DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perawatan
Perioperatif Gangguan Muskuloskeletal. Makalah ini adalah tugas wajib untuk menyelesaikan
Dengan makalah teori keperawatan dan aplikasi teori dalam pelayanan keperawatan yang
berisi tentang Askep Gadar Sistem Muskuloskeletal ini telah penulis susun semaksimal mungkin
dan pastinya bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis mampu menyusun makalah ini
dengan tepat waktu. Dengan itu penyusun sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah
Kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari dalam susunan bahasa
maupun penulisan. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sangat dibutuhkan sehingga
Kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan inpirasi kepada pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem musculoskeletal merupakan salah satu system tubuh yang sangat berperan
terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Komponen penununjang yang paling
dominan pada system ini adalah tulang. Masalah atau gangguan pada tulang akan dapat
mempengaruhi system pergerakan seseorang, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
maupun pada lansia.. salah satu masalah musculoskeletal yang sering kita temukan di
sekitar kita adalah fraktur atau patah tulang.
Penyuluhan dengan memberi pelatihan fisik pada pasien pra operasi yang diberikan
secara terstruktur diharapkan dapat mengurangi komplikasi, mempersingkat masa rawat
pasien dirumah sakit, mengurangi penggunaan analgesik pasca operasi dan pasien dapat
memenuhi aturan pasca operasi (Dalayon, 1994) dalam jurnal penelitian Sudiono, dkk
(2012).Upaya perawat yang dilakukan untuk memulihkan pasien pasca general anestesi
yaitu mengajarkan mobilisasi dini atau latihan fisik. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan
meliputi ROM, deep breathing/pursed lips breathing, dan batuk efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja persiapan pre operasi pasien gangguan muskuloskletal ?
2. Bagaimana perawatan intra operatif pasien gangguan muskuloskletal ?
3. Bagaimana perawatan di ruang pulih (recovery room) ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang Perawatan Perioperatif pasien
Gangguan Muskuloskletal.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami dan mengetahui persiapan pre operasi
b. Mampu memahami dan mengetahui perawatan intra operatif
c. Mampu memahami dan mengetahui perawatan di ruang pulih (recovery room)
D. Sistematika Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan Perioperatif
1. Definisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga
fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post
operatif (Kozier et al, 2010). Dalam setiap fase tersebut dimulai dan diakhiri
dalam waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman
bedah, dan masing – masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas
keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan
proses keperawatan dan standart keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010).
Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan
dukungan dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan
pembedahan (Majid, 2011).
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga
fase dan pengertiannya yaitu :
a. Fase pra operatif dimulai saat keputusan untuk melakukan pembedahan
dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.
b. Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
c. Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif
dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan
(recovery room) / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak
lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
.
6
2. Etiologi
Pembedahan juga dapat diklasifikan sesuai tingkat urgensinya, dengan
penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan
(Brunner & Suddarth, 2010).
a. Fase Preoperatif
Fase preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan (Brunner & Suddarth, 2010). Asuhan keperawatan
pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan,
baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah
(Muttaqin & Sari, 2009).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk
anastesi yang diberikan pada saat pembedahan.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan preoperatif untuk mencegah
kegagalan operasi akibat ketidakstabilan kondisi pasien. Untuk itu perlu
dilakukan persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang
meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan
fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan
perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari
keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan
untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang
peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan),
alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang
pemulihan, kemungkinan pengobatan- pengobatan setelah operasi,
bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan
membantu kenyamanan.
2) Persiapan fisiologi, meliputi :
a) Diet (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam
menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai
dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya
operasi.
b) Persiapan perut, yaitu pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi
dan mencegah infeksi.
c) Persiapan kulit, yaitu daerah yang akan dioperasi harus bebas dari
rambut. Tujuannya mencegah terjadinya infeksi.
d) Hasil pemeriksaan, yaitu hasil laboratorium, foto roentgen, ECG,
USG dan lain-lain. Tujuannya untuk mencegah kesalahan lokasi
yang akan dioperasi.
e) Persetujuan operasi / Informed Consent, yaitu izin tertulis dari
pasien / keluarga harus tersedia.
b. Fase Intraoperatif
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
(Brunner & Suddarth, 2010).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV
cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.Contoh : memberikan dukungan psikologis selama
induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip
- prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan intraoperatif agar operasi
berjalan dengan aman, sesuai prosedur, dan tidak ada komplikasi saat di
meja operasi.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu
pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
5) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien
dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien,
buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril
:
1) Anggota steril, terdiri dari: ahli bedah utama / operator, asisten ahli
bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen.
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang
mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
c. Fase Postoperatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang
pemulihan (recovery room) / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi
tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah (Brunner & Suddarth,
2010).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian
meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ke rumah.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan postoperatif untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas akibat efek anastesi yang
mempengaruhi depresi pernapasan.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anastesi (recovery room)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus
diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan
pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada
posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama
perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan
pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus
dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi
ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung
jawab.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat
sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit
perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai
kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan.
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang
operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien
untuk :
a) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat
anastesi).
b) Ahli anastesi dan ahli bedah.
c) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
B. Asuhan Keperawatan Perioperatif
1. Pengkajian Keperawatan Perioperatif
a. Pengkajian Keperawatan Praoperasi Bedah Fraktur Klavikula Pengkajian
difokuskan pada riwayat trauma dan area yang
mengalami fraktur. Keluhan utama pada pasien fraktur klavikula, baik
yang terbuka atau tertutup adalah nyeri akibat kompresi saraf atau
pergerakan fragmen tulang, kehilangan fungsi ekstermitas yang
mengalami fraktur, dan hambatan mobilitas fisik (Muttaqin & Sari, 2009).
Pengkajian psikologis dilakukan untuk menilai tingkat kecemasan
praoperasi disebabkan oleh ketidaktahuan pada konsekuensi pembedahan
dan rasa takut terhadap prosedur pembedahan itu sendiri. Berbagai dampak
psikologis yang muncul akibat kecemasan praoperasi seperti marah,
menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Kecemasan juga dapat
menimbulkan perubahan secara fisik maupun psikologis yang akhirnya
mengaktifkan saraf otomom simpatis sehingga meningkatkan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi napas, dan
secara umum dapat mengurangi energi pada pasien. Berdasarkan konsep
psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang dapat
menurunkan sistem imunitas tubuh (Muttaqin & Sari, 2009).
Teraupetik :
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin- lift
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
b) Posisikan semi fowler.
c) Berikan minum hangat.
d) Laskukan fisioterapi dada, jika perlu.
e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endoktrakeal.
g) Berikan oksigen, bila perlu.
Edukasi:
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
b) Ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukoliti, jika
perlu.
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi
intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan ifisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik
dan fisiologi dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan.
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan dan kualitas data, teratasi atu tidak masalah klien, mencapai
tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan. menentukan evaluasi hasil
dibagi 5 komponen yaitu:
a. Menentukan kritera, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dari standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan sesuai berdasarkan kesimpulan.
BAB III
A. Kesimpulan
Keperawatan Perioperatif adalah pendeskripsian keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien (Kozier et al,
2010), terdiri atas berbagai tahapan. Fase Preoperatif merupakan tahap pertama dari
perawatan perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima
pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan. Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Sedangkan Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan
pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan
(recovery room) / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada
tatanan klinik atau di rumah (Brunner & Suddarth, 2010).
B. Saran
Kelompok sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang Keperawatan Perioperatif pasien gangguan muskuloskeletal.
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga
berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang
sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid, I. S. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. TIM.
Asikin, M,. Nasir, M,. Podding, I Takko. 2016. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria.
Brunner and Suddarth. 2010. Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China :
LWW
Kozier et.al. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik edisi 7
volume 1. Jakarta: EGC
Muttaqin A, dan Sari, K. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: konsep, proses dan
aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong.
Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Videbeck, S.L. 2008. Psychiatric Mental Health Nursing. (3rd edition). Philadhelpia :
Lippincott. Williams & Wilkins.