Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut
WHO juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian
besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Secara medis, fraktur dapat ditangani dengan cara bedah atau non bedah.
Penanganan fraktur dengan pembedahan dilakukan dengan orthopedi. Bedah orthopedi
adalah tindakan pembedahan untuk memperbaiki sistem muskuloskeletal akibat cedera
akut, kronis, dan trauma serta gangguan sistem muskuloskeletal. Penanganan pasien
yang mengalami fraktur terdapat beberapa cara yang digunakan tergantung dari
bagaimana bentuk fraktur yang terjadi. Penanganan yang dilakukan yaitu dengan cara
fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi interna yakni dilakukan pembedahan untuk
mendapatkan piringan (plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau
sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF) dan fiksasi eksterna yang
digunakan untuk menstabilkan fraktur dengan menggunakan pin yang dihubungkan
dengan bars atau frame yang dapat dilihat diluar tubuh atau atau sering disebut open
reduction with external fixation (OREF) (Fisher,2008). Penanganan fraktur non bedah
ditangani dengan closed reduction dan traksi dilanjutkan dengan pemasangan mitella,
gips, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membatasi pergerakan (imobilisasi)
sehingga ujung-ujung patah tulang dapat berdekatan dan tetap menempel sehingga proses
penyembuhan fraktur menjadi lebih cepat (Browner et al., 2009).
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga
reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus, untuk menghindari berbagai permasalahan
diperlukan penanganan fraktur sedini mungkin. Umumnya penanganan fraktur dibagi 2
macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi
operasi ORIF dan OREF, maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan
injury pada OREF (open reduction with external fixation) pada fraktur dengan cara
perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan
membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah

1
infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan
latihan aktif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan OREF?
2. Apa tujuan dari OREF?
3. Apa saja indikasi OREF?
4. Apa saja keuntungan dan komplikasi OREF?
5. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan OREF?
6. Bagaimana pathway atau perjalanan terjadinya OREF?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan perawatan OREF?
8. Bagaimana asuhan keperawatan OREF?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi OREF
2. Dapat mengetahui tujuan OREF
3. Dapat mengetahui indikasi dari OREF
4. Dapat mengetahui keuntungan dan komplikasi OREF
5. Dapat mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan OREF
6. Dapat mengetahui pathway atau perjalanan terjadinya OREF
7. Dapat mengetahui penatalaksanaan dan perawatan OREF
8. Dapat mengetahui asuhan keperawatan OREF

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk ). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya,
kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien
yang mengalami kerusakan fragmen tulang.

2.2 Tujuan OREF

Tujuan dilakukan tindakan antara lain :

a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.


Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
c. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan
dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
d. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

2.3 Indikasi OREF


a. Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan otot ) dan III
(Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit )
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.

3
e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h. Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.

2.4 Keuntungan dan Komplikasi OREF

 Keuntungan eksternal fiksasi adalah :


Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal dan latihan
awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena imobilisasi dapat
diminimalkan.
 Sedangkan komplikasinya adalah :.
a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.

2.5 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemasangan OREF


a. Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator
eksternal alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan
bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal
dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan
pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.
Setelah pemasangan fiksator eksternal, bagian tajam dari fiksator atau pin harus
ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin
dikaji mengenai adanya kemerahan, keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan
longgarnya pin. Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan
terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.
c. Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin.
Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga

4
kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran, dokter harus diberitahu.
Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
d. Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa
menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di
tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan
pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang.

2.6 Pathway OREF

2.7 Penatalaksanaan dan Perawatan OREF


a. Pencegahan Infeksi pada OREF
Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit. Tujuan untuk melakukan perawatan luka adalah :
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Mencegah luka dari kontaminasi.
6) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
b. Pencegahan Injury
1) Pencegahan Injury dengan Traksi
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi
digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan,
dan mengimobilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah
ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan
arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. (Smeltzer &
Bare, 2001 ).
 Keuntungan pemakaian traksi
a) Menurunkan nyeri spasme
b) Mengoreksi dan mencegah deformitas
c) Mengimobilisasi sendi yang sakit
 Kerugian pemakaian traksi

5
a) Perawatan RS lebih lama
b) Mobilisasi terbatas
c) Penggunaan alat-alat lebih banyak.
 Prinsip Perawatan Traksi
a) Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung)
dan aktivitas terapeutik
b) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
c) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
d) Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan
teknik aseptic dengan tepat.
e) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
f) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
g) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan
imajinasi, nafas dalam.
h) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
i) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:
edema, eritema.
2) Pencegahan Injury dengan Latihan aktif
 Definisi ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan
ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.
 Jenis ROM
a) ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan
bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

6
b) ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan
dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif. Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa untuk melakukan
latihan / menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri tanpa
dibantu oleh orang lain. Tujuannya adalah:
a) Mencegah terjadinya kelumpuhan pada otot – otot.
b) Memprlancar predaran darah.
c) Mencegah terjadinya atrofi.
d) Untuk mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi
anggota gerak yang lumpuh.

2.8 Asuhan Keperawatan OREF


1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi :
a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai
dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang
cedera.
b) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh
takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak
gelisah dan murung, tachicardi.
2) Post operasi :
a) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif
(pin ).
b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.
c) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.
d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat
pemasangan eksternal fiksasi .
e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang
perawatan eksternal fiksasi.

7
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pre operasi
a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai
dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang
cedera.
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.

Rencana tindakan Rasionalisasi


a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas. a. Mengetahui tingkat nyeri
b. Ajarkan teknik distraksi selama nyeri b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan
akut invasif
c. Observasi vital sign c.Tingkat nyeri dapat diketahui dari
vital sign.
d. Kolaboratif pemberian obat d. Mengatasi nyeri pasien dan
analgesik dan kaji efektivitasnya. menyusun rencana selanjutnya bila
nyeri tidak bisa diatasi dengan
analgesik.

b) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh
takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak
gelisah dan murung , tachicardi.
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan kecemasan klien
berkurang.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Kaji tingkat ansietas a. Sebagai acuan membuat strategi
tindakan.
b. Beri kenyamanan dan ketentraman b. Agar pasien lebih tenang
hati, perlihatkan rasa empati. menghadapi operasi.
c. Bila ansietas berkurang, beri c. Bila keadaan klien lebih tenang maka
penjelasan tentang operasi, pemasangan klien akan lebih mudah menerima
eksternal fiksasi, serta persiapan yang penjelasan yang
harus dilakukan. diberikan.

2. Post operasi

8
a) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif
(pin).
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi.

Rencana tindakan Rasionalisasi


a. Jaga kebersihan di daerah a. Mencegah kolonisasi kuman.
pemasangan eksternal fiksasi.
b. Lakukan perawatan luka secara b. Mencegah infeksi kuman melalui pin
aseptik di daerah pin.
c. Observasi vital sign tanda-tanda c. Menemukan tanda-tanda infeksi
infeksi sistemik maupun lokal secara dini.
( demam, nyeri, kemerahan, keluar
cairan, pelonggaran pin )
d. Kolaboratif pemberian antibiotika. d. Untuk mencegah atau mengobati
infeksi.

b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.


Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi cedera /trauma
akibat alat yang dipasang.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Tutup ujung-ujung pin atau fiksator a. Mencegah cedera akibat alat yang
yang tajam tajam
b. Beri penjelasan pada klien agar b. Agar pasien mengantisipasi gerakan
berhati – hati dengan alat yang untuk mencegah cedera.
terpasang

c) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.


Rencana tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien mampu
memperlihatkan kemampuan mobilitas.
Rencana Tindakan Rasionalisasi
a. Latih bagian tubuh yang sehat a. Mencegah terjadinya atrofi disuse .
dengan latihan ROM

9
b. Bila bengkak pada daerah b. Membantu meningkatkan kekuatan
pemasangan eksternal fiksasi sudah
berkurang, latih pasien untuk latihan
isometrik di daerah tersebut.
c. Latih pasien menggunakan alat bantu c. Mempercepat kemampuan klien
jalan untuk mandiri serta meningkatkan rasa
percaya diri klien.

d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat pemasangan
eksternal fiksasi.
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien mempunyai gambaran diri
yang positif .
Rencana Tindakan Rasionalisasi
a. Dorong individu untuk a. Dapat mengidentifikasi gambaran
mengekspresikan pikiran, perasaan, klien tentang dirinya.
pandangan tentang dirinya.
b. Ungkapkan aspek positif dari klien. b. Membantu meningkatkan rasa
percaya diri klien.
c. Libatkan orang-orang c. Merngurangi kecemasan,
terdekat untuk : meningkatkan rasa percaya diri dan
- berbagi perasaan dan ketakutan adaptasi terhadap keadaan
dengan sekarang,serta memperoleh citra diri
klien yang positif.
- mengidentifikasi aspek positif klien
dan cara mengungkapkannya
- menerima perubahan fisik dan
emosional
klien.

e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang


perawatan eksternal fiksasi
Rencana tujuan :

10
Setelah diberikan askep selama 3 x 30 menit diharapkan klien dapat menunjukkan
prilaku yang mendukung penatalaksanaan program terapi.
Rencana Tindakan Rasionalisasi
a. Berikan pengertian bahwa OREF a. Agar secara psikologis klien terbiasa
memerlukan masa penyembuhan yang dengan alat yang terpasang di bagian
relatif tubuhnya
lama ( 6-8 bulan ).
b. Jelaskan tahap – tahap tindakan yang b. Klien mempunyai gambaran umum
mungkin akan dilakukan pada klien. tindakan yang akan dilakukan sehingga
klien
menjadi lebih kooperatif.
c. Jelaskan pada klien dan keluarga c. Menjamin kesinambungan program
tentang perawatan eksternal fiksasi di pengobatan .
rumah. Dorong keluarga untuk
memantau keefektifan
program terapi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

11
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur. From:


http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
fraktur/.Minggu 7 september 2014 : 10.00

Carpenito – Moyet, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10, EGC<
Jakarta, 2007.

12
Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Muskuloskeletal, EGC, Jakarta, 2008.

Smeltzer, G. Bare, Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8,


EGC,Jakarta, 2002.

13

Anda mungkin juga menyukai