Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

TN. M DI RUANG KENANGA

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

Oleh:

MELINDA
210104066

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2021
Nama Mahasiswa : MELINDA

NIM : 210104066

Diagnosa : HEMOROID

A. Pengertian
Hemoroid dalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan
keluhan dan gejala  –   gejala.Varises atau perikosa : mekarnya pembuluh
darah atau vena (pleksus hemoroidalis) sering terjadi pada usia 25 tahun
sekitar 15 %. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih
vena-vena hemoroidales (bacon) (Kapita Selekta Kedokteran).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang
tidak merupakan keadaan patologik (Buku Ajar Ilmu Bedah). Hemoroid
adalah dilatasi varikosus vena pleksus hemoroidalis inferior atau superior,
akibat peningkatan tekanan vena yang persisten (Kamus Kedokteran
Dorland).
Hemoroid adalah bagian vena yang berdolatasi kanal anal.
Hemoroid dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid
interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media dan
hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai
dengan istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul disebelah luar
otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter.
(Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah). 

B. Etiologi
Faktor predisposisi merupakan faktor penyebab yang berasal dari herediter, anatomi,
makanan, psikis dan sanitasi. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor
mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal).
Menurut Tambayong (2009) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi
hemoroid. Hemoroid berdarah akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena
yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum, apabila terjadi thrombosis,
ulserasi dan pendarahan maka akan menimbulkan nyeri. Darah segar sering tampak
sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smelltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat
umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan vena melebar. Faktor penyebab terjadinya hemoroid seperti mengejan
pada waktu defekasi, konstipasi menahun tanpa pengobatan, pola buang air besar
yang salah, peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor, kehamilan, usia tua,
diare kronik, hubungan seksual peranal, kurang minum air putih, dan kurang olahraga.
C. Tanda dan Gejala
 Rasa panas di anus Rasa panas terjadi biasanya saat duduk terlalu lama atau
sehabis buang air besar (BAB). Rasa panas terdapat di anus akibat penekanan
pada vena yang sudah mulai membesar.
 Ada darah Adanya darah segar di kertas toilet, di dalam toilet atau pada tinja
sehabis BAB. Pembesaran pembuluh darah bisa diakibatkan oleh aktivitas
mengejan saat BAB. Lantaran pembuluh vena itu tipis dan mudah pecah, maka
bisa saja terjadi pendarahan saat BAB.
 Ada tonjolan Pembesaran pembuluh darah dapat berbentuk tonjolan yang keluar
dari anus. Biasanya jika sudah mulai ada tonjolan artinya wasir sudah memasuki
tahap selanjutnya. Apabila tonjolan masih dapat dimasukan secara spontan ke
dalam anus, maka artinya wasir belum terlalu parah namun sudah harus
mendapatkan penanganan. 4. Rasa sakit Rasa sakit terjadi di anus terutama
sehabis BAB. Sakit bisa jadi diakibatkan dari pembuluh darah yang pecah,
teruatama karena ada penekanan dari feses.
 Rasa gatal di anus Rasa gatal dipicu oleh infeksi dari luka pada pembuluh darah
yang pecah. Lantaran anus merupakan tempat bermuaranya feses, maka
kemungkinan infeksinya juga tinggi
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan
aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini
antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal.
Apabila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan
pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di
regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter ani
membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan
pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices
terjepit oleh sfingter ani. Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan
peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke
vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan
peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal.
Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
abdominal dan alirandarah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya
terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap
pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam
sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, hal ini akan
menyebabkan pendarahan dalam feces. Jumlah darah yang hilang sedikit
tetapi apabila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia. Hemoroid
eksternaakan ditandai di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan,
jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika
ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan
peradangan dan nyeri hebat. 
E. Pathway

FAKTOR RESIKO HEMOROID

DILATASI & DISTENSI


PEMBULUH DARAH IRITASI PADA REKTUM

NYERI AKUT MENGABAIKAN DORONGAN


HEMOROID
DEFEKASI AKIBAT NYERI

↓ ↓

PROLAPS DAN TROMBOSIS KONSTIPASI

PEMBEDAHAN


KURANG PENGETAHUAN
TENTANG PROSEDUR
OPERASI

ANSIETAS

F. Pemeriksaan Penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing
pada anoskop merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-
Person, Person, dan Wexner 2007) menyatakan bahw ketika dibandingkan
dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi
lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorectal. Gejala hemoroid biasanya
bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda.
Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi
untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan
rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun
dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan
terhadap hemoroid (Canan, 2002) Pemeriksaan dengan teropong yaitu
anoskopi atau rectoscopy. Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus
yang tidak menonjol keluar. Anoskopi dimasukkan untuk mengamati keempat
kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta
mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya besarnya dan
keasaan lain dalam anus seperti polip, fissure ani dan tumor ganas harus
diperhatikan. Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan
hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan
derajat daripada hemoroid.

G. Masalah Keperawatan
 Nyeri Akut
 Konstipasi
 Ansietas
H. Penatalaksanaan
 Penatalaksaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi
konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti
kodein (Daniel, 2010). Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini
membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan
perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal
hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti
meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi
mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan
awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid,
meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek
antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya
(Acheson dan Scholrfield, 2008).
 Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka
dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST ( Hemorrhoid Institute of
South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid
antara lain:
 Hemoroid internal derajat II berulang
 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus
 Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien
 Pembedahan yang sering dilakukan yaitu
 Skleroterapi .  Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5
%, vegetable oil , quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt
solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi
sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi
fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan
fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau
mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007).
Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan
teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan
karena tingkat kegagalan yang tinggi.
 Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber
band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan  scarring
yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum.
Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
 I nfrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan
berubah menjadi panas. Manipulasi instrument tersebut dapat
digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan
jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis
jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang
minimal.
 Bipolar Diathermy.   Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi
jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya.
Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.

 Laser haemorrhoidectomy. 

 Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.  Teknik ini dilakukan


dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler
probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang
memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan
absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan
mengurangi ukuran hemoroid. 
 Cryotherapy.   Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur
yang sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan
kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel
dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu

dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik


yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid
(American Gastroenterological Association, 2004).

  Stappled H emorr hoidopexy adalah teknik dilakukan


dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian
proksimal dentate line. Keuntungan pada  stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi
selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar
hemorrhoidectomy (Halverson, 2007). Menurut Nagie (2007),
pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan konsumsi serat
25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses
menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek
dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan
pada vena anus.
 Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
 Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar
mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan
karena akan memperkeras fesess, hindari mengejan
I. Fokus Pengkajian
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang
mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat
terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa
melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis
(Canan, 2002). Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya
fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat
keparahan inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003). 
J. Fokus Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA SLKI SIKI

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)


(D.0077) Keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan masalah
- Identifikasi lokasi,
nyeri akut dapat teratasi
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri (L.0806) frekuensi, kualitas,
N Kriteria A A intensitas nyeri
O W K - Identifikasi skala nyeri
1 Keluhan 2 4 - Identifikasi faktor
nyeri yang memperberat dan

2 Meringi 2 4 memperingan nyeri


s - Identifikasi

Keterangan pengetahuan dan


1. Meningkat keyakinan tentang
2. Cukup Meningkat
nyeri
3. Sedang
4. Cukup Menurun - Identifikasi pengaruh
5. Menurun
budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetic
Terapeutik

- Berikan teknik non-


farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi

- Jelaskan Penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetic secara tepat
- Anjurkan teknik non-
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasikan
pemberian analgetik

2 Konstipasi Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Eliminasi Fekal


(D.0049) Keperawatan selama 3x24 (1.04151)
jam diharapkan masalah Observasi
konstipasi dapat teratasi - Monitor buang air
dengan kriteria hasil: besar
Eliminasi Fekal (L.) - Monitor tanda dan
gejala diare,
N Kriteria A A konstipasi, atau
O W K impaksi
1 Nyeri 2 4 Terapeutik
abdome
n - Jadwalkan waktu
defekasi Bersama
2 Distensi 2 4 pasien
abdome - Sediakan makanan
n tinggi serat
Keterangan Edukasi
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat - Jelaskan jenis
3. Sedang makanan yang
4. Cukup Menurun membatu
5. Menurun
menoingkatkan
tereraturan peristaltic
usus
- Anjurkan makanan
tinggi serat
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

3 Ansietas Setelah dilakukan Tindakan Terapi Relaksasi (1.09326)


(D.0080) Keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan masalah - Identifikasi teknik
ansietas dapat teratasi dengan relaksasi yang efektif
kriteria hasil: digunakan
Tingkat Ansietas (L.09093) - Monitor respons
terhadap relaksasi
N Kriteria A A
O W K Terapeutik

1 gelisah 2 4 - Gunakan pakaian


longgar
2 Tegang 2 4 - Guanakan nada suara
lembut dengan irama
3 Khawati 2 4
lambat dan berirama
r
- Gunakan relaksasi
Keterangan sebagai strategi
1. Meningkat penunjang dengan
2. Cukup Meningkat analgetik atau tindakan
3. Sedang medis lain
4. Cukup Menurun
5. Menurun Edukasi

- Jelaskan tujuan,
manfaat, Batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
- Anjurkan posisi
nyaman
- Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. A. A. 2007.Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan


Ilmiah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi


terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien fraktur
ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 1 Oktober 2014 dari
website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?
prm=artikel&yar=detail&id=27.

Carpenito, L. J. 2005. Buku saku diagnosa keperawatan.

Edisi 8. Jakarta: EGC. Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan

patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC. Corwin, E. J. 2008.

Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC

Doenges, M. E. 2004. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman


untuk perencanaan dan
 pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. Hall, S. E. 2009. Fisiologi Kedokteran. Irawati


Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2005. Buku ajar ilmu bedah, Editor:


R.Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2004. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta:


Penerbit Media Aeskulapius.

 Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi


Sentosa. Jakarta: Arima Medika.

Sudoyo Aru, dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3,
edisi keempat.
Internal Publishing. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai