DISUSUN OLEH:
HAMZATUN SYAWAL
P1337420920001
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)
A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan
dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) merupakan suatu tindakan pembedahan
untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat,
sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan
insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates
dan protesa pada tulang yang patah.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang
tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup
dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan. (Brunner&Suddart,
2003)
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan tehnik
pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup, logam atau protesa
untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan. (Depkes,1995)
(T.M.Marrelli, 2007)
C. Indikasi
Indikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal), (Barbara J. Gruendemann dan Billie
Fernsebner, 2005) meliputi :
1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode
terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.
2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intra-artikular
disertai pergeseran.
3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot
tendon.
- Fraktur Kominutif
- Fraktur Pelvi
- Fraktur terbuka
- Trauma vaskuler
- Fraktur patologis
- Trauma multiple
D. Kontra indikasi
(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner, 2005)
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
4. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan
5. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk
6. Terdapat infeksi
7. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.
E. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan
fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta dan
gangguan pada proses penyambungan tulang.
F. Penatalaksanaan
Biasanya digunakan untuk fraktur yang relatif stabil, terlokalisasi dan tidak
bergeser pada kranium. Kawat kurang bermanfaat pada fraktur parah tak stabil
karena kemampuan tulang berputar mengelilingi kawat, sehingga fiksasi yang
dihasilkan kurang kuat.
2. Lag screw
Menghasilkan fiksasi dengan mengikatkan dua tulang bertumpuk satu sama lain.
Dibuat lubang-lubang ditulang bagian dalam dan luar untuk menyamai garis tengah
luar dan dalam sekrup. Teknik yang menggunakan lag screw kadang-kadag disebut
sebagai kompresi antarfragmen tulang. Karena metode ini juga dapat menyebabkan
rotasi tulang, biasanya digunakan lebih dari satu sekrup untuk menghasilkan fiksasi
tulang yang adekuat. Lag screw biasanya digunakan pada fraktur bagian tengan
wajah dan mandibula serta dapat digunakan bersama dengan lempeng mini dan
lempeng rekonstruktif
Digunakan terutama untuk cedera wajah bagian tengah dan atas. Metode ini
menghasilkan stabilitas tiga dimensi yaitu tidak terjadi rotasi tulang. Lempeng mini
(miniplate) difiksasi diujung-ujungnya untuk menstabilkan secara relatif segmen-
segmen tulang dengan sekrup mini dan segmen-segmen tulang dijangkarkan
kebagian tengah lempeng juga dengan sekrup mini
4. Lempeng kompresi
Karena lebih kuat dari lempeng mini, maka lempeng ini serring digunakan untuk
fratur mandibula. Lempeng ini menghasilkan kompresi di tempat fraktur.
5. Lempeng konstruksi
Lempeng yang dirancang khusus dan dapat dilekuk serta menyerupai bentuk
mandibula. Lempeng ini sering digunakan bersama dengan lempeng mini. Lag
screw dan lempeng kompresi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur
yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi
FOKUS ASSESMENT
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya
merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu juga, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium,
pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah
klien melakukan olah raga atau tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya.
Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji
adanya kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya
terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian
juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama
pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktifitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan
baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
- Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
- Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma,
yang bergantung pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat,
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi
maupun bentuk.
- Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus
memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien,
terutama mengenai status neurovaskuler.
2) Keadaan Lokal