Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia
terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan garam
(Pearce, 1999).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah keadaan dimana fungsi ginjal
mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat
mencapai 60% dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Pearce, 1999 : 989). Kondisi pasien dengan penyakit ginjal kronik masih
dapat melakukan aktifitas hidup jika memperhatikan kualitas hidup yang cukup
baik .
Penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah disebabkan olehbeberapa
penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana berlahan–lahan berdampak
pada kerusakan organ ginjal, dan apabila penyakit ginjal kronik tidak segera
mendapatkan perawatan yang intensif dapat menyebabkankematia.
Penyebab utama penyakit ginjal kronik adalah karena diabetes sebesar 50%,
hipertensi 27%, dan glomerulonephritis 13% . WHO memperkirakan setiap 1 juta
jiwa terdapat 23–30 orang yang mengalami ginjal kronik per tahun. Kasus
penyakit ginjal di dunia per tahun meningkat lebih 50%. Di negara yang sangat
maju tingkat gizinya seperti Amerika Serikat, setiap tahunnya sekitar 20 juta
orang dewasa menderita penyakit ginjal kronik, ( Santoso, 2007). Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, bila dibandingkan hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, dan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, terlihat proporsi kematian akibat penyakit tidak menular
emakin meningkat, sedangkan penyakit proporsi penyakit menular telah menurun.

1
Proporsional Mortality Ratio (PMR) akibat penyakit tidak menular telah
meningkat dari 42% menjadi 60%. Sedangkan menurut Wijaya (2000), jumlah
pasien penderita penyakit ginjal kronik di Indonesia diperkirakan 60.000 orang
dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunnya. Hampir semua kasus
penyakit ginjal kronik stadium V di bawa keruang hemodialisa untuk
mendapatkan tindakan pengobatan. Bagi penderita ginjal kronik diadakan
hemodialisa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun demikian
hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal kronik dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal
Untuk wilayah Asia, telah tercatat resiko untuk terkena batu ginjal dan batu
saluran kemih lainnya sebesar 2-5%, 8-15% untuk wilayah Asia barat, dan 20%
untuk Arab Saudi. Di negara berkembang, batu kandung kemih lebih umum
terjadi daripada batu saluran kemih bagian atas, sedangkan di Negara maju,
malah sebaliknya, batu saluran kemih bagian atas lebih sering terjadi. Perbedaan
ini diyakini berhubungan diet, pola hidup dan konsumsi di masing-masing
negara.3,8,11

Setiap tahunnya, terjadi peningkatan jumlah kejadian nefrolithiasis baik di


dunia, di Indonesia maupun di RSUD Raden Mattaher Jambi. Berdasarkan data
yang telah diambil peneliti pada Rekam Medis RSUD Raden Mattaher Jambi,
Terjadinya peningkatan insidensi atau kasus kejadian nefrolithiasis dari tahun
2011 berjumlah 58 kasus dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 95 kasus, serta
belum pernah dan belum adanya data dasar mengenai angka kejadian batu opak
ginjal yang disertai nyeri ketok CVA pada pasien suspect nefrolithiasis di Instalasi
Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi, sehingga peneliti ingin melakukan
penelitian mengenai hal tersebut.

2
1.2 Rumusan Masalalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar teori Batu Ginjal?
2. Bagaimana asuhan keperawatan Batu Ginjal secara teoritis ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan scenario kasus Batu Ginjal?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum:
Mengetahui dan memahami konsep darsar BatuGinjal dan Asuhan
Keperawatan gangguan Batu Ginjal
b. Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui definisi Batu Ginjal
2. Untuk mengetahui epidemiologi Batu Ginjal
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit Batu Ginjal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Batu Ginjal
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Batu Ginjal
6. Untuk mengetahui klasifikasi Batu Ginjal
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Batu Ginjal
8. Untuk mengetahui penata laksanaan Batu Ginjal
9. Untuk mengetahui komplikasi Batu Ginjal
10. Untuk mengetahui pengkajian teori Batu Ginjal
11. Untuk mengetahui diagnosa teori Batu Ginjal
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori Batu Ginjal
13. Untuk mengetahui pengkajian berdasarkan kasus Batu Ginjal
14. Untuk mengetahui diagnosa berdasarkan kasus Batu Ginjal
15. Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Batu Ginjal

3
1.4 Manfaat
1. Masyarakat
Untuk mengetahui bagaimana mengetahui penyebab penyakit Batu Ginjal
dan bagaimana mencegah penyakit Batu Ginjal
2. Mahasiswa Keperawatan
Untuk mengetahui dan memahami penyakit Batu Ginjal serta asuhan
keperawatan stroke sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik
di rumah sakit.
3. Perawat
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi mahasiswa serta menambah
wawasan tentang Batu Ginjal

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi.
(Purnomo, 2000)
Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik.(Suyono, 2001)
Batu ginjal adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan batu dalam
kolises dan atau pelvis. Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam
urat, oksalat atau kalsium.

2.2. Etiologi
Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti belum dapat
diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena adanya
hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya hiperkalsiuria. Kadang–
kadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri yang menguraikan ureum
(seperti proteus, beberapa pseudoenonas, staphylococcosa albus dan beberapa
jenis coli) yang mengakibatkan pembentukan batu.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.

5
Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

2.3. Epidemologi
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan
zamanMesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemihseorang mumi yang diperkirakan sudah berumur sekitar 7000
tahun.Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di
Negaramaju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak
dijumpai disaluran kemih bagian atas, sedang di Negara berkembang seperti India,
Thailand danIndonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Hal ini karena
adanya pengaruhstatus gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.Secara Epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinyabatu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaanyang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal darilingkungan
sekitarnya.Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

 Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.


 Umur : penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50tahun.
 Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki 4kali lebih banyak
dibandingkandengan pasien perempuan (4:1)

6
2.4. Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana
apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak,
dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat
menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan
muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.
Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau
sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat
jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran
kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,
globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya
kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat
pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan
beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang
akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan
infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian
bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada
batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau
hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan
ginjal permanen (gagal ginjal).

7
2.5. Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1.Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2.Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3.Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah
besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila
menyebabkanobstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit
(magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi pada
usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau
juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya
hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu
kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu teknik
non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada batu
untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu

8
monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-
fragmen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal
(6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan
mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini bersifat radioopak dan
mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit berbentuk prisma
empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit mungkin
berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini mungkin karena
proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar X
(Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous
Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-
kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif
lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin yang asam. Batu
asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari penderita batu asam urat
menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa
gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat
menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop
cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat
cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d). Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak
seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena
mengandung sulfur.

9
e). Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.

2.6. Manifestasi Klinis


Obstruksi.
Peningkatan tekanan hidrostatik
Distensi pelvis ginjal.
Rasa panas dan terbakar di pinggang. Kolik
Peningkatan suhu (demam).
Hematuri.
Gejala gastrointestinal; mual, muntah, diare. Nyeri hebat
1. Batu pada pelvis renalis
a. Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
b. Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
c. Hematuria, piuria
d. Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2. Batu yang terjebak pada ureter
a. Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan
genetalia kolik ureteral
b. Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
3. Batu yang terjebak pada kandung kemih
a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
c. Hematuria
d. retensi urined.
e. Obstruksi

2.7. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi,

10
infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur
medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah
laparoskopi atau pembedahan terbuka.
a. ESWL/ LithotripsiAdalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi
bagian yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara
spontan.
b. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Ini merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat
batu renal tanpa pembedahan mayor.
c. Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke
dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin
dari kateter yang tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan
striktur.
d. Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan
suatu alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu
diangkat.
Larutan Batu. Nefrostomi Perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi
yang hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi
memasuki duktus kolekdiktus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.
e. Pengangkatan Bedah
Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika
batu terletak di dalam ginjal.
f. Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.
Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :
a. Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan
susu dan keju dari diit, kalium fosfat asam ( 3 – 6 gram tiap hari)
mengurangi kandungan kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya
50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah cranberry ( 200ml, 4
kali sehari ) mengasamkan urin dan membuat kalsium lebih mudah larut
dalam urin.

11
b. Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat ( 3 – 5 gram
kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin ( 100 mg, 3 kali sehari).
c. Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam (pH
urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4 –
8 ml asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet
mineral basa, batasi purin dalam dit penderita batu asam urat ( berikan
pulka 300mg alopurinal ( zyloprin ) sekali atau dua kali sehari). Pada
penderita sistinura, diet rendah metionin dan penisilamin ( 4 gram tiap hari
).
d. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu
ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam
ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine out put,
pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan perhatian terhadap
lokasi pemasangan drainase dan perawatannya

2.8. Komplikasi
1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
atau pengangkatan batu ginja
4. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak
diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat
memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan
cairan.
5. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan
dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia

12
nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
jika kedua ginjal terserang.
6. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat.
7. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang
(Corwin, 2009).

2.9. Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari
jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat
murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi
intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd. (1)
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal
(3)
ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil . Pemeriksaan USG
dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen
saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama
tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu (1).
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.

13
BAB III
Manajemen Asuhan Keperawatan.

Asuhan keperawatan pada klien dengan Urolitiasis dilaksanakan melalui


pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi (Doengoes, 2000. Hal 686-694).
3.3.1 Pengkajian
Dasar data pengkajian pasien
1.1.1 Aktivitas/istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/mobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya.
1.1.2 Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal). Kulit hangat dan
kemerahan ; pucat.
1.1.3 Eliminasi
Gejala : riwayat adanya/ISK kronis ; obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan
berkemih. Diare,
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
1.1.4 Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi purin, kalsium
oksalat, dan /atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal ; penurunan/tak adanya bising usus. Muntah.
1.1.5 Nyeri/kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu. Contoh pada panggul di region sudut kostovertebral ; dapat menyebar
ke punggung, abdomen, dan turun kelipat paha/genetalia. Nyeri dangkal
kostan menunjukkan ada pelvis atau kalkulus ginjal.
Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain.

14
Tanda : melindungi ;perilaku distraksi. Nyeri tekan pada area pada palpasi.
1.1.7 Keamanan
Gejala : penggunaan alcohol, demam, menggigil.
1.1.8 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,
ISK kronis riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat
: 3,4 hari.
1.1.9 Pemeriksaan diagnostic
Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah secara umum menunjukkan
SDM, SDP, Kristal,
Urine : (24 jam) kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat.
Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia.

2. Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri akut
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.Risiko Gangguan integritas kulit/jaringan

15
3. Rencana Asuhan Keprawatan
No Dianosa Tujuan Interfensi Rasional
1. Nyeri Akut Tujuan :Setelah dilakukan tindakan 1. Indentifikasi skala nyeri yang 1. Untuk mengetahui apakah nyeri pasien
selama 2 x 8 jam maka nyeri hilang pasien rasakan dapat berkurang
Kriteria hasil : 2. Pasilitasikan keadaan pasien saat 2. Untuk membantu cara penanganan
-Nyeri klien hilang merasakan nyeri medis ke klien
-skala nyeri 0 3. Ajukan pasien posisi telentang 3. Agar dapat melakukan tindakan
Klien dapat rileks 4. Kolaborasi dengan tim kesehatan pemeriksaan secara konsisten
-keadaan umum klien baik. lainnya 4. Agar dapat membantu klien mengetasi
nyerinya.
2. Ketidak seimbangan nutrisi Tujuan : setelah dilakukan 1. Indentifikasi pasien lebih 1.untuk mengetahui apakah seimbang
dari kebutuhan tubuh. interfensi selama 2 x 8 jam maka meningkatkan asupan cairan nutsisi dari tubuh pasien ini
pasien mampu berkemih dengan di dalam tubuh 2. untuk membantu kemandirian pasien
normal. 2. Pasilitaskan pasien agar dalam asupan makanan
Kriteria hasil : Pola makan pasien makan dikit tapi sering 3. Anjurkan pasien menimbang berat
seimbang 3. Anjurkan pasien makan buah- badannya.
-minum air secukupnya sehari 8 buahan yang mengandung 4.Agar mengetahui tingkat pengetahuan
liter asupan gizi lebih banyak pasien tentang nutrisi kebutuhan tubuh
-menganjurkan lebih ke asupan 4. Kolaborasi dengan tim medis yang seimbang.

16
cairan untuk keseimbangan lainnya
kebutuhn tubuh pasien

3. Risiko Gangguan Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. 1.


integritas 1 x 24 jam maka pasien
kulit/jaringan mempertahankan keseimbangan
cairan adekuat.
Kriteria hasil :
- membrane mukosa lembab, turgor
kulit baik, berat badan normal.
-Keadaan kulit pasien bekas operasi
dapat kering.

17
3.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn.D
Umur : 25 Th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta MRS
Diagnosa medis : Nefrolialitis (Batu Ginjal)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang
dengan obat yang biasa dimakan, selanjutnya Ny. F juga mengeluh mual dan
muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam dan air kencing
keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn.D Pernah operasi batu ginjal sebelah kanan 15 juli lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
d. Riwayat Obat – Obatan
Tidak Ada

3.3 Data Dasar Pengkajian Pasien


a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Pekerjaan monoton (-), pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi (-), keterbatasan aktivitas/mobilisasi sehubung
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medula
spinalis) (-)

20
b. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD (-), peningkatan nadi (+), (nyeri (+), ansietas (-),
gagal ginjal (-))
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis (-), obstruksi sebelumnya (kalkulus)
(-). Penurunan haluaran urin (+), kandung kemih penuh (-). Rasa terbakar (-),
dorongan berkemih (-), diare (-)
Tanda : Oliguria (+), hematuria (-), piuria (-). Perubahan pola berkemih
(+)
d. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah (+), nyeri tekan abdomen (+). Diet tinggi purin (-),
kalsium oksalat (-), dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan ; tidak
minum air dengan cukup (-)
Tanda : distensi abdomen (+), penurunan/tak adanya bising usus (+).
Muntah (+)
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Episode akut nyeri berat (+), nyeri kolik (-),. Lokasi tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul regio sudut konstovetebral; dapat
menyebar ke punggung (-), abdomen (+), dan turun kelipatan paha/genitalia (-
). Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal (+). Nyeri dapat digambarkan sebagai akut (-), hebat tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain (-)
Tanda : Melindungi ; perilaku distraksi (-). Nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi (+)
f. Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol (-), Demam (+). Menggigil (-)

21
Tanda-Tanda Vital
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. TD 120/90 mmHg 120-140 / 80-90 Normal
mmHg
2. HR 102 x/mnt 60-100 x/mnt Tidak Normal
3. RR 28x/mnt 16 – 24 x/mnt Tidak Normal
4. Suhu 38,7O C 36,5 – 37,5 O C Tidak Normal

Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik


ABDOMEN :
Inspeksi=flatuensi (+),
Palpasi: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
Perkusi: timpani pada abdomen dan nyeri ketok cva dexter (+),
Auskultasi : bising usus menurun
Pemeriksaan Laboratorium
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
1. Glukosa sewaktu Mg/dl <200
2. Albumin g/dl 3,5-5,5
3. Ureum 55 mg/dl 21-53
4. Kreatinin 1,58 Mg/dl 0,17-1,5

a. Pada pemeriksaan penunjang :


USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
b. Pada pemeriksaan BNO-PIV :
Tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik
namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II

22
23
ANALISA DATA

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Nyeri Akut
 Tn.D mengeluhan nyeri ulu hati.
 Tn.D pasien mengatakan nyeri bekas post operasi
 Nyeri dirasakan saat pasien mengalami kambuh penyakit
maag
DO :
 Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri
 Palpasi abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
 Perkusi abdomen: timpani pada abdomen dan nyeri ketok
CVA dexter (+)
2. DS : Ketidak seimbangan nutrisi
 Tn.D pasien mengatakan kurang teratur minum saat sakit kurang dari kebutuhan tubuh.
 Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang saat sakit

23
DO : pasien tampak berbaring posisi telentang
-pasien terlihat memakai kateter
-Cairan urin yang keluar di urinbag berjumlah 100 cc

24
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Nyeri akut berhubungan dengan post operasi


2.Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh

25
Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
No Hari/tanggal jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
dan nama perawat
1. 26 november 2019 1. Mengindentifikasi S: pasien mengatakan nyeri ulu hati
selasa jam 05:30 wib keadaan nyeri pasien nya berkurang,dan bekas post
berkurang atau tidak berkurang nyeri
2. Memfasilitasikan O: Pasien terlihat mulai membaik
mandiri saat post operasi batu ginjal terletak
menganjurkan pasien sebelah kiri.
danmengkaji skala A:Tensi pasien normal 104/56
nyeri nya -Nadi:96
3. Mengarahkan ke -RR: 19
pasien posisi -Suhu:36,2
telentang P:Intervensi dilanjutkan
4. Mengkalaborasi
dengan tim kesehatan
lainnya

26
2. 26 November 2019 1.mengindentifikasi S: pasien mengatakan selama sakit
selasa jam 05:30 kebiasaan agar pasien makan nafsu makannya berkurang
yang nutrisi yang bergizi O: Pasien terlihat mulai membaik
2. memfasilitasi kemandirian saat dianjurkan makan teratur
pasien agara makan sedikit A:Tensi pasien normal 104/56
tapi sering,makanan berupa -Nadi:96
asupan makanan seperti -RR: 19
bubur. -Suhu:36,2
3.mengarahkan ke pasien P:Intervensi dilanjutkan
agar minum air dalam 1 hari
8 liter atau setengah dari itu.

27
28
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi/Elisabeth. J. Cowin. EGC:


Jakarta.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan:aplikasi pada praktik klinis.
Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC.
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3 Jakarta. EGC: Jakarta.
Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Mary Baradero. (2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. EGC: Jakarta.
Soeparman. (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga.
Jakarta: Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai