Anda di halaman 1dari 18

Kata Pengantar..........................................................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................................................

BAB 1 Tinjauan Pustaka...........................................................................................................

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi.....................................................................................................
1.1.2 Anatomi fisiologi.....................................................................................
1.1.3 Etiologi.....................................................................................................
1.1.4 Klasifikasi.................................................................................................
1.1.5 Patofisiologi.............................................................................................
1.1.6 Manisfestasi Klinik (tanda dan gejala).....................................................
1.1.7 Komplikasi...............................................................................................
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
1.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................
1.2 Konsep Dasar Manusia dengan Kebutuhan Eliminasi
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.3.1 Pengkajian...............................................................................................
1.3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................
1.3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................
1.3.4 Implestasi Keperawatan...........................................................................
1.3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................

Daftar Pustaka
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit

1.1.1 Definisi

Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan
oleh tubuh.Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi
fekal.

 Eliminasi urine

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana
sistem ini terdiri dariginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan
urine di ginjal terdiri dari 3 prosesyaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses
filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih
besar daripermukaan eferen.Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat,dan beberapa ion karbonat.Proses sekresi
ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.

 Eliminasi fekal

liminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaan
merupakansaluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk
diserap oleh tubuh denganproses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair darimulut sampai anus. Organ utama yang
berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus besarmemiliki beberapa fungsi
utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungandengan
mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses
danaktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan
berkontraksi.Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat
refleks ini terdapat padamedula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena
adanya feses dalam rektum.

1.1.1 ANATOMI FISIOLOGI


1.1.1.1 Anatomi Fisiologi Urine
a. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna


coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra
posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam.
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke – 3
.Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan
karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7
cm dan memiliki berat 120 – 150 gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak
dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh
dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
b. Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute
keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang
memiliki panjang 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi
retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga
panggul (pelvis) pada sambungan ureter ureterovesik alis. Urin yang keluar
dari ureter kekandung kemih umumnya steril.
c. Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian
besar :Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul dan,leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang
berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah
segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah
dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra.Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat -serat
ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke
sel otot lainnya. Olehkarena itu, potensial aksi dapatmenyebar ke seluruh
otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi
kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.Pada dinding posterior kandung
kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah
segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam
uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut
tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung
kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing
ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui
otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa
kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.Leher
kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2–3 cm, dan dindingnya terdiri dari
otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot
pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari
urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai
tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang
kritis.Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot
ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung
kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di
bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk
menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
d. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urinbebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir
dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah
masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
e. Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini
adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi
derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk
mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.Saraf
motorik yang menjalar dalamnervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung
kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.Selain
nervus pelvikus, terdapat duatipe persarafan lain yang penting untuk fungsi
kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurikpada sfingter.
Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis
melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L - 2
medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh
darah dan sedikit mempengaruhikontraksi kandung kemih. Beberapa serat
saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting
dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa mkeadaan, rasa
nyeri.Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih.Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui
kaliks renalis dan ureter sampai kandungkemih.Urin mengalir dari duktus
koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan
meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang
ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung
kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf
simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus
intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.Seperti halnya
otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter
ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan
simpatis.Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah
trigonum kandungkemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique
sepanjang beberapa cm menembus dindingkandung kemih. Tonus normal
dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter,
dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanandi
kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi
kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter
akan meningkatkan tekanan dalamureter sehingga bagian yang menembus
dinding kandung kemih membuka dan memberikesempatan urin mengalir ke
dalam kandung kemih.Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus
dinding kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung
kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkanpenutupan ureter secara
sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong
Kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat
meningkatkan tekanan di kaliks renalis danstruktur-struktur di medula renalis,
mengakibatkan kerusakan daerah ini.
f. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan
refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal,
dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut
refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang
berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
1.1.1.2 Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika
padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis,
dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir
diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di
kolon.Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
a. Mulut Gigi
berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluranpencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas
dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
b. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri
dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya
diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
c. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambungdan usus
dimungkinkan dengan adanyaperistaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distlalambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut
chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkankembali lambung
setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
d.Usus kecilUsus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2) Jejenum atau bagian tengah dan
3) Ileum
e.Usus besar (kolon) Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125–150 cm atau 50–60
inch, terdir dari :
1) Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3) Rektum, 10–15 cm / 4–6 inch.Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar
tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan
telah diabsorpsi dan
sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 –
20 jam) isinyamenjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum
feses bersifat padat –lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian
selanjutnya untuk
mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan
feses.
3)Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
f.Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5–5 cm atau 1–2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter) Fisiologi Defekasi Defekasi adalah
pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebutbowel movement.
Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid
dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.Defekasi biasanya dimulai oleh dua
refleks defekasi yaitu :
1) Refleks defekasi instrinsikKetika feses masuk kedalam rektum,
pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui
pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses
kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
2) Refleks defekasi parasimpatisKetika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 –4) dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolonsigmoid dan rektum. Sinyal–sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk
ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya.Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus.Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalamperut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearah rektum.Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.
1.1.3 ETIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah
urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena
lebih besar metabolisme tubuh.
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah,
pelviks, kandung kemih, urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
b. Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air
dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi
lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme
d. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang
yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
e. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak
peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam
waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras
f. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara
langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan
ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti
dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare
Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 –3 tahun.
Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat
berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses,
dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan
selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat
berdampak pada proses defekasi.
Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan
klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat
menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami
konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena
sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

1.1.4 KLASIFIKASI

1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.

Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk


berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih.
Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di rectum
dan terjadi reabsorbsi cairan.

1. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine
dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga
dapat mempengaruhi tingkah laku.

1.1.5 PATOFISIOLOGI (PATHWAY)


1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di
atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera
medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/
inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada
medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya
fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang,
efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla
spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik
dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai
syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada
medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-
otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah
tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya
tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih
dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi
refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth,
2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi
syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering
karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi
kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung
kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem
saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf
simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan
meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan
oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang
dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem
saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien
post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma
kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau
obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf
pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya
pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan
waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden,
kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar. Refleks
defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian
kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal
parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus
individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot
perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan
oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapatmenghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses
menjadi keras dan terjadi konstipasi.

1.1.6 MANIFESTASI KLINIS (tanda dan Gejala)


a. Retensi Urin
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih

Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol
Tanda Gangguan Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri

1.1.7 KOMPLIKASI

adalah sebuah perubahan tak diinginkan dari sebuah penyakit,


kondisi kesehatan atau terapi. Penyakit dapat menjadi memburuk atau
menunjukkan jumlah gejala yang lebih besar atau perubahan patologi, yang
menyebar ke seluruh tubuh atau berdampak pada sistem organ lainnya.
Sebuah penyakit baru juga dapat muncul sebagai sebuah komplikasi dari
penyakit yang telah ada sebelumnya. Berikut yang penyakit yang terkait
eliminasi:
- Dehidrasi sedang - ringan
- Anoreksia
- Anemia
- leukotosis
1.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG

2. Pemeriksaan foto rontgen

3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

1.1.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Eliminasi Urine
a. Retensi Urine
- Minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang terjadwal yang
teratur.
- Instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul (kegle
exercise) diluar waktu berkemihnya. Minta klien melakukan latihan ini setiap
kali berkemih
- Minta klien menggunakan konpresi kandung kemih ( metode crede)
selama berkemih.
b. Inkontinensia
- Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus
padainkontinensia ( misalnya output urine, pola berkemih, fungsi kognitif,
dan masalah kencing praeksisten)
- Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk
perut
- Memantau asupan dan pengeluaran cairan
- Membantu toileting secara berkala
- Pemasangan kateter
- Penerapan kateterisasi intermiten

2. Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
- Memonitor tanda dan gejala konstipasi
- Memonitor bising usus
- Memonitor feces : frekuensi, konsistensi dan volume
- Konsultasi dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising
usus
- Monitor tanda dan gejala ruktur usus atau peritonitis
- Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
- Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
- Dukung intake cairan
- Kolaborasika pemberian laksatid
- Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
- Mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali dikontraindikasikan
- Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
- Anjurkan pasinen atau keluarga untuk mencatat warna, volume,
frekuensi dan konsistensi tinja
- Anjurkan pasien atau keluarga untuk diet tinggi serat
- Anjurkan pasien atau keluarga pada penggunaan obat pencahar
- Timbang pasien secara teratur
- Ajarkan pasien atau keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi
untuk sembelit
b. Diare
- Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
- Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare
- Instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi dan konsistensi dari feces
- Evaluasi intake makanan yang masuk
- Identifikasi faktor penyebab dari diare
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi turgor kulit secara rutin
- Ukur diare atau keluaran BAB
- Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus
- Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan
- Instruksikan untuk menghindari laksatik
- Ajarkan teknik menurunkan stress
- Monitor persiapan makanan yang aman

Anda mungkin juga menyukai