Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana


Dosen : Ns. Moh. Malikul Mulki, S.Tr.Kep.M.Tr.Kep.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

Moh Fajri 202001104 Nur Anisa 202001113


Muhammad Raehan 202001106 Nur Asiah 202001114

Ni Made Dwi Sudiari 202001107 Nurita Umabaihi 202001115

Ni Wayan Widiadnyani 202001108 Oktaviani 202001117

Nida Nur Hasana 202001109 Revalina 202001119


Nofriansa 202001110 Riad Anugrah P 202001120
Novita D. Lasanuda 202001111 Sinta Astuti P 202001121

Nur Aisyah Oktavia 202001112 Fathul Khair 202001095

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah makalah tentang “Pelayanan keperawatan jiwa
pada situasi bencana” ini dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun masih
banyak kekurangan baik dari isi, sistematika, maupun cara penyajiannya.

Makalah tentang “Pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana”


ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa bagi
Semester 4 Program Studi S1 Keperawatan di STIKes WIDYA
NUSANTARA PALU.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Mata


Kuliah Keperawatan jiwa ini. Serta bagi semua pihak yang turut mendukung
dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa


dalam mempelajarimateri tentang Pelayanan keperawatan jiwa pada situasi
bencana. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain yang akan
menulis tentang tema yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai
penyusun.

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. konsep dari pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana alam .......... 3

B. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana........................ 13

C. Jenis Kegiatan Siaga Bencana ................................................................. 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17

A. Kesimpulan ............................................................................................. 17

B. Saran ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses bencana alam seringkali tidak terduga. Bencana alam memakan jiwa
yang jumlahnya tidak sedikit, sehingga banyak yang tidak siap dan tanggap
dalam memperkirakan bencana alam yang datang tiba-tiba. Profesi
keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat
tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga
dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda,
sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalam menghadapi
kondisi seperti ini.

Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat
dilakukan oleh proesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam
berbagai bentuk.

Aspek Psikologis erat kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya


fisik:kehilangan barang milik, kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga sosial:
kehilangan aktivitas, kehilangan ikatan kekeluargaaan dan lain-sebagainya.
Mengingat dampak psikologis bencana sangat besar dalam arti jumlah mereka yang
mengalami dampak besar namun jumlah profesional kesehatan mental terbatas
(jumlah psikolog klinis dan psikiater sedikit). Belum lagi prosespenanganan aspek
psikologis bencana tidak singkat melainkan merupakan proses yang relatif panjang.
Sehingga perlu dirancang sebuah strategi penanganan bencana untuk mengatasi
masalah psikologis yang berkelanjutan dengan menggunakan suatu system
teknologi modern.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana
alam ?
2. Apa pentingnya peran mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap
bencana
3. Bagaimana bentuk kegiatan yang bisa dilakukan ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep dari pelayanan keperawatan jiwa pada situasi
bencana alam
2. Untuk mengetahui peran penting mahasiswa dalam proses keperawatan
jiwa dalam situasi tanggap bencana
3. Untuk mengetahui bentuk peran dan kegiatan yang bisa dilakukan oleh
mahasiswa dalam proses keperawatan jiwa dalam situasi tanggap
bencana

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. konsep dari pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana alam


1. Definisi Bencana
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia,
atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala
tertentu dan memerlukanrespon dari luar masyarakat dan wilayah yang
terkena bencana. Dalam setiap bencana yang terjadi, selalu ada implikasi
kesehatan jiwa – baik dalam kasus bencana alam, misalnya gempa
bumi,tsunami, angin ribut, atau pada bencana yang diakibatkan oleh
manusia, misalnya perang atau kekerasan interpersonal. Kebutuhan
langsung dari populasi yang terkena bencana alam seringkali merupakan
kebutuhan fisik (sandang pangan). Namun perlu diingat bahwa semua orang
yang mengalami dan hidup dalam situasi yang tidak menentu akan
menderita trauma.
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan
terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang
selamat. Stres pasca tauma (post traumatic stress disorder (PTSD))
merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti setelah terjadinya
bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara permanen
terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan terkait
trauma, dan mengalami gangguan meningkat secara terus – menerus.
2. Jenis-jenis bencana:
Menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 jenis bencana
terbagi menjadi 3 bagian ;
a. Bencana alam
Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
b. Bencana non alam

3
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang anatara lain berupa gagal teknelogi,
gagal moderenisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan
teror.
3. Fase-fase bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya suatu
bencana yaitu fase pre impact, impact, dan post impact
a. Fase pre impact merupakan warning fase, tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya
pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik oleh
pemerintah, lembaga dan masyarakat.
b. Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana. inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup. Fase
impact ini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan
yang darurat dilakukan.
c. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat. Juga tahap dimana masyarakat mulai
berusaha kembali pada fungsi kualitas normal. Secara umum pada fase
post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi mulai
dari penolakan (denial), marah(angry), tawar – menawar (bargaing),
depresi (depression), hingga penerimaan (acceptance).
4. Evolusi Pandangan Terhadap Bencana
a. Pandangan konvensional
Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana : kecelakaan atau
(accident) ; tidak dapat diprediksi; tidak menentu; tidak terhindarkan;
dan tidak terkendali. Masyarakat dipandang sebagai ‘korban’ dan
‘penerima bantuan’ dari pihak luar.

4
b. Pandangan ilmu pengetahuan alam
Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan
kehidupan manusia. Karena kekuatan alam yang luar biasa. Proses
geofisik, geologi, dan hidrometereologi. Tidak memperhitungkan
manusia sebagai penyebab alam.
c. Pandangan ilmu terapan
Besaran (Magnitude) bencana tergantung besarnya ketahanan atau
kerusakan akibat bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya
peningkatan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil
kerusakan.
d. Pandangan progresif
Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan masyarakat
yang ‘normal’. Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti.
Peran sentral dari masyarakat adalah mengenai bencana itu sendiri.
e. Pandangan ilmu sosial
Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat
menghadapi bahaya. Ancaman adalah alami, tetapi bencana bukan
alami. Besaran bencana tergantung perbedaan tingkat kerawanan
masyarakat.
f. Pandangan holistik
Menekankan pada ancaman (Threat) dan kerentanan
(Vulnerability),serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi resiko.
Gejala alam menjadi ancaman jika mengancam hidup dan harta benda.
Ancaman akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan
kerentanan.
5. Permasalahan dalam penanggulangan bencana
Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah
memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
a. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
b. Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA

5
c. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan
ketidaksiapan
d. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya
6. Kelompok rentan bencana
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman dari potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai
kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas:
a. Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam
menghadapi ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi
masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa.
b. Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat
dalam pengalokasian sumber daya untuk pencegahan serta
penanggulangan bencana.
c. Kerentanan sosial, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek
pendidikan, pengetahuan tentang ancaman bahaya dan rwesiko
bencana.
d. Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal.
Misalnya masyarakat yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor.
7. Paradigma Penanggulanngan Bencana
Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran
paradigm dari konfensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan
kejadian yang tak terelakan dan korban harus segera mendapatkan
pertolongan, pendekatan holistic yakni menampakkan bencana dalam tatak
rangka menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan serta kemampuan
masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan
kejadian yang tak dapat dihindari, namun resiko atau akibat kejadian
bencana dapat diminimalisasi dengan mengurangi kerentanan masyarakat

6
yang ada dilokasi rawan bencan serta meningkatkan kapasitas masyarakat
dalam pencegahan dan penangan bencana.
8. Pengurangan Risiko Bencana
Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan,
pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis
risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan
peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan
bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana).
b. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi,
kerusakan dan sumber daya; penentuan status keadan darurat;
penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan
dasar; pelayanan psikososial dan kesehatan.
c. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan
daerah bencana, prasarana dan saran umum, bantuan perbaikan rumah,
social, psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan
rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana
prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.
9. Trauma Pasca Bencana
a. Stress
Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat
adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri yang memunculkan
gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai.
Stress merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia, bahkan seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri.
Setiap hari kadang kita harus tergesa bangun, membereskan pekerjaan
rumah kadang hingga lupa atau tidak sempat sarapan, lari mengejar
kendaraan umum untuk Sekolah atau menjalani aktivitas, berkonflik
dengan teman atau orang lain, kehabisan uang padahal harus membeli

7
keperluan harian dan seterusnya. Semua kejadian itu dapat
memunculkan stres.
Mereka yang mengalami stres mungkin merasa lebih gelisah,
tegang, cemas, mengalami kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur.
Ada pula yang tekanan darah dan detak jantungnya nmeningkat, sakit
kepala, perut mulas, gatal-gatal atau diare. Stres juga dapat merubah
perilaku kita. Misalnya kita menjadi lebih cepat marah, lebih suka
sendirian, menjadi tidak enak makan, merasa tidak berdaya, tidak
bersemangat, frustrasi, atau merasa tidak percaya diri.
Meski cukup sering menganggu, stres tidak perlu selalu dilihat
sebagai hal negatif. Dalam hal tertentu ,stres memiliki dampak positif.
Eustress adalah stres dalam artian positif yakni keadaan yang dapat
memotivasi, dan berdampak menguntungkan. Sebagai contohnya, ada
orang-orang yang bila sudah terdesak waktu, tiba-tiba akan
terbangkitkan kreativitasnya. Ada pula yang karena merasa tertinggal,
memotivasi diri sendiri dan dapat berprestasi gemilang.
b. Trauma
Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock).
Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara
tiba-tiba dan di luar kontrol/kendali seseorang, bahkan seringkali
membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa ini begitu
mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang kita alami
sehari-hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis.
Ciri-ciri peristiwa traumatis adalah :
1) Terjadi secara tiba-tiba.
2) Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat.
3) Mengancam keutuhan fisik maupun mental.
4) Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan
perilaku yang amat membekas bagi mereka yang mengalami
ataupun yang menyaksikan.

8
Bencana alam seperti gempa bumi jelas merupakan peristiwa
traumatis, karena tidak pernah ada yang bisa meramalkan kapan
akan datang dan menimbukan perasaan takut dan mengerikan.
Sehingga dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya.
Kondisi seperti stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa
traumatis disebut sebagai stres traumatis. Kondisi inilah yang biasa
kita kenal sebagai trauma.

Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang


tidak mengalami langsung peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang
yang menonton berita bencana secara terus menerus. Ia kemudian
menjadi sulit tidur, mengalami rasa takut dan waspada berlebihan.
Hal semacam ini disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres
traumatis yang dialami oleh orang yang tidak mengalami secara
langsung. Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia,
biasanya akan menunjukkan respon tertentu. Respon yang muncul
mungkin berbedabeda bagi tiap orang, namun umumnya respon
yang muncul adalah:

a) Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan, seperti


mencengkeram, atau ingatan lainnya tentang traumanya
b) Merasakan peristiwa seperti terjadi lagi (flashback)
c) Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat peristiwa
d) traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan,
atau diciumnya.
e) Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
f) Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu
mengendalikan ingatan tentang peristiwa traumatis.
10. Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak
a. Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres & trauma)
Gejala ini muncul pada masa kurang dari 2 hari. Gejala ini ditandai
dengan simptom - simptom yang muncul setelah bencana, di antaranya:

9
1) Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia)
2) Menghindar (menarik diri dari situasi sosial).
3) Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak
berdaya).
4) Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk).
b. Acute stress disorder (ASD)
Gejala ini muncul pada masa 2 s.d 30 hari/4 minggu yang ditandai
dengan:
1) Individu/korban mengalami peristiwa traumatik yang
mengancam jiwa diri sendiri maupun orang lain, atau
menimbulkan kengerian luar biasa bagi dirinya (horor).
2) Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya kewaspadaan
tinggi, mudah kaget, sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah
tersinggung dan gelisah.
3) Gangguan efektifitas diri di area sosial dan pekerjaan.
c. Post traumatic stress disorder (PTSD)
Gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulan yang ditandai dengan:
1) Gangguan muncul akibat suatu peristiwa hebat yang
mengejutkan, bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun
tidak tertahankan oleh orang yang mengalaminya.
2) Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang
pernah dialami.
3) Ketidakberdayaan/ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”.
4) Terlalu siaga/waspada yang disertai ketergugahan/keterbangkitan
secara kronis.
5) Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi
secara efektif dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga,
pendidikan, dll)
11. Peran Perawat Komunitas Dalam Manajemen Kejadian Bencana
Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki
tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik

10
selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact.
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun
rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian
kejadian bencana
Tujuan utama : Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada
bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik
masyarakat yang terkena bencana tersebut.
a. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra
bencana ini, antara lain:
1) Mengenali instruksi ancaman bahaya,
2) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency
(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
3) Melatih penanganan pertama korban bencana, dan
4) Merkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.

Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :

1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).


2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang ,
perdarahan dan pertolongan pertama luka bakar.
3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, rs dan ambulans.
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat
dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter,
baterai).
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan
atau posko-posko bencana.

11
Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap
kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan.

Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk


memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana
”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih
efektif. (Triase).

TRIASE :

1) Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang


mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami
hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
2) Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi
injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan
syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih
dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara
lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla
spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
3) Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah
fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi.
4) Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak
dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam
keadaan meninggal.

12
B. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana
Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan
keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap
bencana. Mahasiswa keperawatan tidak hanya dituntut memiliki
pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari
itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan
darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa keperawatan
untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih
banyak melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan
lebih dahulu dibandingkan dengan mahasiswa keperawata, walaupun ada
itu sudah terkesan lambat.

C. Jenis Kegiatan Siaga Bencana


Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan
pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang
menjadi perhatian penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan
oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap bencana:
a. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan
korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka,
kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan
menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para
relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah
pengobatan dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan bisa turut
andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun
tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan
bersama mahasiswa keperawatan lainnya secara cepat, menyeluruh dan
merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa
beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya
sesuai dengan profesi keperawatan.

13
b. Pemberian bantuan
Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi
korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan
dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan
sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa
dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung di
lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang
harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di
tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban
saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak
mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
c. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma
psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa
berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat.
Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang
sedang dalam massa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gannguan
mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanaganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang
dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada orang dewasa,
pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala
keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi
dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak,
cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka
kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada
masa bermain. Mahasiswa keperawatan dapat memdirikan sebuah
taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan
permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri
mereka akan kembali seperti sedia kala.

14
d. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca
bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat
memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda
yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah
dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong
membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang
dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Mahasiswa keperawatan dapat
melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan
berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam
bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana
akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan
yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang
harus dimiliki oleh seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:
1) Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang
baik. Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan memberikan
pertolongan dalam penanaganan bencana, haruslah mumpuni
dalam skill keperawatan, dengan bekal tersebut mahasiswa akan
mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan
maksimal.
2) Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap
kepedulian. Pemulihan daerah bencana membutuhkan
kepedulian dari setiap elemen masyarakat termasuk mahasiswa
keperawatan, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan
mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi
bencana. Sehingga dengan jiwa dan semangat kepedulian
tersebut akan mampu meringankan beban penderitaan korban
bencana.

15
3) Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen siaga
bencana

Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda,


segal hal yang terkait harus didasarkan pada managemen yang baik,
mengingat bencana datang secara tak terduga banyak hal yang harus
dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang
dilakukan salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di daerah
bencana, mahasiswa keperawatan dituntut untuk mampu memilki
kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal
yang berhubungan dengan peralatan bantuan dan pertolongan medis
harus bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu yang mendesak.
Oleh karena itu, mahasiswa keperawatan harus mengerti konsep
siaga bencana.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan
berkepanjangan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada
korban bencana yang selamat. Menurut Barbara santamaria ada tiga
fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase pre impact,impact,dan
post impact. Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan
pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi,
pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam
situasi tanggap bencana. Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu
adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa
keperawatan, diantaranya: Mahasiswa keperawatan harus memilki
skill keperawatan yang baik, Mahasiswa keperawatan harus
memiliki jiwa dan sikap kepedulian, Mahasiswa keperawatan harus
memahami managemen siaga bencana.

B. Saran
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan, mahasiswa keperawatan
diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki
kemampsuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanuasiaan
melalui aksi siaga bencana.

17
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi,dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta :


EGC.

Yusuf AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

18

Anda mungkin juga menyukai