Anda di halaman 1dari 7

TUGAS JURDING

MANAGEMENT OF PAIN IN EMERGENCY DEPARTEMENT


(Manajemen Nyeri Di Unit Kegawat Daruratan)
Sabila Fatimah/ G99152021
Pembimbing : dr. Septian Adi Permana, Sp.An, M.Kes

1) Batas waktu disebut nyeri akut dan nyeri kronis?


Nyeri akut adalah nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau kondisi patologik yang sedang berlangsung.
Batasan waktu terjadinya nyeri akut menurut Internasional Association for the Study of
Pain (IASP) adalah 2 minggu. Dimana nyeri yang berlangsung 2 minggu hingga 3 bulan
masuk dalam kategori nyeri subakut dan nyeri yang berlangsung melebihi masa
penyembuhan (lebih dari 3 bulan) disebut sebagai nyeri kronik.
2) Perbedaan Alodinia dan Hiperalgesia?
Alodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri.
Hiperalgesia adalah respon berlebihan terhadap stimulus yang tidak
menyenangkan.
3) Cara menggunakan skala nyeri Wong Baker Faces?

Cara penggunaan skala nyeri Wong Baker Faces :


1. Tunjukkan gambar gambar mimik wajah yang ada pada skala nyeri kepada anak.
Beri penjelasan secara singkat mengenai tingkatan rasa nyeri yang diwakili setiap
gambar.
2. Mintal anak untuk memilih gambar wajah yang paling menggambarkan rasa nyeri
yang dirasakannya. Cocokan dengan skala angka pada gambar.
Contoh : Jelaskan pada anak bahwa anak dapat memilih wajah nomor 0 bila anak
tidak merasakan sakit sama sekali, Wajah 2 bila anak hanya sedikit merasa sakit.
Wajah 4 bila lebih sakit. Wajah 6 bila jauh lebih sakit. Wajah 8 bila sangat sakit
tapi tidak sampai menangis. Wajah 10 bila sangat sakit sampai menangis.
4) Stepladder WHO pemberian analgetik pada nyeri akut dan nyeri kronis?

Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder.
Strategi ini merupakan bagian dari metode manajemen nyeri yang berpusat pada 5 prinsip,
yaitu:

1. By Mouth berarti menggunakan rute oral bilamana memungkinkan, bahkan untuk


opiat.
2. By the Clock berarti untuk nyeri yang persisten, obat diberikan berdasarkan interval
obat tersebut daripada diberikan hanya ketika dibutuhkan atau on demand.
3. Analgesics should be prescribed according to pain intensity as evaluated by a scale of
intensity of pain berarti analgesic yang diberikan harus berdasarkan intensitas nyeri
yang dievaluasi menggunakan skala nyeri. Jadi bukan berdasarkan persepsi dokter yang
sering meremehkan nyeri yang dialami pasien.
4. By the Ladder yaitu tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan
nyeri, antara lain:

Langkah 1:
a. Untuk nyeri ringan sampai sedang sebaiknya dimulai dengan obat analgesik non
opioid dan tingkatkan dosisnya. Jika dibutuhkan dapat ditingkatkan sampai dosis
maksimum yang direkomendasikan.
b. Dapat digunakan obat adjuvan seperti antidepresan atau antikonvulsi jika
dibutuhkan.
c. Jika pasien dengan nyeri sedang atau berat maka dapat dilewati langkah 1.

Langkah 2:

a. Apabila masih tetap nyeri, maka dapat naik ke tangga atau langkah kedua, yaitu
ditambahkan obat opioid lemah, misalnya kodein.
b. Tambahkan atau lanjutkan obat adjuvan, jika tepat.

Langkah 3:

a. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap, maka sebagai langkah terakhir,
disarankan untuk menggunakan opioid kuat yaitu morfin.
b. Tambahkan atau lanjutkan obat adjuvan, jika tepat.
5. For the Individual berarti rencana terapi harus berdasarkan tujuan pasien.

Pada dasarnya, prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk nyeri kronik
maupun nyeri akut, yaitu:

1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3.


2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1.

5) Perbedaan obat penghambat COX non selektif dan penghambat COX 2 selektif
(serta kontraindikasinya)?
Golongan obat anti inflamasi non steroid bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG 2 terganggu. Setiap
obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim
siklooksigense terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2. Kedua
isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara
garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di
berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung,
aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase 2
semula diduga diinduksi berbagai stimulus inflamasi, termasuk sitokin, endotoksin, dan
factor pertumbuhan. Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di
ginjal, jaringan, vaskuler, dan pada proses perbaikan jaringan. Tromboksan A 2 yang
disintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi, dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di
endotel makrovaskuler melawan efek tersenut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit, vasodilatasi, dan efek antiproliferatif.
Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan OAINS adalah induksi
tukak peptic yang kadang disertai dengan anemia sekunder karena perdarahan saluran
cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah (1) iritasi yang bersifat local
yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui penghambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
sekresi mucus usus halus yang bersifat isoprotektif. Kedua prostaglandin ini terutama
dihasilkan pada jalur COX-1 sehingga obat yang menghambat COX-2 efek gangguan
saluran cernanya lebih ringan dari COX non selektif.
Karena tidak memiliki efek menghambat agregasi trombosit, obat penghambat
COX-2 dikontraindikasikan pada pasien dengan risiko tinggi mengalami gangguan
kardiovaskuler atau serebrovaskulerr sepert orang dengan hipertensi, riwayat stroke
iskemik, atau infark miokard.
6) Bagaimana jaras terjadinya nyeri?

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai


dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis, yang secara koolektif disebut
sebagai nosiseptif (nociception). Mekanisme timbulnya nyeri terdiri dari 4 proses, antara
lain:

a. Transduksi

Merupakan perubahan rangsang nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas listrik


pada ujung-ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik seperti prostaglandin, serotonin,
bradikinin, leukotrien, substans P, potassium, histamin, asam laktat, dan lain-lain akan
mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Reseptor nyeri merupakan
anyaman ujung-ujung bebas serat-serat aferen A delta dan C. Reseptor-reseptor ini
banyak dijumpai dijaringan kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh
yang lain. Serat saraf aferen A delta dan C adalah serat-serat saraf sensorik yang
mempunyai fungsi meneruskan sensorik nyeri dari perifir ke sentral ke susunan saraf
pusat. Interaksi antara zat algesik dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya
impuls nyeri.

b. Transmisi

Merupakan proses perambatan impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang
menyusul proses tranduksi. Oleh serabut aferen A-delta dan C, impuls nyeri diteruskan ke
sentral, yaitu ke medula spinalis, ke sel neuron di kornu dorsalis. Sel-sel neuron di
medula spinalis kornua dorsalis yang berfungsi dalam fisiologi nyeri ini disebut sel-sel
neuron nosisepsi. Pada nyeri akut, sebagian dari impuls nyeri tadi oleh serabut aferen A-
delta dan C diteruskan langsung ke sel-sel neuron yang berada di kornu antero-lateral dan
sebagian lagi ke sel-sel neuron yang berada di kornu anterior medula spinalis. Aktifasi
sel-sel neuron di kornu antero-lateral akan menimbulkan peningkatan tonus sistem saraf
otonom simpatis dengan segala efek yang dapat ditimbulkannya. Sedangkan aktifasi sel-
sel neuron di kornu anterior medula spinalis akan menimbulkan peningkatan tonus otot
skelet di daerah cedera dengan segala akibatnya.

c. Modulasi

Merupakan interaksi antara sistem analgesik endogen (endorfin, NA, 5HT)


dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior. Impuls nyeri yang diteruskan oleh
serat-serat A-delta dan C ke sel-sel neuron nosisepsi di kornua dorsalis medula spinalis
tidak semuanya diteruskan ke sentral lewat traktus spinotalamikus. Di daerah ini akan
terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan sistem inhibisi, baik sistem inhibisi
endogen maupun sistem inhibisi eksogen. Tergantung mana yang lebih dominan. Bila
impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan sensibel nyeri.
Sedangkan bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan
merasakan sensibel nyeri.

d. Persepsi

Impuls yang diteruskan ke kortex sensorik akan mengalami proses yang sangat
kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan sensasi
nyeri.
7) Cara penggunaan Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT)

Anda mungkin juga menyukai