Nyeri Spasmodik
Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa
haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus
berbaring karena terlalu menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat
mengerjakan apa pun. Ada di antara mereka yang pingsan, merasa sangat
mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya
adalah perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang
berusia 40 tahun ke atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling
tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula
perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu.
- Nyeri Kongestif
Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak berhari-
hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Mereka mungkin
akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu,
beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha,
merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan
keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di

33
paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang
berlangsung antara 2 atau 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses
menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah
berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita
dismenore kongestif akan merasa lebih baik. Sedangkan berdasarkan ada
tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi
menjadi, dismenore primer dan dismenore sekunder.

2.7.1 Dismenore Primer


Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya
kelainan pada alat- alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi
beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih,
oleh karena siklus- siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah
menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa
nyeri (Wiknjosastro, 2011).
Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada
beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah
kejang berjangkit- jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah,
tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan
rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas
dan sebagainya. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid
primer (Wiknjosastro, 2011).
Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab
yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu hilang sesudah
perempuan itu melahirkan anak pertama, sehingga dahulu diperkirakan
bahwa rahim yang agak kecil dari perempuan yang belum pernah
melahirkan menjadi penyebabnya, tetapi belum pernah ada bukti dari teori
itu (Wiknjosastro, 2011).

34
2.7.2 Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis
genitalis (Manuaba, 2001). Sedangkan menurut Hacker (2001) tanda –
tanda klinik dari dismenore sekunder adalah endometriosis, radang pelvis,
fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya,
dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan
hari pertama haid, terjadi pada perempuan yang lebih tua (30-40 th) dan
dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan
perdarahan yang abnormal) (Wiknjosastro, 2011).

2.8 Patofisiologi Dismenore


Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran prostaglandin
di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus dan nyeri. Kadar
prostaglandin endometrium yang meningkat selama fase luteal dan menstruasi
menyebabkan kontraksi uterus. Selama periode menstruasi, kadar
prostaglandin meningkat, kemudian pada permulaan periode, kadar
prostaglandin tetap tinggi, dengan berlanjutnya masa menstruasi, kadar
prostaglandin menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri cenderung
berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi.
Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan
menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi. Adanya
peningkatan kadar vasopressin telah dilaporkan terjadi pada wanita dengan
dismenore primer (Sasaki, 2017).
Teori lain yang menyebabkan dismenore primer yaitu dari faktor kejiwaan,
faktor konstitusi dan faktor alergi. Dari faktor kejiwaan dinyatakan bahwa
gadis remaja yang secara emosional belum stabil jika tidak mendapat
penjelasan yang baik dan benar tentang menstruasi mudah untuk timbul
dismenore. Sedangkan dari faktor konstitusi dinyatakan bahwa faktor ini dapat
menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kondisi fisik lemah, anemia,
penyakit menahun dan lain sebagainya (Wiknjosastro, 2011).

35
Menurut Wiknjosastro (2011), teori lain penyebab dismenore selain teori
kejiwaan, konstitusi, alergi dan endokrin (PGF2α) adalah teori obstruksi
kanalis servikalis, yang merupakan salah satu teori paling tua untuk
menjelaskan terjadinya dismenore primer yaitu karena terjadinya stenosis
servikalis. Hubungan antara dismenore dengan endometriosis masih tidak
jelas. Endometriosis mungkin asimtomatik, atau mungkin bersamaan dengan
nyeri pelvik yang tidak terbatas pada masa menstruasi dan pada bagian pelvik
anterior bawah.
Pada suatu studi dari wanita yang mengalami sterilisasi efektif, tidak
terdapat perbedaan antara wanita dengan maupun wanita tanpa
endometriosis.Meskipun begitu, suatu studi observasional pada wanita yang
dilakukan laparoskopi untuk infertilitas mendukung adanya hubungan antara
dismenore dan keparahan dari endometriosis (French, 2005).

2.9 Gejala dan Diagnosis Dismenore


2.9.1 Sindroma Prahaid (Pre Menstrual Syndorme/PMS)
Berbagai keluhan yang muncul sebelum haid, yaitu cemas, lelah, susah
konsentrasi, susah tidur, hilang energi, sakit kepala, sakit perut, dan sakit
pada payudara. Sindroma prahaid biasanya ditemukan 7-10 hari menjelang
haid. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diduga hormon estrogen,
progesteron, prolaktin, dan aldosteron berperan dalam terjadinya sindroma
prahaid. Gangguan keseimbangan hormon estrogen dan progesteron akan
menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga berpotensi
menyebabkan terjadi keluhan sindroma prahaid. Perempuan yang peka
terhadap faktor psikologis, perubahan hormon sering mengalami
gangguan prahaid (Wiknjosastro, 2011).
2.9.2 Diagnosis Dismenore
Dismenore primer sering terjadi pada usia muda/remaja dengan keluhan
nyeri seperti kram dan lokasinya di tengah bawah rahim. Dismenore
primer sering diikuti dengan keluhan mual, muntah, diare, nyeri kepala,
dan pada pemeriksaan ginekologi tidak ditemukan kelainan. Biasanya

36
nyeri muncul sebelum keluarnya haid dan meningkat pada hari pertama
dan kedua. Terapi empiris dapat diberikan bila berdasarkan gambaran
klinis curiga amenorea primer. Dismenore sekunder dipikirkan bila pada
anemnesis dan pemeriksaan curiga ada patologi panggul atau kelainan
bawaan atau tidak respons, dengan obat untuk amenorea primer.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan misalnya USG, infus salin
sonografi, atau laparoskopi dapat dipertimbangkan bila curiga adanya
endometriosis (Wiknjosastro, 2011).

2.10 Tatalaksana Dismenore


Kebanyakan wanita yang mengalami dismenore jarang mencari
pengobatan untuk mengatasinya. Pengobatan mandiri dengan analgesik dan
Nsaids (nonsteroidal anti-inflammatory drugs) seringkali menjadi terapi
efektif. Ketika seorang pasien dengan dismenore datang ke departemen gawat
darurat, evaluasi harus dimulai dengan ABC (Airway, Breathing, dan
Circulation) dan harus diperhatikan dengan diagnosis yang serius seperti
syok hemoragik dan sepsis (Calis, 2017).
Pasien dengan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik yang jelas
menunjukkan dismenore primer harus ditatalaksana secara simtomatis dan
menjalani follow updengan tepat. Sedangkan seorang pasien dengan riwayat
dan hasil pemeriksaan yang kurang jelas atau hasil pemeriksaan tanda vital
abnormal diharuskan untuk menjalani pemeriksaan yang lebih lanjut seperti
pemeriksaan laboratorium, Ultrasonografi (USG) pelvis, dan berpotensi
untuk konsultasi obstetrik/ginekologi (Calis, 2017).
Tatalaksana dismenore ditujukan untuk mengurangi keluhan simtomatik
dengan menghambat proses penyebab keluhan tersebut. Tingkatan dismenore
berdasarkan keparahan nyeri dan derajat pembatasan aktivitas pasien bisa
digunakan untuk menentukan terapi. Obat-obatan yang sering digunakan
seperti NSAIDs dan analgesik opioid serta kontrasepsi oral. Obat lain bisa
digunakan sebagai pilihan terapi namun belum banyak diketahui

37
efektivitasnya. Menurut Calis (2017) tatalaksana dismenore terdiri atas terapi
farmakologi dan non farmalologi.
- Terapi Farmakologi
Tatalaksana dismenore primer ditujukan langsung untuk meredakan
gejala nyeri keram pada pelvis dan gejala penyertanya seperti nyeri kepala,
nausea, vomitus, dan diare yang identik menyertai atau mendahului onset
siklus menstruasi. Nyeri pelvis bisa menjalar ke dorsum dan regio
femoralis dan seringkali membutuhkan tindakan intervensi segera (Calis,
2017).
Saat ini, terapi farmakologi merupakan tatalaksana yang efektif untuk
meredakan gejala dismenore. Nyeri yang dikeluhkan disebabakan oleh
vasokonstriksi uterus, anoksia, dan kontraksi yang dimediasi oleh
prostaglandin. Untuk meredakan keluhan simtomatis bisa diberikan obat-
obatan inhibitor sintesis prostaglandin serta memiliki sifat anti inflamasi
dan analgetik (Calis, 2017).
Kombinasi NSAIDs dan kontrasepsi oral sering digunakan sebagai
modalitas terapi untuk menatalaksana dismenore primer. Kedua obat
tersebut memiliki mekanisme yang berbeda dan sering digunakan sebagai
terapi tambahan pada kasus refraktori. Bila respon dari kombinasi obat ini
tidak sesuai bisa menimbulkan penyebab sekunder dari dismenore (Calis,
2017).
Tatalaksana dismenore sekunder termasuk koreksi untuk mengatasi
penyebab organik. Tatalaksana khusus baik pengobatan atau tindakan
operatif bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi patologis dari pelvis
seperti pada endometriosis. Penggunakan analgesik secara berkala sebagai
terapi tambahan bisa bermanfaat (Calis, 2017).
NSAIDs (non steroidal anti-inflammatory drugs)
NSAIDs atau obat anti inflamasi non steroid merupakan pilihan utama
terapi pada dismenore primer dan sekunder. Obat ini menurunkan nyeri
menstruasi dengan menurunkan tekanan intrauterin dan menurunkan kadar
prostaglandin F2 alfa (PGF2alfa) dalam cairan menstruasi. NSAIDs yang

38
menghambat sintetase prostaglandin tipe I dan menekan produksi dari
cylic endoperoxidase(misalnya fenamate, agen selektif siklooksigenase 2,
asam proprionik, dan asam indole asetat) meringankan gejala dengan
menurunkan konsentrasi prostaglandin plasma endometrium dan cairan
menstruasi (Calis, 2017).
Jika obat digunakan dengan dosis yang tepat, maka nyeri akibat
menstruasi tersebut bisa diringankan. Karena obat ini digunakan pada
jangka waktu yang pendek serta dikonsumsi oleh sebagian besar wanita
muda, umumnya obat ini ditoleransi dengan baik dan tanpa toksisitas yang
serius. Efek samping gastrointestinal sering dialami sebagai efek samping
penggunaan NSAIDs. Pasien harus dimonitor terhadap adanya potensi
interaksi farmakodinak dan farmakokinetik obat lain dan kemungkinan
untuk menimbulkan efek pada agregasi trombosit. NSAIDs kontraindikasi
terhadap pasien dengan gangguan fungsi ginjal, ulkus peptikum, gastritis,
bledding diatheses, atau hipersensitivitas aspirin (Calis, 2017).
Secara spesifik menurut The US Food and Drug Administration (FDA)
obat-obatan yang tergolong NSAIDs yang bisa digunakan pada dismenore
adalah sebagai berikut:
 Asam diklofenak
 Ibuprofen
 Ketoprofen
 Meclofenamate
 Asam mefenamate
 Naproxen
Aspirin tidak terlalu efektif untuk mengatasi dismenore dibandingkan
obat-obatan di atas. Sedangkan asetaminofen hanya mampu meringankan
nyeri keram menstruasi ringan (Calis, 2017).
Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral menghambat ovulasi bulanan dan dapat menurunkan
aliran menstruasi, juga bisa meredakan gejala dismenore. Pembaharuan
tinjauan Cochrane menunjukkan beberapa bukti manfaat simtomatik pada

39
pasien dengan dismenore primer, meskipun tidak ada persiapan khusus
yang menunjukkan keunggulan dibanding yang lainnya. Pada beberapa
pasien, kontrasepsi oral dapat mencegah dismenore sama sekali, walaupun
agen ini tidak disetujui oleh FDA untuk indikasi ini (Calis, 2017).
Kontrasepsi oral mungkin merupakan pilihan tepat bagi pasien yang
tidak ingin hamil. Kombinasi kontrasepsi oral menekan sumbu
hipotalamus-hipofisis-ovarium, sehingga menghambat ovulasi dan
mencegah produksi prostaglandin pada fase luteal akhir. Hal ini umumnya
mengurangi jumlah aliran menstruasi dan mengurangi dismenore primer
pada kebanyakan pasien. Penggunaan kontrasepsi oral dengan cara yang
mengurangi jumlah siklus menstruasi mungkin bermanfaat bagi beberapa
pasien (Calis, 2017).
Kombinasi kontrasepsi oral, alat kontrasepsi levonorgestrel, dan depot
medroksiprogesteron asetat memberikan penghilang rasa sakit yang efektif
dan dikaitkan dengan berkurangnya aliran menstruasi. Mungkin perlu
menambahkan NSAID ke kontrasepsi oral, terutama selama beberapa
siklus pertama setelah inisiasi kontrasepsi oral. Dosis etinil estradiol
umumnya kurang dari 50 μg; kontrasepsi oral monofasik yang
mengandung 30 μg adalah pilihan yang masuk akal. Sampai saat ini,
penelitian yang membandingkan keampuhan berbagai formulasi
kontrasepsi oral dalam pengelolaan dismenore belum dilakukan (Calis,
2017).
Dalam studi wanita dengan dismenore primer, Petraglia dkk
menemukan bahwa estradiol valerate plus dienogest dan ethinyl estradiol
plus levonorgestrel sebanding efektif dalam mengurangi nyeri dismenorea.
Masing-masing perawatan dilakukan secara oral oleh lebih dari 200 wanita
setiap hari selama tiga siklus 28 hari, dengan jumlah hari rasa sakit dan
tingkat rasa sakit yang dievaluasi. Berdasarkan penilaian diri pasien, para
peneliti menentukan bahwa rasa sakit dikurangi dengan kedua perlakuan
dengan jumlah yang hampir sama (4,6 hari untuk estradiol valerat

40
ditambah dienogest, 4,2 hari untuk etinil estradiol plus levonorgestrel)
(Calis, 2017).
- Terapi non farmakologi
Diet dan Terapi Lainnya
Terapi lain untuk dismenorea telah diusulkan, namun kebanyakan tidak
dipelajari dengan baik. Diet vegetarian rendah lemak, piridoksin,
magnesium, dan vitamin E adalah contohnya. Selain itu, akupunktur,
akupresur, berbagai obat herbal dan suplemen diet, nitrogliserin
transdermal, penghambat saluran kalsium, agonis beta-adrenergik,
antilukotrien, unit stimulasi saraf transkutaneous (TENS), dan terapi pijat
dan latihan isometrik telah disarankan untuk penggunaan terapeutik dalam
setting ini. Aplikasi topikal panas tingkat rendah kontinu mungkin
bermanfaat bagi beberapa pasien. Gangguan jalur saraf telah dilakukan,
namun data terbatas (Calis, 2017).
Pencegahan
Berbagai tindakan telah digunakan untuk mengelola dismenorea pada
pasien rawat jalan, termasuk modifikasi gaya hidup sepertinya sangat
membantu, berhenti merokok harus didorong, karena merokok dapat
menjadi faktor risiko dismenore, dan olahraga telah ditunjukkan untuk
mengurangi gejala dismenorea, meskipun mekanismenya tidak dipahami
dengan baik.

41
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi telah dilaksanakan di Jalan Merdeka No. 38 RT
023 RW 08, Talang Semut, Bukit Kecil, Kota Palembang, Sumatera Selatan,
30121.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi telah dilaksanakan pada hari Jum’at, 23 Maret
2018 pukul 10.00 s.d. selesai.

3.3 Subjek Tugas Kelompok


Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan tugas pengenalan profesi ini adalah
pasien dismenore pada siswi SMP-SMA

3.4 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi ini adalah:
1. Alat tulis dan checklist serta daftar wawancara
2. Kamera

3.5 Langkah Kerja


Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam melaksanakan Tugas
Pengenalan Profesi ini adalah:
1. Pembuatan
2. Konsultasi kepada Pembimbing
3. Meminta Surat Melaksanakan TPP
4. Pelaksanaan TPP
5. Pembuatan Laporan Pelaksanaan TPP

42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pasien Dismenore Nn.S
Nama : Nn.S
Usia : 11 tahun
Alamat : Jalan Kms. Ashik
Pekerjaan : Siswi SMP

No. Pertanyaan Jawaban


1. Pola haid
- Apakah siklus menstruasi setiap bulannya Tidak menentu
teratur?
- Berapa lama jarak antar tiap datang bulan? Tidak menentu
(<20 hari, 20-27 hari, 28 hari, > 35 hari)
- Durasi datang bulan? (> 8 hari, 5-7 hari, 3- 7 hari
5 hari)
- Berapa kali dalam sehari menganti 2x/hari
pembalut? (>5 kali, <3 kali, 3-5 kali)
2. Keluhan utama:
- Nyeri/kram perut saat menstruasi Ya, sejak pertama kali
 Sejak kapan menstruasi
 Hilang timbul/menetap Hilang timbul
 Lokasi Perut bawah

 Kualitas nyeri: tumpul, tajam, seperti Tertusuk jarum


tertusuk jarum, tertekan, terasa berat. (Interpretasi: nyeri tajam

 Penjalaran pada regio hypogastrica)

 Faktor yang memperberat dan Tidak ada


memperingan keluhan?

43
 Durasi setiap kali merasakan nyeri Terasa ringan saat
 Dari nilai 1-10, terletak pada angka beristirahat
berapa tingkatan nyeri yang dirasakan < 1 jam
(Wiknjosastro, 2011). 5
3. Keluhan tambahan:
- Pusing Kepala pusing
- Mual muntah
- Diare
- Perubahan suasana hati
- Jantung berdebar-debar
- Nyeri pada payudara
(Wiknjosastro, 2011).
4. Apakah sedang dalam keadaan hamil? Tidak
5. Apakah keluhan tersebut mempengaruhi Lemas dan tidak bisa
aktivitas sehari-hari? melakukan aktivitas lain
6. Apa faktor yang memperingan keluhan? Beristirahat
7. Apa faktor yang memperberat keluhan? Tidak ada
8. Apakah keluhan hilang timbul atau terus Hilang timbul
menerus?
9. Apa faktor risiko timbulnya penyakit?
- Menarche usia dini Tidak (usia 11 tahun)
- Riwayat keluarga dengan keluhan Ibu dan kakak
dismenore perempuannya menderita hal
yang sama
- Indeks massa tubuh yang tidak normal TB: 146 cm, BB: 45 kg,
IMT: 21,11 (Normal - 2SD -
1SD)
- Kebiasaan makan-makanan cepat saji Suka mengonsumsi
- Durasi perdarahan saat haid makanan cepat saji,
- Terpapar asap rokok

44
- Stress gorengan, dan mie instan,
serta konsumsi sayur jarang.
Sering terpapar asap rokok
10. Apakah pernah melakukan pemeriksaan Tidak pernah
penunjang seperti pemeriksaan ginekologi,
USG?
11. Apa saja terapi yang pernah dilakukan? Tidak ada
Non-Farmakologi:
- Diet vegetarian rendah lemak
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga
teratur
Farmakologi:
a. NSAIDs (non steroidal anti-
inflammatory drugs)
- Asam diklofenak
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Meclofenamate
- Asam mefenamate
- Naproxen
b. Kontrasepsi Oral
Berapa dosis obat yang dikonsumsi?
Berapa lama obat tersebut dikonsumsi?
Apakah terdapat efek samping yang
dirasakan setelah mengonsumsi obat?
(keluhan gastrointestinal)
12. Apakah ada riwayat keluarga mengalami Ibu dan kakak perempuan
keluhan yang sama?

45
4.1.2 Pasien Dismenore Nn. N
Nama : Nn. N
Usia : 13 tahun
Alamat : Jalan Abi Kusno
Pekerjaan : Siswi SMP

No. Pertanyaan Jawaban


1. Pola haid
- Apakah siklus menstruasi setiap bulannya Tidak
teratur?
- Berapa lama jarak antar tiap datang bulan? >35 hari
(<20 hari, 20-27 hari, 28 hari, > 35 hari) Dua bulan terakhir teratur
- Durasi datang bulan? (> 8 hari, 5-7 hari, 3- (28 hari)
5 hari) 5 hari, namun pernah sampai
- Berapa kali dalam sehari menganti 12 hari.
pembalut? (>5 kali, <3 kali, 3-5 kali) 4x sehari
2. Keluhan utama:
- Nyeri/kram perut saat menstruasi Ya
 Sejak kapan Setelah 6 kali menstruasi
 Hilang timbul/menetap Hilang timbul
 Lokasi Perut kanan sebelah bawah

 Kualitas nyeri: tumpul, tajam, seperti hingga pusat


tertusuk jarum, tertekan, terasa berat. Tertusuk jarum

 Penjalaran (Interpretasi: nyeri tajam

 Faktor yang memperberat dan pada regio iliaca dextra


memperingan keluhan? hingga umbilicus)
Tidak ada
 Durasi setiap kali merasakan nyeri
Lebih terasa ringan saat
 Dari nilai 1-10, terletak pada angka
istirahat dan minum obat
berapa tingkatan nyeri yang dirasakan
2-3 Jam, nilai nyeri 5
(Wiknjosastro, 2011).

46
3. Keluhan tambahan:
- Pusing Perubahan suasana hati
- Mual muntah
- Diare
- Perubahan suasana hati
- Jantung berdebar-debar
- Nyeri pada payudara
(Wiknjosastro, 2011).
4. Apakah sedang dalam keadaan hamil? Tidak
5. Apakah keluhan tersebut mempengaruhi Sudah dua kali tidak sekolah
aktivitas sehari-hari? bila sedang haid
6. Apa faktor yang memperingan keluhan? Istirahat dan minum obat
7. Apa faktor yang memperberat keluhan? Beraktivitas
8. Apakah keluhan hilang timbul atau terus Hilang timbul
menerus?
9. Apa faktor risiko timbulnya penyakit? Tidak (menarche usia 12
- Menarche usia dini tahun)
- Riwayat keluarga dengan keluhan Tidak ada
dismenore BB: 68 kg, TB: 163 cm,
- Indeks massa tubuh yang tidak normal IMT: 26,50, Gemuk >1 SD-
2 SD
- Kebiasaan makan-makanan cepat saji Tidak
- Durasi perdarahan saat haid 5 hari pernah sampai 12 hari
- Terpapar asap rokok Tidak
- Stress Ya
10. Apakah pernah melakukan pemeriksaan Tidak pernah
penunjang seperti pemeriksaan ginekologi,
USG?
11. Apa saja terapi yang pernah dilakukan?
Non-Farmakologi:

47
- Diet vegetarian rendah lemak Tidak
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga Ya
teratur
Farmakologi:
a. NSAIDs (non steroidal anti- Ya
inflammatory drugs)
- Asam diklofenak
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Meclofenamate
- Asam mefenamate
- Naproxen
b. Kontrasepsi Oral
Berapa dosis obat yang dikonsumsi?
Berapa lama obat tersebut dikonsumsi?
Apakah terdapat efek samping yang
dirasakan setelah mengonsumsi obat?
(keluhan gastrointestinal)
12. Apakah ada riwayat keluarga mengalami Tidak
keluhan yang sama?

48
4.1.3 Pasien Dismenore Nn. Nd
Nama : Nn. Nd
Usia : 16 tahun
Alamat : Plaju
Pekerjaan : Siswi SMA

No. Pertanyaan Jawaban


1. Pola haid
- Apakah siklus menstruasi setiap bulannya Ya
teratur?
- Berapa lama jarak antar tiap datang bulan? 28-35 hari
(<20 hari, 20-27 hari, 28 hari, > 35 hari)
- Durasi datang bulan? (> 8 hari, 5-7 hari, 3- 5-7 hari, pernah sampai 10
5 hari) hari
- Berapa kali dalam sehari menganti 3x sehari
pembalut? (>5 kali, <3 kali, 3-5 kali)
2. Keluhan utama:
- Nyeri/kram perut saat menstruasi Ya
 Sejak kapan Sejak awal haid, tahun 2017
 Hilang timbul/menetap nyeri dirasakan lebih parah
 Lokasi karena haid yang tidak

 Kualitas nyeri: tumpul, tajam, seperti berhenti.


tertusuk jarum, tertekan, terasa berat. Menetap pada hari awal haid

 Penjalaran Keram seperti ditusuk-tusuk,

 Faktor yang memperberat dan lokasi pada perut bawah, dan


memperingan keluhan? tidak menjalar.
(interpretasi: nyeri tajam
 Durasi setiap kali merasakan nyeri
pada regio hypogastrica)
 Dari nilai 1-10, terletak pada angka
Tidak menentu
berapa tingkatan nyeri yang dirasakan
8
(Wiknjosastro, 2011).

49
3. Keluhan tambahan:
- Pusing Mual dan muntah
- Mual muntah
- Diare
- Perubahan suasana hati
- Jantung berdebar-debar
- Nyeri pada payudara
(Wiknjosastro, 2011).
4. Apakah sedang dalam keadaan hamil? Tidak
5. Apakah keluhan tersebut mempengaruhi Ya
aktivitas sehari-hari?
6. Apa faktor yang memperingan keluhan? Istirahat dan minum obat
7. Apa faktor yang memperberat keluhan? Tidak ada
8. Apakah keluhan hilang timbul atau terus
menerus?
9. Apa faktor risiko timbulnya penyakit?
- Menarche usia dini Menarche usia 14 tahun (2
- Riwayat keluarga dengan keluhan SMP)
dismenore Tidak ada
- Indeks massa tubuh yang tidak normal BB: 50 kg, TB: 160 cm,
- Kebiasaan makan-makanan cepat saji IMT: 19,53 kg/m2, Normal (-
2SD- 1SD)
- Durasi perdarahan saat haid Ya
- Terpapar asap rokok Tidak
- Stress Tidak
10. Apakah pernah melakukan pemeriksaan Pernah USG
penunjang seperti pemeriksaan ginekologi, Hasil Normal
USG?
11. Apa saja terapi yang pernah dilakukan?
Non-Farmakologi:

50
- Diet vegetarian rendah lemak Tidak
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga Tidak
teratur
Farmakologi:
a. NSAIDs (non steroidal anti- Obat berwarna merah
inflammatory drugs) diminum 2x1 hari sampai
- Asam diklofenak obat habis
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Meclofenamate
- Asam mefenamate
- Naproxen
b. Kontrasepsi Oral
Berapa dosis obat yang dikonsumsi?
Berapa lama obat tersebut dikonsumsi?
Apakah terdapat efek samping yang
dirasakan setelah mengonsumsi obat?
(keluhan gastrointestinal)
12. Apakah ada riwayat keluarga mengalami Tidak ada
keluhan yang sama?

51
4.1.4 Pasien Dismenore
Nama : Nn. MT
Usia : 17 tahun
Alamat : Bukit Siguntang
Pekerjaan : Siswi SMA

No. Pertanyaan Jawaban


1. Pola haid
- Apakah siklus menstruasi setiap bulannya Tidak
teratur?
- Berapa lama jarak antar tiap datang bulan? Pernah 20-27 hari dan > 35
(<20 hari, 20-27 hari, 28 hari, > 35 hari) hari
- Durasi datang bulan? (> 8 hari, 5-7 hari, 3- 5-7 hari
5 hari)
- Berapa kali dalam sehari menganti 3-5 kali
pembalut? (>5 kali, <3 kali, 3-5 kali)
2. Keluhan utama:
- Nyeri/kram perut saat menstruasi Ya
 Sejak kapan SMP kelas 2
 Hilang timbul/menetap Terus menerus
 Lokasi Panggul

 Kualitas nyeri: tumpul, tajam, seperti Seperti tertusuk jarum


tertusuk jarum, tertekan, terasa berat. Pinggang

 Penjalaran (Interpretasi: nyeri tajam


pada regio iliaca dextra,
regio hypogastrica, regio
iliaca sinistra yang menjalar
hingga ke regio lumbalis
dextra et sinistra)

52
 Faktor yang memperberat dan Bergerak dan merasa lebih
memperingan keluhan? baik saat terlentang dan
 Durasi setiap kali merasakan nyeri beristirahat
 Dari nilai 1-10, terletak pada angka Sepanjang hari
berapa tingkatan nyeri yang dirasakan 7
(Wiknjosastro, 2011).
3. Keluhan tambahan:
- Pusing Nyeri pada payudara dan
- Mual muntah perubahan suasana hati
- Diare dirasakan.
- Perubahan suasana hati
- Jantung berdebar-debar
- Nyeri pada payudara
(Wiknjosastro, 2011).
4. Apakah sedang dalam keadaan hamil? Tidak
5. Apakah keluhan tersebut mempengaruhi Tidak sekolah pada awal
aktivitas sehari-hari? haid
6. Apa faktor yang memperingan keluhan?
7. Apa faktor yang memperberat keluhan?
8. Apakah keluhan hilang timbul atau terus
menerus?
9. Apa faktor risiko timbulnya penyakit?
- Menarche usia dini Menarche usia 10 tahun
- Riwayat keluarga dengan keluhan Tidak ada, Saudara Ibu ada
dismenore yang menderita mioma.
- Indeks massa tubuh yang tidak normal BB: 66 kg, TB: 167 cm,
IMT: 23,66, Normal (-2SD-
1SD)
Ya dan gorengan, jarang
- Kebiasaan makan-makanan cepat saji
makan sayur
- Durasi perdarahan saat haid

53
- Terpapar asap rokok 1 minggu
- Stress Sering terpapar asam rokok
Ya
10. Apakah pernah melakukan pemeriksaan USG, karena curiga seperti
penunjang seperti pemeriksaan ginekologi, ada kista atau tumor solid
USG? ternyata bukan.
11. Apa saja terapi yang pernah dilakukan?
Non-Farmakologi:
- Diet vegetarian rendah lemak Tidak
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga Sering latihan baris berbaris
teratur
Farmakologi:
c. NSAIDs (non steroidal anti- Ya
inflammatory drugs)
- Asam diklofenak
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Meclofenamate
- Asam mefenamate
- Naproxen
d. Kontrasepsi Oral
Berapa dosis obat yang dikonsumsi?
Berapa lama obat tersebut dikonsumsi?
Apakah terdapat efek samping yang
dirasakan setelah mengonsumsi obat?
(keluhan gastrointestinal)
12. Apakah ada riwayat keluarga mengalami Tidak ada
keluhan yang sama?

54
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gejala Klinis dan Klasifikasi Dismenore pada Siswi SMP-SMA
a. Pasien Nn.S
Nn.S mengalami nyeri saat menstruasi sejak menstruasi pertamanya pada
bulan Januari 2018, dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, durasi
terjadinya menstruasi biasanya 1 minggu, dan mengganti pembalutnya 2x
dalam sehari. Nyeri yang dirasakan pada saat menstruasi tekadang muncul dan
terkadang menghilang, nyeri tajam dirasakan pada regio hypogastrica, dan
tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah
berat saat melakukan aktivitas dan berkurang saat beristirahat. Nyeri yang
dirasakan berlangsung selama kurang dari 1 jam, dan nyeri yang dirasakan
masih tergolong sedang atau tidak terlalu sakit.
Pada saat menstruasi biasanya keluhan nyeri juga disertai pusing, tidak
disertai gejala lain seperti mual muntah, diare, perubahan suasana hati, jantung
yang berdebar-debar, dan payudara yang terasa nyeri. Nn.S juga merasa
badannya lemas sehingga kesulitan untuk melakukan aktivitas atau hal lain.
b. Pasien Nn.N
Nn. N mengeluh nyeri saat menstruasi setelah melewati enam kali
menstruasi, dengan siklus yang tidak teratur, lama jarak antar tiap datang bulan
yaitu >35 hari, mendapatkan menstruasi tiap 2 bulan sekali, dengan durasi yaitu
5 hari, namun durasinya pernah panjang hingga 12 hari, dan mengganti
pembalut 4 kali sehari.
Nyeri ini dirasakan saat menstruasi, nyeri tajam dirasakan hilang timbul dan
dirasakan di regio iliaca dextra hingga ke regio umbilicus, dan tidak terdapat
penjalaran. Nyeri ini berkurang jika Nn. N beristirahat dan meminum obat.
Nyeri dirasakan selama dua sampai tiga jam, dengan tingkatan nyeri yang
dirasakan yaitu 5. Tidak ada keluhan lain yang menyertai, kecuali perubahan
suasana hati dari Nn. N.
Keluhan ini terkadang mengganggu aktivitas sehari-hari, yaitu tidak masuk
sekolah. Keluhan tersebut hilang timbul, dan keluhan akan berkurang jika
beristirahat dan minum obat.

55
c. Pasien Nn.Nd
Nn.Nd mengeluh nyeri saat menstruasi sejak pertama kali mengalami haid
pada usia 14 tahun, nyeri dirasakan lebih parah sejak tahun 2017 karena haid
yang tidak berhenti selama lebih dari 10 hari. Nyeri dirasakan pada regio
hypogastrica, sifat seperti ditusuk-tusuk dengan VAS bernilai 8, nyeri menetap
pada hari awal siklus menstruasi, dan nyeri tidak menjalar.
Keluhan nyeri saat menstruasi juga disertai mual dan muntah. Keluhan
tersebut mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Keluhan dirasakan membaik saat
beristirahat dan meminum obat. Nn.Nd memiliki siklus menstruasi 28-35 hari,
dengan durasi 5-7 hari bahkan pernah sampai 10 hari bahkan lebih, dan
mengganti pembalut sebanyak 3x sehari.
d. Pasien Nn.MT
Nn.MT mengeluh nyeri saat menstruasi sejak Nn.MT duduk di kelas VIII,
nyeri tajam dirasakan pada regio iliaca dextra, regio hypogastrica, regio iliaca
sinistra, dan menjalar hingga ke regio lumbalis dextra et sinistra.
Keluhan nyeri dirasa semakin berat ketika bergerak dan merasa ringan
ketika berbaring terlentang, beristirahat, dan setelah minum obat. Nyeri
dirasakan sepanjang hari terutama pada hari pertama hingga kedua siklus
menstruasi. Menurut Nn.MT nyeri yang dirasakan memiliki nilai 7. Keluhan
juga disertai dengan nyeri pada payudara dan perubahan suasana hati.
Nn.MT mengaku keluhan nyeri saat menstruasi ini mengganggu aktivitas
pasien yang menyebabkan ia tidak bersekolah pada hari pertama dan kedua
siklus menstruasi.
Nn.MT memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur dengan jarak antar tiap
siklus tidak menentu, durasi perdarahan menstruasi 5-7 hari, dan mengaku
mengganti pembalut sebanyak 3-5 kali dalam sehari.

56
Pada keempat subjek Tugas Pengenalan Profesi ini, berdasarkan hasil
wawancara didapatkan adanya keluhan berupa nyeri pada saat haid di perut
bagian bawah disertai pusing, perubahan suasana hati, nyeri pada payudara,
serta mual dan muntah. Keluhan ini menganggu aktivitas sehari-hari keempat
subjek sehingga tidak bersekolah dan membutuhkan obat untuk meringankan
keluhan. Kemungkinan keluhan yang dialami merupakan gejala dismenore.
Menurut Wiknjosastro (2011) dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit
atau rasa tidak enak diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat
menggangu aktivitas sehari-hari yang paling sering ditemui pada wanita muda
dan reproduktif.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa keempat subjek
mengalami dismenore yang termasuk ke dalam klasifikasi dismenore primer.
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan
pada alat- alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu
setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-
siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis
anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri (Wiknjosastro, 2011).
Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa
kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang
berjangkit- jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat
menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat
dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya.
Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid primer (Wiknjosastro,
2011).
Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang
dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu hilang sesudah perempuan itu
melahirkan anak pertama, sehingga dahulu diperkirakan bahwa rahim yang
agak kecil dari perempuan yang belum pernah melahirkan menjadi
penyebabnya, tetapi belum pernah ada bukti dari teori itu (Wiknjosastro, 2011).

57
Selain itu, bila dilihat dari derajat nyeri dismenore. Pada Nn. S termasuk ke
dalam dismenore ringan. Sedangkan, pada Nn. Nn, Nn. Nd, dan Nn. MT
termasuk ke dalam dismenore sedang. Menurut Mandhubala (2012), intesitas
nyeri menurut Multi Dimensional Scoring of Andersch and Milsom
mengklasifikan nyeri dismenore sebagai dismenore ringan, sedang, dan berat.
Dismenore ringan adalah didefinisikan sebagai nyeri haid tanpa adanya
pembatasan aktivitas fisik, tidak diperlukan penggunaan analgetik, dan tidak
ada keluhan sistemik. Sedangkan, dismenore sedang adalah nyeri haid yang
memengaruhi aktivitas sehari-hari dengan kebutuhan analgetik untuk
menghilangkan rasa sakit, dan terdapat beberapa keluhan sistemik.

4.2.2 Etiologi Dismenore pada Siswi SMP-SMA


Pada hasil wawancara keempat subjek Tugas Pengenalan Profesi ini,
etiologi dismenore yang dialami tidak diketahui dengan jelas. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasannya informasi yang bisa didapatkan. Selain itu,
untuk mengetahui etiologi pasti dari dismenore harus dilakukan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan hasil wawancara, kemungkinan keempat subjek TPP
mengalami dismenore primer.
Dismenore diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab
yang dapat diamati yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder (Colin &
Shushan 2007). Menurut Varney et al (2006) penyebab utama dismenore
primer adalah adanya prostaglandin F2α (PGF2α), yang dihasilkan di
endometrium. PGF2α merupakan hormon yang diperlukan untuk menstimulasi
kontraksi uterus selama menstruasi. Pada remaja yang mengalami dismenore,
jumlah produksi PGF2α lebih tinggi diatas normal. Tindakan menguragi
jumlah PGF2α yang tersedia dalam tubuh merupakan metode utama dalam
mengurangi dismenore. Menurut Judha (2012) penyebab dismenore primer
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor endokrin, faktor organik,
faktor psikologis, faktor konstitusi, dan faktor alergi.

58
4.2.3 Faktor Risiko Dismenore pada Siswi SMP-SMA
a. Pasien Nn.S
Pada Nn.S juga ditemukan beberapa faktor risiko timbulnya nyeri saat
menstruasi seperti adanya kelurga yang mengalami hal serupa (ibu dan kakak
perempuan), sering mengkonsumsi makanan cepat saji, dan sering terpapar
asap rokok dari lingkungan sekitar. Menurut Novia dan Puspitasari (2008)
terdapat korelasi yang kuat antara predisposisi familial dengan dismenore. Hal
ini disebabkan adanya faktor genetik yang memperngaruhi sehingga apabila
ada keluarga yang mengalami dismenore cenderung mempengaruhi psikis
wanita tersebut.
Pada penelitian Mool Raj et al. pada wanita dengan riwayat anggota
keluarga (ibu atau saudara) dengan keluhan dismenore memiliki 3 kali
kesempatan lebih besar mengalami dismenore dibandingkan wanita tanpa
riwayat keluarga dismenore. Riwayat keluarga (ibu atau saudara kandung)
merupakan salah satu faktor risiko dismenore. Kondisi anatomi dan fisiologis
dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orang tua dan saudara-
saudaranya. Dismenore sebagian besar dialami oleh seseorang yang
mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore. Dua dari tiga wanita
yang menderita dismenore mempunyai riwayat dismenore pada keluarganya
(Novia dan Puspitasari, 2008).
Makanan cepat saji memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang yaitu
tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi gula, dan rendah serat. Kandungan asam
lemak yang terdapat di dalam makanan cepat saji dapat mengganggu
metabolisme progesteron pada fase luteal dari siklus menstruasi. Akibatnya
terjadi peningkatan kadar prostaglandin yang akan menyebabkan rasa nyeri
pada saat dismenore. Prostaglandin terbentuk dari asam lemak yang ada dalam
tubuh. Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian fospolipid
pada sel membran. Pada saat kadar progesteron menurun sebelum haid, asam
lemak yaitu asam arakidonat dilepaskan dan mengalami reaksi berantai
menjadi prostaglandin yang dapat menimbulkan rasa nyeri saat haid
(Wiknjosastro, 2011).

59
Wanita yang terpapar asap rokok secara pasif menderita dismenore dengan
waktu yang lebih lama dibandingkan yang tidak tepapar. Pengaruh merokok
pasif pada dismenore diamati terjadi peningkatan sebesar 30% dibandingkan
dengan yang tidak merokok pasif. Mekanisme biologis yang mempengaruhi
kejadian dismenore diakibatkan dari nikotin yang bersifat vasokonstriktor
sehingga mengakibatkan berkurangnya aliran darah yang menuju
endometrium. Selain itu, asap rokok juga dipercaya memiliki sifat anti
estrogenik. Kemampuan individu untuk mengkonversi metabolit beracun asap
rokok ke gugus yang kurang berbahaya penting untuk meminimalkan efek
kesehatan yang merugikan dari senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
rokok. Gen yang berperan dalam detoksifikasi senyawa berbahaya ini adalah
gen CYP1A1. Dan dilaporkan bahwa gen CYP1A1 memiliki kecenderungan
menurunkan risiko dismenore (Wiknjosastro, 2011).
b. Pasien Nn.N
Pada Nn.N faktor risiko dismenore yang dialami adalah IMT yang tidak
normal (gemuk), durasi perdarahan saat haid yang lama, dan faktor stres.
Menurut Wiknjosastro (2011) pada wanita dengan kelebihan berat badan
cenderung memiliki lemak yang berlebih yang dapat memicu timbulnya
hormon yang dapat mengganggu sistem reproduksi pada saat haid sehingga
dapat menimbulkan nyeri. Ditemukan bahwa kelebihan berat badan memiliki
frekuensi dismenore primer dua kali lebih besar dibandingkan dengan
kekurangan berat badan dan memungkinkan mengalami nyeri yang lebih lama.
c. Pasien Nn.Nd
Pada Nn.Nd faktor risiko dismenore yang dialami adalah kebiasaan
mengonsumsi makanan cepat saji serta durasi perdarahan haid yang lama.
Menurut Sari, et al (2015: 569) wanita dengan perdarahan durasi lebih dari 5
sampai 7 hari memiliki 1,9 kali lebih banyak kesempatan untuk menderita
dismenore. Lama durasi haid dapat disebabkan oleh faktor psikologis maupun
fisiologis. Secara psikologis biasanya berkaitan dengan tingkat emosional
wanita yang labil ketika akan haid. Sementara secara fisiologi lebih kepada
kontraksi otot uterus yang berlebihan atau dapat dikatakan sangat sensitf

60
terhadap hormon, akibatnya endometrium dalam fase sekresi memproduksi
hormon prostaglandin yang lebih tinggi. Semakin lama durasi haid, maka
semakin sering uterus berkontraksi akibatnya semakin banyak pula
prostaglandin yang dikeluarkan sehingga timbul rasa nyeri saat haid.
d. Pasien Nn.MT
Nn. MT mengalami menarche pada usia 10 tahun. Pada Nn. MT faktor risiko
dismenore yang dialami adalah kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji,
gorengan, dan jarang makan sayur. Faktor lain yaitu faktor stres dan sering
terpapar asap rokok. Selain itu, dalam keluarga Nn.MT ada yang memiliki
riwayat penyakit ginekologi berupa mioma.
Menurut Sari et al (2015: 569) faktor stres dapat menurunkan ketahanan
terhadap rasa nyeri. Pada saat stress tubuh akan memproduksi hormon estrogen
dan prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dan prostaglandin ini dapat
menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan sehingga
mengakibatkan rasa nyeri saat menstruasi. Hormon adrenalin juga meningkat
dan menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot uterus dan menjadikan nyeri
saat menstruasi.

4.2.4 Pemeriksaan Penunjang Dismenore pada Siswi SMP-SMA


Nn. S dan Nn.N tidak pernah melakukan pemeriksaan apapun. Nn.Nd
pernah melakukan pemeriksaan penunjang USG sebagai pemeriksaan
penunjang untuk mengetahui penyebab menstruasi dengan durasi panjang yang
dialami. Nn.MT pernah melakukan pemeriksaan penunjang berupa USG
karena dicurigai adanya kista atau tumor solid mengingat Nn.MT memiliki
riwayat keluarga dengan mioma uteri, namun pada hasil pemeriksaan
didapatkan normal.
Riwayat keluarga dengan kejadian mioma uteri berisiko terhadap generasi
selanjutnya, ada sebagian besar orang secara genetik lebih kecenderungannya
untuk menderita penyakit yang sama. Tetapi adapula orang yang secara genetik
lebih kecil kemungkinannya. Sebab itu, jika dalam riwayat kesehatan keluarga

61
ada beberapa orang yang diketahui menderita mioma harus menghindari
faktor-faktor yang dapat memicu mioma (Manuaba, 2010).
Menurut Calis (2017) tidak ada tes yang spesifik untuk diagnosis dismenore
primer. Diagnosis dibuat atas temuan klinis, pemeriksaan laboratorium dapat
diindikasikan untuk menjelaskan penyebab dismenore sekunder. Studi
noninvasif dapat mencakup ultrasonografi abdomen dan transvaginal. Studi
lain yang lebih invasif termasuk hysterosalphingography, mungkin diperlukan.
Untuk investigasi lebih lanjur mungkin termasuk histeroskopi atau
laparoskopi.
Dalam kasus dismenore primer, studi pencitraan memiliki pengaruh yang
kecil. Namun, jika terdapat kecurigaan patologi panggul, ultrasonografi
abdomen dan transvaginal adalah modalitas yang efisien dan efektif.
Ultrasonografi relatif tidak invasif, dapat dengan mudah dilakukan di bagian
gawat darurat, dan mengungkapkan patologi panggul yang paling relevan.
Misalnya endometriosis, kehamilan ektopik, kista ovarium, fibroid, dan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) (Calis, 2017).

4.2.5 Tatalaksana Dismenore pada Siswi SMP-SMA


Berdasarkan hasil wawancara, tatalaksana non-farmakologi dismenore yang
dilakukan oleh keempat subjek TPP adalah dengan tirah baring. Sedangkan
tatalaksana farmakologi pada Nn. S tidak menggunakan analgetik untuk
meringankan keluhan. Sedangkan pada ketiga subjek lainnya menggunakan
obat untuk meringankan keluhan nyeri. Ketiga subjek tidak mengetahui obat
yang dikonsumsi karena langsung diberikan oleh orang tua nya. Obat
dikonsumsi 2-3 kali dalam sehari dan setelah mengonsumsi obat tersebut ketiga
subjek merasa keluhannya berkurang. Kemungkinan obat yang dikonsumsi
adalah obat analgesik yaitu NSAIDs.
NSAIDs atau obat anti inflamasi non steroid merupakan pilihan utama terapi
pada dismenore primer dan sekunder. Obat ini menurunkan nyeri menstruasi
dengan menurunkan tekanan intrauterin dan menurunkan kadar prostaglandin
F2 alfa (PGF2alfa) dalam cairan menstruasi. NSAIDs yang menghambat

62
sintetase prostaglandin tipe I dan menekan produksi dari cylic endoperoxidase
(misalnya fenamate, agen selektif siklooksigenase 2, asam proprionik, dan
asam indole asetat) meringankan gejala dengan menurunkan konsentrasi
prostaglandin plasma endometrium dan cairan menstruasi (Calis, 2017).
Jika obat digunakan dengan dosis yang tepat, maka nyeri akibat menstruasi
tersebut bisa diringankan. Karena obat ini digunakan pada jangka waktu yang
pendek serta dikonsumsi oleh sebagian besar wanita muda, umumnya obat ini
ditoleransi dengan baik dan tanpa toksisitas yang serius. Efek samping
gastrointestinal sering dialami sebagai efek samping penggunaan NSAIDs.
Pasien harus dimonitor terhadap adanya potensi interaksi farmakodinak dan
farmakokinetik obat lain dan kemungkinan untuk menimbulkan efek pada
agregasi trombosit. NSAIDs kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, ulkus peptikum, gastritis, bledding diatheses, atau
hipersensitivitas aspirin (Calis, 2017).

63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah
sebagai berikut:
1. Gejala klinis dismenore pada siswi SMP-SMA adalah nyeri saat menstruasi
yang bersifat tajam, hilang timbul, dirasakan pada regio hypogastrica
dengan atau tanpa penjalaran ke regio lumbalis dextra et sinistra, disertai
pusing, badan lemas, mual, muntah, perubahan suasana hati, nyeri pada
payudara, serta terganggunya aktivitas sehari-hari. Dismenore pada siswi
SMP-SMA termasuk ke dalam klasifikasi dismenore prime, di mana
dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan
pada alat- alat genital yang nyata.
2. Etiologi dismenore primer pada siswi SMP-SMA tidak diketahui dengan
jelas.
3. Faktor risiko dismenore pada Nn.S adalah riwayat keluarga dengan
dismenore, riwayat konsumsi makanan cepat saji, dan sering terpapar asap
rokok. Pada Nn.N faktor risiko dismenore yang dialami adalah IMT yang
tidak normal (gemuk), durasi perdarahan saat haid yang lama, dan faktor
stres. Pada Nn.Nd faktor risiko dismenore yang dialami adalah kebiasaan
mengonsumsi makanan cepat saji serta durasi perdarahan haid yang lama.
Pada Nn. MT faktor risiko dismenore yang dialami adalah kebiasaan
mengonsumsi makanan cepat saji, faktor stres, dan sering terpapar asap
rokok.
4. Pemeriksaan penunjang dismenore pada Nn.Nd dan Nn.MT adalah USG
(ultrasonografi) abdomen, dan dinyatakan normal. Sedangkan Nn.S dan
Nn.N tidak pernah melakukan pemeriksaan penunjang apapun.
5. Tatalaksana non-farmakologi dismenore yang dilakukan oleh keempat
subjek TPP adalah dengan tirah baring. Sedangkan tatalaksana farmakologi
pada ketiga subjek lainnya menggunakan obat untuk meringankan keluhan

64
nyeri. Kemungkinan obat yang dikonsumsi adalah obat analgesik yaitu
NSAIDs. Pada Nn. S tidak menggunakan analgetik untuk meringankan
keluhan.

5.2 Saran
Adapun saran pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi mahasiwa, sebelum melakukan tugas pengenalan profesi hendaknya
mempelajari terlebih dahulu materinya agar proses tugas di lapangan
mencapai sasaran yang diinginkan.
2. Bagi siswi SMP-SMA, hendaknya selalu memperhatikan kemungkinan
faktor risiko yang dapat menimbulkan atau memperberat dismenore yang
diderita, mengatur pola makan gizi seimbang, berolahraga, dan
memperhatikan kebersihan organ genitalia untuk mencegah terjadinya
infeksi selama menstruasi.

65
DAFTAR PUSTAKA

Afroh F, Judha M, Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Calis, Karim Anton. 2017. Dysmenorrhea. E-Medicine: Medscape Reference,
(online): https://emedicine.medscape.com/article/253812-overview (diakses
pada 10 MAret 2018).
Sasaki, Kirsten J. 2017. Menstruation Disorders in Adolescents. E-Medicine:
Medscape Reference, (online):
https://emedicine.medscape.com/article/953945-overview#showall (diakses
pada 10 Maret 2018).
Eroschenko, Victor P. 2015. Atlas Histologi difiore. Jakarta: EGC.
Handayani, dkk. 2013. Dismenore dan Kecemasan pada Remaja. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada. 15(1).
Manuaba. (2010). Memahami Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Mescher, Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th
Edition. United States of America: Mc-Graw Hill Education.
Novia, Ika dan Puspitasari, Nunik. 2008. Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Kejadian Dismenore Primer. The Indonesian Journal of Public Health. 4(2).
Sari et al. 2015. Hubungan Stres dengan Kejadian Dismenore Primer pada
Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Jurnal Kesehatan Andalas. 4(2): 569.
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis: Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. Hal
805-6.
Varney, helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam Prawirohardjo,
Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

66
Lampiran 1

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA


TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK XVII
“SISTEM REPRODUKSI”
DISMENORE PADA SISWI SMP-SMA

Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :

No. Pertanyaan Jawaban


1. Pola haid
- Apakah siklus menstruasi setiap bulannya
teratur?
- Berapa lama jarak antar tiap datang bulan?
(<20 hari, 20-27 hari, 28 hari, > 35 hari)
- Durasi datang bulan? (> 8 hari, 5-7 hari, 3-
5 hari)
- Berapa kali dalam sehari menganti
pembalut? (>5 kali, <3 kali, 3-5 kali)
2. Keluhan utama:
- Nyeri/kram perut saat menstruasi
 Sejak kapan

67
 Hilang timbul/menetap
 Lokasi
 Kualitas nyeri: tumpul, tajam, seperti
tertusuk jarum, tertekan, terasa berat.
 Penjalaran
 Faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan?
 Durasi setiap kali merasakan nyeri
 Dari nilai 1-10, terletak pada angka
berapa tingkatan nyeri yang dirasakan
(Wiknjosastro, 2011).
3. Keluhan tambahan:
- Pusing
- Mual muntah
- Diare
- Perubahan suasana hati
- Jantung berdebar-debar
- Nyeri pada payudara
(Wiknjosastro, 2011).
4. Apakah sedang dalam keadaan hamil?
5. Apakah keluhan tersebut mempengaruhi
aktivitas sehari-hari?
6. Apa faktor yang memperingan keluhan?
7. Apa faktor yang memperberat keluhan?
8. Apakah keluhan hilang timbul atau terus
menerus?
9. Apa faktor risiko timbulnya penyakit?
- Menarche usia dini
- Riwayat keluarga dengan keluhan
dismenore

68
- Indeks massa tubuh yang tidak normal
- Kebiasaan makan-makanan cepat saji
- Durasi perdarahan saat haid
- Terpapar asap rokok
- Stress
10. Apakah pernah melakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan ginekologi,
USG?
11. Apa saja terapi yang pernah dilakukan?
Non-Farmakologi:
- Diet vegetarian rendah lemak
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga
teratur
Farmakologi:
a. NSAIDs (non steroidal anti-
inflammatory drugs)
- Asam diklofenak
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Meclofenamate
- Asam mefenamate
- Naproxen
b. Kontrasepsi Oral
Berapa dosis obat yang dikonsumsi?
Berapa lama obat tersebut dikonsumsi?
Apakah terdapat efek samping yang
dirasakan setelah mengonsumsi obat?
(keluhan gastrointestinal)
12. Apakah ada riwayat keluarga mengalami
keluhan yang sama?

69

Anda mungkin juga menyukai