Oleh :
Pembimbing :
2016
Definisi oligoanalgesia
Pasien dengan fraktur membutuhkan pengobatan untuk nyeri dua kali lebih sering
dibandingkan pasien tanpa fraktur, meskipun ketika level dari nyeri yang dilaporkan telah
terkontrol dengan sesuai. Ini menunjukkan bias nyeri yang disebabkan oleh tarikan otot tidak
senyeri yang disebakan oleh fraktur. Ducharmer dan Barber (1995) melakukan penelitian
blinded prospektif mengenai terapi dan penilaian tingkat nyeri di IGD. Mereka mendeskripsikan
kurangnya penggunaan suatu skala objektif atau dokumentasi mengenai impresi pasien mengenai
nyeri yang mereka rasakan dan kurang intervensi atau medikasi untuk nyeri bahkan dibawah dari
angka 25%. Hal ini hampir sama dengan yang didokumentaikan oleh Tanabe dan Buschmann
(1999) bahwa hanya 15% opioid untuk terpi nyeri di IGD. Pada tahun 2002, Siregar dan Thode
melaporkan bahwa setengah dari seluruh pasien dengan luka bakar yang datang tidak menerima
analgesia ketika di IGD dan hampir separuh dari pasien tidak mendapatkan penilaian dari nyeri
yang mereka alami. Hal ini menunjukkan bahwa oligoanalgesia dan kurangnya penilaian nyeri
terjadi terus-menerus dari tangan ke tangan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jika dokter tidak
menanyakan pasien mengenai nyeri yang pasien alami, dapat dipastikan bahwa dokter tidak akan
melakukan penatalaksanaan terhadap nyeri yang mereka alami.
Todd dkk (2003) menyusun suatu penelitian untuk memeriksa etiologi nyeri , pengalaman
nyeri pasien, strategi manajemen nyeri, dan kepuasan pasien menggunakan suatu kuisioner dan
bagan. Hasilnya hanya sekitar 50% pasien yang menerima analgesia termasuk didalamnya 63%
pasien yang mengeluhkan nyeri hebat.
Epidemiologi
Pengobatan terhadap nyeri merupakan 20% dari alasan kunjungan ke dokter, meskipun
hanya sekitar 0.6% dana yang disiapkan oleh National Institute of Health (NIH) ditujukan untuk
penelitian dasar dan klinis seputar nyeri. Berdasarkan beberapa penelitian, sekitar 52 % hingga
78% kunjungan pasien ke IGD disebabkan karena keluhan nyeri. Bermacam macam keluhan
nyeri dituturkan oleh pasien kepada dokter dan tak jarang pasien datang karena mereka
kecanduan obat penghilang nyeri. Meskipun demikian, suatu penelitian yang dilakukan di IGD
yang mempelajari 75.000 kunjungan IGD pertahun menunjukkan hanya sekitar kurang dari 0.5%
pasien yang datang meminta obat penghilang nyeri merupakan drug seekers.
Nyeri akut dan kronis merupakan keluhan yang sering ditemui. Nyeri kronik merupakan
suatu epidemic dan merupakan suatu tantangan tersendiri bagi dokter IGD. Meskipun EMTALA
mengidentifikasi nyeri sebagai suatu keadaan emergensi akan tetapi belum jelas bagaimana
kaitannya dengan kondisi kronis karena keterbatasan data mengenai epidemiologi dari kondisi
nyeri akut yang berlanjut hingga kondisi kronis. Bahkan belum ada penelitian yang
mendokumentasikan frekuensi pasien datang ke IGD karena frustasi dengan pengobatan nyeri
kronis yang tidak adekuat.
Penyebab paling sering dari nyeri kronis adalah Low Back Pain (LBP) (40% dari populasi)
dan migrain (15% dari populasi). Pasien dengan kondisi kronis juga dapat mengalami periode
akut nyeri seperti pasien dengan kronik LBP dapat mengalami herniasi akut dan pasien dengan
riwayat migrain dapat mengalami perdarahan subarachnoid.
Pada tahun 2002, Guru dan Dubinsky melakukan penelitian mengenai persepsi nyeri
antara pasien dan petugas kesehatan serta tingkat kepuasan pasien. Penelitian ini menggunakan
perangkat penilaian nyeri VAS dan NRS. Dari penelitian ditemukan tingkat nyeri yang
diasumsikan oleh perawat dan dokter lebih rendah dibandingkan tingkat nyeri yang dituturkan
oleh pasien mengenai nyeri yang meraka alami. Pada penelitian ini hanya 68% pasien dengan
nyeri berat yang menerima terapi analgesia dimana 49% pasien tidak merasakan nyerinya
berkurang. Eder dkk juga melakukan penelitian mengenai nyeri menggunakan dokumen rekam
medis pasien yang menunjukkan bahwa dari sebagian besar dokumen mengenai penilaian inisial
nyeri, hanya 23% yang menggunakan perangkat penilaian skala nyeri. Dari dokumen respon
terapi nyeri yang diberikan, yang tercatat sebanyak 39%, akan tetapi penggunaan skala nyeri
tetap saja rendah yaitu kurang dari 19%. Pasien dengan nyeri berat pada saat datang, yaitu
meraka yang biasanya datang dengan nyeri dada dan membutuhkan analgesia poten tampaknya
mendapatkan penilaian nyeri yang selanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Guru dan
Dubinsky menunjukkan bahwa penting dilakukannya penilaian kembali mengenai tingkat nyeri
yang dirasakan oleh pasien setelah dilakukannya manajemen nyeri. Perawat lebih sering
mendokumentasikan penilaian ulang nyeri ini dibandingkn dokter. Tampaknya dokter juga
mungkin telah melakukan penilaian ulang tingkatan nyeri pasien akan tetapi tidak
terdokumentasikan dengan baik. Skala penilaian nyeri ini sebenarnya memberikan kesempatan
pada pasien untuk menyatakan tingkat nyeri yang mereka alami dan ini mengambil peranan
penting dalam pemberikan terapi nyeri yang sesuai,
Patofisiologi
Nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor. The American Academy Of Pediatric bersama
dengan American Pain Society yang fokus terhadap masalah nyeri yang dialami infant, anak
anak, dan dewasa menyebutkan bahwa nyeri merupakan suatu pengalaman sensori yang tidak
menyenangkan yang harus dinilai dan ditangani. Nyeri memiliki komponen sensori, emosional,
kognitif, dan kebiasaan yang berhubungan dengan faktor lingkungan, perkembangan,
sosiokultural, dan kontekstual. Nyeri dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, dan budaya.
Terdapat dua kategori dari nyeri yaitu akut dan kronis. Nyeri akut biasanya dikaitkan
dengan suatu trauma ataupun kondisi patologis yang bisanya menghilang setelah faktor yang
memicu terjadinya nyeri ditangani. Nyeri akut terjadi dimediasi oleh saraf nosiseptif yang
diaktifkan oleh respon terhadap adanya zat zat kimia yang dilepaskan saat terjadi kerusakan
jaringan misalnya leukotriene, bradikinin, serotonin, histamine, dan tromboksan. Prostaglandin
tidak secara langsung mengaktifkan reseptor nosiseptif, akan tetapi dia berperan sebagai
mediator local yang meningkatkan sensitivitas dari ujung saraf bebas serta menyebabkan
terjadinya nyeri dan edema karena efek vasodilatasinya. Nosiseptor dapat ditemukan di kulit,
periosteum, dinding arteri, gigi permukaan sendi, serta falx dan tentorium cerebri. Nosiseptor
mengarahkan impuls yang mereka terima melalui saraf perifer menuju ke badan sel yang ada di
cornu posterior medulla spinalis menuju ke bagian medulla spinalis dimana substansi P
dilepaskan, yang kemudian menghantarkan sinyal tersebut menuju korteks melalui neuron yang
lebih tinggi dan traktus spinothalamikus. Fungsi nyeri adalah sebagai alarm biologis ketika
terjadinya kerusakan jaringan atau kerusakan jaringan yang potensial terjadi.
Sebagai tambahan nyeri dapat diklasifikasikan lagi menjadi nyeri somatic, visceral, dan
neuropati. Perhatian terhadap tipe nyeri yang dirasakan oleh pasien tidak hanya membantu dalam
penentuan diagnosis tetapi juga pemilihan terapi yang terbaik bagi pasien. Nyeri somatic
merupakan tipe nyeri yang sering ditemui di IGD dan terus berlangsung.
Nyeri visceral merupakan nyeri yang lebih kompleks dan dapat disebabkan oleh iskemia,
stimulasi zat kimia dan spasme atau overdistensi organ berongga. Serabut saraf aferen dari suatu
organ berjalan bersamaan dengan serabut saraf somatic di cornu posterior medulla spinalis,
sehingga menghasilkan suatu nyeri alih pada area kulit yang diinervasi setinggi level tersebut.
Selain itu saraf nyeri visceral aferen juga berjalan bersamaan dengan serabut saraf otonom
sehingga nyeri visceral sering disertai dengan keluhan otonom seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardi dan berkeringat. Nyeri neuropati diinisiasi oleh suatu trauma atau disfungsi pada
sistem saraf perifer ataupun sistem saraf pusat. Nyeri neuropati dan nosiseptif dapat muncul
bersamaan, akan tetapi terdapat perbedaan tipe nyeri yang pasien dengan nyeri neuropati
rasakan. Pada nyeri neuropati gejala yang muncul biasanya diawali dari bagian distal dari
trauma, berkebalikan dengan nyeri nosiseptif (somatis) yang merasakan nyeri pada tempat
terjainya trauma atau inflamasi. Distrofi Reflek Simpatis (RSD) atau sindroma nyeri regional
kompleks (CRPSI), merupakan suatu sindroma nyeri yang kemungkinan berasal dari nyeri
neuropati. Dengan adanya kompleksitas dari sindroma ini, The International Association For
The Study Of Pain (IASP) memperkenalkan suatu kriteria diagnosis untuk RSD. Mekanisme
yang dideskripsikan untuk menerangkan terjadinya CRPSI termasuk adanya respon inflamasi
eksesif dari sensitasi perifer dan peningkatan responsifitas terhadap input setinggi tingkat cornu
posterior dari sensitasi sentral.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang terjadi lebih lama dari yang diperkirakan ketika terjadi
trauma atau kondisi patologis tertentu. Berikut ini ada 4 tipe nyeri yang dapat diamati pada
kondisi nyeri kronis termasuk : inflamasi, kompresi/mekanis, neuropati dan disfungsi otot.
Penetuan dari mekanisme yang berpengaruh dapat memfasilitasi terapi yang efekif. Ingat bahwa
lebih dari satu mekanisme dapat terjadi pada seorang pasien.
Hampir 50% dari penderita diabetes akan mengalami nyeri terkait neuropati. Konsekuensi
dari neuropati perifer pada pasien diabetes dapat tampak sangat signifikan, termasuk dalam
perkembangan terjadinya Charcot joint (hipertrofi atropati kaki). Neuropati post stroke dapat
dilihat pada pasien yang mengalami nyeri dengan letak yang sama dengan lesi stroke. Nyeri otot
skeletal sering menyebabkan terjadinya nyeri kronis dan merupakan diagnosis yang sering
ditemui di klinik. Nyeri inflamasi disebabkan oleh mediator inflamasi seperti prostaglandin yang
secara langsung menstimulasi informasi saraf nyeri primer menuju ke medulla spinalis. Nyeri
mekanis atau nyeri kompresi juga merupakan tipe dari nyeri nosiseptif yang saraf nyerinya
distimulasi oleh adanya tekanan mekanis ataupun peregangan. Penatalaksanaan segera pada
nyeri akut penting dilakukan karena pajanan berulang dari stimulis yang tidak mengenakkan
dapat meningkatkan responsivitas nosiseptor perifer. Suatu proses yang dikenal dengan wind up
muncul ketika terdapat adanya peningkatan progresif pada output dari neuron cornu posterior
sebagai respon terhadap input yang berulang yang saling berdekatan. Hasilnya adalah amplifikasi
nyeri. Respon inisial terhadap stimulus yang tidak menyenangkan terjadi secara singkat dan
menyebabkan suatu nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Kemudian terdapat fase yang panjang
yang dirasakan sebagai nyeri difus yang tumpul. Pajanan yang memanjang terhadap cedera
jaringan dapat memacu terjadinya sensitasi dari saraf tertentu pada jalur nyeri, yang mana dapat
memacu terjadinya nyeri persisten setelah kondisi inisial tersebut tertangani. Pengurangan gejala
bermanfaat pada pencegahan inisiasi kaskade neural dan kemudian mengeliminasi
hipersensitifitas yang disebabkan oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Fenomena ini disebut
sebgai preemptive analgesia, konsep dari preemptive analgesia telah dipelajari pada konteks
manajemen nyeri post operasi. Metaanalisis terbaru oleh Ong dkk menemukan bahwa
preemptive analgesia dengan epidural analgesia, local analgesia, dan OAINS menghasilkan
perbaikan yang tidak konsisten pada outcome ketiganya.
Manajemen prehospital
Hanya sedikit literature tentang manajemen nyeri pada latar prehospital. Hanya sedikit
dari artikel artikel yang ditemui yang membahas mengenai manajemen nyeri ini, akan tetapi
penulis sependapat bahwa nyeri merupakan isu yang penting pada latar prehospital dan sebagian
besar masih diabaikan. Mc Clean membuat suatu perkiraan konservatif bahwa 20% pasien yang
dievakuasi oleh tim emergensi menderita nyeri sedang hingga berat. Perawatan prehospital
merupakan suatu jeda pentingdimana nyeri harus dinilai dan diterapi. Ketika perawatan
prehospital berfokus pada manajemen nyeri akan terjadi pengurangan waktu yang signifikan
hingga nyeri yang dirasakan pasien tertangani. Hingga sekarang masih terdapat keraguan yang
signifikan pada pemberian analgesia prehospital. Suatu penelitian menemukan bahwa pasien
dengan fraktur collum femoris tidak mendapat analgetik meskipun sudah diminta.
Terdapat suatu perdebatan mengenai apakah anak anak dapat mendapatkan analgesia
prehosiptal yang lebih rendah, meskipun tidak satupun berpendapat dibutuhkan peningkatan
pada populasi ini. Suatu penelitian retrospektif pada tahun 2005 menemukan bahwa anak dan
dewasa sama sama mungkin atau tidak mungkin untuk menerima analgesia prehospital untuk
fraktur ekstremitas inferior dan kedua kelompok mendapatkan tingkat terapi yang lebih baik di
IGD. Akan tetapi, penelitian kedua menemukan bahwa anak anak mungkin lebih sedikit
menerima terapi prehospital dibandingkan dengan dewasa, selain itu suatu penelitian di new
Zealand melaporkan bahwa anak yang lebih muda lebih berisiko untuk mengalami
undertreatment.
Ada banyak celah yang harus diperbaiki, meskipun satu intervensi sederhana saja telah
bermanfaaat bagi pasien. Suatu intervensi nonfarmakologis sederhana dapat bermanfaat.
Pemanasan aktif dilaporkan dapat menurunkan rasa ketidaknyamanan pada nyeri punggung
selama dilakukan transportasi tanpa risiko komplikasi dari intervensi tersebut. Pada intervensi
farmakologis, banyak penelitian yang berfokus pada penggunaan morfin, fentanyl, dan nitrit
oxide. Berdasarkan dari data retrospektif dari 2129 pasien yang ada di Colorado ditemukan
bahwa fentanyl aman dan efektif digunakan di lapangan. Sebagai tambahan karena morfin dan
fentanyl sama sama bermanfaat pada terapi nyeri, harga fentanyl yang melebihi morfin tidak
akan membuat fentanyl lebih diutamakan dalam manajemen pre hospital.
Sejak tahun 1980, penulis menganjurkan penggunaan NO 50% sebagai pilihan agen yang
aman dan efektif untuk kontrol nyeri ketika ipioid iv tidak ada.
Manajemen di IGD
Inisial stabilisasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nyeri visceral sering disertai dengan
gejala gejala otonom seperti mual/muntah, hipotensi, bradikardi, dan berkeringat.
Stabilisasi awal dibutuhkan segera untuk menilai gejala- gejala yang muncul dan tanda
vital, serta pertimbangan pemasangan akses iv untuk mentitrasi pengobatan nyeri. Tipe
dari nyeri yang dialami akan menunjukkan apa yang dibutuhkan dalam stabilisasi:
misalnya nyeri dada substernal pada pasien dengan diabetes akan membutuhkan
dipasangnya jalur iv, oksigen dan monitor, dimana ketika Tension Type Headache yang
berulang mungkin tidak membutuhkan terapi diluar terapi intramuscular.
Penilaian dan dokumentasi nyeri merupakan komponen dasar dalam triase.
Dimana banyak proses nyeri akut yang tidak mengancam nyawa, nyeri berat
membutuhkan skoring triase dan penempatan di IGD lebih urgen dibanding yang lainnya.
Karena manajemen segera nyeri pada faktanya dapat memutus lingkaran dan membatasi
tingkatan nyeri yang dirasakan oleh pasien, kontrol nyeri yang segera di rekomendasikan.
Sebagai tambahan, kontrol nyeri segera sering dapat memfasilitasi perolehan riwayat dan
hasil pemeriksaan fisik yang lebih akurat.
Anamnesis
Pada pasien pasien yang mengeluhkan nyeri penilaian awal berfokus pada
apakah masih terdapat kondisi emergensi dimana penanganan nyeri tetap tidak boleh
diabaikan selama penilaian awal dan pemeriksaan diagnostik. Suatu riwayat yang fokus
harus diperoleh termasuk didalamnya PMH. Penting juga untuk melakukan penilaian
komponen PMH yang dapat mempengaruhi pemilihan obat, seperti jika pasien memiliki
riwayat perdarahan, penggunaan OAINS tidak lagi menjadi pilihan utama. Aspek lain
yang dinilai dari pasien dengan nyeri adalah aspek psikologis. Nyeri kronis biasanya
dihubungkan dengan depresi dan suatu keinginan untuk mengakhiri hidup. Hal ini
penting untuk mempertimbangkan afek dan mood pasien, skrining tanda tanda depresi
dan keinginan untuk bunuh diri yang mungkin muncul.
Pemeriksaan fisik
Suatu pemeriksaan fisik yang terarah termasuk didalamnya pemeriksaan tanda
vital, terutama nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah harus dilakukan. Menekankan
pada pentingnya penilaian nyeri, American Pain Society menciptakan suatu frasa Nyeri :
Tanda Vital Kelima. Berbagai penelitian menunjukkan korelasi antara nyeri dan
perubahan pada tanda vital, meskipun pada nyeri akut tanda vital tidak selalu abnormal.
Tousignan-Laflamme dkk mendemonstrasikan peningkatan nadi pada saat istirahat
dengan adanya stimuli nyeri. Meskipun terjadi peningkatan pada nadi ketika terdapat
nyeri tetapi nilainya tidak harus menjadi abnormal. Keluhan adanya nyeri yang langsung
diungkapkan oleh pasien harus lebih dipertimbangakan mengindikasikan adanya nyeri.
Meskipun demikian, observasi dari respon pasien terhadap adanya nyeri (seperti ekspresi
muka, gerak-gerik) harus diperhatikan pada pasien yang belum dapat berbicara atau
memiliki keterbatasan kognitif. Pemeriksaan fisik bertingkat dilakukan berdasarkan pada
tipe dari nyeri; nyeri pada ekstremitas yang langsung berhubungan dengan adanya cidera
hanya memerlukan pemeriksaan yang terbatas, berbeda dengan nyeri yang tidak spesifik
mungkin membutuhkan pemeriksaan yang sistematik, pasien dengan keluhan nyeri
kepala membutuhkan pemeriksaan yang teliti dari saraf kranialis II,III,IV, dan VI, juga
harus dipertimbangkan pemeriksaan pada arteri temporalis dan penilaian adanya diseksi
arteri vertebralis atau karotis. Suatu keluhan nyeri dada membutuhkan penilaian pada
pulsasi, jantung, dan paru yang cermat untuk mencari bukti adanya pneumothorax,
emboli pulmo, pneumonia, pericarditis, dan diseksi aorta; pemeriksaan kulit yang
cermatharus dilakukan untuk mencari bukti terjadinya herpes zoster. Diagnosis banding
dari nyeri perut sangat banyak dan klinisi harus dengan cermat melakukan evalusi yang
komprehensif agar tidak terjadi kesalahan diagnosis. Keluhan nyeri punggung
membutuhkan evaluasi neurologis lengkap dengan fokus pada fungsi BAB dan BAK,
saraf sensoris, motoris dan reflex.
Manajemen
Manajemen dari nyeri akut didasarkan pada etiologi yang mendasari nyeri tersebut.
Pendekatan inisial yang dilakukan setelah stabilisasi termasuk prosedur dasar seperti
immobilisasi fraktur, aplikasi kompres dingin, atau pemasangan NGT pada obstruksi kemih.
Ketika penggunaan OIANS dan opioid masih merupakan pilihan utama dalam manajemen
berbagai tipe nyeri, suatu pilihan unik muncul dalam terapi untuk nyeri neuropati. Ketika sinyal
nyeri sedang diproses terdapat pelepasan dari opioid endogen, enkefalin dan dyonorfin,
serotonin, dan norepinephrine. Terdapat suatu tempat untuk antidepresan trisiklik yang berkerja
dengan mencegah reuptake serotonin dan norepinefrin. Ketika mekanisme pastinya belum
diketahui antidepresan juga memperbaiki kualitas tidur, mood dan anxietas yang sering
menyertai nyeri. Antikonvulsan atau membrane stabilizer (seperti carbamazepine, gabapentin)
bekerja pada membrane saraf perifer, mencegah transmisi nyeri. Keluhan nyeri seperti terbakar
yang terus menerus mungkin akan berespon pada pemberian antidepresan, dimana keluhan nyeri
yang pedih mungkin akan memberikan respon yang sangat baik pada pemberian antikonvulsan.
Meskipun antikonvulsan seperti gabapentin telah banyak digunakan dalam terapi nyeri seperti
terbakar dan nyeri neuropati yang episodic.
Analgesia
Analgesik Opioid
Analgesik Non-Opioid Derivate Acetaminofen dan Salisilat
Nyeri kronis : nyeri kronis membutuhkan suatu perhatian khusus. Seperti yang
telah didiskusikan sebelumnya terdapat 4 tipe nyeri kronis. Menggunakan tipe dari nyeri
yang muncul untuk menentukan terapi dianggap sangat bijaksana. Beberapa pasien
dengan nyeri kronis telah memiliki dokter layanan primer atau spesialis nyeri yang ikut
andil dala perawatannya. Terkadang pasien pasien ini teah memiliki suatu persetujuan
dengan dokternya mengenai seberapa banyak narkotik yang dapat mereka gunakan. Ini
merupakan suatu alasan untuk melakukan konsultasi ke dokter sebelumnya sebelum
meresepkan narkotik apabila dibutuhkan.
Lidokain patch 5% dapat digunakan pada post herpetic neuralgia seperti yang
telah dideskripsikan dalam berbagai artikel. Pemberian lidokain ini telah terbukti
signifikan untuk mengurangi keluhan pasien tanpa efek samping apapun dibandingkan
dengan placebo. Pemberian lidokain patch ini juga telah dipelajari dalam terapi berbagai
nyeri neuropati dengan etiologi yang bervariasi termasuk diabetes polineuropati, nyeri
post operasi, dan radikulopati, ketiga jenis nyeri ini berepon baik terhadap lidokain patch
setelah penggunaan anti depresan, anti konvulsan, dan anti aritmia serta pengobatan
opioid. Beberapa pasien merasakan nyerinya berkurang tanpa disertai efek samping yang
signifikan. Suatu penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan lidokain patch
juga bermanfaat pada nyeri miofasial dan osteoarthritis, bahkan ketika diberikan sebagai
monoterapi. Penggunaan lidokain patches juga belum menunjukkan adanya absorpsi
sistemik dan kadarnya diserum akan tetap dibawah dari kadar yang dapat menimbulkan
efek antiaritmia. Tidak ada juga laporan mengenai hilangnya sensasi lokal. Sebagai
tambahan belum juga ditemukan ada toksisitas yang ditemukan pada para sukarelawan,
pasien dengan post herpetic neuralgia atau pasien dengan nyeri herpes zoster akut.
Terapi alternative dan adjuvant
Pediatri
Terdapat perbedaan fisiologis antara anak anak dan dewasa yang berpengaruh
pada respon terhadap pengobatan nyeri. Metabolisme dan klirens obat berbeda selama
infan. Metabolism hati baru berfungsi secara penuh sebulan setelah dilahirkan.
Dikarenakan perbandingan yang relatif besar antara hati dan masa tubuh, metabolisme
dapat meningkat pada usia 2 hingga 6 tahun. Eliminasi obat juaga dipengaruhi oleh
perbedaan fungsi renal. Aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan sekresi tubulus
semuanya berkurang selama tahun pertama kehidupan dan setelah fungsi ginjal hampir
sama dengan dewasa. Disamping perbedaan di metabolism dan eliminasi, bioavaibilitas
obat juga berbeda di anak. Anak memiliki total lemak tubuh yang lebih sedikit
dibandingkan dewasa sehingga obat yang larut air akan lebih mudah larut dalam plasma.
Hampir sama dengan obat lipofilik yang didistribusikan ulang ke lemak tubuh dengan
proporsi yang lebih sedikit, mereka dapat muncul dalam konsentrasi yang lebih tinggi di
plasma dalam durasi yang lebih lama. Obat dapat berefek pada system saraf pusat anak
lebih dari dewasa dikarenakan fakta bahwa sebagian besar proporsi cardiac output
dialirkan menuju ke otak serta beberapa metabolit dapat dengan mudah melewati sawar
darah otak yang masih imatur. Berkurangnya ikatan pada protein juga merupakan faktor
lain yang berkontribusi pada tingginya bioavaibilitas obat pada anak anak. Beberapa
obat berefek dengan berikatan pada protein seperti opioid dan anestesi local. Perubahan
dinamis pada fisiologi anak juga menyebabkan pemberian dosis yang sulit meskipun
telah berdasarkan kg berat badan anak tersebut. Untuk memberikan pengobatan yang
aman pada anak, obat yang dokter berikan harus dengan mudah direview referensinya
dan pasien harus benar benar dimonitoring tidak hanya tentang efek terapetiknya tetapi
juga efek samping yang mungkin muncul.
Usia Lanjut
Untuk lebih dari satu decade, The National Hospital Ambulatory Medical Care
Survey telah melacak kunjungan IGD dan data demografi pasien. Pasien dengan usia 75
tahun menempati jumlah kunjungan terbanyak secara konsisten. Isu sosial dapat
menyertai pasien usia tua memilih IGD dalam perawatannya. Alasannya termasuk pada
pendapatan mereka yang rendah, hidup sendiri, edukasi yang kurang, dan kesulitan dalam
mengakses perawatan dengan jalur lain.
Semua faktor ini menyebabkan kompleksnya isu manajemen nyeri pada populasi
yang sudah tua. Nyeri merupakan suatu masalah yang sering mengenai populasi lanjut
usia. Diperkirakan 50% dari penduduk usia tua yang hidup sendiri mengalami nyeri
kronis dan 45% hingga 80% yang tinggal di tempat perawatan jangka panjang menderita
nyeri. Lanjut usia biasanya datang ke IGD denagn kondisi dimana tingkat urgensinya
tinggi dan perlu penatalaksanaan segera dibandingkan dengan usia yang lebih muda.
Pasien lanjut usia yang datang ke IGD tidak jarang datang dengan penyakit komorbid dan
telah mengkonsumsi regimen obat yang kompleks setiap harinya. Hal ini menyebabkan
penambahan obat di IGD dapat menambah kompleksitas pengobatannya. Pengobatan
nyeri merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kedua seteleah antibiotik.
Pasien dengan dokter pribadi dan asuransi kesehatan, memiliki risiko yang lebih ringan
untuk mengalami nyeri hebat, dan sebaliknya.
The American Geriatric Society membuat beberapa rekomendasi dalam
manajemen nyeri pada usia lanjut. Mereka merekomendasikan acetaminophen sebagai
obat pilihan untuk nyeri ringan hingga sedang, dan opioid untuk nyeri sedang hingga
berat. Acetaminophen telah digunakan dengan tingkat kepuasan yang tinggi dan efek
samping yang rendah dibandingkan OAINS.
Kontroversial
Kesimpulan
Beberapa dokter terkadang terlalu cepat untuk mengecap bahwa seorang pasien
merupakan seorang . beberapa dokter sering membiarkan nyeri yang dirasakan pasien tidak
tertangani atau tidak tahu mengenai betapa bervariasinya pengobatan nyeri yang dapat
digunakan. Meskipun pengobatan nyeri bukan merupakan misi utama di IGD, terdapat suatu
peluang besar dan banyak sumber daya untuk mengintervensi dan menilai yang pasien butuhkan.
Pentingnya kontrol nyeri harus ditempatkan disamping dari penegakan diagnosis, intervensi dan
edukasi.