Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A.

B.

C.

Nama : Darma Husniyah

NIM : 20190305020

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA BARAT

TAHUN 2019
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

1. Definisi
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata
“perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap fase
tersebut dimuali dan diakhiri dalam waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang
membentuk pengalaman bedah, dan masing- masing mencakup rentang perilaku dan
aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan
proses keperawatan dan standart keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010).
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk mengembangkan
rencana asuhan secara individual dan mengkoordinasikan serta memberikan asuhan
pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur invasif (AORN, 2013).
Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan
dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011).

2. Tahapan dalam keperawatan Perioperatif


Preoperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai dari prabedah
(preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif) Menurut (Brunner
& Suddarth, 2010), fase perioperatif mencakup tiga fase dan pengertiannya yaitu :
a. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai ketika pasien diterima masuk diruang terima pasien dan berakhir ketika
pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pada
fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat
pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus
pasien) (Brunner & Suddarth, 2010).

1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, hasilnya dan
keadaan social ekonomi keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan
memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alsan
persiapan), alat khusus yang diperlukan dsbnya.
2) Persiapan Fisiologi, meliputi :
a) Diet: Pada operasi dengan anestesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien
tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anastesi umum. Pada
pasien dengan anastesi lokal atau spinal anastesi makanan ringan
diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum
pembedahan antara lain:
- Aspirasi pada saat pembedahan
- Mengotori meja operasi.
- Mengganggu jalannya operasi.
b) Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran
pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang
operasi.
Maksud dari pemberian lavement antara lain:
- Mencegah cidera kolon
- Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
- Mencegah konstipasi.
- Mencegah infeksi.
c) Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan
pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja,
lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas
daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.

d) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
e) Persetujuan Operasi/Informed Consent
Izin tertulis dari pasien/keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga
terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk
melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga,
setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota
keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.
b. Fase Intra Operatif
Fase Intraoperatif dimulai dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup
aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena,
melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan
dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis
selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi


karena posisi yang diberikan perawat akan memepengaruhi rasa nyaman pasien
dan keadaan psikologis pasien adalah :
a) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi
b) Umur dan ukuran tubuh pasien
c) Tipe anastesia yang digunakan
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis)
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga priviasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra
operatif biasanya dibagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari
anggota steril dan tidak steril :

1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama/ operator, asisten ahli bedah,
scrub nurse/ Perawat instrumen.
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anestesi,
perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang dioperasikan alat-alat
pemantau yang rumit).

c. Fase Post Operatif


Keperawatan postoperatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi
pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan
pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu
pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.

Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah


masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang
memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien.
Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan
prosedur pembedahan itu sendiri.

Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah:


1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pascra anestesi
(recovery room).
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak
insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama
perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti,
jaga kemanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut
dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang beertanggung jawab.

2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruanh
pulih sadar (ecovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post
anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruangan perawatan (bangsal
perawatan).

3. Perawat Kamar Bedah


Kamar operasi adalah lingkungan khusus yang dibuat dengan satu tujuan utama
yaitu keselamatan pasien. Perawat yang bekerja di kamar operasi bertindak
sebagai advokator dari pasien yang tidak dapat mengadvokasi diri mereka sendiri
sebagai akibat dari pemberian anastesi. Pasien selama proses pembedahan adalah
menjadi tanggung jawab tim bedah, yang minimal terdiri dari dokter (operator),
tim anastesi, perawat scrub, dan perawat sirkulasi (Litwack, 2009). Perawat scrub
dan perawat sirkulasi inilah yang disebut sebagai perawat kamar bedah (operating
room nurse).
a. Perawat scrub (scrub nurse) Perawat scrub atau di Indonesia juga dikenal
sebagai perawat instrumen merupakan perawat kamar bedah yang memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen area operasi dan area steril pada setiap
jenis pembedahan (Muttaqin, 2009). Menurut Association of Perioperative
Registered Nurse (AORN), perawat scrub bekerja langsung dengan ahli bedah
di bidang steril, operasional instrumen, serta bagian lain yang dibutuhkan
selama prosedur operasi (Litwack, 2009). Menurut Hipkabi (2014) syarat
menjadi perawat scrub adalah :
1) Berijazah pendidikan formal keperawatan dari semua jenjang yang diakui
oleh pemerintah yang berwenang
2) Memiliki sertifikat pelatihan dasar kamar bedah
3) Mempunyai pengalaman kerja di kamar bedah minimal 2 tahun
4) Mempunyai bakat, minat, dan iman
5) Berdedikasi tinggi
6) Berkepribadian mantap (emosi stabil)
7) Dapat bekerja sama dengan anggota tim
8) Cepat tanggap

Uraian tugas seorang perawat scrub diantaranya :


a. Pada fase pre operasi (AORN, 2013):
1) Melakukan kunjungan pasien yang akan operasi minimal sehari sebelum
pembedahan untuk memberikan penjelasan atau memperkenalkan tim
bedah.
2) Mempersiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai yang meliputi
kebersihan ruang operasi, meja instrumen, meja operasi, lampu operasi,
mesin anastesi lengkap, dan suction pump.
3) Mempersiapkan instrumen sterilsesuai dengan tindakan operasi.
4) Mempersiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai keperluan
pembedahan.
b. Pada fase Intra operasi (Lopez, 2011)
1) Memperingatkan tim bedah jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.
2) Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah
3) Menata instrumen steril di meja operasi sesuai dengan urutan prosedur
operasi.
4) Memberikan cairan antiseptik pada kulit yang akan diinsisi.
5) Membantu melakukan prosedur drapping.
6) Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.
7) Mempersiapkan benang benang jahitan sesuai kebutuhan dalam keadaan
siap pakai.
8) Membersihkan instrumen dari darah dari darah pada saat intra operasi
untuk mempertahankan serilitas alat di meja instrumen
9) Menghitung kassa, jarum, dan instrumen sebelum, selama, dan setelah
operasi berlangsung.
10) Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kassa, dan jarum pada ahli
bedah sebelum operasi dimulai dan sebelum luka ditutup lapis demi lapis.
11) Mempersiapkan cairan untuk mencuci luka.
12) Membersihkan luka operasi dan kulit sekitar luka.
c. Pada fase post operasi (AORN, 2013)
1) Memfiksasi drain dan kateter (jika terpasang).
2) Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
terpasang elektrode.
3) Memeriksa dan menghitung kelengkapan semua instrumen sebelum
dikeluarkan dari kamar operasi.
4) Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi dalam keadaan lengkap.
5) Mengirim instrumen ke bagian sterilisasi (CSSD).

b. Perawat Sirkulasi (circulation nurse)


Perawat sirkulasi merupakan perawat berlisensi yang bertanggung jawab untuk
mengelola asuhan keperawatan pasien di dalam kamar operasi dan
mengkoordinasikan kebutuhan tim bedah dengan tim perawatan lain yang
diperlukan untuk menyelesaikan tindakan operasi (Litwack, 2009). Perawat
sirkulasi juga bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya perlengkapan
yang dibutuhkan oleh perawat scrub dan mengobservasi pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi terhadap area steril (Muttaqin, 2009). Pendapat
perawat sirkulasi sangat dibutuhkan dan sangat membantu, terutama dalam
mengobservasi penyimpangan teknik aseptik selama prosedur operasi.
Syarat menjadi perawat sirkulasi menurut Hipkabi, 2014 adalah :
1) Memiliki ijazah formal keperawatan minimal D III keperawatan yang
diakui oleh pemerintah atau yang berwenang.
2) Mempunyai pengalaman kerja di kamar operasi lebih dari 5 tahun.
3) Mampu melakukan supervisi terhadap anggota tim operasi.
4) Mampu berkolaborasi dengan dokter bedahdan dokter anastesi.
5) Mampu memimpin rencana asuhan keperawatan perioperatif di kamar
bedah.
6) Mempunyai bakat dan minat
7) Berdedikasi tinggi
8) Berkepribadian mantap (emosi stabil).
9) Dapat bekerja sama dengan anggota tim
10) Cepat tanggap

Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh perawat sirkulasi diantaranya
adalah :
1) Pada fase pre operasi (Lopez, 2011)
a) Melakukan timbang terima pasien
b) Memeriksa perlengkapan isian checklist dengan perawat rawat inap.
c) Memeriksa dokumen medis
d) Melakukan pengkajian keperawatan
e) Memeriksa persiapan fisik
f) Menyusun asuhan keperawatan pre operasi
g) Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan
mengenai gambaran rencana tindakan operasi, tim bedah yang akan
menolong, fasilitas yang ada di kamar bedah, serta tahap-tahap anastesi
2) Pada fase intra operasi (Muttaqin, 2009)
a) Mengatur posisi pasien sesuai jenis operasi.
b) Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik.
c) Mengobservasi intake dan output selama tindakan operasi.
d) Melaporkan hasil pemantauan hermodinamik kepada ahli anastesi.
e) Menghubungi petugas penunjang medis (petugas radiologi,
laboratorium, farmasi, dan lain sebagainya) apabila diperlukan selama
tindakan operasi.
f) Menghitung dan mencatat pemakaian kassa bekerjasama dengan
perawat scrub.
g) Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital
h) Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kassa bersama perawat
scrub agar tidak ada yang tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka
operasi ditutup.
3) Pada fase post operasi (Litwack, 2009)
a) Membersihkan badan pasien dan merapikan linen pasien yang telah
selesai tindakan operasi.
b) Memindahkan pasien ke ruang pemulihan.
c) Mencatat tanda-tanda vital
d) Mengukur tingkat kesadaran post operasi
e) Meneliti, menghitung, dan mencatat obat-obatan serta cairan yang telah
diberikan pada pasien.
f) Memeriksa kelengkapan dokumen medic
g) Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama tindakan operasi.
h) Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pre, intra, dan post operasi di
kamar bedah.

4. Jenis dan Indikasi Pembedahan


Pembedahan dilakukan jika diduga kuat adanya indikasi-indikasi yang mendukung
untuk diharuskannya tindakan pembedahan. Sebagai contoh, untuk pemeriksaan
diagnostik yang perlu dilakukannya biopsi, untuk memperkirakan luas penyakit
ataupun injury yaitu dengan eksplor laparatomi, mungkin juga untuk mengembalikan
tampilan dan fungsi sebelumnya misalnya dengan mammoplasty, pembedahan juaga
dilakukan untuk mengangkat organ yang tidak bisa ditunda, seperti contoh pada kasus
darurat.
Pembedahan juga dapat diklasifikan sesuai tingkat urgensinya, dengan penggunaan
istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan (Brunner &
Suddarth, 2010). Berikut merupakan klasifikasi pembedahan menurut Brunner &
Sudddart.
Kategori pembedahan berdasar tingkat urgensinya menurut Brunner &
Suddarth (2010)
Indikasi untuk
Klasifikasi Contoh
Pembedahan
1. Kedaruratan Perdarahan hebat, obstruksi
Tanpa ditunda
Pasien membutuhkan kandung kemih atau usus, fraktur
perhatian segera; tulang tengkorak, luka tembak
gangguan mungkin atau tusuk, luka bakar sangat luas
mengancam jiwa
2. Urgent Dalam 24-30 jam
Pasien membutuhkan Infeksi kandung kemih akut, batu
perhatian segera ginjal atau batu pada uretra
3. Diperlukan
Dapat Hiperplasia prostat tanpa
Pasien harus menjalani
direncanakan obstruksi kandung kemih,
pembedahan
dalam beberapa gangguan tiroid, katarak
bulan atau minggu
4. Elektif Pembedahan
Perbaikan eskar, hernia
Pasien harus dioperasi dimana jika Tidak
sederhana, perbaikan vaginal
ketika diperlukan dilakukan
pembedahan
(penundaan) tidak
terlalu
membahayakan
pasien
5. Pilihan
Pilihan pribadi Bedah kosmetik
Keputusan terletak pada
pasien
Sumber: Brunner & Suddarth (2010)

5. Klasifikasi Perawatan Perioperatif


Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a. Kedaruratan/Emergency: Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan
mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh:
perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulangtengkorak,
luka tembak atau tusuk, luka bakar sangat luas.
b. Urgen: Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam
24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan : Pasien harus menjalani pembedahan pembedahan dapat direncanakan
dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : hyperplasia prostat tanpa obstruksi
kandung kemih. Gangguan tiroid, katarak.
d. Elektif : Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bilatidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan
Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e. Pilihan : keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada
pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait
dengan estetika. Comtoh : bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :


a. Minor: Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang
minim. Contoh: incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b. Mayor: Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat
serius.Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain
(Brunner & Suddarth, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

AORN. 2015, Standards of Perioperative Nursing. Guideline for Perioperative Practice.


Association of PeriOperative Registered Nurse.

Brunner dan Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah ed 8. Jakarta : EGC

HIPKABI. (2014). Buku pelatihan dasar-dasar keterampilan bagi perawat kamar bedah.
Jakarta : HIPKABI

Majid, Abdul, Muhammad Judha & Umi Istinah. (2011). Keperawatan Perioperatif.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Muttaqin, A & Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perioperatif. Jakarta:
salemba Medika.

Port CM, Litwack, Kim (2009). Structure and Function of The Respiratory System. Dalam:
Port CM, Matfin G. Pathophysiology, concepts of Altered Health States. Edisi 8. pp: 665-
666.

Anda mungkin juga menyukai