Anda di halaman 1dari 18

SISTEM MUSKULOSKELETAL

FRAKTUR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Disusun Oleh :

1. Enka Mutiara D 0432950319013


2. Muhammad Alief S 0432950319019
3. Prayuda Nugiansyach S 0432950319021
4. Risma Annisa N 0432950319039
5. Silvia Eka Yuhana 0432950319032
6. Virgiyani 0432950319043

Dosen Pengampu : Achmad Fauji, M. Kep., Sp.KMB

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah – Nya kepada para pembaca semua yang berupa ilmu dan
amal, dan berkat Rahmat dan Hidayah – Nya pula, penyusun dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah III yang insyaAllah tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa adanya
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada :

1. Bapak Achmad Fauji, M. Kep., Sp.KMB selaku dosen pembimbing dan dosen mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
2. Teman-teman Kelompok 1 selaku penyusun Makalah ini

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya
kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penyusun butuhkan untuk dijadikan
pedoman dalam penyusunan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bekasi, Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur
terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang
lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation). Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang,sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara
jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri
dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67% dan bahan seluler 33%.

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita. Ratusan orang meninggal dan
luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas
sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia,setelah
penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003,
jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865
orang,6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana
pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003
sebanyak 2.672orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005
dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban
meninggal 903 orang.

Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahantulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan.

Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami
pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping,
depan,atau belakang.Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.
Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan
fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan
bawah, tangan, tungkai atas,tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur
tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Kesehatan pada Pasien Fraktur

Pendidikan kesehatan diberikan kepada klien untuk menambah pemahamanya


sehingga dapat mencegah timbulma komplikasi akibat defisit pengetahuan. Maka bahasa
yang digunakan dalam melakukan pemberian pendidikan kesehatan sebaiknya bahasa
umum yang mudah dimengerti oleh klien maupun keluarga. Adapun perkes yang perlu
diberikan kepada klien, diantaranya :

a. Fraktur secara umum

Penkes ini meliputi pengertian fraktur, tanda-tanda, penanganan di TKP, di RS,


dan setelah pulang ke rumah, faktor yang memengaruhi proses penyembuhan fraktur,
serta komplikasi jangka panjang pada talang yang mengalami fraktur. Berikut ini
materi pendidikan kesehatan mengenai gambaran umum fraktur

1. Pengertian :

 Patah tulang atau fraktur adalah terputusnya keutuhan jaringan


tulung
 Patah tulang dapat sederhana jika tidak terjadi kerusakan jaringan
sekitarnya;
 Patah tulang dapat pula terjadi secara kompleks hingga
membimbulkan kerusakan jaringan

2. Tanda tanda

 Bentuk organ yang patas terlihat aneh (deformat)

 Bagian yang patah menjadi tidak stabil

 Bunyi seperti batu yang digeser


 Nyeri

3. Apa yang harus dilakukan bila mengalami patah tulang?

 Pertahankan jangan sampai terjadi pergerak


 Jika patah tulang menembus kulit, luka ditutup dengan pembalut
bersih
 Segera bawa ke RS untuk dapat penangan

4. Tindakan di rumah sakit

Tindakan yang dilakukan sangat bervariasi bergantung pada keparahan


faktur

 Reposisi immobilisasi dengan gips dilakukan bila tulang yang


patah tidak merusak jaringan di sekitarnya, patah tulang sederhana
dan tidak mengenai sendi
 Operasi pembersihan dan pemasangan penyangga tulang
 Operasi pembersihan dilakukan pada patah tulang yang merobek
kulit
 Operasi pemasangan penyangga tulang dilakukan pada patah
tulang yang tidak stabil misalnya hancur atau pada posisi tertentu
seperti sendi.
5. Faktor-faktor yang menengaruhi proses penyembuhan patah tulang
Faktor yang mempercepat penyembuhan
 Mengurangi pergerakan pada bagian yang patah
 Sambungan tulang tertata dengan baik
 Asupan darah yang memadai
 Hormon-hormon pertumbuhan yang optimal

Faktor yang menghambat penyembuhan


 Kehilangan tulang
 Gerakan pada bagian yang patah terus menerus
 Rongga atau ada jaringan di antara tulang yang patah
 Infeksi
 Penyakit tulang
 Usia

6. Apa yang dilakukan setelah pasien pulang?

Untuk pemasangan gips

 Kontrol ke poli ortopedi


 Segera kembali ke instalasi rawat darurat bila timbul warna
kebiruan dan dingin, kesemutan hebat, bengkak dan nyeri pada
organ yang dipasang gips

Untuk pasin operasi


 Kontrol ke peli ortopedi
 Segera kembali ke IRD atau puskesmas terdekat bila ada keluhan
nyeri atau perdarahan yang hebat

7. Akibat bila patah tulang tidak mendapat penanganan yang tepat

 Tulang tidak tersambung


 Infeksi pada tulang yang terbuka (komplikasi seperti oscomyelits,
dan sebagainya)
 Sambungan pada posisi yang tidak benar

b. Proses penyembuhun fraktur


Penjelasan kepada pasien lebih menekankan pada lamanya proses penyembuhan
fraktur dan hal apa saja yang boleh dan belum boleh dilakukan dalam rentang waktu
tersebut. Berikut ini proses penyembuhan fraktur :

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa (pada anak, secara kasar 1/2
waktu penyembuhan orang dewasa). Berdasarkan letak fraktur, lama penyembuhan
berkisar antara :

 Falang atau metakarpal atau kosta : 3-6 minggu


 Distal radius : 6 minggu
 Diafisis ulna dan radius : 12 minggu
 Humerus : 10-12 minggu
 Klavikula : 6 minggu
 Panggul : 10-12 minggu
 Femur : 12-16 minggu
 Kondilus femur atau tibia : 8-10 minggu
 Tibia atau fibula : 12-16 minggu
 Vertebrae : 12 minggu

2.2 Pencegahan Fraktur


2.2.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

2.2.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akiba-akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan
pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan
tulangyang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk
mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang
dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal
maupun eksternal.

2.2.3 Pencegahan tersier


Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan. fungsi tubuh untuk
dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.
Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan
operatif,memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi
gerakan daritulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak,memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan
nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan
melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

Asuhan keperawatan klien dengan Fraktur


1. Pengkajian
a. Pengkumpulan data
Anamnesa
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,asuransi, golongan darah, no register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronis tergantung lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa menjadi faktor presititasi nyeri
2. Kualiti ofpaint : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien.apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region : radiation, relif : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
c. Riwayat sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa menentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.
e. Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D,
1995)
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul
ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola
Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(5) Pola Hubungan Dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
(8) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
(9) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
h. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

a. Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.

b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
c. Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtuva tidak anemsia (karena tidak terjadi
perdarahan).
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
k. Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
1. Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3. Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1. Bayangan jaringan lunak.
2. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
2. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
4. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Referensi
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC Corwin, Elizabeth J.2000.

Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2015.

Anda mungkin juga menyukai