Anda di halaman 1dari 5

Kortikostreroid – Mineralokortikoid, Glukokortikoid, Androgen

Kortikosteroid merupakan kelompok hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal sehingga
sering disebut sebagai hormon adrenokortikal. Hormon ini seluruhnya disintesa dari kolesterol
steroid dan semuanya memiliki rumus kimia yang sama. Perbedaan yang sangat sedikit pada
dalam struktur molekulnya memberikan fungsi yang berbeda. Ada dua jenis hormon
adrenokortikal utama yaitu mineralokortikoid dan glukokortikoid. Korteks adrenal juga
menyekresikan satu hormon lain akan tetapi jumlahnya hanya sedikit yaitu hormon androgen.

Mineralokortikoid

Hormon mineralokortikoid dinamakan demikian karena hormon ini terutama mempengaruhi


elektrolit (“mineral”) cairan ekstrasel – terutama natrium dan kalium. Tanpa mineralokortikoid,
besarnya konsentrasi ion kalium di dalam cairan ekstrasel akan meningkat secara bermakna,
konsentrasi natrium dan klorida akan cepat turun, volume cairan ekstrasel dan volume darah juga
akan sangat berkurang. Beberapa fungsi dari mineralokortikoid antara lain :

1. Meningkatkan reabsorbsi natrium dan sekresi kalium di tubulus ginjal.


Mineralokortikoid meningkatkan absorbsi natrium dan secara bersamaan meningkatkan
sekresi kalium oleh sel epitel tubulus ginjal, terutama sel principal di sel tubulus
kolektivus dan sedikit di tubulus distal dan duktus koligentes. Oleh karena itu,
mineralokortikoid akan menyebabkan natrium disimpan dalam cairan ekstrasel sementara
meningkatkan sekresi kalium di dalam urin. Ketika terjadi reabsorbsi natrium secara
bersamaan terjadi terjadi absorbsi air dalam jumlah yang hampir sama melalui proses
osmotik. Sedikit peningkatan konsentrasi natrium dalam cairan ekstrasel juga akan
menyebabkan perangsangan rasa haus dan meningkatkan asupan air .
2. Meningkatkan sekresi ion hidrogen tubulus
Mineralokortikoid tidak hanya menyebabkan sekresi kalium ke dalam tubulus untuk
ditukar dengan reabsorbsi natrium di dalam sel principal tubulus kolektivus ginjal tetapi
juga menyebabkan sekresi ion hidrogen yang ditukar dengan natrium di dalam sel
interkalasi tubulus kolektivus korteks.
3. Merangsang transport natrium dan kalium di kelenjar keringat, kelenjar liur, dan sel epitel
usus
Glukokortikoid

Hormon Glukokortikoid disebut demikian karena hormon ini mempunyai efek penting yang
meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukokortikoid juga memiliki efek tambahan pada
metabolisme protein dan metabolisme lemak yang sama pentingnya untuk fungsi tubuh seperti
efek glukokortikoid pada metabolismee karbohidrat. Beberapa efek dari glukokortikoid antara
lain :

1. Efek terhadap metabolisme karbohidrat


a. Perangsangan glukoneogenesis
Efek glukokortikoid yang paling terkenal terhadap metabolisme adalah
perangsangannya pada proses gluconeogenesis oleh hepar. Efek ini terutama
ditimbulkan oleh glukokortikoid melalui (1) peningkatan enzim – enzim yang
dibutuhkan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa dalam sel hati, (2)
perangsangan pada pengangkutan asam – asam amino dari jaringan ekstrahepatik.
b. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel
c. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
2. Efek terhadap metabolisme protein
a. Pengurangan protein sel. Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya sintesa protein
dan meningkatnya katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel.
b. Meningkatkan protein hati dan plasma. Hal ini disebabkan oleh efek glukokortikoid
dalam meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel hati dan meningkatkan
jumlah enzim – enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesa protein.
c. Peningkatan asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel – sel
ekstrahepatik dan peningkatan pengangkutan
3. Efek terhadap metabolisme lemak , yaitu memobilisasi asam lemak oleh mekanisme yang
sepenuhnya belum diketahui.
4. Mengatasi inflamasi
Kerusakan jaringan yang disebabkan trauma, infeksi bakteri, atau peristiwa lainnya akan
menyebabkan terjadinya peradangan pada jaringan tersebut. Pada beberapa keadaan
seperti artritis rheumatoid radang ini justru lebih merusak darpada trauma atau penyakit
penyebabnya sendiri. Dalam tubuh kortisol mempunyai dua efek dasar anti-inflamasi : (1)
kortisol dapat menghambat tahap awal proses inflamasi, (2) bila proses inflamasi sudah
dimulai, kortisol akan menyebabkan resolusi inflamasi yang cepat dan meningkatkan
kecepatan penyembuhan.
Dalam mencegah inflamasi glukokortikoid memiliki efek berikut ini :
 Menstabilkan membran lisosom. Efek ini menyebabkan membran lisosom intrasel
menjadi lebih sulit pecah daripada keadaan normal. Oleh karena itu, sebagian
besar enzim proteolitik yang dilepaskan oleh sel – sel yang rusak untuk
menimbulkan inflamasi, yang terutama disimpan dalam lisosom, dilepaskan
dalam jumlah yang sangat berkurang.
 Menurunkan permeabilitas kapiler. Kemungkinan merupakan efek sekunder dari
penurunan pelepasan enzim proteolitik . hal ini mencegah terjadinya kehilangan
plasma ke dalam jaringan.
 Menurunkan migrasi sel darah putih ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang
rusak. Efek ini dihasilkan dari penghambatan glukokortikoid dalam
menghilangkan pembentukan prostaglandin dan leukotriene yang jika tidak, akan
meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas kapiler, dan mobilitas sel darah putih.
 Menekan sistem imun, menyebabkan reproduksi limfosit menurun secara nyata.
Limfosit T terutama sangat ditekan. Jumlah sel T dan antibodi yang berkurang
ditempat inflamasi akan mengurangi reaksi jaringan yang jika tidak akan memacu
proses inflamasi lebih lanjut. Selain itu glukokortikoid juga menurunkan aktivitas
komplemen dan reaksi imun yang dipacu oleh histamine.
 Menurunkan demam terutama karena menurunkan pelepasan interleukin-1 dari sel
darah putih.
Jadi glukokortikoid memiliki efek yang hampir menyeluruh dalam mengurangi
semua akibat proses inflamasi.

Dalam penyembuhan inflamasi glukokortikoid bekerja melalui efek yang sebenarnya


belum diketahui, hampir sama seperti efek yang menyebabkan tubuh dapat melawan
berbagai stress fisik sewaktu kortisol disekresikan. Keadaan ini mungkin diakibatkan
oleh adanya pemgangkutan asam amino dan pemakaian bahan ini untuk memperbaiki
jaringan yang rusak, keadaan ini mungkin disebabkan oleh peningkatan glukoneogenesis
yang membuat cadangan glukosa yang tersedia dalam metabolisme kritis atau mungkin
dihasilkan dari peningkatan asam lemakyang tersedia untuk energy sel, atau efeknya pada
mediator inflamasi.

Tanpa memperhatikan bagaimana tepatnya mekanisme efek antiinflamasi dapat terjadi,


efek kortisol ini memainkan peranan penting dalam melawan berbagai penyakit tertentu,
missal arthritis rematoid, demam rematik, dan glomerulonephritis akut. Semua penyakit
ini mempunyai gejala khas yakni adanya inflamasi setempat yang parah, dan efek yang
merusak bagi tubuh terutama disebabkan oleh adanya proses inflamasi itu sendiri dan
bukan disebabkan oleh aspek-aspek lain dalam penyakit tersebut. Meskipun kortisol ini
tidak memperbaiki kondisi dasar dari penyakitnya, hanya dengan mencegah efek
pengrusakan dari respon inflamasinya saja, keadaan ini sendiri sudah merupakan
tindakan untuk menyelamatkan jiwa

5. Efek terhadap sel darah dan imunitas pada penyakit infeksi


Glukokortikoid mengurangi jumlah eosinophil dan limfosit di dalam darah, efek ini mulai
timbul dalam waktu beberapa menit sesudah pemberian injeksi dan akan menjadi lebih
jelas dalam waktu beberapa jam. Demikian juga pemberian dosis besar glukokortikoid
akan menyebabkan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh, yang
kemudian akan mengurangi keluarnya sel – sel T dan antibodi dari jaringan limfoid.
Akibatnya, tingkat kekebalan terhadap sebagian benda asing yang memasuki tubuh akan
berkurang, termasuk diantaranya bakteri yang menyebabkan infeksi. Kemapuan
glukokortikoid dalam menekan imunitas ini membuatnya menjadi obat untuk mencegah
reaksi penolakan imunologis pada transplan jantung, ginjal, dan jaringan lain.
Glukokortikoid juga meningkatkan produksi sel – sel darah merah lewat mekanisme yang
masih belum jelas. Sehingga bila terjadi sekresi berlebihan hormon ini seringkali timbul
polisitemia dan sebaliknya, bila tidak ada sekresinya maka seringkali akan timbul
anemia. (Guyton & Hall, 2006)

Androgen

Androgen merupakan hormon steroid yang terutama disintesa di testis , ovariu, dan sebagian
kecil di korteks adrenal. Testosterone merupakan androgen utama yang disekresikan oleh testis
pria, testosterone juga androgen utama pada wanita. Pada laki – laki, androgen diperlukan untuk
mempertahankan fungsi testis, vesikula seminalis, prostat, epididimis, dan mempertahankan ciri
kelamin sekunder serta kemampuan seksual. Sedangkan pada perempuan androgen berfungsi
merangsang pertumbuhan rambut pubis dan mungkin menimbulkan libido. Androgen juga
merupakan faktor eritropoietik dengan merangsang pembentukan eritropoietin di dalam ginjal.
(Ascobat, 2011)

Perbandingan Potensi Relative dan Dosis Ekivalen Beberapa Sediaan Kortikosteroid Oral dan IV

Kortikosteroid Potensi : Lama kerja Dosis


Retensi natrium Anti inflamasi ekivalen(mg)
(mineralokortikoid) (glukokortikoid)
Kortisol 1 1 S 20
(hidrokortison)
Kortison 0.8 0.8 S 25
Kortikosteron 15 0.35 S -
6ꭤ 0.5 5 I 4
metilprednisolon
Fludrokortison 125 10 I -
Prednisone 0.8 4 I 5
Prednisolone 0.8 4 I 5
Triamsinolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0.75
Deksametason 0 25 L 0.75
(Suherman & Ascobat, 2011)

Anda mungkin juga menyukai