Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi
yang normal dengan unit-unit neuromuscular yang menggerakkannya. Elemen tersebut
juga berinteraksi untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot,
tendon, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat
berlangsung dengan sempurna (Noer, S., 1996).
Pembedahan dilakukan pada klien yang mengalami disfungsi musculoskeletal,
untuk mngeoreksi masalah-maslah yang ditimbulkan. Masalah yang dikoreksi meliputi
stabilitas fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, sindrom
kompartemen, bahkan terhadap tumor.
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh
Gavriel Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama
Ilizarov . Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan
metode ilizarov. Metode itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak
simetris atau dikenal dengan istilah osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan
pembukaan tulang dari luar ke dalam. ''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman,
luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses penyembuhannya menjadi lebih lama,
bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang disebut
dengan metode Fitbone .Berbeda dengan Ilizarov, metode fitbone dilakukan
pertama kali di Singapura pada Tahun 2001, teknik fitbone ini merupakan teknik
dengan teknologi tinggi dan efek samping yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa
membuat pasien kembali beraktivitas seperti semula.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
2

a. Apa pengertian bedah ortopedi ?
b. Apa saja tujuan pembedahan ortopedi ?
c. Apa saja jenis jenis pembedahan ?
d. Apa saja macam macam gangguan ortopedi ?
e. Apa saja tindakan pada preoperatif ortopedi ?
f. Apa saja tindakan pada pascaoperatif ortopedi ?
g. Apa saja pemeriksaan penunjang pada bedah ortopedi ?
h. Bagaimana penatalaksanaan pada bedah ortopedi ?
i. Apa saja komplikasi dari bedah ortopedi dan bagaimana pencegahannya?
j. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan bedah ortopedi ?

1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang bedah ortopedi.

b. Tujuan Khusus
(1) Mengetahui pengertian bedah ortopedi.
(2) Mengetahui tujuan pembedahan ortopedi.
(3) Mengetahui jenis jenis pembedahan.
(4) Mengetahui macam macam gangguan ortopedi.
(5) Mengetahui tindakan pada preoperatif ortopedi.
(6) Mengetahui tindakan pada pascaoperatif ortopedi.
(7) Mengetahui pemeriksaan penunjang pada bedah ortopedi.
(8) Mengetahui penatalaksanaan pada bedah ortopedi.
(9) Mengetahui komplikasi dan pencegahan dari bedah ortopedi.
(10) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan bedah ortopedi.





3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Bedah Ortopedi
2.1.1 Pengertian Bedah Ortopedi
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan
pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur
yang berkaitan. Berhubungan dengan koreksi deformitas sistem
muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik (Dorland, 1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi
disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi
sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem
muskuloskeletal (Brunner & Suddart).
Bedah orthopedi meliputi proses keperawatan preoperatif ortopedi dan
pascaoperatif ortopedi.

2.1.2 Tujuan Pembedahan Ortopedi
Pembedahan dilakukan pada klien yang mengalami disfungsi
musculoskeletal, untuk mngeoreksi masalah-maslah yang ditimbulkan. Masalah
yang dikoreksi meliputi stabilitas fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan
infeksi atau nekrosis, sindrom kompartemen, bahkan terhadap tumor.
Tujuan umum pembedahan ortopedi adalah memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerakan dan stabilitas, mengurangi nyeri dan disabilitas.

2.1.3 Jenis Jenis Pembedahan
Pembedahan ortopedi biasanya meliputi sebagai berikut :
a. Reduksi terbuka
Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah.
4


b. Fiksasi interna
Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup, plat,
paku, dan pin logam.
Selain fiksasi interna ada fiksasi eksterna yaitu alat yang diletakkan
diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan
dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian
proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur.

c. Graft tulang
Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan untuk menstabilisasi atau penggantian tulang
yang terkena penyakit.

d. Amputasi
Adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota
tubuh/anggota gerak yang disebabkam karena adanya trauma, gangguan
peredaran darah, osteomielitis, kanker melalui tindakan pembedahan.

e. Artoplasti
Memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
5


f. Menisektomi
Adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.

g. Penggantian sendi
Penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.

h. Penggantian sendi total
Merupakan penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi
dengan bahan logam atau sintetis.

i. Transfer tendon
Adalah pemindahan insersi tendon untuk memperbaiki fungsi.

j. Fasiotomi
Pemotongan fasia otot untuk menghilangkan kontraksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia. (Brunner & Suddarth. 2006)

2.1.4 Macam Macam Gangguan Ortopedi
a. Fraktur
Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150
klasifikasi fraktur, 5 diantaranya adalah;
1) Inclomplete : fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang. Salah satu sisi patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau
greenstick.
2) Complete : garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
4) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensian untuk terjadi infeksi.
6

5) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker,
osteoporosis, dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
b. Bedah rekrontuksi wajah
c. Amputasi :
Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan
gangguan kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi
adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatik pada tungkai.
Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering dari pada amputasi
ekstremitas atas. Terdapat dua tipe amputasi:
1) Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan
refisi lanjut.
2) Tertutup atau flaps.
d. Penggantian sendi total
Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang
dan nyeri yang tak hilang (contoh; degeneratif dan artritis reumatoid;
fraktur tertentu (contoh, leher femur), ketidakstabilan sendi panggul
kongenital. Penggantian panggula dan lutut dalam bedah paling umum.
Prostase mungkin besi atau polietilen (atau kombinasi) dan ditanam
dengan semen akrilik, atau mungkin sesuatu yang berpori-pori, implan
bersalut yang mendorong pertumbuhan tulang kedalam (Doengoes
Marilyn. 2000.)

2.1.5 Preoperatif Ortopedi
Umumnya individu yang akan dioperasi akan mengalami beragam
ketakutan, rasa ketidakberdayaan, ketakutan akan masa depan yang harus
dilalui, dan ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan
dengan persiapan operasi. Periode preoperasi adalah waktu untuk
menghilangkan ketakutan klien dengan mempersiapkan mental dan fisik untuk
menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika klien pertama kali
mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi.

7

a. Persiapan Administrasi Preoperasi
Beberapa institusi mempunyai bentuk beragam dalam administrasi
preoperasi. Perawat bertanggung jawab dalam mempersiapkan klien,
meyakinkan bahwa klien telah dipersiapkan dengan baik untuk menjalani
operasi maupun tahap selanjutnya. Berikut ini diuraikan implementasi dan
rasionalisasi pada tahap persiapan operasi ( Lukman Nurnaningsih, 2009 ).

No Implementasi Rasional
1 Mencuci tangan. Mengurangi pergerakan
mikroorganisme.
2 Periksa kembali surat izin
pembedahan (informed
contcent), berbagai resiko dan
perlengkapan klien.
Memberikan informasi akutan dan
sebagai data dasar.
3 Periksa kembali nama klien,
nama belakang dan nama
panggilan.
Melindungi keabsahan dan
melengkapi kenyamanan klien.
4 Tanyakan apakah klien
memiliki pertanyaan lain
tentang pembedaan dan
jelaskan prosedur.
Mengurangi kecemasan, mungkin
klien tidak tahu resiko komplikasi.
5 Lengkapi data preoperasi,
termasuk riwayat dahulu,
pengkajian fisik, dan ketepatan
pemeriksaan.
Melengkapi data dasar.
6 Pengkajian persarafan,
termasuk genggaman tangan,
menekuk lutut, serta
plantar dan dorsolfleksi pada
kaki.
Melengkapi data dasar, untuk
pengkajian pascaoperasi.
7 Mengakaji nadi, tekanan darah
nadi apikal, nadi perifer, suhu
badan, dan dibandingkan
dengan informasi yang sudah
didapat. Lebih dar 50% klien
mmbutuhkan daa dasar EKG.
Melengkapi data dasar, bila ada
beberapa yang tidak lazim beri
catatan.
8 Auskultasi paru-paru kiri dan
kanan, bagian depan dan
Melengkapi data dan adanya resiko
komplikasi.
8

belakang.
9 Kaji sistem gastrointestinal,
makan terakhir, alergi
makanan, bising usus,
BAB/BAK terakhir.
Melengkapi data dasar, mencegah
mual pascaoperasi, muntah. Biasanya
instruksi puasa ( nothing per-oral-
NPO ) dimulai dini hari.
10 Kaji alat genitalia/sistem
perkemihan ( menstruasi
terakhir ).
Melengkapi data dasar.
11 Mengkaji kekencangan kulit
dan kekuatan otot.
Melengkapi data dasar.
12 Pastikan tidak ada alergi atau
reaksi merugikan selama
pembedahan / penggunaan
anastesi.
Khususnya alergi iodin, karena
povidon iodine adalah antiseptik
umum yang dipakai pada
perlengkapan untuk pembedahan.
13 Dapatkan riwayat pengobat. Menghindari interaksi dalam
pengobatan.
14 Pastikan riwayat penggunaan
alkohol, kapan terakhir
penggunakan.
Penggunakan alkhohol bisa
mengubah rasa nyeri.
15 Periksa / timbang berat badan. Untuk pengkajian pascaoperasi.
16 Periksa keluarga dan status
perannya dalam keluarga.
Keberadaan keluarga atau orang dekat,
bisa menurunkan kecemasan, dan
menambah dukungan.
17 Pastikan klien siap untuk
dioperasi dan permintaan
lagsung akan pembedahan
(misalnya ingin hidup setelah
operasi)
Melengkapi data, permintaan akan
diteruskan/disampaikan kepada
keluarga sebagai wali.

18 Lepaskan semua benda-benda
yang dipakai. Untuk barang
berharga disimpan ditempat
khusus dan terkunci atau
diberikan kepada keluarga
(misal cincin kawin)



Menjaga keamanan barang-barang
milik klien
9

19 Bila ada kacamata atau gigi
palsu, tempatkan di tempat
khusus dan diberi label.
Menjaga keamanan barang-barang
milik klien.
20 Catat cairan intravena,
termasuk pesanan cairan.
Mengikuti pesanan dan panduan/
prosedur.
21 Catat pengobatan termasuk
order. Pastikan ceklist
preoperasi sudah lengkap.
Melaksanakan panduan dan order.
22 Antarkan klien ke tempat
operasi yang nyaman.
Melaksanakan prosedur baku.
23 Beritahu anggota keluarga
dimana tempat menunggu dan
tempat memperoleh informasi
ketika pembedahans selesai.
Melengkapi jaminan kepada klien dan
keluarga.

2.1.6 Pascaoperatif Ortopedi
Segera pascaoperasi klien dikirim ke area khusus yang disebut ruang
pemulihan, unit setelah operasi atau unit penyembuhan setelah operasi (PACU).
Anestesi dan prosedur operasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
tubuh dan merupakan masa kritis. Klien diobservasi secara ketat pascaoperasi,
untuk memastikan bahwa sistem tubuhnya kembali ke keadaan normal.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
10

4) Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5) Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6) Kadar enzim serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat
aminotransferase
b. Pemeriksaan urin : Kadar kalsium urin
c. Pemeriksaan radiologi
1) Sinar-X
Sinar-X standar akan menampakan perubahan struktural atau
fungsional pada tulang dan sendi yang secara umum digunakan
untuk menilai masalah atau penyakit muskuloskeletal.
2) Arthrography
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah
udara dan media kontras dimasukan ke sendi.
3) Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan
chorda spinalis dan ujungujung saraf.
4) Scan tulang
Scan tulang memberikan tampilan gambar sistem tulang
setelah injeksi radioactive tracer.
5) Scan computed tomography (CT)
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari
jaringan lunak dan tulang yang mengalami ketidaknormalan.
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat
membedakan antara jaringan solid, lemak, darah dan tulang.
7) Analisis Cairan Synovial
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar
yang dimasukan kedalam kapsul sendi. Cairan tersebut kemudian
dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis, perdarahan,
inflamasi dan noninflammasi.

11

2.1.8 Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi
meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (misalnya : sindrom kompartemen) dan
adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi reduksi
terbuka dengan fiksasi interna (ORIF, Open Reduction and Internal Fixation)
untuk fraktur; artroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah
sendi, amputasi untuk masalah ekstremitas berat (misalnya : gangren trauma
masif); graft tulang untuk stabilisasi sendi, mengisi defek, atau perangsang
untuk penyembuhan, dan transfer tendon untuk memperbaiki gerakan. Sasaran
kebanyakan pembedahan ortopedi adalah memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerakan dan stabilitas serta mengurangi nyeri dan disabilitas.

2.1.9 Komplikasi dan Pencegahan
a. Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan,
dapat mengakibatakan syok hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah
pembedahan bila klien mengalami syok hipovoemik. Identifikasi tanda
dan gejala awal syok, misalnya peningkatan denyut nadi, penurunan
tekanan darah dan keluaran urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan
kesadaran, rasa haus, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit darah.
Segera melaporkan ke dokter ahli bedah ortopedi, bila ditemukan tanda
dan gejala syok hipovolemik.

b. Atelaktasis dan Pneumonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan
pernafasan. Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan
sekresi pernapasan dan terjadinya atelaktasis dan pneumonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam dan batuk efektif serta pantau
suara paru. Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan
12

sekresi pernapasan dan terjadinya atelektasis serta pneumonia. Bila
diindikasikan menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk
menggunakannya. Bila muncul tanda gangguan pernapasan misalnya
peningkatan frekuensi pernapasan, batuk produktif, suara napas menurun
dan jauh, serta demam, segera lapor ke dokter ahli bedah.

c. Retensi Urine
Pengeluaran urine harus dipantau setelah pembedahan setiap jam.
Anjurkan klien untuk BAK setiap 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah
retensi urine dan distensi kandung kemih. Berikan privasi selama klien
BAK. Bantu klien dalam berkemih dan melakukan perubahan posisi,
karena klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan pispot khusus,
misalnya untuk klien fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding
dengan pispot jenis lain. Pada beberapa klien pria hanya dapat berkemih
jika dalam posisi tegak, mintakan kejelasan kepada dokter tentang
pembatasan gerak sebelum membantu klien berkemih dalam posisi tegak.
Bila klien tidak mampu berkemih, kateterisasi intermiten dapat dilakukan
sampai klien mampu berkemih secara mandiri
.
d. Infeksi
Infeksi merupakan risiko pada setiap pembedahan, bahkan pada
semua tindakan invasif. Risiko infeksi akibat tindakan invasif mencapai
80%. Infeksi merupakan perhatian khusus terutama pada klien
pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko osteomielitis. Osteomielitis
sering memerlukan pemberian antibiotik intravena jangka panjang.
Sesegera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi
harus diangkat. Itulah sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama
perioperatif dan pascaoperatif.
Kaji respon klien terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah
teknik aseptik pada saat mengganti balutan dan mengeringkan cairan.
Pantau tanda vital klien, inspeksi luka klien, dan catat sifat serta jenis
13

cairan yang keluar. Bila ditemukan tandatanda infeksi seperti
peningkatan suhu, rasa nyeri, adanya pus, bengkak yang tampak jelas,
segera laporkan kepada dokter.

e. Trombosis Vena Profunda
Penyakit trombeobolik merupakan salah satu dari semua komplikasi
yang paling sering dan paling berbahaya pada klien pasca operasi
ortopedi. Pencegahan trombosis vena profunda memerlukan upaya
pencegahan yang dapat dilakukan dengan latihan "pemompaan" betis dan
pergelangan kaki, pemakaian stoking elastis atau alat penekan berkala,
hidrasi yang adekuat, dan mobilisasi awal. Dorong klien untuk minum
yang banyak agar mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang
menyertainya, yang akan mnyebabkan statis. Warfarin profilaksis atau
heparin dengan dosis yang disesuaikan dapat diberikan untuk mencegah
trombosis vena dalam, sedangkan aspirin tidak memperlihatkan efek
profilaksis yang jelas terhadap adanya trombosis vena dalam.
Perawat harus memantau klien terhadap adanya tanda trombosis vena
profunda dan segera melaporkan temuan tersebut kepada dokter untuk
mendapatkan penanganan segera. ( Sabiston, David 2000 )

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Bedah Ortopedi
2.2.1 Pengkajian
a. Preoperatif Ortopedi
Fokus pegkajian dipusatkan pada hidrasi, riwayat pengobatan
terbaru, dan kemungkinan adanya infeksi (Smeltzer, 2006).
1) Hidrasi
Hidrasi yang adekuat merupakan sasaran yang penting pada
klien ortopedi. Imobilisasi dan tirah baring dapat menyebabkan
trombosis vena dalam, stasis urine dan infeksi kandung kemih yang
dapat mengakibatkan pembentukan batu. Hidrasi yang adekuat
menurunkan kekentalan darah dan memperbaiki aliran kemih dan
14

membantu mencegah terjadinya tromboplebitis dan masalah sluran
kemih. Untuk menentukan hidrasi preoperatif, harus dikaji kulit,
tanda vital, keluaran urine, dan hasil pemeriksaan laboratorium
untuk membuktikan adanya dehidrasi.

2) Riwayat Pengobatan
Riwayat pemakaian obat dapat memberikan informasi untuk
penanganan perioperatif. Terapi steroid, baik yang baru maupun di
masa lalu, dapat memperburuk kemampuan tubuh menghadapi stress
operasi. Klien dengan infeksi kronis, misal artritis reumatoid,
penyakit paru akut sering mendapatkan pengobatan kortikosteroid
untuk mengontrol gejalanya. Kortikosteroid perlu diberikan
preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif agar kortikosteroid darah
adekuat dan mencegah terjadinya insufiensi adrenal karena supresi
fungsi adrenal. Penggunaan obat-obatan yang lain seperti
antikoagulan, obat kardiovaskular atau insulin, perlu dicatat dan
dibahas bersama ahli bedah dan ahli anestesiologi agar
penanganannya adekuat.

3) Infeksi
Tanyakan apakah klien mengalami demam, masalah gigi,
infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi lain dalam dua mnggu
sebelum operasi. Osteomielitis dapat terjadi melalui penyebaran
hematologik. Disabilitas permanen dapat terjadi akibat infeksi yang
terjadi dalam tulang dan sendi. Infeksi yang kebetulan ada juga harus
dioabati sebelum dilakukan pembedahan ortopedi terencana.
Daerah pengkajian operasi lainnya, sama dengan yang
dilakukan pada klien yang menjalani pembedahan pada umumnya.
Bila klien perlu diberi obat preoperatif, obat tersebut harus
disuntikkan ke dalam daerah yang sehat, karena absorbsi jaringan
jauh lebih baik pada daerah yang tidak mengalami trauma.
15

4) Pemeriksaan Fisik
(a) Move /Gerak
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan move,
periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain
untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga untuk
mengetahui gerakan normal penderita.
Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang
abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur incomplete).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari
tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk
mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat
disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler.
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila
penderita sendiri yang menggerakan karena disuruh oleh
pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakan).
Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring,
juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada
pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah
adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh
karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
(b) Anggota gerak
Sendi bahu merupakan sendi yang bergerak seperti bumi
(Global Joint). Ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak
sendi bahu, yaitu gerak tulang belakang meliputi gerak sendi
stenoclavicula, gerak sendi acromioclavicul, gerak sendi gleno
humeral, gerak sendi scapulo thoracal (floating joint). Karena
16

gerakan tersebut di isolasi satu persatu, maka gerakan tersebut
sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri
dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita
berbaring, maka pemeriksa ada disamping pasien.
(c) Sendi Siku
Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral
(olecranon terhadap humerus).
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachi
dengan sumbu ulna. Hal ini diperiksa pada posisi siku 90
untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
(d) Sendi Pergelangan Tangan
Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi
dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan
dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).
Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan
subtalar (Talo calcaneal).
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi
dan pronasi dan merupakan gerakan dari kaki / tarsalia,
sedangkan jari jari kaki seperti juga gerakan jari tangan
(MTP, PIP, DIP)
(e) Tulang Belakang
Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan
pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih mudah dicatat
dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan
derajat, dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu.
Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak flexi
atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang
menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tegak
pada ketinggian tertentu.

17

b. Pascaoperatif Ortopedi
Segera setelah menerima klien dari kamar operasi, perawat
memeriksa klien berdasarkan status pemeriksaan kewaspadaan meliputi
tanda vital, irama jantung, kecepatan dan efisiensi pernapasan, saturasi
oksigen, patensi intravena, serta kondisi saat pembedahan. Khusus
pembedahan ortopedi, perawat mengkaji ulang kebutuhan klien berkaitan
dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas, dan konsep
diri.
Trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot,
dan sendi dapat mengakibatkan nyeri. Perfusi jaringan harus dipantau
karena edema dan perdarahan ke dalam jaringan dapat memperburuk
peredaran darah dan mengakibatkan sindrom kompartemen. Anestesi
umum, analgesik dapat menyebabkan kerusakan fungsi dari berbagai
sistem. Pengkajian terhadap fungsi pernapasan, gastrointestinal, dan
perkemihan memberikan data untuk memperbaiki fungsi sistem tersebut.
Pengkajian dan pemantauan klien mengenai risiko yang berkaitan dengan
pembedahan, seperti syok hipovolemi harus menjadi perhatian.
Beberapa masalah kolaborasi atau risiko komplikasi yang dapat
terjadi pada klien pascaoperasi ortopedi adalah syok hipovolemia,
atelektasis, pneumonia, retensi urine, infeksi, dan trombosis vena
profunda. Penyakit tromboembolik, merupakan salah satu dari semua
komplikasi yang paling sering dan paling berbahaya pada klien
pascaoperasi ortopedi. Usia lanjut, hemostasis, pembedahan ortopedi
ekstremitas bawah, dan imobilisasi merupakan faktor-faktor risiko.
Pengkajian tungkai bawah harus dilakukan setiap hari, dari adanya nyeri
tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis serta tanda Homan positif.
Temuan abnormal harus dilaporkan pada tim medis. Juga perlu dikaji
terjadinya emboli lemak, yang ditandai adanya perubahan pola napas,
tingkah laku, dan penurunan tingkat kesadaran klien.
Peningkatan suhu dalam 48 jam pertama sering kali berhubungan
dengan atelektasis atau masalah pernapasan lain. Peningkatan suhu pada
18

beberapa hari kemudian, sering berhubungan dengan infeksi saluran
kemih. Infeksi superfisial memerlukan sekitar lima sampai sembilan hari
kemudian.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Preoperatif Ortopedi
Berdasarkan pendapat Altman (1999) dan Smeltzer (2002),
diagnosa keperawatan pada klien preoperasi adalah sebagai berikut.
1) Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi,
pembengkakan atau inflamasi.
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, atau gangguan aliran balik vena.
3) Kerusakan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya
kemandirian.
4) Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan
dengan dampak masalah muskuloskeletal.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan
atau penggunaan alat imobilisasi.

b. Pascaoperatif Ortopedi
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
pascaoperasi ortopedi adalah sebagai berikut.
1) Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan
dan imobilisasi.
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan alat yang mengikat, atau gangguan peredaran darah.
3) Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya
kemandirian.
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi
(misal bidai, traksi, gips).
19

2.2.3 Intervensi / Perencanaan Keperawatan
a. Preoperatif Ortopedi
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1 Nyeri
berhubungan
dengan fraktur,
masalah
ortopedi,
pembengkakan
atau inflamasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam nyeri
dapat berkurang
atau teratasi.
Kriteria Hasil:
a. Klien
melaporkan nyeri
berkurang.
b. Penurunan skala
nyeri / skala
nyeri 1.
c. Menyatakan
bahwa obat yang
dipakai efektif
dalam
mengontrol
nyeri.
d. Dapat bergerak
dengan rasa
nyaman yang
bertambah.
1) Mengobservasi
tanda-tanda vital
pasien.

2) Tingkatkan
kenyamanan untuk
mengurangi nyeri
klien dengan
mengajarkan cara
nonfarmakologik/psi
kilogik, misal
distraksi,relaksasi.

3) Atur periode
istirahat tanpa
terganggu.



4) Meninggikan
ekstremitas yang
bengkak.

5) Kolaborasi
pemberian analgesik
sesuai order.
1) Mengetahui tanda-
tanda vital pasien.


2) Teknik
nonfarmalogik
dapat
meminimalkan
atau mengurangi
nyeri , relaksasi
mengurangi
ketegangan otot.

3) Untuk
mempertahankan
energi pasien dan
mengurangi nyeri
pasien

4) Untuk
memperbaiki
aliran balik vena

5) Kolaborasi dapat
mempercepat
proses
kesembuhan.

2 Perubahan
perfusi jaringan
perifer
berhubungan
dengan
pembengkakan,
alat yang
mengikat, atau
Tujuan :
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam Perfusi
jaringan normal.
Kriteria Hasil :
Klien
1) Kaji status
neurovaskuler (misal
warna kulit, suhu,
pengisian kapiler,
denyut nadi, rasa
nyeri, edema,
parastesi, dan
kekuatan otot).
1) Mengetahui
perubahan perfusi
jaringan perifer
dari pasien.




20

gangguan aliran
balik vena.
memperlihatkan
perfusi jaringan
yang adekuat:
a. Warna kulit
normal.
b. Kulit hangat.
c. Respons
pengisian kapiler
normal (<3
detik).
d. Perasaan dan
emosi stabil
(normal).
e. Edema
berkurang.
2) Tinggikan
ekstermitas yang
bengkak.

3) Longgarkan balutan
gips yang terlalu
ketat. Jika peredaran
darah mengalami
gangguan segera
lapor ke tim medis
segera.

4) Memposisikan
pasien senyaman
mungkin.

2) Untuk
memperbaiki
aliran balik vena.

3) Pelonggaran dapat
memperbaiki
perfusi jaringan
perifer ekstremitas
pasien.



4) Posisi yang
nyaman dapat
mengurangi
keluhan pasien.
3 Kerusakan
pemeliharaan
kesehatan
berhubungan
dengan
hilangnya
kemandirian.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 30 menit
pasien mampu
melakukan
perawatan diri
secara mandiri
maupun dengan
bantuan.
Kriteria Hasil:
a. Pasien
mengungkapaka
n seara verbal
kepuasan tentang
kebersihan
tubuh.
b. Pasien merasa
nyaman.
1) Observasi tingkat
fungsional pasien
setiap pergantian
tugas jaga,
dokumentasikan dan
laporkan setiap
perubahan.



2) Lakukan program
penanganan untuk
kondisi penyebab
gangguan
muskuloskeletal,
pantau kemajuan,
laporkan respon
terhadap penanganan
baik respon yang
diharapkan maupun
yang tidak
diharapkan.
Penanganan harus
dilakukan secara
1) Melalui observasi
yang cermat,
perawat dapat
menentukan
tindakan
keperawatan yang
sesuai untuk
memenuhi
kebutuhan pasien.

2) Untuk memastikan
perawatan yang
konsisten.











21

konsisten.

3) Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan dan
keluhannya
mengenai defisit
perawatan diri.

4) Bantu pasien dalam
melakukan
perawatan diri.


3) Untuk
menigkatkan
koping individu
dari pasien.



4) Untuk membantu
memenuhi
perawatan diri
pasien
4 Gangguan citra
tubuh, harga diri,
atau kinerja
peran
berhubungan
dengan dampak
masalah
muskuloskeletal.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien mampu
menunjukkan
peningkatan citra
tubuh secara
maksimal.
Kriteria Hasil:
a. Klien
mengekspresikan
kosep diri yang
positif.
b. Mampu
menerima
perubahan
konsep diri,
sementara
maupun
menetap.
c. Mampu
mendiskusikan
perubahan
kinerja peran.
d. Berpartisipasi
dalam
1) Bina hubungan
saling percaya
(BHSP).






2) Dorong klien
mengungkapkan
perasaan dan rasa
ketakutan.



3) Berikan informasi
tentang gangguan
muskuloskeletal
yang dialami pasien.

1) BHSP yang baik
dapat
mempermudah
dalam komunikasi
dan menambah
kepercayaan
pasien akan
kondisi fisik.

2) Penjelasan yang
baik dapat
membuat psien
lebih siap dalam
melakukan terapi
operasi.

3) Informasi yang
akurat dapat
membantu pasien
dalam menerima
perubahan citra
tubuh, penurunan
rasa diri atau
ketidakmampuan
melakukan
kewajiban peran
dalam hidupnya.
22

pengambilan
keputusan
rencana
perawatan

5 Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan den
gan nyeri,
pembengkakan
atau penggunaan
alat imobilisasi.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien dapat
memaksimalkan
mobilitas dalam
batas terapeutik.
Krtiteria Hasil:
a. Meminta bantuan
bila akan
bergerak.
b. Mampu
menggunakan
alat bantu.
1) Bantu klien
menggerakkan
bagian cedera
dengan tetap
memberikan
sokongan yang
adekuat.

2) Ekstermitas yang
bengkak ditinggikan
dan disokong dengan
bantal.

3) Nyeri dikontrol
dengan bidai dan
berikan anti nyeri
sebelum digerakkan.

4) Bila pascaoperasi
harus menggunakan
alat bantu (tongkat,
kursi roda), dan
anjurkan klien untuk
latihan.
1) Meningkatakan
dan memperbaiki
tingkat mobilitas
fisik dan sokongan
memberikan
tahanan.


2) Menghindari
perluasan luka.



3) Mengurangi rasa
nyeri.



4) Alat bantu
membantu pasien
terbiasa
menggunakan alat
bantu kelak.

Pendidikan Kesehatan
Memastikan informasi kepada klien disampaikan oleh petugas yang
berkompeten.
Jika klien mengajukan pertanyaan lebih lanjut, jawablah dengan baik dan
benar.
Ingatkan klien untuk tidak bertanya hal yang tidak penting.
Jelaskan pentingnya melepas cincin, gigi palsu, lensa kontak atau kaca mata.
Jelaskan untuk tidak makan selama pembedahan.
23

Informasikan pada klien, apa yang diharapkan dari preoperatif dan
postoperatif. Menunggu lama diruang operasi bias menimbulkan ketakutan
terutama bila klien tidak tahu apa yang diharapkan.

b. Pascaoperatif Ortopedi
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1 Nyeri
berhubungan
dengan prosedur
pembedahan,
pembengkakan
dan imobilisasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam nyeri
dapat berkurang
atau teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Menggunakan
berbagai
pendekatan
untuk
mengurangi
nyeri.
b. Penurunan skala
nyeri / skala
nyeri 1.
c. Menyatakan
bahwa obat yang
dipakai efektif
dalam
mengontrol
nyeri.
d. Dapat bergerak
dengan rasa
nyaman yang
bertambah.
1) Mengobservasi
tanda-tanda vital
pasien.

2) Posisikan pasien
senyaman mungkin.




3) Mengobservasi
tingkat dan jenis
nyeri pasien akibat
prosedur
pembedahan.

4) Atur periode
istirahat tanpa
terganggu.



5) Kolaborasi dengan
Tim medis :
pemberian analgetik.
1) Mengetahui tanda-
tanda vital pasien.


2) Posisi yang
nyaman dapat
mengurangi nyeri
pasien akibat
pembedahan.

3) Untuk mengetahui
tingkat dan jenis
nyeri dengan
metode P,Q,R,S,T.


4) Untuk
mempertahankan
energi pasien dan
mengurangi nyeri
pasien.

5) Kolaborasi dapat
mempercepat
proses
kesembuhan.
2 Perubahan
perfusi jaringan
perifer
berhubungan
dengan
Tujuan :
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam perfusi
1) Kaji status
neurovaskuler (misal
warna kulit, suhu,
pengisian kapiler,
denyut nadi, rasa
1) Mengetahui
perubahan perfusi
jaringan perifer
dari pasien.

24

pembengkakan
alat yang
mengikat, atau
gangguan
peredaran darah.
jaringan normal.
Kriteria Hasil :
Klien
memperlihatkan
perfusi jaringan
yang adekuat :
a. Warna kulit
normal.
b. Kulit hangat.
c. Respons
pengisian kapiler
normal (<3 detik.
d. Perasaan dan
emosi stabil
(normal).
e. Memperlihatkan
pegurangan
pembengkakan.
nyeri, edema,
parastesi, dan
kekuatan otot).

2) Tinggikan
ekstermitas yang
sakit.

3) Balutan yang ketat
harus dilonggarkan.




4) Anjurkan pasien
untuk melakukan
pengesetan otot,
latihan pergelangan
kaki, pemompaan
betis setiap jam.




2) Untuk
memperbaiki
aliran balik vena.

3) Pelonggaran dapat
memperbaiki
perfusi jaringan
perifer ekstremitas
pasien.

4) Memperbaiki
peredaran darah.

3 Perubahan
pemeliharaan
kesehatan
berhubungan
dengan hilangny
a kemandirian.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien mampu
memperlihatkan
upaya memperbaiki
kesehatan.
Kriteria hasil :
a. Mengubah posisi
sendiri untuk
menghilangkan
tekanan pada
kulit.
b. Menjaga hidrasi
yang adekuat.
c. Berhenti
merokok.
d. Melakukan
latihan
1) Bantu klien untuk
merubah posisi
setiap 2 jam.

2) Pantau adanya luka
akibat tekanan.


3) Lakukan perawatan
kulit, lakukan
pemijatan dan
minimalkan tekanan
pada penonjolan
tulang.

4) Kolaborasi kepada
tim gizi, pemberian
menu seimbang dan
pembatasan susu.

1) Menghindari
adanya ulkus
tekanan.

2) Menentukan
intervensi
selanjutnya.

3) Menghindari
kerusakan kulit
lebih lanjut.




4) Diet seimbang
dengan protein
danvitamin yang
adekuat sangat
diperlukan untuk
25

pernapasan.
e. Bergabung
dalam latihan
penguatan otot.
penyembuhan
luka.
4 Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri,
pembengkakan,
prosedur
pembedahan,
adanya alat
imobilisasi
(misal bidai,
traksi, gips).
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
Selama 1x24 jam
klien
memaksimalkan
mobilitas dalam
batas terapeutik.
Krtiteria Hasil :
a. Meminta bantuan
bila bergerak.
b. Meninggikan
eksternitas yang
bengkak setelah
bergeser.
c. Menggunakan
alatimobilitas
sesuai petunjuk.
d. Mematuhi
pembatasan
pembebanan
sesuai anjuran.
1) Bantu klien
menggerakkan
bagian cedera
dengan tetap
memberikan
sokongan yang
adekuat.

2) Ekstermitas yang
bengkak ditinggikan
dan disokong dengan
bantal.

3) Nyeri dikontrol
dengan bidai dan
berikan anti nyeri
sebelum digerakkan.

4) Ajarkan pasien
menggunakan alat
bantu gerak (tongkat,
kursi roda), dan
anjurkan klien untuk
latihan
menggunakan alat
bantu.
1) Meningkatakan
dan memperbaiki
tingkat mobilitas
fisik dan sokongan
memberikan
tahanan.


2) Menghindari
perluasan luka.



3) Mengurangi rasa
nyeri.



4) Alat bantu
membantu pasien
terbiasa
menggunakan alat
bantu kelak.



2.2.4 Evaluasi
a. Preoperatif Ortopedi
No.
Dx
Evaluasi
1 Pasien melaporkan nyeri berkurang :
a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri.
26

b. Penurunan skala nyeri / skala nyeri 1.
c. Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah.
2 Pasien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat :
a. Warna kulit normal.
b. Kulit hangat.
c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik).
d. Perasaan dan emosi stabil.
e. Edema berkurang.
3 a. Pasien mengungkapakan secara verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh.
b. Pasien merasa nyaman.
4 Pasien mengekspresikan konsep diri yang positif :
a. Mampu menerima perubahan konsep diri, sementara maupun
menetap.
b. Mendiskusikan perubahan kinerja peran.
c. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan rencana
perawatan.
5 Pasien dapat memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik :
a. Meminta bantuan bila akan bergerak.
b. Meninggikan ekstermitas yang bergerak setelah berpindah.
c. Menggunakan alat imobilisasi dan alat bantu sesuai kebutuhan.

b. Pascaoperatif Ortopedi
No.
Dx
Evaluasi
1 Klien melaporkan nyeri berkurang :
a. Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.
b. Kadang menggunakan obat per oral yntuk mengontrol
ketidaknyamanan.
c. Meninggikan ekstermitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
27

d. Bergerak dengan lebih nyaman.
2 Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat :
a. Warna kulit normal.
b. Kulit hangat.
c. Respons pengisian kapiler normal (<3 detik).
d. Perasaan dan emosi stabil (normal).
e. Memperlihatkan pegurangan pembengkakan.
3 Pasien mampu memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan :
a. Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada
kulit.
b. Menjaga hidrasi yang adekuat.
c. Berhenti merokok.
d. Melakukan latihan pernapasan.
e. Bergabung dalam latihan penguatan otot
4 Pasien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik :
a. Meminta bantuan bila bergerak.
b. Meninggikan eksternitas yang bengkak setelah bergeser.
c. Menggunakan alatimobilitas sesuai petunjuk.
d. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran.












28

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi
disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi,
jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal.
Bedah orthopedi meliputi proses keperawatan preoperatif ortopedi dan pascaoperatif
ortopedi.
Pada preoperatif ortopedi umumnya individu yang akan dioperasi akan
mengalami beragam ketakutan, rasa ketidakberdayaan, ketakutan akan masa depan
yang harus dilalui, dan ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan
dengan persiapan operasi. Periode preoperasi adalah waktu untuk menghilangkan
ketakutan klien dengan mempersiapkan mental dan fisik untuk menjalani operasi. Fase
preoperasi dimulai ketika klien pertama kali mempertimbangkan dan diakhiri ketika
masuk ke dalam ruang operasi.
Segera pascaoperasi klien dikirim ke area khusus yang disebut ruang pemulihan,
unit setelah operasi atau unit penyembuhan setelah operasi (PACU). Anestesi dan
prosedur operasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tubuh dan
merupakan masa kritis. Klien diobservasi secara ketat pascaoperasi, untuk memastikan
bahwa sistem tubuhnya kembali ke keadaan normal.

3.2 Saran
Adapun saran dari kami untuk pembaca diharapkan agar setelah membaca
makalah ini pembaca bias mengetahui tindakan yang tepat untuk perawatan klien
dengan preoperatif dan pascaoperatif ortopedi.
Selain itu, diharapkan juga untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara
mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini sehingga dapat menghindari
kemungkinan tertular. Mulailah untuk hidup bersih dan makan makanan yang dimasak
dengan matang.
29

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Nurnaningsih, Lukman. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah Ortopedi. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai