Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang kronik dan progresif.

Saat ini OA tidak lagi dianggap sebagai gangguan yang pasif, tetapi lebih kearah

proses penyakit yang aktif, terutama dipicu oleh faktor mekanik. Osteoartritis

lutut adalah bentuk artritis kronis yang paling banyak dijumpai. Konsep

terbaru dari OA lutut menyatakan bahwa OA tidak hanya mengenai struktur

tulang rawan sendi, tetapi juga dapat mempengaruhi komponen sendi lutut

lainnya, seperti tulang subkondral, membran sinovium, meniskus, ligamen

maupun tendon di sekitar sendi. Oleh karena itu, imaging pencitraan dari OA

memerlukan tehnik dan modalitas yang mampu memvisualisasikan berbagai

struktur anatomi dalam sendi yang terlibat.1

Pencitraan sendiri telah diketahui memiliki penting dalam diagnosis

dan penentuan progresivitas OA lutut. Akhir-akhir ini terdapat peningkatan

peran dari pencitraan dalam usaha memahami lebih dalam patogenesis OA

melalui jalur pencitraan molekuler ataupun dalam penelitian-penelitian

pengembangan obat-obat disease-modifying osteoarthritis drugs (DMOADs).2

Radiografi merupakan tehnik pencitraan pertama dan berperan penting

dalam evaluasi penderita dengan dugaan OA. Sebelum berkembangnya

berbagai modalitas pencitraan, pencitraan dari OA hanya berdasarkan radiografi

konvensional, dimana penyempitan celah sendi yang terdeteksi secara

radiografi justru menggambarkan tahap akhir dari OA. Tetapi sampai saat ini,

pengukuran celah sendi secara radiografik masih direkomendasikan oleh badan

regulator di Amerika Serikat (United States Food an Drug Administration) dan

1
2

di Eropa (European Agency for the Evaluation of Medicinal Products Agency)

untuk membuktikan efektivitas dari uji klinis DMOADs. Tetapi dalam

perjalanannya, bersamaan dengan berkembangnya berbagai modalitas

pencitraaan, tidak tertutup kemungkinan bahwa ultrasonografi (USG) dan

magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan sebagai modalitas yang

valid dalam menilai perubahan struktural sendi pada tahap yang lebih awal. Hal

ini tidak terlepas dari peran USG dan MRI yang memiliki kemampuan dalam

mendeteksi kelainan-kelainan pada jaringan lunak penyusun sendi, dimana hal

ini menjadi keterbatasan dari pemeriksaan radiografi.2

Untuk mempelajari lebih dalam mengenai pencitraan pada OA, pada

laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran dari radiografi konvensional,

pada OA, bagaimana akurasi, keuntungan dan kelemahannya, serta kelainan -

kelainan yang mampu dideteksi oleh masing-masing modalitas pencitraan

tersebut.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas

Nama : Ny. RI
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 78 Tahun
Alamat : Aceh Besar
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
CM : 1-13-87-08
Tanggal masuk RS : 12 Agustus 2017
Tanggal Pemeriksaan : 15 Agustus 2017

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri saat berjalan


Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan riwayat penurunan kesadaran tiba-tiba di malam
hari, riwayat trauma disangkal, kejang tidak ada, mual dan muntah tidak ada,
pasien sering pusing dan lemas, pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu
makan. Sejak 12 tahun yang lalu pasien hanya bisa berbaring dan beraktivitas di
tempat tidur, karena kedua kakinya nyeri saat di gerakkan. Awalnya nyeri
dirasakan pada lutut kanan, namun sejak 5 tahun yang lalu nyeri yang sama juga
dirasakan pada lutut kiri. Nyeri lutut dirasa bertambah jika aktivitas, dan saat
digerakkan terdengar bunyi gemertak. Pasien juga mengeluhkan kaku lutut saat
bangun pagi.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, pasien mengonsumsi kaptopril
namun tidak teratur. Riwayat DM disangkal. Riwayat TB dan Asma disangkal.

1
4

Riwayat Pengobatan :
Berdasarkan pengakuan pasien selama di rumah sakit pasien sudah
mendapatkan obat-obatan berupa obat anti nyeri dan antibiotik tetapi pasien tidak
tahu apa nama obatnya.

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Pengukuran Tanda vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36.7 C
B. Status Generalis
1. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

2. Kepala : Bentuk : normosefali


Rambut : Warna : hitam
Mata : Bentuk : Eksoftalmus (-/-)
Palpebra : edem (-/-)
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)
Kornea : arcus senilis (-)/arcus senilis (-)
5

Lensa : shadow test (-/-)


Telinga : Bentuk : simetris
Serumen : ada
Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris


Pernafasan : cuping hidung (-)
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : simetris


Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : pembengkakan tidak ada
Gigi-geligi : normal

Lidah : Bentuk : normal


Pucat/tidak : tidak pucat
Tremor/tidak : tidak
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan

Faring : Hiperemi : tidak ada


Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)

3. Leher :
Vena Jugularis, Pulsasi : 5-2 cmH2O
Pembesaran kelenjar : pembesaran KGB (-)
Pembesaran Tiroid (-)
6

4. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi :
Suara Napas Dasar :Vesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Apeks teraba di ICS Vlinea midklavikula
sinistra, irama reguler, thrill (-)

Perkusi :
Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Batas Kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2.

5. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)
Palpasi : Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada
Perkusi : Timpani/pekak : timpani
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal

6. Ekstremitas :
- Umum : Akral dingin, (-)
Edema eksterimitas atas (-/-)
7

Edema eksterimitas bawah (-/-)


- ROM : Terbatas pada ekstremitas bawah (+/+)

C. Status Neurologis
GCS = E4M6V5
RCL/RCTL : (+/+)
Reflek fisiologis : Extremitas atas (+/+) Extremitas bawah (+/+)
Reflek patologis : -/-
Motorik : sulit dinilai
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi : Foto Genu AP/LAT dextra dan Sinistra


(12 Agustus 2017)
8

Kesan :

1. Alignment tulang normal, tidak tampak fraktur dan dilokasi

2. Tampak osteofit pada condylus medial dan lateral os femur dan os tibia

dextra dan sinistra, dan pada margo posterosuperior dan inferior os patella

dextra dan sinistra

3. Tampak penyempitan sendi Femorotibial dan Femoropatella dextra dan

sinistra

4. Tulang pembentuk genu tampak sklerotik margin, sklerotik subchondral

5. Tidak tampak soft tissue swelling

Kesimpulan :

Osteoartritis genu dextra dan sinistra


9

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi Lutut


Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang melalui proses osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Tulang
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, yaitu 3:
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) yang terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh
sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan
habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.3
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.3
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.3
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.3
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).3
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
10

berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.


Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan,
asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana
garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, reasorpsi dan remodeling tulang.3,4
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh
nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1
mm).Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.3,4
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam Lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).4

Gambar 1. Anatomi tulang3


Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 %
serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein dengan
11

sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit
natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks
dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan
kompresi (kemampuan menahan tekanan).5
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor
makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat
aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.6
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari
garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama
beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian
dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan
terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem
saluran mikroskopik di tulang.5
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini
dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan
dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian
tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.
Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal
dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan
fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan
tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu
daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi
12

daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.5
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodelling. Pada anak dan remaja,
aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih
panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada
tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan
osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia
pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang
mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang
mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi
aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah
patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan
hormon.6
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga
dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang.
Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme
pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan
tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon
tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang
berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus,
aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.6
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara
langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam
jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa
13

diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi


tulang.5,6
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar
paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan
tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum
bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon
paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid
pada osteoklas.6
Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum
dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan
ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah.
Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid.
Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid
sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.5
Fungsi tulang adalah sebagai berikut6 :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, seperti kalsium dan fosfor.
14

Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik dibandingkan
sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang
membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti pada
persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian ini
terdapat meniscus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan gerakan
sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar dan berbagai
ligamentum sehingga sendi menjadi kuat dan stabil. Sendi lutut terdiri dari
hubungan antara6 :
(1) os femur dan os tibia (tibio femorale joint),
(2) os femur dan os patella (patello femorale joint) dan
(3) os tibia dan os fibula (tibia fibulare proximalis joint).
Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif sekaligus
sebagai penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara
lain: m.quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus lateralis,
rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai grup ekstensor
sedangkan grup fleksor terdiri dari: m.gracilis, m.sartorius dan m.semi tendinosus.
Untuk gerak rotasi pada sendi lutut dipelihara oleh otot-otot grup fleksor baik
grup medial/endorotasi (m.semi tendinosus, semi membranosus, sartorius,
gracilis, popliteus dan grup lateral eksorotasi (m.biceps femoris, m.tensor
fascialata). Untuk memperkuat stabilitas pergerakan yang terjadi pada sendi lutut
maka di dalam sendi lutut terdapat beberapa ligamen, yaitu ligamen cruciatum
anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan hiperekstensi dan menahan
bergesernya tibia ke depan (eksorotasi). Ligamen cruciatum posterior berfungsi
untuk menahan bergesernya tibia ke arah belakang. Pada gerakan endorotasi
kedua ligamen cruciatum menyatu, yang mengakibatkan kedua permukaan sendi
tertekan, sehingga saling mendekat dan kemampuan bergerak antara tibia dan
femur berkurang. Pada gerakan eksorotasi, kedua ligamen cruciatum saling
sejajar, sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil. Di sebelah medial dan lateral
sendi lutut terdapat ligamen collateral medial dan lateral. Ligamen collateral
medial menahan gerakan valgus serta eksorotasi, sedangkan ligamen collateral
lateral hanya menahan gerakan ke arah varus. Kedua ligamen ini menahan
bergesernya tibia ke depan dari posisi fleksi lutut 90.5,6
15

Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara condylus femoris dan


condylus tibia dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibrocartilagoyang melekat
pada kapsul sendi. Meniscus medialis berbentuk seperti cincin terbuka C dan
meniscus lateralis berbentuk cincin O. Meniscus ini akan membantu
mengurangi tekanan femur atas tibia dengan cara menyebarkan tekanan pada
cartilago articularis dan menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus,
mengurangi friksi selama gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan
ligamentum dalam mencegah hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi
terdorong melipat masuk ke dalam sendi. Sendi lutut juga memiliki capsul sendi
artikularis yang melekat pada cartilago artikularis, di dalam sendi, synovial
membran melewati bagian anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga
ligamen cruciatum dikatakan intraartikuler tetapi extracapsuler.5

Gambar 2. Anatomi sendi lutut3

3.2 Osteoarthritis
3.2.1. Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian
sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-
otot yang menghubungkan sendi. 7
16

3.2.2. Epidemiologi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang
paling umum di dunia. Dilaporkan bahwa dari satu dari tiga orang dewasa
memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA
yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari
Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umum 60-
64 tahun sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai
23% menderita OA pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita
OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan
insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak
24,7%.8

3.2.3. Etiologi dan Patogenesis Osteoarthritis


Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis yaitu7 :
1. Osteoarthritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu
atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit
putih, usia baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai
rasa panas pada bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan
tulang (nodus heberden).
2. Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada sinovial sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan
yang dapat menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
a. Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas,
instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
b. Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia
epifisial, displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi
panggul bawaan, tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.
17

c. Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit
okronosis, akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah
inflamasi pada sendi. (misalnya, OA atau artropati karena inflamasi).
Kartilago sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks
tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan
baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen.
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu
sebagai berikut7 :
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinase yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit
juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik.
Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai
adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan
sinovial.
3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi
pada sinovial. Produksi magrofag sinovial seperti interleukin 1 (IL-1), tumor
necrosis factor-alpha (TNF-), dan metalloproteinase menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur
sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan articular
menjadi kondisi gangguan yang progresif.
18

Gambar. 3. Sendi lutut normal dan sendi lutut yang mengalami osteoarthritis.

3.2.4. Faktor Resiko


Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis
lutut antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis,
genetik, kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis,
diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat
trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat,
aktivitas fisik berat dan kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari angka
kejadian osteoarthritis selama atau segera setelah menopause karena faktor
hormon seks. Beberapa faktor resiko OA terdiri dari9 :
1. Peningkatan usia
OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia ratarata laki yang mendapat
osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia
55-64 tahun, sedangkan wanita pada usia 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia
6574 tahun. Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU
dr. Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54
tahun (16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).9
2. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya OA. Setiap kilogram
19

penambahan berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut
sekitar 4 kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi
resiko terjadinya OA atau memperparah keadaan lutut.9
3. Jenis kelamin wanita
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi
pada perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien
dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33%
yaitu sebanyak 68 pasien. 9
4. Riwayat trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada
lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang
akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan
faktor timbulnya osteoartritis lutut.9
5. Riwayat cedera sendi
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor
penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan
berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.9
6. Faktor genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoarthritis.9
7. Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes
dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis
paha pada usia muda. 9
8. Pekerjaan dengan beban berat
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan
kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut.
Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada
usia setelah 50 tahun.9
20

9. Tingginya kepadatan tulang


Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi
akibat tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.9
10.Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang
menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat
faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain
penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.9

3.2.5. Manifestasi Klinis


Penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya
menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain7:
1. Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali
membawa penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah
kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan
gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal
lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis
dapat menjalar kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri
betis yang disebut sebagai claudicatio intermitten. Korelasi antara nyeri dan
tingkat perubahan struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul,
lutut dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.7
2. Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di
kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh
kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30
menit.7
21

3. Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)


Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat.
Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok,
perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan pada saat
berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring, menulis atau berjalan.
Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi
yang terkena.7
4. Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar
dibandingkan dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus.
Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar merupakan tanda yang signifikan.7
5. Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak atau membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.7
6. Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai
dengan beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh
arah gerakan maupun eksentris atau salah satu gerakan saja.7
7. Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi.
Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan
biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan.7

3.2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut menurut American College of
Rheumatology, yaitu 10:
a. Gejala Klinis, gejala utama berupa nyeri sendi lutut dengan minimal 3 dari 6
kriteria berikut yaitu :
- Usia > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit
- Krepitasi
- Hambatan gerak dan perubahan gaya berjalan
- Deformitas (pembesaran) sendi
22

- Tanda inflamasi (Rubor, Color, Dolor, Tumor, Functiolaesa)


b. Tanda radiologis, gejala utama berupa nyeri sendi lutut dengan minimal 1
dari kriteria berikut yaitu :
- Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris atau perubahan
struktur anatomi sendi (lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
- Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral yang membentuk kista
subkondral.
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi

Diagnosis banding osteoarthritis berdasarkan gejala klinis dan gambaran


radiologi adalah sebagai berikut10 :
Tabel. 1. Diagnosis Banding

Gambaran
Osteoartritis Artritis Reumatoid Gout
Radiologi
Sendi penyangga Mengenai sendi- Paling sering pada
berat badan seperti sendi kecil PIP, sendi kecil seperti
Daerah
coxae, genu, vertebre MCP, pergelangan MTP 1
Predileksi
siku, pergelangan
kaki, dll
Baik hingga
Celah sendi Menyempit Menyempit
menyempit
Erosi pada pinggir
tulang over
hanging lip
Erosi Tidak ada Erosif sekitar sendi
Punched out
dengan garis
sklerotik
Kesimetrisan Tidak simetris Simetris dan bilateral Asimetris
Kista Ada Ada (pseudocyst) Tidak Ada
Ada pada pinggir Tidak ada Tidak ada
Osteofit
sendi

3.2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan pada kasus OA yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
bermakna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas normal. Namun, pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan yaitu leukosit.7
23

b. Pemeriksaan Radiologi
1. Radiografi polos (X-Ray)
Pemeriksaan radiografi berupa radiografi polos lutut merupakan
penunjang penting dalam diagnosis OA lutut. Radiografi lutut merupakan
metode pencitraan sendi lutut yang sederhana dan murah, tetapi memiliki
keterbatasan dalam menunjukkan tahap awal OA maupun kelainan pada
jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi sinovial maupun kelainan pada
meniskus. Radiografi digunakan secara rutin pada klinis praktis untuk
mengkonfirmasi diagnosis OA lutut dan pada penelitian klinis untuk
memonitor progresivitas OA lutut. 11
Radiografi lutut memungkinkan visualisasi dari perubahan tulang yang
meliputi pembentukan osteofit marginal (spur) akibat dari proses reparatif
pada area dengan beban stress yang ringan (low-stress area) yang
seringkali terjadi pada bagian perifer/tepi tulang, sklerosis tulang subkondral
(eburnasi) sebagai akibat dari proses reparatif/remodeling, kista subkondral
akibat dari kontusio tulang yang menyebabkan timbulnya mikrofraktur dan
masuknya cairan sinovium ke dalam tulang yang mengalami perubahan
tersebut, serta penyempitan celah sendi akibat dari penipisan tulang
rawan sendi. Definisi radiografik pada OA lutut terutama didasarkan pada
adanya osteofit dan penyempitan celah sendi. Osteofit dianggap spesifik
pada OA dan timbul lebih awal dari pada penyempitan celah sendi. Osteofit
juga berkorelasi dengan nyeri yang timbul, lebih mudah ditentukan
daripada kelainan gambaran radiografiklainnya, serta mewakili kriteria
yang dapat diterima secara luas untuk mendefinisikan adanya OA.
Sedangkan progresivitas dari penyempitan celah sendi pada umumnya
menggunakan kriteria penilaian untuk menentukan progresivitas OA.11
Keparahan dari OA secara radiografik umumnya menggunakan sistem
klasifikasi dari Kellgren dan Lawrence. Penilaian keparahan tersebut
didasarkan pada derajat osteofit, penyempitan celah sendi, sklerosis tulang
subkondral dan perubahan bentuk tulang.11
24

Tabel.2. Klasifikasi OA menurut Kellgren dan Lawrence11


Grade
Description
of OA
0 No radiographic findings of osteoarthritis
1 Minute osteophytes of doubtful clinical significance
2 Definite osteophytes with unimpaired joint space
3 Definite osteophytes with moderate joint space narrowing
Definite osteophytes with severe joint space narrowing and subchondral
4
sclerosis

Gambar. 4. Gambaran radiologi x-ray derajat OA menurut Kellgren dan Lawrence

Sendi lutut merupakan sendi kompleks yang terdiri dari tiga

kompartemen yaitu femorotibia medial, femorotibia lateral dan

femoropatela. Masing-masing kompartemen dapat mengalami proses OA.

Penyempitan celah sendi femorotibia medial dan lateral dinilai

menggunakan radiografi lutut proyeksi anterior-posterior (AP) atau

posterior- anterior (PA). Tanda lain dari adanya penyempitan celah


25

sendi femorotibia medialis dan lateralis adalah deformitas varus dan vagus,

dimana jika penyempitan celah sendi terjadi pada kompartemen medial

akan terjadi deformasi varus dan jika terjadi penyempitan celah sendi

pada kompartemen lateral akan timbul deformitas valgus. Sedangkan

untuk menilai penyempitan celah sendi patelofemoral, proyeksi terbaik

adalah dengan skyline view. Dari berbagai manifestasi radiografik OA

lutut, lebar celah sendi dianggap sebagai representasi dari ketebalan

tulang rawan. Metode pengukuran celah sendi dapat dilakukan secara

manual menggunakan kaliper atau penggaris maupun secara semiotomatis

menggunakan perangkat lunak computer. Rerata nilai normal lebar celah

sendi pada lutut perempuan sehat sebesar 4,8 mm (dengan simpangan

baku 0,7 mm) dan pada laki-laki sehat sebesar 5,7 mm (dengan simpangan

baku 0,8 mm). Karena tulang rawan sendi merupakan struktur yang

radiolusen secara radiografik, adanya kehilangan ketebalan tulang rawan

sendi secara teoritis dapat dideteksi apabila terjadi pengurangan jarak antar

permukaan tulang dalam suatu kurun waktu. Pada penderita OA.

penyempitan celah sendi dilaporkan terjadi sebesar 0,1 sampai 0,2 mm per

tahun.11

Salah satu indikator progresivitas OA lutut adalah penyempitan celah

sendi, yang saat ini dinilai berdasarkan gambaran radiografi. Hal yang

seringkali menjadi kendala dalam evaluasi radiografi lutut adalah

menentukan penyempitan sendi lutut yang sebenarnya merupakan struktur

tiga dimensi, harus dapat tervisualisasi hanya dengan proyeksi dua dimensi

dari radiografi polos. Seperti diketahui terdapat berbagai protokol


26

radiografi lutut dalam menilai celah sendi pada OA lutut. Terdapat

variabilitas dalam memposisikan sendi pada masing-masing protokol,

sehingga dapat diperoleh lebar celah sendi yang berbeda-beda antara satu

protokol radiografi dengan protokol yang lain. Adapun komponen

penting dalam kriteria radiografi lutut untuk menilai penyempitan celah

sendi adalah alignment antara tepi anterior dan posterior plateau tibia, yang

diharapkan saling menyatu dengan jarak antara tepi anterior dan posterior

plateau tibia ataupun melalui penyesuaian derajat flexi lutut dengan arah

sinar-X untuk menyatukan tepi anterior dan posterior plateau tibia. Suatu

radiografi lutut dinyatakan baik dalam memvisualisasi celah sendi apabila

terjadi superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia (jarak

antara tepi anterior dan posterior plateau tibia <1,5mm). Gambaran

alignment yang kurang baik dari plateau tibia adalah terdapatnya separasi

tepi anterior dan posterior plateau tibia yang cukup jauh (>1,5mm).11

A A B
Gambar. 5. Contoh alignment plateau tibia medialis yang baik (A) dan
kurang baik (B) pada radiografi lutut.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) sering digunakan dalam
penilaian rutin OA lutut, dimana MRI memiliki kemampuan untuk
27

mendeteksi perubahan awal yang terjadi pada OA lutut. Dibandingkan


dengan radiografi, MRI memiliki berbagai keunggulan, diantaranya
mempunyai kemampuan tomografik sehingga mampu memberikan
gambaran cross-sectional maupun tiga dimensi, dapat menunjukkan seluruh
komponen sendi secara langsung (termasuk tulang rawan, sinovium,
ligamen intraartikuler, meniskus, struktur kapsul sendi, kontur tulang
maupun sumsum tulang). Modalitas pencitraan ini memungkinkan evaluasi
sendi secara menyeluruh dan mampu mendeteksi kondisi patologis pada
tahap dini, sebelum terdeteksi oleh radiografi, karena MRI sensitif
terhadap perubahan struktur molekul dan komponen jaringan. Pemeriksaan
MRI lutut pada umumnya dilakukan menggunakan coil khusus untuk lutut,
dengan posisi penderita berbaring terlentang. Pemeriksaan MRI lutut
standar umumnya memerlukan waktu sekitar 20-40 menit, tergantung dari
posisi penderita. 12
Pada OA, ketika terjadi kerusakan tulang rawan, terjadi pula
perubahan pada jaringan di sekitar tulang rawan dan pada tulang
subkondral. Gambaran T2-weighted (T2W) MRI pada kasus-kasus yang
telah terdiagnosis OA pre-radiografik menunjukkan adanya area yang
terlihat hiperintens (terang) di tulang subkondral, yang disebut sebagai lesi
sumsum tulang/ bone marrow lesion/ BML. Meskipun BML juga
dijumpai pada individu normal tanpa keluhan nyeri lutut ataupun tanpa
riwayat trauma sendi, sejauh ini BML diasosiasikan dengan nyeri lutut,
penipisan tulang rawan sendi pada MRI, serta meningkatkan risiko
penggantian sendi lutut pada OA. Hasil pemeriksaan histologik pada
OA lanjut menunjukkan bahwa area yang menunjukkan BML pada MRI
ternyata merupakan area yang mengandung nekrosis sumsum tulang,
trabekuler yang abnormal, fibrosis sumsum tulang dan edema sumsum
tulang.12
28

Gambar. 6. Gambaran BML pada T2-weighted MRI, tampak gambaran


hiperintens pada tulang subkondral tibia.12

A B

Gambar. 7. (A) Radiografi Konvensional pada lutut : menunjukkan terjadinya


penyempitan celah sendi pada kompartemen lateral (panah merah). (B) MRI :
menunjukkan focal grade 3 cartilage defect.12
29

Gambar. 8. (A) Radiografi Konvensional : tampak adanya sclerosis subchondral,


penyempitan ruang sendi, dan osteofit. (B) MRI : tampak adanya sclerosis
subchondral12

Kelemahan dari MRI sendiri adalah diperlukan biaya yang cukup


mahal untuk pemeriksaan serta keterbatasan ketersediaan mesin MRI
dengan perangkat-perangkat lunak khusus yang digunakan dalam berbagai
metode penilaian keadaan tulang rawan maupun inflamasi synovial.12

3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan pencitraan radiologi yang non-invasif,
tidak memberikan paparan radiasi ionisasi, relatif tidak mahal serta dapat
dilakukan berulang- ulang pada area anatomi yang berbeda-beda. Di
bidang muskuloskeletal, transduser USG yang digunakan adalah transduser
linier dengan frekuensi tinggi. USG menjadi sangat penting dalam
diagnosis penyakit muskuloskeletal karena dapat mendeteksi berbagai
lesi jaringan lunak. USG banyak digunakan sebagai modalitas pencitraan
yang cukup valid dibandingkan dengan artroskopi maupun MRI, serta
reliabel untuk menilai kelainan sinovium, selain juga memiliki kemampuan
dalam menggambarkan perluasan inflamasi sinovial dan perubahan volume
sinovial dari waktu ke waktu. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi spektrum
patologik yang luas pada sendi, yang meliputi abnormalitas sinovial,
tendon, permukaan tulang maupun otot, saraf maupun kulit di sekitar
sendi. 13
Dibandingkan dengan artroskopi, USG lutut memiliki keunggulan
karena merupakan pemeriksaan yang non invasif tetapi memungkinkan
30

visualisasi komponen ekstrakapsuler sendi seperti ligamen kolateral, kista


Baker maupun tendon otot quadriceps femoris dan tendon patela. Tetapi,
artroskopi tetap memiliki arti penting karena dapat digunakan untuk
pengambilan contoh jaringan sendi dengan visualisasi langsung dari
struktur di dalam sendi dan mampu menilai ruang retropatela ataupun
ligamentum cruciatum, dimana hal-hal tersebut sulit atau tidak dapat
dilakukan dengan USG.13
Pada gambaran USG, tulang rawan hyalin yang normal terlihat
sebagai suatu pita homogen yang anekoik atau hipoekoik di antara tepi
kondrosinovium dan osteokondral. Pada fase awal dari OA, tulang rawan
sendi kehilangan ketajaman dari dari tepi kondrosinovium dan transparansi
dari lapisan tulang rawan sendi. Pada kondisi OA yang lanjut, lapisan
tulang rawan sendi menjadi lebih tipis, dengan penyempitan selah sendi
yang asimetris hingga hilangnya seluruh lapisan tulang rawan sendi.
Sedangkan osteofit tampak sebagai sinyal hiperekoik pada tepi-tepi
sendi. Efusi sendi memberi gambaran cairan yang anechoik, tetapi pada
OA efusi sendi yang terjadi dapat terlihat inhomogen dengan adanya
partikel material yang merupakan fragmen-fragmen proteinaseus, debris,
atau kalsifikasi.13

A B
Gambar. 9. Gambaran USG tulang rawan sendi lutut. (A) Tulang rawan
hyalin merupakan struktur hipoekoik homogen dengan tepi yang tegas, melapisi
tulang subkondral yang terlihat hiperekoik. (B) Lesi pada tulang rawan sendi
berupa fibrilasi yang terlihat pada USG sebagai iregularitas permukaan dan
penipisan tulang rawan sendi.13

Pada USG, proses inflamasi sinovial dapat terlihat sebagai


proliferasi/hipertrofi/penebalan sinovium, dengan atau tanpa efusi sendi.
Menurut The Outcome Measure in Rheumatoid Arthritis Clinical Trials
Ultrasonography Taskforce (OMERACT), definisi dari sinovitis secara
31

ultrasonografik adalah jaringan intraartikuler hipoekoik abnormal yang


tidak dapat berpindah tempat dan non kompresibel. Dalam menilai sinovitis
yang terkait dengan OA lutut, pada praktis klinis USG merupakan modalitas
pencitraan pilihan, karena mampu mengevaluasi kondisi sinovium maupun
ada tidaknya efusi sendi akibat sinovitis.13

3.2.8. Tatalaksana

Tatalaksana OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat


ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu7 :
1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah,
dan agar persendiaanya tetap terpakai.7
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi
ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.7
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.7
2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi. Obat yang sering digunakan sebagai
antinyeri dan anti inflamasi antara lain yaitu, obat antiinflamasi nonsteroid
(AINS), inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2), dan asetaminofen. Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
32

asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa


nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor
COX-2.10
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, d a n vitamin C.7

3. Terapi operatif

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk


mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila
terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari.7
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoarthritis. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2006;1;1205-1211

2. Guermazi A, Roemer FW, Hayashi D. 2011. Imaging of Osteoarthritis Update


From a Radiological Perspective. Curr Opin Rheumatol. 23(5):484-491

3. Tortora GJ, Derrickson B. Joints. In: Reosch B, editor. Principles of anatomy


and physiology 2009;12;264-336

4. Dorlands illustrated medical dictionary. 32nd Ed. Philadelphia; Saunders 2012

5. Syaifuddin. 2010. Struktur & Komponen Tubuh Manusia. Penerbit Buku


Kedokteran EGC: Jakarta.

6. Sutarmo, Setiaji. 2007. Buku kuliah anatomi fisiologi. Fakultas Kedokteran


UI: Jakarta

7. Felson DT, Sharma L, Song J, Cahue S, Shamiyeh MS, Dunlop DD. 2008. The
role of Knee Alignment in Disease Progression and Functional Decline in Knee
Osteoarthritis . JAMA 286 : 188-195

8. Fransen M, Bridgett l, March L, Brooks P. The epidemiology of osteoarthritis


in Asia. International Journal of Rheumatic diseases 2011; 14: 113-121

9. Handayani RD. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya OA pada lansia


di instalasi rehabilitasi medic RSU haji Surabaya tahun 2008. ADLN Digital
Collections; 2009

10. Abramson SB, Attur M. 2009. Developments in the Scientific Understanding


of Osteoarthritis Research and Therapy. 2009;11(3)

11. Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J, 2007. Merrils Atlas of
Radiographic Positioning and Procedures Edition 11 (Volume One), St. Louis
: Mosby Elsevier

12. Blumenkrantz G, Majumdar S. 2007. Quantitative Magnetic Resonance


Imaging of Articular Cartilage in Osteoarthritis. Eur Cell Mater 13:76-86.

13. Blankstein A. 2011. Ultrasound in the Diagnosis of Clinical


Orthopedics: The Orthopedic Stethoscope. World J Orthop 2(2): 13-24.

Anda mungkin juga menyukai