Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HEMORROID


DI RUANG 19 RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Ners


Departemen Surgical Periode 6 Juni 2016 – 11 Juni 2016

Disusun Oleh :
CINDY DENTI P.
NIM. 150070300113019

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
I. LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI HEMORROID
Hemoroid dalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan
keluhan dan gejala – gejala.Varises atau perikosa : mekarnya pembuluh darah atau
vena (pleksus hemoroidalis) sering terjadi pada usia 25 tahun sekitar 15 %.
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales
(bacon) (Kapita Selekta Kedokteran).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik (Buku Ajar Ilmu Bedah). Hemoroid adalah dilatasi
varikosus vena pleksus hemoroidalis inferior atau superior, akibat peningkatan
tekanan vena yang persisten (Kamus Kedokteran Dorland).
Hemoroid adalah bagian vena yang berdolatasi kanal anal. Hemoroid dibagi
menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media dan hemoroid eksterna merupakan
varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai dengan istilah yang digunakan, maka
hemoroid eksterna timbul disebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna
timbul di sebelah dalam sfingter. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah).

B. ETIOLOGI
Faktor predisposisi merupakan faktor penyebab yang berasal dari herediter,
anatomi, makanan, psikis dan sanitasi. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah
faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal).
Menurut Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi
hemoroid. Hemoroid berdarah akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena
yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum. Apabila terjadi
trombosis, ulserasi, dan perdarahan maka akan menimbulkan nyeri. Darah segar
sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an. 50% individu mengalami berbagai
tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar. Faktor penyebab terjadinya
hemoroid adalah sebagai berikut:
 Mengejan pada waktu defekasi.
 Konstipasi menahun tanpa pengobatan.
 Pola buang air besar yang salah.
 Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor.
 Kehamilan.
 Usia tua.
 Diare kronik.
 Hubungan seks peranal.
 Kurang minum air.
 Kurang Olahraga.

C. KLASIFIKASI DAN DERAJAT (SUDOYO ARU, DKK 2009)


Berdasarkan gambaran klinis hemoroid interna dibedakan mejadi :
 Derajat 1 : Pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
 Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
 Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari.
 Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dan infark.

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi


batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

 Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatic
 Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri
(Corman,2004)

D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain
dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Apabila aliran darah
vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices)
yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang
melebihi katup vena dimana sfingter ani membantu pembatasan pembesaran
tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada
hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter ani. Peningkatan tekanan intra
abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana
tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan
darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal.
Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal
dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot
halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya
pembuluh darah dan nyeri, hal ini akan menyebabkan pendarahan dalam feces.
Jumlah darah yang hilang sedikit tetapi apabila dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan anemia. Hemoroid eksternaakan ditandai di bagian luar sfingter anal
tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila
vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa
menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan antara lain :
 Timbul rasa gatal dan nyeri.
 Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi.
 Pembengkakakn pada area anus.
 Nekrosis pada area disekitar anus.
 Perdarahan/prolaps.

F. PEMERIKSAAN FISIK HEMOROID


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMOROID
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi
tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person, danWexner
(2007) menyatakan bahw ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi
fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di
daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid (Canan, 2002).
Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskopi dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya besarnya dan
keasaan lain dalam anus seperti polip, fissure ani dan tumor ganas harus
diperhatikan. Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid
dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.

H. PENATALAKSANAAN HEMOROID
Penatalaksaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010).
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen
serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan
pada derajat awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya
seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi
mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain
itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat
dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas)
menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
 Hemoroid internal derajat II berulang.
 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus
 Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:


a) Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa
hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan
hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan
Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi
jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
b) Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan
perdarahan.
c) Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrument tersebut dapat digunakan untuk
mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan
koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan
komplikasi yang minimal.
d) Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan
pada hemoroid internal derajat rendah.
e) Laser haemorrhoidectomy.
f) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan
hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan
aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
g) Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di
dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini
menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy
adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American
Gastroenterological Association, 2004).
h) Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik
ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).

Menurut Nagie (2007), PENCEGAHAN HEMOROID dapat dilakukan dengan:


Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di
kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus.
 Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
 Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras
feses. Hindari mengejan.

I. TERAPI FARMAKOLOGI
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
 Obat yang memperbaiki defekasI.
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin
tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara
lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah
laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

 Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri,
atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol
N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct,
Anusol HC, Scheriproct.

 Obat penghenti perdarahan


Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya
vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal
dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah.

 Obat penyembuh dan pencegah serangan


Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolapse.
II. ASUHAN KEPERAWATAN

Data Subyektif
Pada hemoroid eksterna, umumnya pasien mengeluh :
 Adanya rasa nyeri dan tidak nyaman pada daerah anus
 Adanya rasa gatal pada daerah anus
 Adanya pembengkakan pada pinggir anus (penonjolan yang keluar dari anus)
 Adanya pengeluaran lendir yang berlebihan pada anus.

Pada hemoroid interna, umumnya pasien mengeluh :


 Adanya darah segar menetes dari anus
 Adanya feces yang keluar bercampur dengan darah segar
 Selain itu, data subyektif lain yang mungkin muncul antara lain :
 Pasien mengungkapkan pola sexual yang dialami
 Pasien mengatakan bab yang keras ataupun mengatakan bab encer terus
menerus dalam waktu lama
 Pasien mengungkapkan pola dietnya (Makanan yang kurang berserat) dan kurang
minum air.
 Pasien mengungkapkan tentang aktifitas sehari-hari (apakah pekerjaannya
mengharuskan pasien untuk banyak duduk atau berdiri lama).
 Pasien mengungkapkan riwayat penyakit yang pernah dialami seperti
pembesaran prostat bagi laki-laki dan riwayat persalinan pada wanita.
 Pasien mengungkapkan ketidaktahuannya tentang penyakit yang sedang
dialaminya.

Data Obyektif

 Tampak adanya tonjolan/massa yang keluar pada daerah anus (prolaps)


 Anus tampak kemerahan/iritasi dan tampak adanya pruritus
 Adanya darah segar yang keluar menetes dari anus
 Tampak adanya mukus/lendir bahkan pus yang keluar dari anus.
 Adanya strangulasi pada daerah anus
 Pasien tampak pucat, conjunctiva pucat
 Pasien tampak meringis dan sulit saat berjalan maupun duduk
 Pasien tampak gelisah dan cemas
Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan intasi kulit/jaringan didaerah anus ditandai


dengan kemerahan pada daerah anus, pasien tampak meringis.
2) Konstipasi berhubungan dengan nyeri pada saat defekasi
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prolaps dan strangulasi didaerah anus
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya oedema dan pruritus
pada daerah anus ditandai dengan pasien mengeluh gatal dan perih pada
daerah anus.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya massa atau prolaps pada anus
ditandai oleh pasien sulit untuk berjalan maupun duduk.
6) Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis rangsangan simpatis oleh
karena proses inflamasi ditandai dengan pasien tampak ketakutan.
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut a. Dorong pasien untuk a. Mencoba untuk
berhubungan melaporkan nyeri mentoleransi nyeri dari
dengan intasi b. Kaji laporan nyeri catat pada meminta analgesik
kulit/jaringan usus lokasi, lamanya b. Perubahan pada
dan pasien tampak intensitas (skala 0-10) karakteristik nyeri dapat
meringis selidiki dan laporkan menunjukkan terjadinya
perubahan karakteristik komplikasi seperti
nyeri perforasi, toksik.
c. Catat petunjuk non c. Bahasa tubuh/petunjuk
verbal seperti gelisah nonverbal dapat secara
menolak untuk berhati- psikologis dan fisiologik
hati, selidiki perbedaan dan dapat digunakan
petunjuk verbal dan non pada hubungan petunjuk
verbal verbal untuk
d. Berikan tindakan mengidentifikasi
nyaman seperti pijatan luas/beratnya masalah.
punggung, ubah posisi d. Meningkatkan relaksasi,
e. Bersihkan arena rektal memfokuskan kembali
dengan sabun ringan perhatian dan
dan air/lap setelah meningkatkan
defekasi dan berikan kemampuan koping
perawatan kulit seperi e. Melindungi kulit dari
jeli, minyak asam usus, mencegah
f. Berikan rendam duduk ekskoriasi
dengan tepat f. Meningkatkan
g. Kolaborasi dengan tim kebersihan dan
gizi dalam memodifikasi kenyamanan pada
diet sesuai dengan adanya iritasi didaerah
kebutuhan misalnya onal
makanan tinggi serat g. Makanan tinggi serat
h. Kolaborasi dalam membantu melembekkan
pemberian obat seperti : feces sehingga feces
Analgesik : Anodin mudah dikeluarkan.
supositoria h. Nyeri bervariasi dari
ringan sampai berat dan
perlu penanganan untuk
memudahkan istirahat
adekuat dan
penyembuhan.
Merilekskan otot rektal
menurunkan nyeri
spasme.
2. Konstipasi a. Catat adanya a. Distensi dan hilangnya
berhubungan distensi abdomen peristaltik usus
dengan nyeri pada dan auskultasi merupakan tanda bahwa
saat defikasi peristaltik usus fungsi defekasi hilang
b. Anjurkan minum yang kemungkinan
2000-2500 ml/hari berhubungan dengan
kecuali bila ada kehilangan persarafan
kontra indikasi parasimpati usus besar
c. Berikan diet rendah dengan tiba-tiba.
sisa, tinggi serat, b. Membantu memperbaiki
lunak sesuai konsistensi feses bila
toleransi konstipasi.
d. Kolaborasi dalam c. Makanan rendah sisa
pemberian pelunak
tinggi serat membantu
feses. Anjurkan
defekasi sesegera memperbaiki konsistensi
mungkin bila
feses
dorongan terjadi
b) Mempermudah defekasi
bila konstipasi terjadi
3 Risiko infeksi 1.   Pantau tanda-tanda 1.      Adanya peningkatan
berhubungan dengan vital, perhatikan suhu tubuh adalah
prolaps dan strangulasi peningkatan suhu tubuh karakteristik infeksi.
didaerah anus 2.   Kaji tanda vital 2.      Tanda adanya syok
dengan sering, catat tidak septik, endotoksin
membaiknya atau sirkulasi menyebabkan
berlanjutnya hipotensi, vasodilatasi, kehilangan
penurunan tekanan nadi, cairan dari sirkulasi dan
takikardia, demam rendahnya status curah
takipnea jantung.
3.   Lakukan pencucian 3.      Menurunkan risiko
tangan yang baik dan infeksi (penyebaran
perawatan prolaps bakteri)
aseptik. Berikan 4.      Pengetahuan
perawatan paripurna. tentang kemajuan situasi
4.   Berikan informasi memberikan dukungan
yang tepat, jujur pada emosi, membantu
pasien/orang terdekat menurunkan ansietas.
5.   Kolaborasi dalam 5.      Mungkin diberikan
memberikan antibiotik secara profilaksi atau
sesuai indikasi menurunkan jumlah
organisme (pada
infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran
dan pertumbuhan bakteri

1. Hipotensi, takikardi,
4 PK Anemi 1.   Pantau tanda-tanda peningkatan pernafasan,
vital mengindikasikan
2.   Observasi dan catat kekurangan cairan
frekuensi serta volume unipovolemia), turgor dan
pendarahan kelembaban kulit
3.   Pantau suhu kulit, 2. Perdarahan yang
palpasi denyut perifer dan berlebihan dapat
warna konjunctiva mengacu kepada
4.   Pantau hipovolemia/hemoragi
perkembangan hasil 3. Kulit yang
laboratorium misalnya Hb, dingin/lembab, denyut
Ht dan warna konjunctiva yang lemah
5.   Kolaborasi dalam mengindikasikan
pemberian cairan penurunan sirkulasi
parenteral, produksi darah perifer dan dibutuhkan
dan/atau plasma untuk penggantian cairan
ekspander sesuai tambahan
petunjuk tingkatkan 4. Indikator
kecepatan IV jika hidrasi/volume sirkulasi
diperlukan 5. Gantikan kehilangan
cairan yang telah
didokumentasikan catat
waktu penggantian
volume sirkulasi yang
potensial bagi penurunan
komplikasi misalnya
ketidakseimbangan
elektrolit, dehidrasi,
pingsan kardiovaskuler
gerak bahu dan untuk
mencegah ankilosis pada
bahu yang sakit.

1. Area ini meningkat


Kerusakan integritas
1.      Observasi
5 kulit berhubungan risikonya untuk kerusakan
kemerahan, pucat,
dengan adanya oedema
ekskoriasi dan pruritus dan memerlukan
dan pruritus pada
2.      Gunakan krim kulit/
daerah arus pengobatan lebih intensif.
minyak sesuai yang
direkomendasikan oleh 2.  Untuk meliarkan kulit
dokter
dan menurunkan gatal
3.      Diskusikan
pentingnya perubahan 3.  Meningkatkan sirkulasi
posisi yang sering, perlu
dan perfusi kulit dengan
untuk mempertahankan
aktifitas mencegah tekanan lama
pada jaringan hemoroid

1.      Aktifitas, jenis


Intoleran aktivitas
1.      Berikan tindakan
6 berhubungan dengan prosedur yang kurang
pengamanan sesuai
adanya massa atau
indikasi dengan situasi berhati-hati akan
prolaps pada anus
yang spesifik
ditandai oleh pasien meningkatkan kerusakan
2.      Catat  respon-
sulit untuk berjalan daerah haemoroid
maupun duduk. respon emosi/perilaku 2.      Imobilisasi yang
pada imobilisasi. Berikan dipaksakan dapat
aktivitas yang sesuai memperbesar
dengan pasien kegelisahan. Aktivitas
3.      Berikan perawatan pengalihan membantu
hemoroid dengan baik dalam memfokuskan
4.      Kolaborasi dalam kembali perhatian pasien
pemberian obat analgetik dan meningkatkan koping
+ 30 menit sebelum dengan keterbatasan
melakukan aktifitas tersebut.
3.      Menurunkan resiko
iritasi pada hemoroid
4.      Antisipasi terhadap
nyeri dapat meningkatkan
ketegangan otot. Obat
dapat merelaksasikan
pasien, meningkatkan
rasa nyaman selama
pasien melakukan
aktivitas.

1.      Indikator derajat


Ansietas berhubungan ansietas misalnya pasien
dengan faktor 1.      Catat petunjuk dapat merasa tidak
7
psikologis/rangsangan prilaku misalnya peka terkontrol (gelisah)
simpatis oleh karena rangsang, gelisah 2.      Membuat hubungan
proses inflamasi 2.      Dorong menyatakan terapeutik membantu
ditandai dengan pasien perasaan berikan umpan pasien dalam
tampak ketakutan balik mengidentifikasi masalah
3.      Berikan informasi yang menyebabkan
yang akurat dan nyata stress
tentang apa yang 3.      Keterlibatan pasien
dilakukan dalam perencanaan
4.      Berikan lingkungan perawatan memberikan
tenang dan istirahat rasa kontrol dan
5. .      Kolaboratif dengan membantu menurunkan
dokter dalam memberikan ansietas.
obat-obat sesuai indikai 4.      Memindahkan
(obat-obat pemenang) pasien dari stres luar
meningkatkan relaksasi,
membantu menurunkan
ansietas.
5.    Dapat digunakan
untuk menurunkan
ansietas dan
memudahkan istirahat.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. A. A. 2007.Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta:


Salemba Medika.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan
tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 1 Oktober
2014 dari website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?
prm=artikel&yar=detail&id=27.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R.Syamsuhidajat,
W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta:
Arima Medika.
Sudoyo Aru, dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3, edisi keempat.
Internal Publishing. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai