Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-


pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya,
dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif
(penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF.
maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan injury pada oref (Open
Reduction External Fixation) pada fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan
tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik
pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk
mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.
Pasien yang memiliki masalah di bagian musculoskeletal memerlukan
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerahan, stabilisasi, mengurangi nyeri, dan mencegah bertambah
parahnya gangguan musculoskeletal. Salah satu prosedur pembedahan yang
sering dilakukan yaitu dengan fiksasi interna atau disebut juga dengan
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan
pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat
direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan posisi
yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992 dalam Potter &
Perry, 2005). Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra
medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
a. Apa tujuan dari Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
b. Apa indikasi dan kontraindikasi Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
c. Apa jenis alat yang bisa digunakan untuk pasien Open Reduksi Internal
Fiksasi (ORIF)?
d. Apa kerugian dan keuntungan Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
e. Bagaimana cara perawatan post Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
2. Apa etiologi Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
3. Bagaimana patofisiologi Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
4. Apa tanda dan gejala Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
5. Apa pemeriksaan penunjang Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
6. Bagaimana Penatalaksanaan medis Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Open Reduksi Internal Fiksasi
(ORIF)?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian tentang Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
a. Menjelaskan tujuan dari Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
b. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi Open Reduksi Internal Fiksasi
(ORIF)
c. Menjelaskan jenis alat yang bisa digunakan untuk pasien Open Reduksi
Internal Fiksasi (ORIF)
d. Menjelaskan kerugian dan keuntungan Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
e. Menjelaskan cara perawatan post Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
2. Menjelaskan etiologi tentang Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
3. Menjelaskan patofisiologi Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
4. Menjelaskan tanda dan gejala tentang Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang tentang Open Reduksi Internal Fiksasi
(ORIF)
6. Menjelaskan penatalaksanaan medis Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF)
7. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien Open Reduksi Internal Fiksasi
(ORIF)

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Pasien yang memiliki masalah di bagian musculoskeletal memerlukan


tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerahan, stabilisasi, mengurangi nyeri, dan mencegah bertambah
parahnya gangguan musculoskeletal. Salah satu prosedur pembedahan yang
sering dilakukan yaitu dengan fiksasi interna atau disebut juga dengan
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan
pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat
direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan posisi
yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992 dalam Potter &
Perry, 2005). Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra
medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers.

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah


medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang,
seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu
pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner & Suddart,

2003).

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan


pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.

3
2.1.1 Anatomi Fisiologi Humerus
Tulang Lengan Atas (Humerus) , Anatomi Fisiologis Paramedis
(Sumber/ Source: Pearce, Evelyn C.2008.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.)
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang terpanjang dari anggota atas.
Memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung.
a. Ujung atas Humerus. Sepertiga dari atas ujung humerus terdiri atas sebuah kepala,
yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan bagian dari
bangunan sendi bahu. Segera di bawah leher ada bagian yang sedikit lebih rampng
yang disebut leher anatomik. Di seblah luar ujung atas di bawah leher anatomi
terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas mayor dan di sebelah depan ada benjolan
lebih kecil yaitu tuberositas minor. Antar kedua tuberositas ini terdapat sebuah celah,
celah bisipital atau sulkus intertuberkularis, yang memuat tendon dari otot bisep.
Tulang menjadi lebih sempit di bawah tuberositas dan tempat ini disebut leher cirurgis
sebab mudahnya kena fraktur di tempat itu.
b. Batang hymerus sebelah atas bundar, tetapi semakin ke bawah menjadi lebih pipih.
Sebuah tuberkel di sebelah lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut
tuberosistas deltoideus. Tuberositas ini menerima insersi atau kaitan otot deltoid.
Sebuah celah berjalan oblik melintasi sebelah belakang batang, dari sebelah emdial ke
sebelah lateral. Karena memberi jalan kepada saraf radikal atau saraf muskulo-spiralis
maka celah itu disebut celah spiralis atau celah radialis.
c. Ujung bawah humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling bawah terdapat
permukaan sendi yang dibentuk bersama tulang lengan bawah.
d. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong benang tempat
persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius.
4
2.1.2 Tujuan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Ada beberapa tujuan dilakukannya pembedahan Orif, antara lain:

1. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas


2. Mengurangi nyeri.

3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan


dalam lingkup keterbatasan klien.

4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena

5. Tidak ada kerusakan kulit.

2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi ORIF (Open Reduction Internal


Fixation)

Indikasi tindakan pembedahan ORIF:

1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani
dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang
memuaskan.

2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan


fraktur intraartikular disertai pergeseran.

3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan


pada struktur otot tendon

Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF:

1. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan

2. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk

3. Terdapat infeksi

4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.

5. Pasien dengan penurunan kesadaran

6. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang

7. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

5
2.1.4 Jenis Alat Yang Bisa Digunakan

- Walker
Adalah : Suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan setinggi
pinggang, dan terbuat dari pipa logam. Mempunyai empat penyangga dan
kaki yang kokoh.
- Tripod
Adalah : memberi songkongan yang terbesar yang digunakan pada kaki
yang mengalami sebagian atau keseluruhan paralisis atau hemiplegia
(paralisis pada satu sisi). Alat bantu yang memiliki tiga kaki, yang biasa
digunakan untuk orang yang kondisinya sudah bagus.
- Kruk
Adalah : alat bantu jalan yang berbentuk segitiga sama kaki, dalam
penggunaannya dihimpitkan di ketiak. Dalam penggunaan kruk apabila
naik tangga kaki yang sakit terlebih dahulu, jika turun sebaliknya. Kruk
sering digunakan untuk meningkatkan mobilisasi. Penggunaannya dapat
temporer, seperti pada setelah kerusakan ligamen dilutut. Kruk dapat
digunakan permanen (klien paralisis ekstremitas bawah). Kruk terbuat dari
kayu atau logam. Ada dua tipe kruk :
Strand memilki sebuah pegangan tangan dan pembalut logam yang
pas memgelilingi lengan bawah, kedua-duanya harus diatur sesuai dengan
tinggi klien.
Kruk Aksila terbuat dari kayu. Kruk Aksila mempunyai garis
permukaan yang seperti bantalan pada bagian atas, dimana berada tepat
dibawah aksila. Pegangan tangan berbentuk batang yang dipegang
setinggi telapak tgangan untuk menyokong tubuh. Ukuran panjang kruk
harus diatur yang sesuai, dan klien harus diajarkan menggunakan kruk
mereka dengan aman, mencapai kestabilan gaya berjalan naik turun
tangga dan bangkit dari duduk.
- Kursi Roda
Adalah : alat bantu yang digunakan untuk pasien
- Kaki palsu
Adalah : alat bantu jalan yang menyerupai kaki yang terbuat dari fiber dan
aluminium.
- Tongkat
Adalah : alat yang ringan, dapat dipindahkan, setinggi pinggang dan
terbuat dari kayu atau logam.

6
2.1.5 Keuntungan dan Kerugian ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Keuntungan dilakukan tindakan pembedahan ORIF:

1. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar

2. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.

3. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.

4. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai

5. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.

6. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal


serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.

Keuntungan dilakukan tindakan pembedahan ORIF:

1. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi


bahkan kematian akibat dari tindakan tersebut.

2. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan


pemasangan gips atau traksi.

3. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu


sendiri.

4. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak,


dan struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

2.1.6 Perawatan Post Operasi ORIF (Open Reduction Internal


Fixation)

Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada


bagian yang sakit. Dapat dilakukan dengan cara:

1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.

2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak.

3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang


tingkat kecemasannya tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan).

7
4. Latihan otot

Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi


tulang, tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan
massa otot akibat latihan yang kurang.

5. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap


dan menyarankan keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada
klien.

2.2 Etiologi

Menurut Appley & Solomon (1995) yang dapat menyebabkan


fraktur adalah sebagai berikut:

1. Traumatik

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan yang
dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan, penarikan berlebihan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena
dan jaringan lunaknya pun juga rusak

2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak
ditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.

3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)

Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu
lemah atau tulang itu sangat rapuh.

8
2.3 Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut.
Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan
lahan mengalami remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus
dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan beberapa

minggu sampai beberapa bulan. (Corwin 2001).

9
2.4 Tanda dan Gejala
MenurutApley dan Solomon (1995) manifestasi klinis yang muncul:

1. Kelemahan pada daerah fraktur.

2. Nyeri bila ditekan atau bergerak

3. Krepitasi.

4. Deformitas.

5. Perdarahan (eksternal atau internal)

6. Syok

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah
trauma.
e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
mulpel atau cidera hati.

10
2.6 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan
sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang
rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun
memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma
fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembali tulang (reduksi)
penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup/OREF), misalnya dengan pemasangan gips, skin traksi maupun bandaging.
Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka/ORIF), pin atau
sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. (Elizabeth J. Corwin,
2009; 339)
3. Membuat tulang kembali menyatu
Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan
dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan
kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya
mobilisasi. (Anonim, 2008)

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk
RS, penanggung jawab.

11
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya, riwayat
penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta pengobatan yang
pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu
yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat ini,
biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang
lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan
dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit herediter/keturunan lainnya
(anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama).
c. Data pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang diberikan
rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit atau
makanan sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada waktu
sehat, catat porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta
kemandirian dalam pelaksanannya.
b) Minuman
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan
jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan
pasien dan kemandirian dalam melaksanakannya.
2) Eliminasi
a) Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya, bandingkan
pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine (warna,
konsistensi dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan selama
12
BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang
dipakai.
b) Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit dengan
sehat serta catat karakteristik feses(warna, konsistensi dan bau serta temuan
lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian dalam
melaksanakannya.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Tingkat kesadaran
b) Berat badan
c) Tinggi badan
2) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan luka,
luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut sertakebersihannya dan
temuan lain saat melakukan inspeksi.
b) Wajah: Amati adanya oedema/hematom, perlukaan disekitarwajah (rinci
keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan temuan lain saat
melakukan inspeksi.
c) Mata : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameterpupil,
kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata
dan konjungtiva serta temuan lainya.
d) Hidung : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan, keadaanseptum,
adanya sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya
pernafasan cuping hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci
keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
e) Bibir : Amati adanya oedema, permukaan (rinci keadaanluka, luas
luka, adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir
serta temuan lain saat melakukan inspeksi.
f) Gigi : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta
temuan lain saat melakukan inspeksi.

13
g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah serta
temuan lain saat melakukan inspeksi.
3) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher serta
deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan lain saat
melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid jika ditemukan
pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan lengkap dengan
satuannya.
4) Dada/thorak
a.) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat,
laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit.
b.) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot oleh
sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang
sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan didaerah luka
insisi.
c.) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasusfraktur.
d.) Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan gerakanudara melalui
struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak.
Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang dilakukan.
5) Jantung
a.) Inspeksi : Amati ictus cordis.
b.) Palpasi : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan kekuatanangkanya.
c.) Perkusi : Tentukan batas-batas jantung.
d.) Auskultasi : Dengarkan irama denyutan jantung, keteraturandan adanya
bunyi tambahan.
6) Perut/abdomen
a.) Inspeks : Amati adanya pembesaran rongga abdomen,keadaan kulit, luka
bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
b.) Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan catatfrekuensinya dalam
1 menit.
c.) Palpasi : Raba ketegangan kulit perut, adanya kemungkinanpembesaran
hepar, adanya massa atau cairan.
14
d.) Perkusi : Dengarkan bunyi yang dihasikan dari ketukandirongga abdomen
bandingkan dengan bunyi normal.
7) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta temuan lain
saat melakukan inspeksi.
8) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan pengisian
kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.
9) Sistem integumen
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka serta
temuan lain saat pemeriksaan.
10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit yang
berhubungan dengan sistem neurologis)
a.) Glascow Come score
b.) Tingkat kesadaran
c.) Refleks fisiologis
d.) Reflek patologis
e.) Nervus cranial I – XII
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh darah.
c. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan terjebaknya
pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur
terbuka, luka pasca-bedah.
e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan lunak
sekuderakibat fraktur terbuka.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
Tujuan: Dalamwaktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi.
15
Kriteria hasil: Secara subjektif, pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengindentifikasikan aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri,pasien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi:
1) Kaji nyeri dengan skala 0 – 4
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klen melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cidera.
2) Pantau keluhan nyeri lokal, apakah disertai pembengkakan.
Rasional: Deteksi dini untuk mengetahui adanya tanda sindrom kompartemen.
3) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
a) Atur posisi imobilisasi.
Rasional: Mobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri
b) Manajemen lingkungan :Lingkungan yang tenang, batasi pengunjung, dan
istirahatkan pasien.
Rasional: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang apa bila banyak pengunjung yang
berada diruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
c) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul.
Rasional: Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder akibat iskemia.
d) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional: Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin
yang dapat memblok reseptor nyeri agar tidak dikimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan presepsi nyeri.
e) Lakukan menajemen sentuhan.
Rasional: Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat

16
meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke
area nyeri.
4) Kolaborasi :
a) Pemberian analgesik
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeriakan
berkurang.
b) Pemasangan traksi skeletal.
Rasional: Penarikan dengan traksi skeletal dapat mengurangi pergerakan
fragmen tulang yang dapat menekan jaringan saraf sehingga dapat
menurunkan respon nyeri.

2. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cidera pada pembuluh darah.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, resiko syok hipovolemik tidak terjadi.
Kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor
kulit normal, TTV dalam batas nomal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.
Intervensi :
1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran urine).
Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status
cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine,
pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/ hari merupakan tanda-
tanda terjadinya syok kardiogenik.
2) Kaji sumber kehilangan cairan.
Rasional: Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.
Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga haris
diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
3) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan.\
Rasional: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukkan
terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi
mempertahankan tekanan darah.
4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
Rasional: Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
5) Pantau frekuensi dan irama jantung.
17
Rasional: Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukankomplikasi
disritmia.
6) Kolaborasi :Pertahankan pemberian cairan melalui intravena.
Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.

3. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan terjebaknya


bembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko sindrom kompartemen tidak terjadi.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengeluh nyeri lokal hebat, skala nyeri 0-1, CRT <3
detik, akral pada sisi lesi hangat, nadi pada sisi lesi sama dengan sisi yang sehat.
Intervensi :
1) Pantau pulsasi nadi, perfusi perifer, dan CRT pada sisi lesi setiap jam.
Rasional: perubahan nadi, perfusi, dan meningkatnya CRT pada sisi lesi
menunjukkan tanda awal tidak baiknya sistem vaskuler akibat bembengkakan.
2) Pantau status nyeri setiap jam.
Rasional: keluhan nyeri lokal hebat pada pasien fraktur disertai
pembengkakan merupakan peringatan pada perawat tentang gejala sindrom
kompartemen.
3) Kaji dan bebaskan apa bila ada bagian pembebatan yang kuat pada bagian
proksimal.
Rasional: pembebatan merupakan stimulus yang dapat meningkatkan respon
penjepitan pada pembulur darah dan jaringan lunak lainnya sehingga harus
dibebaskan.
4) Kolaborasi :Debridemen dan fasiotomi.
Rasional: Intervensi untuk menurunkan dan menghilangkan respon penjepitan
pada bagian proksimal.

4. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur
terbuka, luka pasca-bedah.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi, pengangkatan jahitan pasca
bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke-10.
18
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi yang masuk ke port
de entree.
Rasional: faktor port de entree fraktur femur adalah luka terbuka dari fraktur,
luka pasca-bedah, sisi luka dari staksi tulang, setiap sisi besi pada fiksasi
eksterna. Faktor-faktor ini harus dipantau oleh perawat dan dilakukan
perawatan luka steril.
2) Lakukan menajemen keperawatan :
a) Lakukan perawatan luka steril pada hari ke 2 pasca-bedah ORIF atau
apabila kasa terlihat kotor.
Rasional: perawatam luka steril dilakukan idealnya pada hari ke 2 dan
perawatan selanjutnya tidak setiap hari. Biasanya dilakukan setiap dua
hari sekali atau apabila kasa terlihat kotor, dapat dilakukan setiap hari.
b) Lakukan perawatan luka secara steril pada luka pasca-bedah ORIF dengan
iodin providum dan dibersihkan dengan alkohol 70% dengan teknik
swabbing dari arah dalam keluar.
Rasional: teknik swabbing secara steril dapat membersihkan sisa nekrotik,
debris, dan dapat mengurangi kontaminasi kuman.
c) Desinfeksi daerah pemasangan fiksasi eksterna dengan iodin providum
dan dibilas dengan alkohol 70%.
Rasional: desinfeksi dengan iodin providun dapatmenghilangkan kuman
pada sekitar logam yang masuk kekulit pada fiksasi eksterna.
3) Tingkatkan asupan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional: meningkatkan imunitas tubuh secara umum dan membantu
menurunkan resiko infeksi.
4) Kolaborasi :Beri antibiotik sesuai indikasi.
Rasional: Satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat
patogen dan infeksi yang terjadi.

5. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan lunak


sekuderakibat fraktur terbuka.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam, integritas jaringan membaik secara optimal.

19
Kriteria hasil : Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi :
1) Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada pasien.
Rasional: menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan
luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akam dilakukan.
2) Lakukan perawatan luka :
a) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
Rasional: perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman langsung kearea luka
b) Kaji keadaan luka dengan teknik membuka balutan, mengurangi stimulus
nyeri. Jika perban melekat kuat, diguyur dengan NaCl.
Rasional: manajemen membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke
kasa dapat mengurangi stimulus nyeri dan padat menghindari terjadinya
perdarahan pada luka osteomielitis kronis akibat kasa yang kering karena ikut
mengering bersama pus.
3) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.
Rasional: apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu dikaji
ulang faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan jaringan luka.
4) Kolaborasi:Kolaborasi dengan tim bedah untuk dilakukan bedah perbaikan pada
kerusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.
Rasional: Bedah perbaikan dilakukan terutama pada pasien fraktur terbuka
dengan luka yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman yang ideal.
4. Evaluasi
a. Nyeri klien berkurang dengan skala 1-2
b. Nutrisi klien terpenuhi
c. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
d. Klien tidak merasa cemas
e. Tidak terjadi infeksi
f. Klien dapat mobil menggunakan alat bantu

20
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif
(penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF.
maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan injury pada oref (Open
Reduction External Fixation) pada fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan
tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik
pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk
mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Fraktur (patah tulang). (online: http://nursingbegin.com/fraktur-patah-


tulang/, akses tanggal 9 januari 2012)
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Potter, Patricia A and Perry,Anne Griffin.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan (edisi
ke4).Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC : Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai