PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di
dalam pelvis atau calyces ginjal atau di saluran kemih (Pratomo, 2007).
Batu ginjal adalah istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini
terdiri dari atas garam kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan
struvite (Patofisiologi Keperawatan, 2000).
Nefrolitiasis adalah adanya timbunan zat padat yang membatu pada
ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks organic (Soeparman,
2001). Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah sebuah material solid yang
terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat
tinggi konsentrasinya. Berdasarkan anatomi dari ginjal, lokasi batu ginjal
biasanya khas dijumpai pada bagian pelvis dan kaliks. Sekitar 80% kasus
batu terbentuk secara unilateral artinya hanya ditemukan batu di salah satu
bagian ginjal saja. Batu cenderung berukuran kecil dengan rata-rata
diameter 2 sampai 3 mm dan bisa berbentuk halus atau bergerigi.
Terkadang penambahan progresif garam dapat menyebabkan terbentuknya
struktur bercabang yang dikenal straghorn stone atau membentuk cetakan
sistem kaliks dan pelvis ginjal. Penyebab terpenting adalah meningkatnya
konsentrasi konstituen batu di dalam urine, sehingga kelarutan konstituen
tersebut didalam urine terlampaui (supersaturasi). Batu bisa berada pada
ginjal atau berjalan melewati saluran kemih. Penyakit ini bagian dari
penyakit urolitiasis atau bisa disebut Batu Saluran Kemih (BSK). Lokasi
dari batu bisa terkena di beberapa tempat yaitu di ginjal, ureter dan
kandung kemih. Ginjal merupakan tempat tersering terjadinya batu
dibandingkan dengan tempat saluran kemih yang lainnya.
B. Anatomi Dan Letak Batu Pada Ginjal
Pada orang dewasa normal ginjal terletak retroperitoneal di dinding
posterior abdomen. Posisi ginjal kanan terletak lebih inferior dibandingkan
dengan ginjal kiri yang dikarenakan terdapat organ hati di bagian batas
superior. Ginjal kiri terletak setinggi T12-L3 dan ginjal kanan lebih rendah
dari ginjal kiri. Organ ini memiliki panjang sekitar 10cm, lebar 5cm,
dengan ketebalan 2,5cm.
Gambar 2.1
Anatomy Ginjal (Tampak Posterior)
Gambar 2.3
Anatomi Ginjal
Kaliks dan pelvis merupakan tempat yang paling sering terdapat batu
dan bisa menjadi progresif menjadi persatuan batu di kaliks dengan batu di
pelvis yang disebabkan karena adanya penambahan garam berlebih yang
dikenal sebagai straghorn stone yang membentuk cetakan seperti struktur
kaliks dan pelvis. Sebuah batu bisa melewati daerah pelvis bahkan
bermigrasi ke daerah ureter dan bladder sehingga bisa menyebabkan
obstruksi aliran urin.
Gambar 2.4
Lokasi Batu di Ginjal
C. Etiologi
Penyebab terbentuknya suatu batu sering tidak diketahui, terutama
pada kasus batu yang mengandung kalsium. Penyebab pembentukan batu
yang paling berperan yaitu bergabungnya faktor predisposisi. Penyebab
terpenting adalah meningkatnya konsentrasi konstituen batu didalam urin
sehingga kelarutan konstituen tersebut di dalam urin terlampaui.
Berdasarkan Tabel 2.1, 50% pasien yang mengalami batu kalsium
memperlihatkan hiperkalsiuria yang tidak berkaitan dengan hiperkalsemia.
Sekitar 5% sampai 10% pasien terdapat hiperkalsemia yang diakibatkan
intoksikasi vitamin D atau sarkoidosis sehingga terjadi hiperkalsiuria, pada
20% subkelompok ini terjadi ekresi berlebihan asam urat melalui urin,
yang mempermudah terbentuknya batu kalsium, asam urat dari urin
diperkiraan membentuk nidus bagi pengendapan kalsium. Pada 5% terjadi
hiperoksaluria dan sisanya tidak diketahui ada kelainan metabolik.
Penyebab batu ginjal tipe lain relatif lebih dipahami. Batu magnesium
amonium fosfat (struvit) hampir selalu terjadi pada pasien dengan urin
alkalis menetap akibat Urinary Tract Infection (UTI). Secara khusus,
bakteri pemecah urea seperti Proteus Vulgaris dan Staphylococcus
mempermudah untuk terjadinya batu. Selain itu bakteri mungkin berfungsi
sebagai nidus untuk terbentuknya semua jenis batu. Pada avitaminosis A,
skuama yang terlepas dari epitel metaplastik sistem penyalur kemih
berfungsi sebagai nidus.
Gout dan penyakit berkaitan dengan percepatan pergantian sel, seperti
leukimia menyebabkan tingginya asam urat didalam urin dan
kemungkinan terbentuknya batu asam urat. Sekitar separuh pasien dengan
batu asam urat tidak mengalami hiperurisemia tetapi memperlihatkan
kecenderungan mengeluarkan urin dengan kadar PH rendah atau dalam
keadaan asam (<5,5) dan memudahkan terbentuknya batu. Batu sistin
hampir selalu berkaitan dengan kelainan genetik transport asam amino
tertentu, termasuk sistin di ginjal. Berbeda dengan batu struvit, baik batu
sistin maupun batu asam urat lebih besar kemungkinannya terbentuk
apabila urin relatif asam.
Tabel 2.1
Pravalensi Dan Etiologi Tipe Batu Ginjal
Batu Etiologi Presentasi Batu
Kalsium - Hiperkalsiuria idopatik (50%) 75%
oksalat dan - Hiperkalsemia dan
kalsium hiperkalsiuria (10%)
fosfat - Hiperoksaluria (5%)
- Hiperurikosuria (20%)
Struvit - Tidak diketahui terdapat 10-15%
kelainan metabolit (15%-20%)
Asam urat - Infeksi ginjal 6%
- Terkait dengan hiperurisemia
- Terkait dengan hiperurikosuria
Sistin - Idiopatik 1-2%
E. Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti
pus darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal
bervariasi, kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam
urin dan cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang
rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran
kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh
produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium
pospat.
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
1. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal
mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap
menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
2. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein,
10% heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks
menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat
pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan
penghambatan pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini
maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori epistaxis
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-
sama, salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan
pembentuk pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt
yanga berlebihan dalam urin akan mendukung pembentukan batu
kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas
F. Tanda Gejala
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada
piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya
lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada
costoverteral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun
infeksi asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang
progresif.
4. Kencing panas dan nyeri
5. Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal
G. Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasen yang berada pada tahap ini
dapat mengalami retensi uin sehingga pada fase lanjut ini dapat
menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat
menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal
ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia (Colella, et al., 2005;
Purnomo,2012). Selain itu stagnansi batu pada saluran kemih juga dapat
menyebabkan infeksi ginjal yang akan belanjut menjadi urepsepsis dan
merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan asam basa, bahkan
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah keseluruh
tubuh (Colella, et al., 2005; Portis & Sundaram, 2001;Prabowo &Pranata,
2014).
H. Pathways
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. PH lebih dari 7,6
b. Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c. Biakan urin
d. Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2. Darah
a. Hb turun
b. Leukositosis
c. Urium krestinin
d. Kalsium, fosfor, asam urat
3. Radiologist
Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
4. USG abdomen
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Pengurangan nyeri
Tujuan dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah
untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan.
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat
nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul,
pemberian cairan, kecuali untuk klien muntah atau menderita gagal
jantung kongestif. Tujuan dari pemberian cairan adalah untuk
mengurangi konsentrasi kristaloid urine, mengecerkan urine, dan
menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan tekanan
hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong
masase batu ke bawah.
b. Pengangkatan batu
Adanya pemeriksaan sitoskopik dan pemasangan kateter
ureter kecil dapat menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu
terangkat, maka bisa dilakukan analisa kimiawi yang menentukan
kandungan batu.
c. Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah untuk membuat pengenceran karena
batu sering terbentuk dan membatasi makanan yang memberikan
kontribusi pada pembentukan batu serta anjurkan klien untuk
bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang.
Pemberian terapi diet rendah protein, rendah garam adalah untuk
memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah
pembentukan batu ginjal.
1) Batu kalsium: kurangi diet yang mengandung kalsium dan
fosfor; obat untuk mengasamkan urine, seperti amonium
klorida, Lithostat.
2) Batu fosfat: diet rendah fosfor, seperti jel aluminium
hidroksida.
3) Batu urat: diet rendah purin, seperti alopurinol (Zyloprim).
4) Batu sistin: diet rendah protein, seperti penisilamin.
5) Batu oksalat: pertahankan keenceran urin dan batasi masukan
oksalat, seperti banyak mengkonsumsi sayuran berdaun hijau,
buncis, coklat, teh dan kopi.
d. Metode pengangkatan batu
1) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Batu ginjal dengan ukuran kurang dari 2 cm pilihan
terapinya adalah ESWL. ESWL merupakan terapi noninvasive
untuk memecah batu menggunakan tenaga pulsasi akustik dari
luar tubuh pasien. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen
kecil sehingga dapat dikeluarkan melalui saluran kemih.
2) Percutaneous Nefrolitomi (PNCL)
Batu gnjal dengan ukuran lebih dari 2 cm atau batu
staghorn pilihan terapinya adalah PNCL. PNCL merupakan
tindakan minimal invasive yang bertujuan mengangkat batu
ginjal melalui akses perkutaneus untuk mencapai pelviokalis.
Tindakan dimulai dengan pemasangan kateter ureter
dilanjutkan dengan pungsi perkutan dengan guiding C-ARM
atau USG menuju target lokasi batu, selanjutnya dilakukan
dilatasi dan memasukkan nefroskop ke system pelviokalis
untuk mencapai batu dan selanjutnya diikuti dengan tindakan
litotripsi guna menghancurkan batu.
3) Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS)
Batu ginjal dengan ukuran kurang dari 1 cm yang letaknya
pada pole bawah ginjal dan juga untuk batu ginjal dengan
ukuran lebih dari 2 cm dimana PNCL tidak bias dilakukan
maka dilakukan tindakan RIRS. RIRS merupakan procedure
operasi batu ginjal dengan menggunakan Uretroskop Fleksibel.
Tindakan ini dimulai dengan menggunakan hydrophilic safety
guidewire hingga pelvis renalis dengan bantuan fluoroskopi.
Uretroskop Fleksibel dimasukkan kedalam pelvis renalis dan
batu ginjal dipecah dengan bantuan laserholmium.
4) Pengangkatan bedah
Dilakukan 1%-2% pasien dengan indikasi batu tersebut
tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain atau
mengkoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk
memperbaiki drainase urine. Teknik pembedahan ginjal
endoskopik menyembuhkan 90% batu. Kadang-kadang, batu
staghorn kaliks dapat diangkat melalui operasi terbuka,
terutama bila terdapat keadaan lain yang mendukung
pendekatan semacam ini. Pengobatan sesuai dengan komposisi
kimia batu, yaitu batu kalsium, kandungan batu kalsium pada
klien batu ginjal adalah hal yang paling sering terjadi yang
berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain. Pada klien ini,
pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. Urine
dapat menjadi asam dengan pemakaian medikasi seperti
amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat).
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Meningkatkan asupan cairan bertujuan untuk meningkatkan aliran
urine dan membantu mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah
yang besar pada orang-orang yang rentan mengalami batu ginjal
dapat mencegah pembentukan batu. Minum air putih sebanyak-
banyaknya atau sekurang-kurangnya dua liter setiap hari, agar
garam-garam yang ada di kantung kemih tidak keruh dan
mengkristal.
b. Modifikasi makanan, dapat mengurangi kadar bahan pembentuk
batu, bila kandungan batu sudah teridentifikasi.
c. Batasi konsumsi makanan yang banyak mengandung zat kalsium
oksalat dan asam urat.
d. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan pemecahan
batu.
K. Pencegahan
Kesulitan dari pencegahan penyakit batu ginjal adalah gejala penyakit
ini muncul ketika keadaan sudah parah, atau ketika batu ginjal sudah
terbentuk besar dan banyak. Rasa sakit mulai timbul ketika batu ginjal
sudah mencapai saluran kencing (Alam, 2008). Gejala awal dari batu
ginjal adalah adanya rasa sakit yang biasanya dimulai pada lambung atau
di daerah samping perut dan perlahan-lahan rasa sakit bergerak menuju
daerah pangkal paha. Batu ginjal yang sudah terbentuk tersebut dapat
menyebabkan rasa nyeri yang sangat ketika batu tersebut dipaksa keluar
dari saluran kencing. Hal ini biasanya terjadi ketika batu ginjal yang cukup
besar sudah masuk ke dalam ureter, yang menyebabkan terjadinya tekanan
dari air kencing yang terhambat dan menyebabkan sensasi yang sangat
menyakitkan.
Dalam kasus yang ekstrim, air kencing bisa berwarna merah karena
bercampur dengan darah akibat dari kerusakan ureter. Hal ini bisa
mengakibatkan keadaan menjadi lebih parah karena timbulnya komplikasi
seperti infeksi yang lebih lanjut. Selain itu kekurangan darah juga dapat
menjadi masalah serius karena perdarahan terus terjadi akibat kerusakan
ureter. Untuk menghindari hal ini maka perlu dilakukan pencegahan
terbentuknya batu ginjal (Alam, 2008). Adapun beberapa cara untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal, yaitu:
1. Mengurangi minuman yang berkalsium tinggi atau minuman
bervitamin C tinggi. Pengkonsumsian yang terlalu sering akan
mengakibatkan infeksi pada ginjal dan mengakibatkan batu ginjal.
2. Mengurangi makanan atau minuman bersuplemen.
3. Mengurangi makanan yang bisa menyebabkan asam urat, seperti
jeroan sapi, kambing, dan lain sebagainya. Makanan ini banyak
mengandung enzim yang bisa menimbulkan endapan pada ginjal.
4. Hindari diet ketat. Pada umumnya orang menjalankan diet ketat
supaya langsing. Masalahnya, diet ketat seperti itu bisa menimbulkan
kristal pada ginjal.
5. Perbanyak minum air putih minimal 2 liter per hari.
6. Hindari menahan kencing terlalu lama.
7. Berolahraga secara teratur.
8. Mengurangi konsumsi Vitamin D secara berlebihan.
9. Hindari makanan dengan kadar oksalat, natrium, kalsium yang tinggi
dan protein hewan dengan purin tinggi, karena dapat memicu
terbentuknya batu ginjal / kandung kemih.
10. Deteksi dini dari batu ginjal akan membantu mencegah kerusakan
saluran kencing lebih lanjut dan lebih serius. Segera konsultasikan
dengan dokter dan segeralah melakukan pengobatan yang sesuai
dengan kondisi saat ini.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
D. Analisa Data
Analisa Data Etiologi masalah
DS : P: nyeri baik Agen pencedera Nyeri akut
saat diam maupun fisiologis
bergerak
Q : Teriris-iris
R : di pinggang
S : Skala 5
T : Hilang-timbul
DO : Pasien tampak
tegang
TD : 120/90 mmHg
N : 88x/i
Hasil rongten batu
renal multiple
DS : pasien Krisis situasional Cemas
Pre Op
mengatakan khwatir
terhadap operasi yang
akan dilakukan
Skala 1
(mengungkapkan
kerisauan)
DO : Terlihat wajah
tegang
DS : Tindakan Resiko
DO : dilakukan Pembedahan perdarahan
tindakan RIRS (
DS :- Procedure Invasif Resiko Infeksi
DO : dilakukan
tindakan RIRS
Hasil Lab Leukosit
11.75 (4.80-10.80)
Intra Op
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisiologis
2. Ansietas b/d Krisis Situasional
3. Risiko Pendarahan d/d tindakan operasi
4. Risiko Infeksi d/d procedure invasif
5. Hipotermi b/d terpapar suhu lingkungan rendah
6. Risiko Jatuh d/d kondisi pasca operasi
G. Intervensi Keperawatan
No Dx Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawata Hasil
n
Dx I Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
D.0077 b/d Agen (L.08066) Observasi :
(Pre op) cedera Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi
fisiologis tindakkan keperawatan karakteristik, durasi,
selama 1x8 jam frekuensi, kualitas dan
diharapkan tingkat intensitas nyeri
nyeri dapat menurun - Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : - Identivikasi nyeri non
1) Keluhan nyeri verbal
(5) menurun - Identifikasi factor yang
2) Meringis (5) memperberat nyeri
menurun - Identifikasi peyebab
3) Sikap protektif dan keyakianan tentang
(5) menurun nyeri
4) Gelisah (5) - Identifikasi pengaruh
menurun nyeri terhadap kualitas
5) Kesulitan tidur hidup monitor
(5) menurun keberhasian terapi
6) Fungsi komplementer yang
berkemih (5) sudah diberikan
membaik - Monitor efek
- samping penggunaan
analgetik
Terapetik :
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
menggurangi nyeri
- Kontrl lingkungan
yang memperberat
nyeri
- Fasilitasi isitrahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sember nyeri
dalam pemilihan
strategis meredakan
neri .
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan eknik
non farmakologis
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgesic jika perlu
Dx 2 Ansietas b/d Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I09314)
(D.0080 Krisis (L.09093) Observasi :
) Situasional Setelah dilakukan - Identifikasi saat tingkat
(Pre Op) tindakan keperawatan ansietas berubah
selama 1x4 jam - Identifikasi
diharapkan tingkat kemampuan
ansietas menurun mengambil keputusan
dengan kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda
1) Verbalisasi ansietas
kebingungan (5) Terapetik :
menurun - Ciptakan suasana
2) Verbalisasi terapetik untuk
khawatir akibat menumbuhkan
kondisi yang kepercayan
dihadapi (5) - Temani pasien untuk
menurun mengurangi
3) Perilaku gelisah kecemasan, jika
(5) menurun memungkinkan
4) Perilaku tegang - Pahami situasi yang
(5) menurun membuat ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang
peribadi yang
memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi :
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnose, pengobatan
dan prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas, jika
perlu
Nama : Ruang :
10-12-2019
Ds:-
Jumat 3.1 Memonitor tanda dan
Do: pendarahan tidak
Pukul 09.00 gejala pendarahan ada
INTRA
3.2 Memonitor nilai Hb
Ds: -
Do: Hb : 14,6
3.3 Memonitor tanda-tanda
Ds: -
vital Do:
- TD: 110/70
mmHg
- N : 74 x/mnt
- RR : 15 x/mnt
- terpasang ETT
no. 7,5
- terpasang
ventilator
Ds:-
4.4 Mencuci tangan
Do:Melakukan cuci
sebelum dan sedudah tangan bedah dan
cuci tangan steril
kontak dengan pasien
sesuai SOP yang
dan lingkungan sudah ditentukan
10-12-2019
Ds: -
Jumat 5.1 Memonitor suhu tubuh
Do: Akral dingin , Suhu
POST OP 35,5 drajat Celsius,
pasien tampak
10.30
mengiggil
Ds:-
5.2 Memonitor penyebab
Do: Post oprasi, dengan
hipotermi suhu kamar oprasi
20 derajat Celsius
5.3 Melakukan
Ds: -
penghangatan pasif Do: Memberikan
selimut dan alat
10.30
penghangat tubuh
2.3 Menghitung resiko Ds:-
Do: skala mores 35
jatuh menggunakan
10.40 skala
Ds: -
2.4 Memastikan roda
Do: roda tempat tidur
tempat tidur terkunci klien selalu terkunci
Ds: -
2.5 Memasang Handril
Do: Handril terpasang
tempat tidur
11.20
Ds: -
5.1 Memonitor suhu tubuh Do: suhu 36,3 drajat
Celsius, pasien
tidak mengigil
Ds: -
Do: pasien post op
2.1 Mengidentifikasi factor (anastesi umum),
kesadaran
resiko jatuh
somnolen
E2V3M4
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S & Hardibroto, I., 2008. Gagal Ginjal. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Colella,J, Kochis, E, Galli, B, Munver,R. (2005).
Urolithiasis/Nephrolithiasis:What’s It All About?, Urologic
Nurshing,25(6),pp.427-475
Corwin.2000. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Prabowo, E.,& Pranata, A.E. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan system
perkemihan pendekatan NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta:Nuha Medika
Portis A.J.,& Sundaram, C.P. (2001). Diagnosis and initial management of kidney
stone. American Family Physican. Vol.63.No,7: 1329-1338
Purnomo B.(2012). Dasar-Dasar Urologi. Ed.3. Jakarta. Sagung Seto
Soeparman, D . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Robbins, Stanley LA, Vinay K. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol.2.
Jakarta: EGC, 2012:544-551