Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS GANGGUAN MUSKULOSKELETAL:


FRAKTUR COLOUM FEMUR

Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Praktek Klinik Keperawatan


Medikal Bedah ( KMB )

Disusun Oleh :

Dwiana Fitriani
202107019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ICHSAN MEDICAL CENTER


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PROFESI NERS
2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A. Konsep Fraktur
1. Definisi
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh
trauma atau keadaan patologis. Fraktur adalah terputus kontinuitas jaringan
tulang dan atau rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Vithiya
dkk, 2017). Fraktur merupakan salah satu penyebab cacat salah satunya
akibat suatu trauma karena kecelakaan (Hesti dkk, 2020).
Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliputi
fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit (Juli, 2020).
Fraktur femur bisa atau tanpa dislokasi tulang dan bisa berupa fraktur
tertutup (tidak menembus kulit atau tidak terbuka dengan lingkungan
eksternal) (Ezra dkk, 2016). Sedangkan fraktur terbuka adalah fraktur yang
merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar,
maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi (Rahmawati et al
(2018) dalam Juli, 2020). Fraktur terbuka (menembus kulit dan terbuka
dengan lingkungan eksternal) (Ezra dkk, 2016).
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau
inkomplit (termasuk fisura atau greenstick fracture), transversa, oblik,
spiral, kompresi, simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi
(termasuk impresi dan inklavasi) (Ezra dkk, 2016). Terdapat beberapa jenis
fraktur femur berdasar lokasi anatomis yaitu fraktur leher femur, fraktur
trokanter femur, fraktur subtrokanter femur, fraktur diafisis femur, fraktur
suprakondilus femur dan fraktur kondilus femur (Ezra dkk, 2016).
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2015 dalam (Agus), 2019) terbagi
menjadi:
a. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering di temukan
pada orang tua atau wanita usia 60 tahun keatas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak-anak jarang di temukan
fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden terpenting pada anak
usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya di
sebabkan trauma yang hebat. Peemeriksaan dapat menunjukan fraktur
yang terjadi di bawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang
femur. Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi
antara trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstraartikuler
dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat
fragmen proksimal cenderung bergeser sserta varus. Fraktur dapat
bersifat kominutif terutama pada bagian korteks bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap
usia dan biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu
lintas atau jatuh dari ketinggian.
e. Fraktur suprokondilar femur
Daerah suprokondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus
femur dan bats metafisis dan batas diafisis femur. Trauma yang
mengenai femur terjadi karena ada tekanan varus dan vagus yang
disertai kekuatan aksial dan putaran sehingga dapat mengakibatkan
fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.

2. Etiologi
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila
tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit
(Agus, 2019).
b. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjai pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau
calon tentara yang berbaris atau berjalan pada jarak jauh (Agus, 2019).
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang nrmal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang tulang sangat rapuh (Agus, 2019).

3. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak di
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat sekitar fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru amatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pemuluh darah
atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akakn mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment (Bunner dan Suddart (2015) dalam Agus , 2019
b. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri akut

Perub jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tek sumsum tulg lebih


Pergeseran fragmen tulang Spame otot tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik


Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Menyumbat pembuluh
Penekanan pembuluh darah darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit Ketidakefektifan perfusi


Resiko infeksi jaringan perifer

Perdarahan Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)


4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan tambah dan bertambah beratnya sampai
frakmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian bagian tak dapat digunakan dan
cenderungbergerak secara alamiah (geraka luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan diformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ektremitas
normal. Ektremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena funsi
normal otot tergantung pada integritas tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulangyang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat pada atas dan bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ektremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dianamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
1 dengan yang lainya. (Uji krepitus dapat mengakibatakan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit dapat terjadi
sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam tau hari setelah tejadi cidera.
5. Penatalaksanaan Penunjang

Menurut Agus (2019) tindakan penanganan fraktur dibedakan


berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia. Berikut adalah tindakan
pertolongan awal pada fraktur:

a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang


terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang
menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur
b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan anti septic dan
bersihkan pendarahan dengan cara dibebat atau diperban

c. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini


tidak boleh dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli
bedah untuk mengembalikan tulang keposisi semula

d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau


papan dari kedua posisi tlang yang patah untuk menyangga agar
tulang posisi tetap stabil

e. Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar pelukaan

f. Beri perawatan dan perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi Prinsip penangan fraktur adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu
selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi) (Sjamsuhidayat &
jong (2015) dalam Agus, 2019). Penatalaksaan yang dilakukan adalah:

a. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh dilakukan: pembersihan
luka, exici, hecting situasi, antibiotic.
Ada beberapa prinsipnya yaitu:

1) Harus di tegakkan dan di tangani terlebih dahulu akibat trauma


yang membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
Semua penderita patah tulang terbuka harus diingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cedera di
tempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat
bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan gaya yang
cukup kuat yang sering kali dapat berakibat total, tapi
berakibat multi organ. Untuk live saving prinsip dasar yaitu:
airway, breathing and circulation.

2) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.

Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang


memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan pendarahan dengan bebat tekan, menghentikan
pendarahan besar dengan klien. Dengan terbukanya barrier
jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk
terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam
sejak patah tulang terbuka luka yang terjadi masih dalam
stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu
tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patah yulang terbuka harus dilakukan sebellum
golden periode terlampaui agar sasaran terakir penanganan
patah tulang terbuka, tecapai dalam walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati
urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksut adalah
mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.

3) Pemberian antibiotic

Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangata


bervariasitergantungn dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian
anti biotik yang tepata sukar sukar untuk di tentukan hanya saja
sebagai pemikiran sadaar. Sebaliknya antibiotika dengan spectrum
luas untuk kuman gram positif maupun negative.

4) Debredemen dan Irigasi sempurna


Debredemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan local yang
mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara
mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik
dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
5) Stabilisasi
Untuk penyambuhan luka dan tulang sangant diperlukan
stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung derajat
patah tulangtebukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2
dapat dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara
primer.untuk derajat 3 di anjurkan pemasangan fiksasi luar.
Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan
langakah awal dari rahabilitasi pengguna.

b. Seluruh Fraktur
a) Rekoknisi/Pengenalan
Riwayat kajian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya
b) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang supaya kembali secara
optimal seperti semula secara optimal. Dapat juga diartikan
reduksi fragtur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen
tulang pada posisi kesejajaranya rotasfanatomis.
c) OREF
Penanganan intraoperative pada fraktur teruka derrajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka di ikuti fiksasi eksternal OREF (Open
Reduction External Fixation) sehingga di peroleh stabilisasi faktur
yang baik. Kuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan
stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam
masa penyembuhan fraktur. Penangana pascaoperatif yitu
perawatan luka dan pemberian antibiotic untukmengurangi resiko
infeksi, pemberian radiologic serial, darah lenngkap, serta
rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap
sehingga ketiga tujuan utama penaganan fraktur bias tercapai,
yakni union (penyambungan tulang kembali secara sempurna),
sembuh secara otomatis (penampakan fisik organ anggota geak;
baik proporsional), dan sembuh secar funsional (tidak ada
kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
d) ORIF
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi
frakmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami
pergeseran. Internal fiksasi ini berupa intra Modullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur tipe fraktur transver.
e) Retensi/Imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi, atau di
pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna atau
intena. Metode fiksasi ekterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator ekstena. Implant
logam dapat di gunakan untuk fiksasi interna untk mrngimobilisasi
fraktur.
f) Rehabilisasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya di arahkan pada penyembuhan tulang dan aringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskiler (mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri,
perebaan, gerakan) di pantau, dan ahli bedah ortopedi di beritahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
6. Penatalaksanaan Keperawatan Manajemen Nyeri

a. Mengurangi faktor yang menambah nyeri misalnya ketidakpercayaan,


kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
1) Ketidakpercayaan
Pengakuan akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat mengurangi
nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien,
dan mengatakan pada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien
agar dapat memahami tentang nyerinya.
2) Kesalahpahaman
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan membantu
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa
nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara
pasti tentang nyerinya.
3) Ketakutan
Memberikan informasi yang tepat dapat membantu mengurangi
ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan
bagaimana mereka menangani nyeri.
4) Kelelahan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan
pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
5) Kebosanan
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri
dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapetik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat
secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan musik,
membayangkan dan sebagainya.
b. Memodifikasi stimulasi nyeri dengan menggunakan teknik-teknik,
seperti:
1) Relaksasi Genggam Jari
Teknik relaksasi genggam jari membantu tubuh, pikiran dan jiwa
untuk mencapai relaksasi. Dalam keadaan relaksasi secara alamiah akan
memicu pengeluaran horomon indorfin. Hormone ini merupakan
analgesic alami dari tubuh sehingga nyeri akan berkurang (Sofiyah,
Ma’rifah, Susanti, 2014). Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls
yang dikirim melalui serabut saraf aferon non-nosiseptor. Serabut saraf
non-nosiseptor mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga stimulus
pada kortek serebri dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi
relaksasi dan menggenggam jari. Sehingga intensitas nyeri akan berubah
atau mengalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang
lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pinandita, 2012).
Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi
yang akan membuat tubuh menjadi rileks.

Adanya stimulasi pada luka bedah menyebabkan keluarnya mediator


nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut
aferon noniseptor ke substansi gelatinosa (pintu gerbang) di medula
spinalis untuk selanjutnya melewati thalamus kemudian disampaikan ke
kortek serebri dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Pinandita, 2012).
Relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat
sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan
dengan jari tangan serta aliran energy di dalam tubuh kita. Di sepanjang
jari-jari tangan kita terdapat saluran atau meridian energy yang
terhubung dengan berbagai organ dan emosi. Titik-titik reflek pada
tangan memberikan rangsangan secara reflek (spontan) pada saat
genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam
gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima
otak dan diproses dengan cepat diteruskan menuju saraf pada organ
tubuh yang emngalami gangguan, sehingga sumbatan dijalur energy
menjadi lancar (Puwahang, 2011). Teknik menggenggam jari bagian
dari teknik Jin Shin Jyutsu. Jin Shin Jyutsu adalah akupresur Jepang.
Bentuk seni yang menggunakan sentuhan sederhana tangan dan
pernafasan untuk menyeimbangkan energy di dalam tubuh. Tangan (jari
dan telapak tangan) adalah alat abntuan sederhana dan ampuh untuk
menyelaraskan dan membawa tubuh menjadi seimbang. Setiap jari
tangan berhubungan dengan sikap sehari-hari, ibu jari berhubungan
dengan perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan,
jari tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan
dengan kesedihan, dan jari kelingking berhubungan dengan rendah diri
dan kecil hati (Hill, 2011).

2) Teknik Latihan Pengalihan/Distraksi


Teknik distraksi atau pengalihan adalah salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan untuk mengalihkan fokus dan perhatian nyeri ke
stimulus lain. Distraksi merupakan teknik nonfarmakologis yang paling
umum digunakan untuk manajemen perilaku selama tindakan. Distraksi
adalah teknik mengalihkan perhatian pasien dari hal yang dianggap
sebagai prosedur yang tidak menyenangkan.
Proses distraksi melibatkan persaingan untuk mengalihkan perhatian
antara sensasi yang sangat menonjol seperti nyeri dengan fokus yang
diarahkan secara sadar pada beberapa aktivitas pemrosesan informasi
lainnya. Pengembangkan teori yang menekankan pada fakta bahwa
kapasitas manusia untuk memperhatikan terbatas, dalam teori
ditunjukkan bahwa seorang individu harus berkonsentrasi pada
rangsangan menyakitkan untuk merasakan rasa sakit; oleh karena itu,
persepsi rasa sakit menurun ketika perhatian seseorang terdistraksi dari
stimulus (Panda, 2017).
Distraksi adalah sistema aktivasi yang kompleks menghambat
stimulus nyeri apabila seseorang menerima input sensorik yang berlebih.
Dengan adanya stimulus sensorik, seseorang dapat mengabaikan atau
tidak menyadari akan adanya nyeri (Potter & Perry, 2010). Distraksi
audiovisual adalah pengalihkan perhatian dengan kontribusi yaitu video
animasi dengan mengalihkan perhatian dengan bantuan video video
animasi.
a) Menonton televisi
b) Berbincang – bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan musik
3) Teknik Relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-
paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan
otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang
sama sambil terus berkonsentrasi hingga pasien merasa nyaman, tenang
dan rileks.

4) Stimulasi Kulit
Stimulus kutaneus merupakan stimulasi pada kulit untuk mengurangi
nyeri. Stimulus kutaneus memberikan klien rasa kontrol terhadap gejala
nyeri. Penggunaan yang tepat dari stimulus kutaneus membantu
mengurangi ketegangan otot yang meningkatkan nyeri (Potter & Perry,
2010). Masase atau pijatan sangat efektif dalam meberikan relaksasi
fisik dan mental, mengurangi nyeri, dan meningkatkan keeefektifan
pengobatan nyeri. Masase pada punggung, bahu, lengan, dan kaki
selama 3 sampai 5 menit dapat merelaksasikan otot dan memberikan
istirahat yang tenang dan nyaman (Potter & Perry, 2010).
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Menggosok punggung
c. Pemberian obat analgesik

Analgesik merupakan metode penanganan nyeri yang paling umum dan


sangat efektif. Pemberian obat analgesik yang dilakukan guna mengganggu
atau memblokir transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan
cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotik
dan bukan narkotik (Hidayat, 2014). Ada tiga tipe analgesik (Potter & Perry,
2010), yaitu:

1) Non-opoid (asetaminofen dan obat anti inflamasi)

2) Opioid (Narkotik)

3) Koanalgesik (variasi dari pengobatan yang meningkatkan


analgesik atau memiliki kandungan analgesik yang semula tidak
diketahui).

Pemberian obat analgesik dilakukan guna mengganggu atau membolak


transmisi stimulus nyeri agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan
bukan narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi. Jenis
bukan narkotika yang paling banyak dikenal masyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan antiimflamasi nonsteroid.

d. Terapi Kompres Hangat

Kompres hangat dapat menurunkan nyeri dengan memberikan energi


panas melalui proses konduksi, dimana panas yang dihasilkan akan
menyebabkan vasodilatasi yang berhubungan pelebaran pembuluh darah
lokal. Kompres hangat dapat memberi rasa hangat untuk mengurangi nyeri
dengan adanya pelebaran pada pembuluh darah yang mampu meningkatkan
aliran darah lokal dan memberikan rasa nyaman.
Merupakan tindakan dengan memberikan kompres hangat yang
bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan rasa nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme
otot, dan memberikan rasa hangat.
e. Healing Touch
Healing touch merupakan perubahan medan energi. Terapis
menggunakan tangan untuk mengarahkan energi dalam mencapai
keseimbangan. Healing touch didasarkan pada empat asumsi. Pertama,
seorang manusia adalah sebuah sistem energi yang terbuka. Kedua, secara
anatomis manusia adalah bilateral simetris. Ketiga, penyakit adalah
ketidakseimbangan energi individu. Keempat, manusia mempunyai
kemampuan alami untuk mengubah dan melampaui kondisi hidup mereka
(Yuwono 2015 dalam Agus Nuryanto 2019).

7. Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa periksaan penunjang yang dlakukan untuk


menegakkan diagnosa fraktur femur adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luanya fraktur/trauma

b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat


digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai

d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)


atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada mulltipel
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal

f. Profil kagulasi: penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah,


transfuse multiple, atau cidera hati (Doenges (2016) dalam Agus,
2019).

8. Komplikasi

Fraktur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan


juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik (Padila
(2012) dalam Juli, 2020). Komplikasi yang timbul akibat fraktur antara
lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli lemak dan
sindroma pernafasan (Juli, 2020).

Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan diakibatkan oleh tulang


femur adalah tulang terpanjang, terkuat, dan tulang paling berat pada
tubuh manusia dimana berfungsi sebagai penopang tubuh manusia (Agus,
2017). Selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar
sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal
(Desiartama & Aryana (2017) dalam Juli, 2020).

Menurut Agus, 2019) komplikasi setelah fraktur adalah syok yang


berakibat fatal setelah beberapa jam setelah cidera, emboli lemak, yang
dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang
berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak di tangani
segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:

a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic akibat pendarahan (bila kehilangan
darah eksterma atau interma) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, torak, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat trjadi
kehilangan banyak darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,
khususnya untuk fraktur femur pelvis (Agus, 2019).
b. Emboli Lemak
Setalah terjadi fraktur femur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau
cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya untuk pria dewasa
muda usia 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
termasuk kedalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena tekanan katekolamin yang dilepaskan karena
reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Gllobula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh
darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan
gejalanya sangat cepat dapat terjadi beberapa jam sampai satu minggu
setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan
pireksia (Agus, 2019).
c. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu didalam
kompertemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompertemen akan mengakibatkan bekurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruang tersebut. Ruang tersebut terisi oleh otot-otot
individual dan terbungkus oleh epimysium. Sindrom kompertemen di tandai
dengan nyeri yang hebat, parestasi, paresis, pucat, desertai denyut nadi yang
hilang. Secra anatomi sebagian komperteman terlettak di anggota gerak dan
paling sering di sebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai
bawah dan tungkai atas (Agus, 2019).
d. Nekrosis avakular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan
iskemia tulang yang berujung pada nekrosis afaskuler. Nekrosis avaskuler
ini sering di umpai pada kaput femoris, bagian proksimal os scapphooid, os.
Lumatum, dan os. Talus (Suratum (2015) dalam Agus, 2019).
e. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaaringan tubuh yang telah mencapai
ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena karena sel-sel
spesifik yaitu sel-sel parnkim yang menjalankan fungsi otot tesebut
mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak
digerakkan (disuse) sehingga meetabolisme sel otot, aliran darah tidak
adekuat ke jaringan otot (Suratum dkk (2015) dalam Agus, 2019).
PENYIMPANGAN KDM FRAKTUR FEMUR
Fraktur femur tertutup
Trauma pada femur
Kerusakan fragmen tulang, Kurang informasi, salah Prosedur pemasangan gips
Kegagalan tulang
spasme otot, cedera jaringan untuk
informasi menahan tekanan terutama
pengobatan
tekanan membengkok, memutar dan menarik
lunak, alat imobilisasi, kerusakan
neuromuskular,
deformitas

Keluhan nyeri
Resiko terjadi Perubahan peran
Terbatas melakukan pergerakan
Penurunan kemampuan otot komplikasi fraktur
Perubahan bentuk tubuh
Perubahan status psikososial Tirah baring lama, Keterbatasan
Kerusakan integritas kulit
Perubahan status peran dalam pergerakan fisik,
Salah penekanan lokal
interpretasi
keluarga tirah baring lama
dalam mencari
Pemenuhan informasi program
pertolongan
pengobatan

Nyeri Hambatan Resiko tinggi Defisit perawatan Gangguan Ketidakefekti fan


mobilitas fisik trauma diri citra diri koping

Resiko disfungsi
Perubahan sirkulasi,
neurovaskuler perifer
embolisme lemak
ansietas Defisit pengetahuan

Resiko disfungsi
neurovaskuler perifer
embolisme lemak

9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Anamnesa

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et
al (1996) dalam Nursalam, 2011).
1. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor
registrasi.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa
nyeri pasien, perawat dapat menggunakan PQRST.
a. Provokating incident: hal yang menjadi faktor presipitasi
nyeri adalah trauma pada bagian paha.
b. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien, apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c. Region, Radiation, Relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa
sakit terjadi.
d. Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan degenerative dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubhan warna kulit dan
kesemutan.
4. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau


pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga


Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis, dan tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan
menular.
6. Riwayat psikososial spiritual
Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari aik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat.
7. Pola fungsi kesehatan
Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola
fungsi kesehatan dalam proses keperwatan pasien fraktur femur.
8. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pasien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan pasien dan apakah pasien
melakukan olahraga atau tidak
9. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan ketika di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
10. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defkasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi.
11. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat/keluarga.

12. Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan


akan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.
13. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan, selain itu timbul nyeri akibat fraktur.
14. Pola penanggulangan stress
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15. Pola tata nilai dan keyakinan

Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik,


terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah.Hal ini dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak pasien. Adanya
kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan/mendekatkan diri dengan Tuhan YME.

2. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin 2015), ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan fisik secara umum (status general) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan
untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care).
1. Pemeriksaan fisik secara umum Keluhan utama:
a. Kesadaran klien: apatis, spoor, koma, gelisah,
komposmentis yang bergantung pada klien
b. Kedaaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat.
Tanda-tanda vital tidak normal trdapat ganggua local, baik
fungsi maupun bentuk.

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik


fungsi maupun bentuk.

2. Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:

a) Kepala

Tujuan : untuk mengetaui adanya lesi atau bekas luka.


Inspeksi : simetris lihat ada atau tidaknya lesi.
Palapasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

b) Leher
Tujuan : untuk memeriksa system limfatik.
Infeksi : reflek menelan ada, amati kesimetrisan leher.
Palpasi : tidak ada tonjolan
c) Wajah

Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan mengetahui luka


Inspeksi : wajah terlihat menahan sakit, tidak ada odema.
Palpasi : Rasaakn apabila adanya luka
d) Mata

Tujuan : untuk mengetehui fungsi mata dan kelainan mata


Inspeksi : tidak ada gangguan,tidak anemis

Palpasi : mangetahui adanya TIO (tekanan intra okuler)

e) Telinga

Tujuan: untuk mengetahui keadaan telinga dan seluruh


telinga.

Inspeksi : normal, simetris dan tidak ada gangguan

Palpasi : tekan daun telinga ada nyeri atau tidak.


f) Hidung

Tujuan : untuk mengetaui ada tidaknya inflamasi

Inspeksi : tidak ada nafas coping hidung

Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak

g) Mulut

Tujuan : untuk mengetahui kelainan dan bentuk pad mulut


Inspeksi : tidak ada perdarahan gusi, mukosa mulut tidak
pucat

Palpasi : pegang atau tekan pelan ada oedema atau nyeri

h) Torak

Tujuan : untuk mengeahui nyeri dan pergerakan dada.


Inspeksi : ada retaksi dindin dada, gerakan dada simetris
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan
i) Paru

Tujuan : untuk mengetahui adanya nyeri dan bunyi paru.

Inpeksi : pernafasan meningkat,regular.

Palpasi : pergerakan simetris, fremitus teraba sama.

Perkusi : sonor, tidak ada suara tambahan.

Auskultasi: suara nafas fasikuler.

j) Jantung

Tujuan : untuk mengetahui adanya peningkatan bunyi


jantung

Inspeksi : tidak tampak iktus

Palpasi : nadi meningkat Auskultasi: suara S1 dan S2


tunggal
k) Abdomen

Tujuan : untuk mengetahui bentuk perut dan bunyi usus.


Inspeksi : Tidak distensi,bentuk datar

Palpasi : tidak teraba masa, tidak ada pembesran hepar.

Perkusi : timpani, peristaltic usus normal ± 20 x/menit

l) Inguinal, genetalia, anus

Tujuan : mengetahui adanya kelainan dan kesulitan BAB


Inspeksi : tidak ada hernia,tidak ada kesulitan BAB

3. Keadaan luka

Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai


berikut:

a. Inspeksi (look): pada inspeksi dapat di perhatikan wajah


klien, kemudian warna kulit, kemudian syaraf, tendon,
ligament, dan jaringan lemak, otot,kelenja limfe, tulang dan
sendi, apakah ada jaringan parut,warna kemerahan atau
kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan
pembengkakan,atau adakah bagian yang tidak normal.

b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yitu : suatu pada


kulit, apakah teraba denyut arterinya, raba apakah adanya
pembengkakan, palapsi daerah jaringan lunak supaya
mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot, adakah
penebalan jaringan senovia,adannya cairan didalam/di luar
sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya
penonjolan atau abnormalitas.

c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik


secara aktig/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya
krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sandi, apa
pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of
motion) danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun
pasif.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan


respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara akuntabilitas
(Carpanito (2000) dalam Nursalam, 2018).
Diagnosis keperawatan yang muncul pada fraktur menurut Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (misal abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan).
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan atau vena
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor
mekanis (misal. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang
5. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
6. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kekurangan
volume cairan
C. Perencanaan Keperawatan (tujuan dan kriteria hasil menggunakan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2017)
sedangkan intervensi menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2017)
No Diagnosa keperawatan Perencanaan Intervensi
Tujuan & Kriteria Hasil
1) Nyeri akut berhubungan dengan (L.08066) (I. 08238) Manajemen nyeri
agen pencedera fisik (misal abses, Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
amputasi, terbakar, terpotong, a. Identifikasi kualitas, intensitas
3x24 jam, diharapkan pengalaman sensorik atau
mengangkat berat, prosedur nyeri, lokasi, dan frekuensi nyeri
emosional yang berkaitan dengan kerusakan
operasi, trauma, latihan fisik b. Identifikasi skala nyeri
jaringan aktual atau fungsional dengan onset
berlebihan)
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan c. Identifikasi respon nyeri non
hingga berat dan konstan (tingkat nyeri) menurun. verbal
Dengan kriteria hasil: d. Identifikasi faktor yang dapat
a. Keluhan nyeri 4 (cukup menurun) memperberat dan memperingan
b. Meringis 4 (cukup Menurun) nyeri klien
c. Gelisah 4 (cukup menurun) Terapeutik
d. Kesulitan tidur 4 (cukup menurun)
a. Berikan terapi non farmakologis
e. Mual 5 (menurun)
(tarik nafas dalam)
Frekuensi nadi 4 (cukup membaik)
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
f. Pola napas 4 (cukup membaik)
g. Tekanan darah 4 (cukup membaik) c. Ciptakan lingkungan tenang,
tanpa gangguan pencahayaan
dan suhu ruangan yang
nyaman
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik
2) Perfusi perifer tidak efektif (L. 02011) (I. 02079)
berhubungan dengan penurunan Perawatan sirkulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
aliran arteri dan atau vena (D.0009) Observasi
3x24 jam, diharapkan keadekuatan aliran darah
a. Periksa sirkulasi (nadi,
pembuluh darah distal untuk mempertahankan
edema, suhu)
jaringan (perfusi perifer) meningkat. Dengan
kriteria hasil: b. Identifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi (hipertensi)
a. Nyeri ekstermitas 4 (cukup menurun)
c. Monitor nyeri atau bengkak pada
b. Kram otot 4 (cukup menurun)
ekstermitas
c. Kelemahan otot 4 (cukup menurun)
d. Monitor status hidrasi
d. Pengisian kapiler 4 (cukup membaik) (frekuensi nadi, akral,
e. Akral 4 (cukup membaik) pengisian kapiler, turgor kulit,
f. Turgor kulit 5 (membaik) tekanan darah)
g. Tekanan darah 4 (cukup membaik) Edukasi
a. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (melembabkan
kulit kering pada kaki)
b. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah
3) Gangguan integritas kulit/jaringan (L.02011) (L.11353)
berhubungan dengan faktor Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama perawatan integritas kulit
mekanis (misal. penekanan pada 3x24 jam, diharapkan keutuhan kulit (dermis dan Observasi
tonjolan tulang, gesekan)atau faktor atau epidermis atau jaringan membran mukosa, a. Identifikasi penyebab gangguan
elektris (elektrodiatermi, energi otot, tendon, tulang, kartilago dan atau ligamen) integritas kulit
listrik bertegangan tinggi) meningkat. Dengan kriteria hasil: Terapeutik
a. Elastisitas 4 (cukup meningkat)
b. Perfusi jaringan 4 (cukup meningkat) a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
c. Kerusakan jaringan 4 (cukup menurun)
baring
d. Kerusakan lapisan kulit 4 (cukup menurun)
b. Hindari produk berbahan dasar
e. Kemerahan 4 (cukup menurun) alkohol pada kulit kering
f. Suhu kulit 4 (cukup membaik) Edukasi
a. Anjurkan menggunakan
pelembab
b. Anjurkan minum air yang cukup
c. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
4) Gangguan mobilitas (L. 05042) (I. 05173)
fisik berhubungan Dukungan Mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
dengan Observasi
3x24 jam, diharapkan kemampuan dalam gerakan
kerusakan integritas a. Identifikasi adanya nyeri atau
fisik dari salah satu lebih ekstremitas secara
struktur tulang keluhan fisik lainnya
mandiri meningkat.
Dengan kriteria hasil: b. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
f. Pergerakan ekstremitas 4 (cukup meningkat)
b. Kekuatan otot 4 (cukup meningkat) c. Monitor frekuensi jantung dan
c. Rentang gerak (ROM) 4 (cukup meningkat) tekanan darah sebelum memulai
d. Kerusakan lapisan kulit 4 (cukup menurun) mobilisasi
e. Kecemasan 4 (cukup menurun) Monitor kondisi umum
f. Gerakan terbatas 4 (cukup menurun) selama melakukan
g. Kelemahan fisik 4 (cukup menurun) mobilisasi
Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (misal. pada
tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan
pergerakan
c. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
5) Resiko infeksi berhubungan L. (14137) (I. 14539) pencegahan infeksi
dengan efek prosedur invasif Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam, diharapkan derajat injeksi berdasarkan
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik Terapeutik
observasi atau sumber informasi menurun.
Dengan kriteria hasil: a. Berikan perawatan kulit pada
area edema
a. Kebersihan tangan 4 (cukup meningkat)
b. Cuci tangan sebelum dan
b. Demam 4 (cukup menurun)
sesudah kontak dengan pasien
c. Kemerahan 4 (cukup menurun) dan lingkungan pasien
d. Nyeri 4 (cukup menurun) Edukasi
e. Bengkak 4 (cukup menurun)
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
c. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
6) Resiko syok (hipovolemik) (L. 03032) (I. 02068)
berhubungan dengan kekurangan Pencegahan Syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
volume cairan Observasi
3x24 jam,diharapkan ketidakadekuatan aliran darah
ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan
a. Monitor status kardiopulmonal,
oksigenasi, cairan
disfungsi seluler yang mengancam jiwa meningkat.
Dengan kriteria hasil: b. Monitor tingkat kesadaran dan
respon pupil
a. Kekuatan nadi 4 (cukup meningkat)
Terapuetik
b. Output urine 4 (cukup meningkat)
c. Saturasi oksigen 4 (cukup meningkat)
a. Berikan oksigen untuk
d. Akral dingin 4 (cukup menurun) mempertahankan saturasi
e. Pucat 4 (cukup menurun) oksigen
f. Tekanan darah, nadi, nafas 4 (cukup b. Pasang kateter untuk menilai
membaik) produksi urine
Edukasi
a. Jelaskan penyebab/faktor risiko
b. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian IV
b. Kolaborasi pemberian
tranfusi darah
c. Kolaborasi pemberian anti
inflamasi
D. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap
ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan
hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan
tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh,
pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan
tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan
klien (Eko, 2018)

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana/ontervensi, dan implementasinya (Ignatavicius
& Bayne (1994) dalam Nursalam, 2011).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan fraktur femur adalah:
a. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktifitas.
c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
d. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.
f. Pasien mengenal faktor-faktor resiko, mengenal tindakan
pencegahan/mengurangi faktor risiko infeksi meningkatkan
lingkungan yang aman.
g. Pasien dapat menunjukkan (nadi dalam batas normal, irama
jantung dalam batas yang diharapkan, frekuensi nafas dalam batas
normal, natrium serum, kalium, klorida, kalsium, magnesium, dan
PH darah serum dalam bats normal.
h. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan pengobatan.
i. Pasien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab
atau faktor yang mempengaruhinya, dan pasien menerima tentang
keadaannya (Nurarif & Kusuma, 2015).
Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Fraktur Coloum Femur
di Ruang Mawar RSU Tangerang

Tgl/Jam MRS : 07 Desember 2021


Tanggal/Jam Pengkajian : 09 Desember 2021
Metode Pengkajian : Wawancara Dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosa Medis : Fraktur Coloum Femur
No. Registrasi : 00-28-36-02
A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas Klien

Nama Klien : Tn. M


Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Beringin Raya Blok D/3,8 Poris Indah Kel.
Cipondoh, Kota Tangerang
Umur : 62 tahun
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswata
b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Beringin Raya Blok D/3,8 Poris Indah Kel.
Cipondoh, Kota Tangerang
Hubungan dengan Klien : Istri
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien masuk ke RSU Tangerang datang ke IGD RSU Tangerang pada tanggal
07 Desember 2021 dengan keluhan nyeri dibagian paha kanan dengan skala
myeri nyeri 3-4, nyeri terasa hilang timbul dan seperti tertekan, klien
mengatakan terjatuh saat menahan pagar rumah yang roboh saat terjatuh
terdengarbunyi krek di pinggang kanan, klien mengatakan sebelum ke RS
terlebih dahulu di urut namun tidak ada perubahan

b. Riwayat Pengkajian Sekarang


Saat dilakukan pengkajian diruangan Mawar pasien dapat di ajak
berkomunikasi, saat dinilai GCS 14 (E4M6V4), tingkat kesadaran Compos
Mentis, tekanan darah 140/92 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 20x/menit, S:
36.6 oC. Muntah tidak ada, terpasang infuse RL 12 jam/kolf, terpasang
elastis perban di bagian kaki kanan
444 444
111 444
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak pernah dirawat sebelum nya di Rs
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan ada riwayat Diabetes melitus dan Hipertensi
a. Genogram :
Keterangan :

: laki-laki : tinggal serumah

: perempuan

: pasien

3. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
Keluarga mengatakan akan terus berusaha demi kesembuhan pasien .
keluarga mengatakan yakin akan kesembuhan dirinya dan selalu berdoa
kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan.
b. Pola Aktifitas dan Latihan ( Kegiatan Sehari-hari)

Sebelum Sakit :
Keluarga mengatakan sebelum sakit menjadi kepala keluarga, melakukan
pekerjaan
Selama Sakit :
Pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai karena pasieh lebih banyak tidur
c. Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit :
keluarga mengatakan sebelum sakit tidur normal. Malam hari tidur pukul
22.00 dan bangun tidur pada pukul 05.30 WIB dan selalu menyempatkan
waktu untuk tidur siang ± 1 jam.
Selama Sakit :
keluarga mengatakan selama sakit menagalami kesulitan untuk tidur
 Kualitas dan kuantitas tidur
Keluarga mengatakn selama sakit tidur malam hanya ± 5 jam dan siang
tidak bisa untuk tidur

 Gangguan tidur
Pasien mengalami sulit tidur karena nyeri dibagian fraktur paha kanan
d. Pola nutrisi metabolik
a. Pengkajian Nutrisi (ABCD)
A. ( Antropometri ) :
Berat badan : 65 Kg
Tinggi badan : 165 Cm
65 kg
IMT = =23(Normal)
1,65 x 1,65
B. (Biomechanical ) :
Hemoglobin 13,3 gr/dL
Hematokrit 38%
Leukosit 16,20x10^3/ul
C. (Clinical Sign) :
- mukosa bibir kering
D. (Diet) : 1900 kkal
b. Pola Nutrisi

Sebelum Sakit
1) Frekuensi
Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x/hari
2) Jenis
Makanan yang dikonsumsi pasien seperti nasi, lauk pauk dan semua
jenis makanan lainnya
3) Porsi
Pasien mengatakan menghabiskan makanan dalam 1 porsi
4) Keluhan :-
Selama Sakit
1) Frekuensi
2) Jenis
(Diet) : NBRG DM 1900 kkal
3) Porsi
4) Keluhan
e. Pola Eliminasi
a. BAB

Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAB : Pasien mengatakan BAB rutin
1-2x/hari
2) Konsistensi : Lunak
3) Warna :
4) Keluhan Dan Kesulitan BAB :-
5) Penggunaan Obat Pencahar :-
Selama Sakit
1) Frekuensi BAB : Pasien mengatakan 1 x/hari
2) Konsistensi : lunak
3) Warna : kuning kecoklatan
4) Keluhan Dan Kesulitan BAB :
5) Penggunaan Obat Pencahar :-
b. BAK
Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAK : Pasien mengatakan BAK
sebanyak 7x/hari
2) Jumlah Urine : ± 1000- 1200 cc/hari
3) Warna : Kuning
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : -
Selama Sakit
1) Frekuensi BAK : terpasang pampers
2) Jumlah Urine : output ±1600
3) Warna : Kuning muda
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : -
f. Pola kognitif dan perceptual
a. Nyeri (Kualitas, insentitas, durasi, skala, cara mengurangi nyeri)
Pasien mengatakan nyeri , nyeri seperti tertekan, skala nyeri 3-4, terasa
di kaki kanan, waktu nya hilang timbul (0-10),
b. Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa)
pasien mengatakan semua fungsi panca indera dalam keadaan baik
c. Kemampuan membaca
Kemampuan membaca baik
g. Pola konsep diri

a. Gambaran diri : keluarga mengatakan penyakit yang diderita


adalah cobaan dari Tuhan.
b. Ideal diri : Semangat Pasien untuk sembuh sangat
tinggi.
c. Harga diri : Pasien sering menangis saat mengingat keadaan dia
yang sekarang ini.
d. Peran diri : Pasien adalah seorang s suami dan seorang ayah.
e. Peran : Pasien mengatakan selama sakit tidak dapat
menjalankan pekerjaan

h. Pola koping
a. Masalah utama selama masuk RS ( keuangan, dll)
Tidak ada
b. Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya
Pasien merasa dirinya saat ini tidak bisa melakukan aktivitas berat
c. Pandangan terhadap masa depan
Pasien hanya ingin semua penyakit yang dideritanya segera sembuh
d. Koping makanisme yang digunakan saat terjadi masalah
Pasien selalu berpikir positif bahwa penyakit yang di deritanya adalah
cara Tuhan untuk menaikkan derajat hambanya
i. Pola seksual reproduksi
a. Masalah menstruasi
tidak
b. Pepsmear terakhir
Tidak
c. Perawatan payudara setiap bulan
Tudak
d. Alat kontrasepsi yang digunakan
Tidak
e. Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
Tidak ada
f. Apakah penyakit sekarang kmengganggu fungsi seksual
Tidak
j. Pola peran hubungan
a. Pola pasien dalam keluarga dan masyarakat
Pasien selalu berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan keluarga dan
masyarakat sekitar
b. Apakah klien punya teman dekat
Pasien mengatakan memiliki teman dekat tetapi pasien sangat dekat
dengan anak-anaknya
c. Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
Pasien mengatakan selama mengalami kesulitan yang sering membantu
adalah keluarga
d. Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlibatan
klien
Tidak

k. Pola nilai dan kepercayaan

a. Nilai dan keyakinan: Pasien menganut agama katolik dan


bersuku Cina.
b. Kegiatan ibadah : Pasien Selalu beribadah.
4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : baik/ cukup/ lemah

a. Kesadaran : Compos Mentis


b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah : 120/70 mmHg
2) Nadi
- Frekuensi : 79x/menit
- Irama : reguler
- Kekuatan : kuat
3) Pernafasan
- Frekuensi : 17x/menit
- Irama : Reguler
4) Suhu : 36 oC
2. Pernafasan Head To Toe I : dada simetris
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Sonor
A : tidak ada suara tambahan frekuensi
Mata simetris, konjungtiva anemis, sklera nadi 89x./m
ikterik, pupil isokor, tidak terdapat
kelainan pada otor-otor mata,tidak ada alat
bantu penglihatan

Mukosa bibir lembab, mampu


Bentuk kepala normal berbicaradengan baik, gigi tampak
simetris, tidak ada nyeri bersih dan rapih, sianosis (-)
tekan, tidak ada benjolan dan
tidak ada lesi

- Ekstremitas
- Terdapat
Telinga normal, tidak
pemasangan
daun telinga simetris,
elastis perban
bersih, fungsi
- Kekuatan otot 4/4,
pendengaran
1/3
-

I : pergeralkan dada simetris, tidak ada I : Perut tidak buncit


edema, frekuensi nadi 20x/menit P : tidak ada nyeri tekan
P: tidak ada nyeri tekan P : Timpani
P: Bunyinya Sonor A: Irama bising usus 15x/menit
A: suara vesikuler, tidak ada suara nafas - CRT <3 dtk
tambahan - Warna kulit sawo
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium

Tanggal pemeriksaan : 07 Desember 2021


Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Hasil Keteramgan Hasil
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7 – 15.5 gr/dl 13,3 normal
Leukosit 3.60 – 11.00 x10^3/ul 16,20 AbNormal
Hematokrit 35 – 47 % 38 normal
Trombosit 140 – 440 x10^3/ul 213 normal
KIMA
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135-147 mEq/dl 139 Normal
Kalium (K) 3.5-5.0 mEq/dl 3.3 Normal
Chloride (Cl) 96-105 mEq/dl 100 Normal

2. Pemeriksaan diagnostik

Tanggal pemeriksaan : 07 Desember 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Rontgen Thorak

EKG

6. TERAPI MEDIS

Hari Jenis Terapi Dosis Golongan Fungsi


/Tanggal &
Kandunga
n
Cairan IV :

Obat Peroral :

Obat Perenteral :
Ranitidin 2x50mg
Paracetamol drip 3x1 gr
Obat Topikal :

B. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : Trauma langsung Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri di di berhubungan
paha kanan Fraktur dengan agen
P : terasa nyeri ketika bergerak pencerea fisik
Q : nyeri terasa seperti tertekan Pergeseran frakmen (Fraktur)
R :nyeri terasa hanya di kaki tulang
kanan
S : skala 3-4 Nyeri Akut
T : nyeri terasa hilang timbul
DO :
- Klien tampak
meringis dan
gelisah
- Kesadaran pasien
compos mentis
- TTV
TD : 140/92 mmHg,
Nadi 89x/menit,
RR 20x/menit,
S: 36.6 oC.
Ds: Trauma langsung Gangguan
- Klien mengatakan sulit mobilitas fisik
menggerakkan kaki kanannya Fraktur berhubungan
karena patah tulang, nyeri dan dengan
merasa cemas ketika digerakkan Diskontinuitas tulang gangguan
Do:
muskuloskletal
- Klien tampak cemas ketika Perubahan jaringan
bergerak dan digerakkan pada , nyeri dan
sekitar
kaki kanan yang terdapat fraktur kecemasan
Pergeseran fragmen
tulang

Deformitas

Gangguan fungsi
ekstemitas

Hambatan mobilitas
fisik

3. DS: Trauma langsung Ketidakefektif


- Klien mengatakan nyeri pada an perfusi
kaki kanan Fraktur jaringan
Do: perifer
- Klien tampak berbaring di tempat Diskontinuitas tulang berhubungan
tidur
dengan
- Klien tampak pucat Kerusakan frakmen
- CRT < 3dtk peningkatan
tulang tekanan darah
- GCS 15 (E4M6V4)
- TTV Tekanan sumsum
TD : 140/92 mmHg, tulang lebih tinggi
Nadi 89x/menit, dari kapiler
RR 20x/menit,
S: 36.6 oC. Melepaskan
katekolamin

Metabolisme asam
lemak

Bergabung dengan
trombosit

Emboli

Menyumbat
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut yang berhubungan agen cedera fisik (fraktur) .(D.0077)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal,
nyeri dan kecemasan (D.0054)
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah (D.0009)
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa keperawatan Kriteria dan hasil Intervensi
1. Nyeri yang berhubungan (L.08066) (I.08238)
dengan agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
(fraktur).(D.0077) keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pengalaman sensorik - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
atau emosional yang berkaitan kualitas, intensitas nyeri
dengan kerusakan jaringan aktual - Identifikasi skala nyeri
atau fungsional dengan onset - Identifikasi respons nyeri non verbal
mendadak atau lambat dan Teraupetik
berintensitas ringan hingga berat dan - Ajarkan tehnik relaksasi yang sesuai dan
konstan (tingkat nyeri) menurun. anjurkan pasien untuk melakukannya bila nyeri
Dengan kriteria hasil: timbul.
f. Keluhan nyeri 4 (cukup - Pertahanka posisi semi fowler sesuai
menurun) kebutuhan.
g. Meringis 4 (cukup - Observasi tanda-tanda vital
Menurun) Kolaborasi
h. Gelisah 4 (cukup - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
menurun) therapy analgetika.
i. Kesulitan tidur 4 (cukup
menurun)
j. Mual 5 (menurun)
h. Frekuensi nadi 4 (cukup
membaik)
i. Pola napas 4 (cukup
membaik)
j. Tekanan darah 4 (cukup
membaik)
-
2. Gangguan mobilitas fisik Dukungan Ambulasi
(L. 05042)
berhubungan dengan Observasi
gangguan muskuloskletal, Setelah dilakukan tindakan
- Monitor kondisi umum selama latihan gerak
nyeri dan kecemasan keperawatan selama 3x24 jam, - Monitor tanda-tanda vital
(D.0142) diharapkan kemampuan dalam Teraupetik
gerakan fisik dari salah satu lebih - Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam
ekstremitas secara mandiri melakukan latihan gerak aktif
meningkat. - Ajarkan klien latihan rentang gerak aktif pada
Dengan kriteria hasil: ekstemitas yang tidak sakit
i. Pergerakan ekstremitas 4 Edukasi
(cukup meningkat) - Anjurkan melakukan latihan rentang gerak aktif
h. Kekuatan otot 4 (cukup pada ekstremitas yang tidak sakit
meningkat) -
i. Rentang gerak (ROM) 4
(cukup meningkat)
j. Kerusakan lapisan kulit 4
(cukup menurun)
k. Kecemasan 4 (cukup
menurun)
l. Gerakan terbatas 4
(cukup menurun)
- Kelemahan fisik 4 (cukup
menurun)
3. Ketidakefektifan perfusi (L. 02011) (II. 02079)
jaringan perifer Setelah Perawatan sirkulasi
dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
peningkatan tekanan darah e. Periksa sirkulasi (nadi, edema, suhu)
diharapkan keadekuatan aliran
(D.0009) darah pembuluh darah distal f. Identifikasi faktor risiko gangguan
untuk mempertahankan jaringan sirkulasi (hipertensi)
(perfusi perifer) meningkat. g. Monitor nyeri atau bengkak pada ekstermitas
Dengan kriteria hasil: h. Pertahankan elevasi ekstemitas yang
h. Nyeri ekstermitas 4 cedera
(cukup menurun) Edukasi
i. Kram otot 4 (cukup
c. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
menurun)
tepat (melembabkan kulit kering pada kaki)
j. Kelemahan otot 4 (cukup
d. Anjurkan minum obat
menurun)
pengontrol tekanan darah
k. Pengisian kapiler 4 (cukup
membaik)
l. Akral 4 (cukup membaik)
m. Turgor kulit 5 (membaik)
n. Tekanan darah 4 (cukup
membaik)

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Hari/Tanggal Diagnosa keperawatan Jam Implementasi Evaluasi Paraf
.
1. Kamis Nyeri yang berhubungan 08.00 1.Mengevaluasi skala nyeri S:
09/12/2021 dengan agen cedera fisik 2.Mengobservasi respon non - Klien
(fraktur).(D.0077) 08.05 verbal mengatakan
3.Mengajarkan teknik nyeri
08.30 relaksasi nafas dalam P : terasa nyeri
4.Memberikan obat ketika
paracetamol drip melalui IV bergerak
08.45 5.Melakukan tanda-tanda vital Q : nyeri
terasa seperti
tertekan
R :nyeri terasa
09.00 hanya di kaki
kanan
S : skala 3-4
T : nyeri terasa
hilang timbul
O:
- Klien tampak
meringis jika
kaki kanan
digerakkan
- Klien terlihat
gelisah
A:
Masalah nyeri
belum teratasi
P:
- Lanjutkan
intervensi
(1,2,3,4.5)

Gangguan mobilitas 09.10 1. Mengimobilisasi kaki S:


fisik berhubungan yang mengalami fraktur - Klien
dengan gangguan agar tetap lurus mengatakan
muskuloskletal, nyeri 2. Mengajarkan klien nyeri ketika
dan kecemasan (D.0142) 09.15 untuk latihan gerak kaki kaki kanan
pada ekstermitas yang dibenarkan
tidak sakit - Klien
3. Memotivasi keluarga mengatakan
dalam membantu klien kesulitan saat
09.20 melakukan latihan gerak bergerak
pada ekstemitas yang tidak O:
sakit - Klien
4. Mengevaluasi tampak
kekuatan otot klien setelah cemas
melakukan latihan gerak - Klien
pada ektremitas yang tidak tampak
sakit kesulitan
09.30 5. Menganjurkan klien bergerak
melakukan latihan gerak A:
kaki pada ekstremitas yang Masalah belum
tidak sakit teratasi
P:
Lanjutkan
09.40 intervensi
(1,2,3,4,5)

Ketidakefektifan perfusi 09.45 1. Melakukan S:


jaringan perifer pemeriksaan nadi - Klien
berhubungan dengan perifer, edema dan mengatakan
peningkatan tekanan warna kulit nyeri pada
darah 10.00 2. Mengimobilisasi kaki bagian kaki
(D.0009) yang mengalami kanan
fraktur agar tetap O:
lurus dengan - CRT <
mengelevasikan kaki 3dtk
yang mengalami - Warna
fraktur dengan kulit pucat
mengganjal setinggi - Klien
30-40o terpasang
IVFD NaCl
0,9%
- Terpasan
g elastis perban
pada kaki
kanan
- TTD
Td: 140/92
A:
Masalah belum
teratas
P:
Lanjutkan
intervensi )1,2)
2. Jumat Nyeri yang berhubungan 08.00 1. Mengevaluasi skala S:
10/12/2021 dengan agen cedera fisik nyeri - Klien
(fraktur).(D.0077) 08.05 2.Mengobservasi respon non mengatakan
verbal nyeri
08.30 3.Mengajarkan teknik P : terasa nyeri
relaksasi nafas dalam ketika
4.Memberikan obat bergerak
08.45 paracetamol drip melalui IV Q : nyeri
edikit
5.Melakukan tanda-tanda vital
R :nyeri terasa
hanya di kaki
09.00 kanan
S : skala 2
T : nyeri terasa
hilang timbul
O:
- Klien tampak
meringis jika
kaki kanan
digerakkan
- Klien terlihat
gelisah
A:
Masalah nyeri
belum teratasi
P:
- Lanjutkan
intervensi
(1,2,3,4.5)

Gangguan mobilitas 09.15 1. Mengimobilisasi kaki yang S:


fisik berhubungan mengalami fraktur agar - Klien
dengan gangguan tetap lurus mengatakan
muskuloskletal, nyeri 2. Mengajarkan klien untuk nyeri ketika
dan kecemasan (D.0142) 09.20 latihan gerak kaki pada kaki kanan
ekstermitas yang tidak dibenarkan
sakit - Klien
3. Memotivasi keluarga dalam mengatakan
membantu klien kesulitan saat
09.25 melakukan latihan gerak bergerak
pada ekstemitas yang tidak O:
sakit - Klien
4. Mengevaluasi kekuatan tampak
otot klien setelah cemas
melakukan latihan gerak - Klien
pada ektremitas yang tidak tampak
sakit kesulitan
09.30 5. Menganjurkan klien bergerak
melakukan latihan gerak A:
kaki pada ekstremitas yang Masalah belum
tidak sakit teratasi
P:
Lanjutkan
09.40 intervensi
(1,2,3,4,5)

Ketidakefektifan perfusi 09.45 1. Melakukan pemeriksaan S:


jaringan perifer nadi perifer, edema dan - Klien
berhubungan dengan warna kulit mengatakan
peningkatan tekanan 2. Mengimobilisasi kaki yang nyeri pada
darah 10.00 mengalami fraktur agar bagian kaki
(D.0009) tetap lurus dengan kanan
mengelevasikan kaki yang O:
mengalami fraktur dengan - CRT <
mengganjal setinggi 30-40o 3dtk
- Warna
kulit pucat
- Klien
terpasang
IVFD NaCl
0,9%
- Terpasan
g elastis perban
pada kaki
kanan
- TTD
Td : 130/90
A:
Masalah belum
teratas
P:
Lanjutkan
intervensi )1,2)
3. Sabtu Nyeri yang berhubungan 08.00 1. Mengevaluasi skala S:
11/12/2021 dengan agen cedera fisik nyeri - Klien
(fraktur).(D.0077) 08.05 2.Mengobservasi respon non mengatakan
verbal nyeri
08.30 3.Mengajarkan teknik P : terasa nyeri
relaksasi nafas dalam ketika
4.Memberikan obat bergerak
08.45 paracetamol drip melalui IV Q : nyeri
terasa sedikit
5.Melakukan tanda-tanda vital
R :nyeri terasa
hanya di kaki
09.00 kanan
S : skala 2
T : nyeri terasa
hilang timbul
O:
- Klien tampak
meringis jika
kaki kanan
digerakkan
- Klien tidak
terlihat gelisah
A:
Masalah nyeri
belum teratasi
P:
- Lanjutkan
intervensi
(1,2,3,4.5)

Gangguan mobilitas 09.10 1. Mengimobilisasi kaki yang S:


fisik berhubungan mengalami fraktur agar - Klien
dengan gangguan tetap lurus mengatakan
muskuloskletal, nyeri 2. Mengajarkan klien untuk nyeri ketika
dan kecemasan (D.0142) 09.15 latihan gerak kaki pada kaki kanan
ekstermitas yang tidak dibenarkan
sakit - Klien
3. Memotivasi keluarga dalam mengatakan
membantu klien sudah latihan
09.20 melakukan latihan gerak gerak untuk
pada ekstemitas yang tidak dekstremitas
sakit yang tidak
4. Mengevaluasi kekuatan sakit
otot klien setelah O:
melakukan latihan gerak - Klien
pada ektremitas yang tidak tidak cemas
sakit - Klien
09.30 5. Menganjurkan klien tampak
melakukan latihan gerak menggerakka
kaki pada ekstremitas yang n ekstremitas
tidak sakit yang tida
sakit
A:
09.40 Masalah teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan
intervensi
(1,2,3,4,5)
Ketidakefektifan perfusi 09.45 1. Melakukan pemeriksaan S:
jaringan perifer nadi perifer, edema dan - Klien
berhubungan dengan warna kulit mengatakan
peningkatan tekanan 2. Mengimobilisasi kaki yang tidak terlalu
darah 10.00 mengalami fraktur agar nyeri pada
(D.0009) tetap lurus dengan bagian kaki
mengelevasikan kaki yang kanan
mengalami fraktur dengan O:
mengganjal setinggi 30-40o - CRT <
3dtk
- Warna
kulit pucat
- Klien
terpasang
IVFD NaCl
0,9%
- TTD
Td : 130/90
- Akral
terasa hangat
- Terpasan
g elastis perban
pada kaki
kanan
A:
Masalah teratas
sebagian
P:
Lanjutkan
intervensi (1,2)
F. EVALUASI
Setelah menyelesaikan tahap pelaksanaan atau implementasi keperawatan, maka
masalah yang dihadapi klien dan keluarga yaitu masalah teratasi sebagian:
1. Masalah pertama : klien dan keluarga mampu melakkan sebagian dalam
mengatasi nyeri
a. Keluhan nyeri 4 (cukup menurun)
b. Meringis 4 (cukup Menurun)
c. Gelisah 4 (cukup menurun)
d. Kesulitan tidur 4 (cukup menurun)
e. Frekuensi nadi 4 (cukup membaik)
k. Pola napas 4 (cukup membaik)
l. Tekanan darah 4 (cukup membaik)
2. Masalah kedua: klien dan keluarga mampu melakkan sebagian dalam
mengatasi mobilitas
a. Pergerakan ekstremitas 4 (cukup meningkat)
b. Kekuatan otot 4 (cukup meningkat)
c. Rentang gerak (ROM) 4 (cukup meningkat)
d. Kerusakan lapisan kulit 4 (cukup menurun)
e. Kecemasan 4 (cukup menurun)
f. Gerakan terbatas 4 (cukup menurun)
3. Masalah kedua: klien dan keluarga mampu melakkan sebagian dalam
ketidakefektifan perfusi jaringan
a. Nyeri ekstermitas 4 (cukup menurun)
b. Kram otot 4 (cukup menurun)
c. Kelemahan otot 4 (cukup menurun)
d. Pengisian kapiler 4 (cukup membaik)
e. Akral 4 (cukup membaik)
f. Turgor kulit 5 (membaik)
g. Tekanan darah 4 (cukup membaik)

Anda mungkin juga menyukai