Latar Belakang
Saat ini angka kejadian batu saluran kemih mengalami peningkatan yang
dapat mempengaruhi 10-12% populasi di negara maju dengan insiden tertinggi
terjadi di usia 20-40 tahun. Setiap individu memiliki risiko sekitar 5-10%
terkena Batu Saluran Kemih (BSK) sepanjang hidupnya. Angka kekambuhan
penyakit BSK sekitar 50% setelah 5 tahun dan 80-90% setelah 10 tahun.
Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi penyakit batu ginjal 0,6% yang
ditentukan berdasarkan informasi pernah didiagnosis oleh dokter saja sehingga
angka kejadia BSK sesungguhnya belum diketahui tetapi diperkirakan terdapat
170.000 kasus per tahunnya. Prevalensi tertinggi penyakit nephrolithiasis di
Indonesia, yaitu di Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%) (Nisa, Peristiwa, &
Widhi, 2020).
Penyakit batu saluran kemih merupakan tiga penyakit terbanyak di
bidang urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Berdasarkan lokasinya, batu saluran kemih ini dapat dibagi menjadi empat,
yaitu batu ginjal (nephrolithiasis), batu ureter (ureterolithiasis), batu kandung
kemih (vesikolithiasis), dan batu uretra (urethrolithiasis). Anatomi uruter itu
sendiri memiliki tiga lokasi penyempitan yang memungkinkan terhentinya
batu, yaitu perbatasan antara pelvis renalis dengan ureter, persilangan ureter
dengan arteri iliaka dalam rongga pelvis, dan pada perbatasan ureter dengan
kandung kemih (Hidayah, Nugroho, & Widianto, 2013).
B. Pengertian
Urolithiasis berasal dari bahasa Yunani Ouron, “urin” dan Lithos,
“batu”. Urolithiasis secara umum mencakup nefrolithiasis (batu ginjal),
ureterolithiasis (batu ureter) dan cystolithiasis (batu kandung kemih).
Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi)
padat yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang
mungkin terbentuk,bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa dikeluarkan
selama berkemih (mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan tidak ada
gejala, tetapi batu dengan ukuran yang lebih besar akan menimbulkan gejala
klinis ketika telah menyumbat saluran kemih atau telah mengandung patogen-
patogen yang menimbulkan infeksi yang menetap meskipun telah diberi terapi
antimikroba. Urolithiasis adalah penyakit yang sangat umum, dimana
merupakan masalah kesehatan ke-6. Data epidemiologi mengungkapkan bahwa
adanya peningkatan prevalensi batu saluran kemih bagian atas di negara negara
berkembang (Mega, 2017).
C. Etiologi
Menurut Zamzami, Z. (2018), terdapat beberapa faktor yang mendorong
pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK), yaitu :
1. Peningkatan kadar klistaloid pembentuk batu dalam urin
2. pH urin abnormal rendah atau tinggi
3. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam urin
4. Penyumbatan saluran kencing dengan statis urin
5. Retensi partikel urin
6. Supersaturasi urin
7. Kekurangan inhibitor kristalisasi urin
D. Faktor Risiko
Secara epidemiologis terdapat beberapa beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu
meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : Penyakit ini diduga diturunkan dari orangtuanya
2. Umur : Pada umumnya batu terbentuk pada yang orang orang yang lebih
tua. Dimana penyakit BSK masih tetap jarang terjadi pada anak-anak
3. Jenis kelamin: Ada penelitian yang mengatakan bahwa prevalensi
terjadinya BSK pada wanita dan pria adalah sama tapi ada juga penelitian
yang mengatakan bahwa pada pria resiko nya lebih besar
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah :
1. Geografi : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih
2. Iklim dan temperatur : Ada beberapa penulis yang mengemukakan bahwa
ada dampak perubahan iklim terhadap penyakit BSK
3. Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih .
Selain itu jenis cairan yang diminum dapat memperbaiki masukan cairan
yang kurang. Jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan
peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, dan bir dapat
mengurangi risiko kejadian batu ginjal
4. Diet : Diet banyak purin,oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih. Perubahan gaya hidup dan pilihan asupan
makanan adalah penyebab memungkinkan terjadinya peningkatan
insidensi dan prevalensi BSK
5. Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life
(Mega, 2017)
F. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin(stasis urin),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan kronis
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metasable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
menghambat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga mebentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai batu. Batu yang paling umum adalah batu struvite (magnesium
amonium fosfat), kalsium oksalat,urat, sistin, dan silika (Mega, 2017).
G. PATHWAY
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu ureter dapat berupa tindakan konservatif
(observasi/menunggu) karena batu ureter ukuran diameter sampai 5 mm dapat
melewati ketiga tempat penyempitan tersebut. Bila tindakan konservatif
tersebut gagal, perlu intervensi seperti ESWL, URS + disintegrasi batu atau
ureterolithotomy. Pada penatalaksanaan batu ginjal dan batu ureter selain
tindakan diatas kadang-kadang diperlukan pemasangan suatu alat Double J
Strent atas indikasi tertentu seperti batu ginjal multiple, batu cetak ginjal, batu
ginjal dengan gangguan fungsi ginjal atau single kidney. Pada penatalaksanaan
batu ureter pemakaian Double J Strent dilakukan pada gangguan fungsi ginjal,
single kidney atau disertai fibrosis ureter (Zamzami, 2018).
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Zamzami, Z. (2018), pemeriksaan penunjang untuk
mendukung penegakkan diagnosis batu saluran kencing adalah pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan kedokteran nuklir.
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Pemeriksaan urinalisis
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah
No DX NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
keperawatan 1 x 20 menit diharapkan (1400) :
nyeri pasien berkurang dengan kriteria
hasil : 1. Lakukan
NOC: Tingkat nyeri (2102)
pengkajian nyeri
Indikator Awal Tujuan
komprehensif
Nyeri yang
2 4 yang yang
dilaporkan
Ekspresi nyeri meliputi lokasi,
2 5
wajah karakteristik,
1 : Berat kualitas,
Bulechek, G. M., dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) edisi ke-
6. Terjemahan oleh CV. Mocomedia. Yogyakarta : Mocomedia.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2018). NANDA International Nursing.
Diagnoses : definitions and Classification 2018-2020. Jakarta : EGC.
Moorhead, S., dkk (2016). Nursing outcomes classification edisi ke – 5.
Terjemahan oleh CV. Mocomedia. Yogyakarta : Mocomedia.
Padila. (2017). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Priyoto. (2015). Nursing Intervention Classification (NIC) dalam Keperawatan
Gerontik. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayah, I. D., Nugroho, T., & Widianto, A. (2013). Hubungan Lokasi Batu
Ureter dengan Manifestasi Klinis pada Pasien Ureterolithiasis di RSKB
An Nur Yogyakarta. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
5(2):97-105. (Online).
Zamzami, Z. (2018). Hubungan Pengetahuan Tentang Gastritis dengan Motivasi
untuk Mencegah Kekambuhan Gastritis. Jurnal Kesehatan Melayu.
1(2):60-66. (Online).
Nisa, U., Peristiwa, R., & Widhi, A. (2020). Pasien Laki-Laki Usia 29 Tahun
dengan Urolithiasis di Klinik Saintifikasi Jamu : Studi Kasus. Jurnal Sains
dan Kesehatan. 2(3):171-173. (Online).
Widagdo, W. & Siti, N. K. (2016). Modul Buku Ajar Cetak Keperawatan
Keluarga dan Komunitas. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Mega, N. D. Y. (2017). Gambaran Pengetahuan Pasien Batu Saluran Kemih
DI SUSUN OLEH
HANDRI SAPUTRA
A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan terasa nyeri dibagian pinggang bagian kanan
tengah.
P : Nyeri karena penyakitnya (Ureterolithiasis)
Q : cenat canut
R : pinggang kanan tengah
S:4
T : Hilang timbul
2. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan sebelumnya belum ada anggota keluarganya yang
mengalami penyakit seperti pasien.
3. Riwayat Operasi/ Anastesi
Pasien mengatakan belum pernah melakukan tindakan operasi.
4. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi.
5. Jenis Operasi
Jenis operasi yang akan dilakukan yaitu “Ureterolitothomy”
6. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,6 °C
Nadi : 92 ×/menit
RR : 22 ×/menit
TD : 151/85 mmHg
SPO2 : 99%
7. Berat Badan
Berat badan pasien 64 kg
b. Rontgen
Deskripsi :
- Hepar/ductus biliaris/vesikafellea/pancreas/lien/ginjal kiri/
paraaorta/vesika urinria : tidak tampak kelainan
- Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, batas
kortikomeduler jelas, tampak penipisan, korteks, pielokaliks,
dan ureter pox melebar, tak nampak batu
- Tak tampak cairan bebas pada intra abdominal
Kesan :
- Tak tampak struktur blind end tube non compressible pada
regio mc. Burney
- Tak tampak fluid collection
- Kemungkinan appendindikcitis kronis dan hydroureter prox
kanan
- Tak tampak batu pada kedua ginjal dan vesika urinaria
c. Rapid antibodi
Negatif
B. INTRA OPERASI
1. Anastesi Dimulai Jam
Anastesi diberikan pada pasien jam 10.55
2. Pembedahan Dimulai Jam
Pembedahan pada pasien dimulai pada jam 11.05
3. Jenis Anastesi
Jenis anastesi yang digunakan “Umum/general anastesi”.
4. Posisi Operasi
Posisi pasien saat dilakukan tindakan operasi, yaitu “Lumbotomy”.
5. Catatan Anastesi
-
6. Pemasangan Alat-alat
Terpasang : ETT dan OPA
7. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36 °C
Nadi : 79 ×/menit
RR : 20 ×/menit
TD : 104/67 mmHg
SPO2 : 99%
8. Survey Sekunder
Normal
Keterangan
YA TIDAK
Kepala
Leher
Dada
Integumen
9. Balance cairan
a. Total cairan masuk
IV RL 35 tpm = 800 ml
b. Total cairan keluar
Cairan yang dikeluarkan lewat urine = 1 ml/ BB/kg/jam = 1 x
64 kg = 64 cc. Jumlah total waktu operasi 60 menit.
Jadi, Cairan yang dikeluarkan lewat urine
64:60 = 1,07 ml/ menit
1,07 x 64 = 68,26 (68 ml)
Perdarahan = 100 ml
c. Balance cairan
Iwl masuk = (5xBB) /24 jam = 320 ml/24 jam
Selama 60 menit = 13,3 ml
Iwl keluar = 10 x 68÷24 = 28,3 ml
Leher
Dada
Integumen
6. Aldrete score
NO PENILAIAN SKOR NILAI
1 GERAKAN
Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan 2 1
perintah
Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan 1
perintah
Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau 0
dengan perintah
2 PERNAPASAN
Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2 2
Bernapas berat atau dispnu 1
Apneu atau napas dibantu 0
I. Analisa Data
anestesi
- Banyak alat instrument dan kasa yang
Risiko Perdarahan
digunakan
Pembedahan (Domain 11, kelas
DS : - DO
2, kode diagnosis
:
00206)
- Tampak perdarahan sebanyak
±100 ml
- Pasien tampak pucat
(Post Operasi) Luka post Risiko Infeksi
DS : - operasi (Domain 11, kelas
DO : 1, kode diagnosis
No DX NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
1 x 20 menit diharapkan nyeri pasien (1400) :
berkurang dengan kriteria hasil : 4. Lakukan
NOC: Tingkat nyeri (2102)
pengkajian
Indikator Awal Tujuan
nyeri
Nyeri yang
2 4 komprehensif
dilaporkan
Ekspresi nyeri yang yang
2 5
wajah meliputi lokasi,
Skala : karakteristik,
1 : Berat durasi,
3 : Sedang kualitas,
Pencegahan
perdarahan (4010)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
3. Risiko
x 60 menit diharapkan risiko perdarahan 1. Memonitor ketat
perdarahan
dapat teratasi dengan terjadinya
pucat
Skala :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
4. Risiko Setelah dilakukan tindakan pembedahan 1 Kontrol infeksi
infeksi x 30 menit diharapkan Risiko Infeksi dapat (6540)
teratasi dengan kriteria hasil : 5. Monitoring ttv,
NOC: Keparahan Infeksi (0703) agar mengetahui
Indikator Awal Tujuan perkembangan
Kemerahan 3 4 tanda-tanda vital
Menggigil 3 4 pasien
Nyeri 3 4 6. Pertahankan
Skala : lingkungan aseptic
1 : Berat selama
pemasangan alat
2 : Cukup Berat
mempertahankan
3 : Sedang
teknik steril, untuk
4 : Ringan mengurangi risiko
5 : Tidak ada infeksi.
7. Monitor tanda
dan gejala
infeksi, agar
mengetahui dan
dapat cepat
menangani
apabila terjadi
tanda-tanda
infeksi.
IV. Implementasi
T : Hilang timbul
Memberikan
DO :
semangat
Pasien mengikuti anjuran
kepada pasien
dengan baik dan nampak
dan mendoakan
lebih siap
kelancaran
DS: -
operasi
DO:
Pasien terlihat ikut berdoa
dengan sungguh-
sungguh
10. 40- (Intra Mengecek DS: - Handri
11.55 Operasi) kebutuhan DO:
WIB Risiko dan keamanan Alat telah dipersiapkan
Cedera dan pasien sesuai dengan lengkap dan steril
Risiko prosedur
Perdarahan Mengobservasi
pemberian DS: -
anestesi DO:
Handri
general Pasien nampak tenang
Mengobservas
i TTV
DS : -
DO:
Suhu : 36,1°C Handri
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Mengobservasi
perdarahan DS: -
DO:
Melakukan DS : -
pengecekan DO :
tanda dan gejala tidak terdapat gejala
infeksi pada pasien seperti Handri
infeksi
contoh: menggigil, demam
V. Evaluasi
P : Hentikan intervensi
Senin, (Post Operasi) S:- Handri
10 Risiko Infeksi O : terdapat luka bekas pembedahan di area
Januari abdomen bagian kanan tengah (vertikal)
2022 A : Masalah teratasi
Indikator awal tujuan akhir
Kemerahan 3 4 4
Menggigil 3 4 4
Nyeri 3 4 4
P : Hentikan intervensi
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA
DI SUSUN OLEH
HANDRI SAPUTRA
No DX NOC NIC
Ketmukosa
:
pucat
1 : berat
2 : cukup berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada
D. EVALUASI
a. Ansietas dapat teratasi
b. Risiko cedera berhubungan dengan pembedahan dapat teratasi
c. Risiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan dapat teratasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, R. (2018). Asuhan keperawatan pada ny. M dengan post operatif sectio
caesarea dengan indikasi cephalo pelvik disproportion diruang rawat inap
kebidanan rumah sakit achmad mochtar bukittinggi tahun 2018. KTI.
Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.
Purwoastuti & Walyani. (2015). Ilmu obstetri & ginekologi sosial untuk kebidanan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
ASUHAN KEPERAWATAN PRE, INTRA, DAN POST OPERASI
PADA NY.T DENGAN SECTIO CAESARIA DI RUANG IBS RSU
ANANDA PURWOKERTO
DI SUSUN OLEH
HANDRI SAPUTRA
I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 37 tahun
Tanggal Lahir : 8 Desember 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Perawat
Agama : Islam
Alamat : Bojongsari
Diagnosa Medis : SC + MOW
2. Identitas
Penanggungjawab Nama
: Tn. A
Hubungan : Suami
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bojongsari
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Asal Pasien : Ruang VK
A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan cemas dan gelisah oleh karena
mau menjalani operasi SC yang kedua.
2. Riwayat Penyakit : tidak ada
3. Riwayat Operasi : Pasien mengatakan memiliki riwayat SC pada 10
tahun yang lalu (2011) dengan gemelly (anak ke 3 dan ke 4).
4. Riwayat Alergi : tidak ada
5. Jenis Operasi : SC dan MOW
6. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,3oC
Nadi : 83 x/menit
RR : 19 x/menit
TD : mmHg
SPO2 : 99%
DJJ : 135 x/menit
7. Berat Badan : 97 kg
RIWAYAT PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
8. Status Emosional : Pasien mengatakan cemas dan gelisah
9. Tingkat Kecemasan : Pasien nampak cemas
10. Skala Cemas : Skala cemas pasien dari 0-5 adalah 3
11. Head to Toe Secara Perioritas
a. Kepala
Kepala pasien normal tidak ada kelainan
b. Leher
Leher pasien normal tidak ada kelainan
c. Dada
Dada pasien normal tidak ada kelainan
d. Abdomen
Tampak abdomen membesar oleh karena kehamilan ke-5.
e. Genetalia
Terpasang kateter no. 16
f. Integument
Integument pasien normal, tidak ada lesi ataupun kelainan
g. Ekstremitas
Terpasang IVFD Asering 20 tpm pada ekstremitas atas sebelah
kanan
12. Hasil Data Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Ket Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Darah rutin
L 10.1 g/dL 11.7-15.5
Hemoglobin
8.0 10^³/uL 2.6-11
Leukosit
31 ^10 ﻬ 25-47
Hematokrit
2.9 ⁶/uL 2.8-5.2
Eritrosit
180 10^³/uL 150-440
Trombosit
26 pg 26-34
MCV
33 g/dL 32-36
MCH
79 fL 80-100
MCHC
Diff Count H ﻬ
1 1-2
Eosinofil L
0 ﻬ 0-1
Basofil
74 ﻬ 50-70
Netrofil segmen
19 25-40
Limfosit ﻬ
7 2-8
Monosit
5.9
Netrofil #
1.5
Limfosit # Rasio RNT
3.9
Netrofil Limfosit
Rasio menit 3-5
4.30
Pembekuan (CT) menit 2.5
4.00
Perdarahan (BT) Negatif
HbsAg
Golongan darah O
b. Rapid antigen
Hasil rapid antigen negatif
B. INTRA OPERASI
1. Anestesi Dimulai Jam
Anestesi diberikan pada pasien jam 09.30 WIB
2. Pembedahan Dimulai Jam
Pembedahan pada pasien dimulai pada jam 09.35 WIB
3. Jenis Anestesi
Jenis anestesi yang digunakan adalah “spinal” dan dilanjutkan “general
anestesi”
4. Posisi Operasi
Posisi pasien saat dilakukan tindakan operasi yaitu “terlentang”.
5. Catatan Anestesi
Anestesi yang diberikan pada pasien yaitu jenis spinal dan dilanjutkan
dengan general anestesi dengan obat anestesi yang digunakan yaitu:
Nama Obat Anestesi Dosis Rute
Regivel 10 mg Intratekal
Peinlos 800 mg ID
Midazolam 21 mg IV
Ketamin 50 mg IV
Oxytosin 10 iu IV
Methergin 20 mg IV
6. Pemasangan Alat-alat
Terpasang O2 nasal, 3 L/mnt.
7. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,1°C
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
TD : 116/74 mmHg
SpO2 : 99%
8. Head to Toe Secara Prioritas
a. Kepala
Kepala pasien normal tidak ada kelainan
b. Leher
Leher pasien normal tidak ada kelainan
c. Dada
Dada pasien normal tidak ada kelainan
d. Abdomen
Tampak luka operasi SC pfanenstyle dan lahir 1 bayi hidup dengan
jenis kelamin perempuan beserta plasenta, tampak perdarahan
operasi ±400 ml serta di hecting akhir dengan hecting subcuticular.
e. Genetalia
Terpasang DC no. 16
f. Integumen
Integumen pasien normal tidak ada kelainan
g. Ekstremitas
Ekstremitas pasien bagian atas (tangan) sebelah kanan terpasang
IVFD Asering sebanyak 20 tpm.
9. Balance cairan
a. Total cairan masuk
IVFD
Asering: 1500 ml
b. Total cairan keluar
Perdarahan
Perkiraan kehilangan darah 400 ml.
Urine
Cairan dikeluarkan melalui urin= (1 ml x BB)/ jam
= 1 ml x 97 kg/ jam
= 97 ml/ jam
Selama 75 menit = 121,25 ml
c. Balance cairan
Iwl masuk = (5 × BB) /24 jam= 485 ml /24 jam Selama
75 menit = 25,26 ml
Iwl keluar = (15 × BB) /24 jam = 1455 ml /24 jam Selama
75 menit = 75,78 ml
Balance cairan = (cairan masuk + iwl masuk) - (cairan keluar + iwl
keluar) = (1500 + 25,26 ) – (400 + 121,25 + 75,78)
= 1525,26 – 597,03 = +928,23 ml
C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke RR jam 10.45 WIB dan pindah ke ruangan rawat inap
Gerbera jam 11.05 WIB.
2. Keluhan Saat Di RR
Pasien mengatakan masih lemas diukur "Bromage score” dan “Aldrete
Score”
3. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien cukup baik/ sedang
4. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36 °C
Nadi : 81×/menit
RR : 18 ×/menit
TD : 112/88 mmHg
SpO2 : 99%
5. Kesadaran
Kesadaran pasien CM/ composmentis
6. Head To Toe Secara Prioritas
a. Kepala
Kepala pasien normal tidak ada kelainan
b. Leher
Leher pasien normal tidak ada kelainan
c. Dada
Dada pasien normal tidak ada kelainan
d. Abdomen
Terdapat balutan luka post operasi SC
e. Genetalia
Terpasang DC no. 16 dan 3 buah pembalut
f. Integumen
Integumen pasien normal tidak ada kelainan
g. Ekstremitas
Terpasang IVFD Asering bagian tangan kanan 20 tpm
7. Aldrete score
No Penilaian Skor
5 menit I 5 menit 5 menit 5 menit
II III IV
1. Aktivitas 1 1 1 1
2. Respirasi 2 2 2 2
3. Sirkulasi 1 1 2 2
4. Kesadaran 2 2 2 2
5. Warna kulit 2 2 2 2
Total score 8 8 9 9
8. Bromage Score
Skor
Penilaian
5 menit I 5 menit 5 menit 5 menit
II III IV
Bromage
3 3 3 3
Score
II. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
(Pre Operasi) Krisis Cemas/ Ansietas
DS : situasional (Domain 9, kelas
- Pasien mengatakan gelisah dan 2, kode diagnosis
cemas 00146)
DO :
- Pasien terlihat tidak tenang dan
gelisah saat menunggu
tindakan operasi
(Intra Operasi) Pembedahan Risiko Cedera
DS : - (Domain 11, kelas
DO : 2, kode diagnosis
- Pasien terlihat lemas setelah 00035)
diberikan anestesi
- Banyak alat instrument dan
kasa yang digunakan
Kemerahan 3 4 pasien
2. Pertahankan
Menggigil 3 4 lingkungan
V. Implementasi
Jam/T Dx Implementasi Respon Pasien Paraf
gl
09.20- (Pre Melakukan BHSP DS: Pasien mengatakan Handri
09.30 Operasi) bahwa dirinya bernama
7/2/22 Ansietas Ny. T
DO : Pasien menjawab
pertanyaan-pertanyaan
DJJ
Nadi : 83 x/menit
RR : 19 x/menit
TD : mmHg
SPO2 : 99%
Handri
Menanyakan DJJ : 135 x/menit
bagaimana
perasaan pasien DS: Pasien mengatakan
merasa cemas
DO: Pasien nampak
gelisah
Menanyakan DS: Pasien mengatakan Handri
penyebab cemas karena sudah
kecemasan lama sejak dirinya di
operasi terakhir kali
(2011)
DO: Pasien nampak
gelisah Handri
Menyarankan
DS: Pasien mengatakan
pasien untuk
lebih rileks dan
menerapkan
memasrahkan kepada
teknik relaksasi
Allah SWT
nafas dalam agar
DO : Pasien mengikuti
lebih rileks
anjuran dengan baik Handri
dan nampak lebih siap
Memberikan
DS: -
semangat kepada
DO: Pasien terlihat
pasien dan
ikut berdoa dengan
mendoakan
sungguh-sungguh
kelancaran operasi
DS: -
DO: Pasien nampak
lemas dan tertidur
Melanjutkan DS: - Handri
pembedahan DO: Melanjutkan
dengan prosedur
MOW/ tubektomi
Memonitor Handri
DS: -
perdarahan
DO: tampak
perdarahan sebanyak
±400 ml
Mempertahankan DS : - Handri
lingkungan aseptic DO: Selalu ingat untuk
membersihkan dan
menjaga lingkungan
pasien untuk tetap
steril
Melakukan DS : - Handri
pengecekan tanda DO : tidak terdapat
dan gejala infeksi gejala infeksi pada
pasien seperti contoh:
menggigil, demam.
Mengecek DS : pasien merasa Handri
kerentanan lemas dan mengantuk
terhadap kejadian DO : pasien tidak
infeksi terlihat menggigil.
VI. Evaluasi
Hari/ Dx Catatan Perkembangan Paraf
Tgl
Senin (Pre Operasi) S: pasien mengatakan cemas karena akan Handri
7/2/22
Ansietas dioperasi
09.25
O: pasien terlihat cemas dan gelisah
A: masalah teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Mengurangi 2 4 4
penyebab
kecemasan
Menggunakan 2 4 4
strategi
koping yang
efektif
P : Intervensi dihentikan
Senin (Intra S: - Handri
7/2/22
Operasi) O: Nampak adanya akumulasi darah yang
10.40
Risiko mengumpul karena dilakukannya pembedahan
cedera A: masalah teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Luka gores 4 4 4
Perdarahan 2 4 4
P: Intervensi dihentikan
Risiko S: - Handri
Perdarahan O: tampak perdarahan sebanyak ±400 ml
A: masalah teratasi
Indikator Awal Tujuan
Kehilangan 3 4
darah yang
terlihat
Kulit dan 3 4
membran
mukosa
pucat
P: Hentikan Intervensi
Senin (Post S: - Handri
7/2/22
Operasi) O: Terdapat luka bekas pembedahan di area
11.00
Risiko abdomen bagian bawah (horizontal)
infeksi A: Masalah teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Kemerahan 3 4 4
Menggigil 3 4 4
Nyeri 3 4 4
P: Intervensi dihentikan