Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia
terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan garam.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah keadaan dimana fungsi ginjal


mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai
60% dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Kondisi pasien dengan
penyakit ginjal kronik masih dapat melakukan aktifitas hidup jika memperhatikan
kualitas hidup yang cukup baik. Penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah
disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana
berlahan – lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal, dan apabila penyakit ginjal
kronik tidak segera mendapatkan perawatan yang intensif dapat menyebabkan
kematian.

Penyebab utama penyakit ginjal kronik adalah karena diabetes sebesar


50%,hipertensi 27%, dan glomerulonephritis 13% . Untuk wilayah Asia, telah tercatat
resiko untuk terkena batu ginjal dan batu saluran kemih lainnya sebesar 2-5%, 8-15%
untuk wilayah Asia barat, dan 20% untuk Arab Saudi. Di negara berkembang, batu
kandung kemih lebih umum terjadi daripada batu saluran kemih bagian
atas, sedangkan di Negara maju,malah sebaliknya, batu saluran kemih bagian atas
lebih sering terjadi. Perbedaan ini diyakini berhubungan diet, pola hidup dan
konsumsi di masing-masing negara.

1
1.2. Rumusan Masalalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusanmasalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar teori Batu Ginjal?
2. Bagaimana asuhan keperawatan Batu Ginjal secara teoritis ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan scenario kasus Batu Ginjal?
1.3. Tujuan
1.3.1.Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep darsar Batu Ginjal dan Asuhan
Keperawatan gangguan Batu Ginjal 
1.3.2.Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi Batu Ginjal
2. Untuk mengetahui epidemiologi Batu Ginjal
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit Batu Ginjal
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Batu Ginjal
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Batu Ginjal
6. Untuk mengetahui klasifikasi Batu Ginjal
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Batu Ginjal
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Batu Ginjal
9. Untuk mengetahui komplikasi Batu Ginjal
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Batu Ginjal

2
1.4. Manfaat
1.4.1.Manfaat Individu
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi siswa/siawi serta menambah
wawasan tentang penyakit Batu Ginjal.

1.4.2.Manfaat Untuk Sekolah


Supaya bisa menjadi bahan pembelajaran atau referensi bagi siswa/siswi
di SMK YARSI MATARAM.

1.4.3.Untuk Masyarakat Luas


Untuk mengetahui dan memahami penyebab penyakit Batu Ginjal dan
bagaimana mencegah penyakit Batu Ginjal.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis besar pembentukan
batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinstik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu
umur, jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi
geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, dan pekerjaan.
Komposisi utama dari batu ginjal adalah kalsium oslat yang mencapai 80%.

Nefroliatisi berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium, batu struvit,


batu asam urat, batu sistin, batu xantin, batu triameteren, dan batu silikat.
Pembentukan batu ginjal pada umumnya membutuhkan keadaan supesaturasi. Namun
pada urin normal, diperlukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-
kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu.
Adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pervikalises, hiperplasia prostat
benigna, strikura, dan buli bulun eurogenik ikut berperan dalam proses pembentukan
batu.

4
2.2. Anatomi Fisiologi

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga


retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan
ginjal (Setiadi, 2007).
Secara anatomis ginjal dibagi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di dalam
korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medulla terdapat duktus
ginjal. Sistem pelvikalis ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor
dan pileum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalis terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontaksi untuk mengalirkan urin ke
ureter (Setiadi, 2007). Fungsi ginjal antara lain mengekskresikan sebagian besar
produk akhir metabolime tubuh (sisa obat-obatan), mengontrol sekresi hormon
aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion
kalsium dan menghasilkan beberapa hormon seperti eritropoetin dan renin (Setiadi,
2007).

5
2.3. Etiologi
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sirat yang secara normal mencegah
kritalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup
pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi)
Ada beberapa penyebab terbentuknya batu ginjal yaitu hiperkalsiuria,
hiperurikosuria, hipositraturia, dan hiperoksaluria (Sakhaee et al., 2012). Hal tersebut
dapat dipicu oleh berbagai macam faktor seperti faktor keturunan, makanan, dan
obat-obatan.
a. Hiperkalsiuria
Hiperkalsiuria merupakan penyebab pembentukan batu kalsium.
Hiperkalsiuria disebabkan peningkatan penyerapan kalsium usus, menurunnya
reabsorbsi kalsium di ginjal dan peningkatan mobilisasi kalsium dari tulang.
Hiperkalsiuria juga merupakan gangguan heterogen pada hiperabsorbsi kalsium
usus dependen atau independen dari 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(𝑂𝐻)2𝐷].
Peningkatan konsentrasi serum 1,25(OH)2D-dependent mengakibatkan
terbentuknya batu ginjal akibat hiperkalsiuria (Sakhaee et al., 2012).
b. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarkan
fisikokimia batu kalsium terbentuk akibat super saturasi kemih dengan
monosodium koloid kristalisasi kalsium oksalat yang diinduksi oleh urat (Sakhaee
et al., 2012).
c. Hipositraturia
Sitrat merupakan inhibitor endogen pembentukan batu kalsium.
Rendahnya ekskresi sitrat urin ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis. Penentu
utama ekskresi sitrat urin adalah keseimbangan asam basa. Hipositraturia
umumnya terjadi dengan asidosis metabolik. Peran penghambatan sitrat juga
melibatkan pembentukan larutan kompleks dan pengurangan kejenuhan.

6
d. Hiperoksaluria
Oksalat dan kalsium dapat meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat
pada kemih. Hiperoksaluria merupakan 10-50% pembentuk batu kalsium.
Hiperoksaluria disebabkan oleh produksi oksalat yang berlebih akibat dari
gangguan metabolisme, peningkatan penyerapan oksalat usus, peningkatan
asupan makanan dan bioavailabilitas, dan urin pH. Urin yang sangat asam (pH
5,5) dan urin yang sangat basa (pH 6,7) dapat mempengaruhi pembentukan batu
kalsium. Dengan pH yang terlalu asam maka urin menjadi jenuh dengan asam
urat yang berperan dalam kristalisasi kalsium oksalat. Sedangkan urin yang sangat
alkalin dapat meningkatkan monohidrogen fosfat yang dalam kombinasi dengan
kalsium 9 berubah menjadi termodinamika brusit yang tidak stabil dan akhirnya
terbentuk hidroksiapatit.
2.4. Klasifikasi
Batu ginjal mempunyai banyak jenis dengan kandungan yang berbeda-beda,
berdasarkan komposisinya batu ginjal dibedakan sebagai berikut :
a. Batu kalsium
Batu kalsium terdiri dari batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Batu
kalsium merupakan jenis batu ginjal yang paling umum. Batu kalsium oksalat
disebabkan oleh terlalu banyak oksalat dalam urin atau disebut hiperkalsiuria.
Oksalat adalah zat alami yang ditemukan dalam banyak makanan.
Tubuh menggunakan makanan untuk energi. Setelah tubuh menggunakan
apa yang dibutuhkannya, produk-produk limbah keluar melalui aliran darah ke
ginjal dan dibuang melalui urin. Urin memiliki berbagai limbah di dalamnya. Jika
terlalu banyak limbah dalam cairan yang terlalu sedikit, kristal dapat mulai
terbentuk. Kristal-kristal ini dapat saling menempel ke kalsium ketika urin
diproduksi oleh ginjal dan membentuk massa padat yaitu batu ginjal (A to Z
Health Guide, 2017).

7
b. Batu Asam Urat
Batu Asam Urat terbentuk dengan mekanisme kelebihan produksi,
peningkatan sekresi tubular, atau penurunan reabsorpsi tubular. Hasil asam urat
sebagai produk akhir yang relatif tidak larut dari metabolisme purin. Konsentrasi
asam urat dalam plasma tergantung pada konsumsi makanan, sintesis de novo
purin, dan eliminasi asam urat oleh ginjal dan usus (Fathallah, 2018).
Pencegahan batu asam urat yang berulang membutuhkan alkalinasi urin,
biasanya menggunakan garam kalium dalam dosis 10-20 meq 2-3 kali sehari,
peningkatan cairan biasanya direkomendasikan juga untuk membantu melarutkan
asam urat. pH urin harus dinaikkan menjadi 6-6,5 yang akan menurunkan
kejenuhan urin sehubungan dengan asam urat (Worcester et al., 2008).
c. Batu Struvit
Batu struvit merupakan campuran magnesium, amonium fosfat dan apatit
karbonat yang terbentuk ketika saluran kemih terinfeksi mikroorganisme yang
memiliki enzim urease seperti golongan proteus, providencia, klebsiella,
pseudomnas dan enterococci. Urease menghidrolisis menjadi amonia dan CO2
lalu meningkatkan pH urin dan mengarah pada pembentukan karbonat.
Kalsium karbonat mengendap dengan struvit, membentuk batu bercabang
besar didalam sistem pengumpulan yang melekat pada bakteri. Antibiotik tidak
efektif dalam memberantas infeksi ketika bahan batu ada dan selama ada infeksi,
batu akan terus berkembang (Worcester et al., 2008).
d. Batu Sistin
Batu sistin ditemukan pada pasien dengan kelainan bawaan pada
transportasi asam amino pada ginjal dan usus yang menyebabkan peningkatan 7
ekskresi lisin, ornithin, sistin dan arginin karena gangguan reabsorbsi di nefron.
Batu terbentuk karena terbatasnya kelarutan sistin. Kelarutan sistin lebih tinggi
dalam urin alkali, berkisar 175-360 mg/L di urin pada pH lebih dari 7,0. Tujuan
menjaga konsentrasi sistin sibawah 240 mg/L pada pH urin 7,0 untuk menjaga
kelarutan. Asupan cairan yang tinggi diberikan berdasarkan ekskresi sistin harian
yang dikeahui.

8
2.5. Patofisiologi
Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium, batu struvit,
batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu silikat.
Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan supersaturasi.
Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada
kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan
batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia
prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik diduga ikut berperan dalam proses
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik ataupun
anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut akan tetap berada pada
posisi metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan yang
menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami presipitasi membentuk
inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan yang
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan mengendap pada epitel
saluran kemih dan membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih sehingga nantinya dapat menimbulkan gejala klinis.

9
10
2.6. Manifestasi Klinis
1) Obstruksi.
2) Peningkatan tekanan hidrostatik
3) Distensi pelvis ginjal.
4) Rasa panas dan terbakar di pinggang.
5) Kolik Peningkatan suhu (demam).
6) Hematuri.
7) Gejala gastrointestinal; mual, muntah, diare.
8) Nyeri hebat
2.7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari
jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam
uratmurni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto
pielografiintravena (PIV/IVP). Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang
mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam
hal ini perlu dilakukan pielografiretrograd.
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen
saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama
tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu.

11
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih
yangdapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal,
dan menentukan penyebab batu.
2.8. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi,
infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa,
dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedahlaparoskopi atau
pembedahan terbuka.
a. ESWL/ Lithotripsi
Adalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu
di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti
pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secaraspontan.
b. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Ini merupakan gabungan antara radiologi dan urologi untuk mengangkat
batu renal tanpa pembedahan mayor.
c. Nefrostomi Perkutan
Adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit kedalam pelvis ginjal.
Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urindari kateter yang tersumbat,
menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.
d. Ureteruskopi
Mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan
laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu diangkat.
e. Pengangkatan Bedah Nefrolitotomi
Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika batu terletak di
dalam ginjal.

12
f. Pielolitotomi
Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.

Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :


1. Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan
susu dan keju dari diit, kalium fosfat asam ( 3– 6 gram tiap hari) mengurangi
kandungan kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya 50 mg
hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah cranberry ( 200ml, 4kali sehari )
mengasamkan urin dan membuat kalsium lebih mudah larut dalam urin.
2. Batu Oksalat, diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat ( 3 – 5 gram
kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin ( 100 mg, 3 kali sehari).
3. Batu metabolik : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam ( pH
urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4– 8 ml
asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet mineral basa,
batasi purin dalam diet penderita batu asam urat ( berikan pulka 300mg
alopurinal ( zyloprin ) sekali atau dua kali sehari). Pada penderita sistinura,
diet rendah metionin dan penisilamin ( 4 gram tiap hari).
4. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu
ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam
ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine output,
pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan perhatian terhadap lokasi
pemasangan drainase dan perawatannya.
2.9. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah terbentuknya batu ginjal adalah dengan menurunkan
risiko terjadinya kondisi ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1) Banyak minum air putih, yaitu 2–3 liter setiap hari, terutama saat cuaca panas
2) Berkonsultasi dengan dokter jika harus mengonsumsi suplemen kalsium atau
vitamin
3) Mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan asam urat tinggi
4) Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.

13
5) Tidak mengonsumsi makanan tinggi kalsium secara berlebihan, seperti keju, susu
sapi, dan yogurt
6) Membatasi asupan garam
Kendati demikian, konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum
menjalani pola makan apa pun, agar sesuai dengan kondisi kesehatan.

2.10.Komplikasi

1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.


2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau
pengangkatan batu ginjal.
4. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana sajadi
saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter,
yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau
obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan
hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul.
Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga
terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
5. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dandapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapatmenyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah
terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
6. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi bakteri
meningkat.
7. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang.

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah langkap awal dalam proses keperawatan dan itu
juga merupakan proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari sumber data
untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi bagaimana status kesehatan si pasien.
Pengkajian kepada klien baju ginjal dimulai dari pengumpulan data yang meliputi :
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
b. Keluhan Utama
Pada klien dengan batu ginjal keluhan utama yang biasanya dirasakan
adalah nyeri tekan dibagian abdomen dan nyeri saat berkemih.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama
adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan
untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll.
Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan.
Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.

15
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta
mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik
(hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat
pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan
dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat
penyakit yang menular.
f. Riwayat bio-psiko-sosio-spiritual
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan,
persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan,kemampuan
menyusun tujuan,pengetahuan tentang praktek kesehatan,
2. Pola Nutrisi –Metabolik
Menggambarkan Masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan,Mual/muntah,Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah /penyembuhan
kulit, makanan kesukaan.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi
(oliguri,disuri, dll),penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah
bau badan, perspirasi berlebih, dll.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain.

16
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau
mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri. 
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.Pekerjaan,tempat
tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang passive atau agresif terhadap
orang lain,masalah keuangan dll.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex,pemeriksaan
genital.
10. Pola Pertahanan Diri (Koping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system. Pendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress,interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,metode koping
yang biasa digunakan,efek penyakit terhadap tingkat stress.

17
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan
buadaya,berbagi denga orang lain,bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan,
mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah salah satu prosedur yang biasa dilakukan dokter
untuk mendiagnosis penyakit. Hasil pemeriksaan ini kemudian digunakan untuk
merencanakan perawatan lanjutan.
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan secara sistematis. Mulai dari kepala
hingga kaki (head to toe) yang dilakukan dengan empat cara, yaitu inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi.
Pemeriksaan Fisik Head To Toe :
1. Kepala
Mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi atau
bekas luka.
 Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman atau
kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.
 Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak, tekstur kepala
kasar atau halus, akral dingin atau hangat.
2. Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor.
 Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
atau tidak.
 Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
3. Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka dan
kelainan pada kepala.

18
 Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri berbeda atau
missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu menunjukkan ada
parase/kelumpuhan.
4. Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan otot-otot
mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau pandagan pada mata.
Bila terjadi hematuria, kemungkinan konjungtiva anemis.
 Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip baik/tidak,
konjungtiva dan sclera : merah atau konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil : isokor, miosis atau
medriasis.
 Palpasi : tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra
okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien
glaucoma/kerusakan dikus optikus) kaji adanya nyeri tekan.
5. Telinga
Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga, gendang telinga.
 Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran bentuk,
kebersihan, lesi.
 Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
6. Hidung
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui adanya inflamasi
atau sinusitis.
7. Mulut dan gigi
Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk mengetahui
kebersihan mulut dan gigi.
8. Leher
Menentukan struktur imtegritas leher untuk mengetahui bentuk dan organ
yang berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.

19
 Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, amati
adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati kesimetrisan leher dari depan
belakan dan samping.
 Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, minta pasien menelan
dan rasakan adanya kelenjar tiroid.
9. Abdomen
Mengetahui bentuk dan gerakan perut , mendengarkan bunyi peristaltik
usus, dan mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
 Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
 Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
 Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
 Perkusi : apakah perut terdapat kembung/meteorismus.
10. Dada
Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan, adanya
nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi paru.
 Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya retraksi
interkosta, amati pergerakan paru.
 Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
 Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
 Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler, wheezing/crecles.
11. Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada
ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai ukuran
dan adanya atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot dengan memberi
penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.
12. Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien. Lakukan inspeksi
dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit kering/lembab, dan apakah
terdapat oedem.

20
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan urin
 Proteinuria, protein di dalam urin
 Hematuria, darah di urin
 Osmolaritas, kepekatan urin
 Ureum
 Kreatinin
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan Lanjutan
2) Pemeriksaan Radiologi
 USG
 BNO IVP, perpaduan pemeriksaan foto rontgen dengan kontras
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d. inflamasi/peradangan
2. Ketidakseimbangan nutrisi b.d. mual dan muntah
3. Gangguan eliminasi urine b.d. volume urine divesika urinaria menurun
3.3 Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


.
1. Nyeri akut b.d. 1. Beri obat pereda 1. Membantu
inflamasi/peradangan : nyeri mengurangi rasa
setelah dilakukan 2. Beri tindakan nyeri pada klien
tindakan keverawartan nyaman seperti 2. Meningkatkan
selama 3x 24 jam di pijatan relaksasi otot
harapkan kebutuhan 3. Kaji nyeri secara 3. Membantu klien
nutrisi tepenuhi dengan komperhensif supaya mampu
kreteria hasil : mengontrol rasa
1. Nyeri pada klien bisa nyeri
berkurang

21
2. Klien dapat
beristirahat dengan
santai
3. Klien melaporkan
nyeri berkurang
dengan skala 2-3
2. Ketidakseimbangan 1. Beri porsi makan 1. Menberikan makan
nutrisi b.d mual dan sedikit tapi sering sedikit tapi sering
muntah : 2. Beri penjelasan pada akan lebih efektif
setelah dilakukan pasien tentang dalam memenuhi
tindakan keperawartan pentingnya makan kebutuhan nutrisi
selama 3x 24 jam di bagi tubuh klien
harapkan kebutuhan 3. Beri nutrisi sesuai 2. Dengan makan di
nutrisi tepenuhi dengan kebutuhan dan harapkan kebutuhan
kreteria hasil : pantau intake, nutrisi klien
1. nafsu makan output klien secara terpenuhi
meningkat komperhensif 3. Dengan mengkaji
2. pola makan teratur intake dan output
3. intake dan output klien, diharapkan
nutrisi seimbang kebutuhan nutrisi
pada klien kembali
seimbang.
3. Gangguan eliminasi 1. Tingkatkan aktivitas 1. Meningkatkan
urine b.d. volume urine dengan kalaborasi kekuatan otot ginjal
divesika urinaria dokter atau dan fungsi bladder
menurun : fisioterapi 2. Membantu
Setelah di lakukaan 2. Hindari paktor mencegah distensi
tindakan keperawatan pencetus atau kompikasi
Selma 3x 24 jam di inkontinensia urine 3. Mengatasi faktor
harapkan kebutuhan seperti cemas penyebab
eliminasi urine terpenuhi 3. Kolaborasi dengan

22
dengan kreteria hasil : dokter dalam
1. Klien dapat pengobatan dan
mengontrol katerisasi
pengeluaran urine
setiap 4 jam
2. Tidak ada tanda tanda
retensi dan
inkontinensia urine
3. Klien berkemih
dalam keadaan rileks

BAB IV

LAPORAN KASUS PADA PENYAKIT BATU GINJAL

23
4.1 Skenario Kasus
Ny. F (55 tahun) seorang karyawan swasta MRS dengan keluhan nyeri
pinggangkanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut dan tidak dipengaruhi
mobilitasfisik. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama,
dan nyeri hilang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri
dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang
biasa dimakan, selanjutnya Ny. F dibawa oleh suami ke RS. Ny. F juga mengeluh
mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam danair kencing
keruh dan oliguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam. Ny. F mengaku BAB dan Bak
selama ini tidak ada masalah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Kondisi umum
= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik, TD= 120/90 mmHg, HR=
102x/mnt, RR= 28x/mnt, Suhu= 38,70C, abdomen:inspeksi=flatuensi (+), palpasi:
nyeri tekan kuadran kanan atas (+), perkusi:timpani pada abdomen dan nyeri ketok
CVA dexter (+), auskultasi : bising usus menurun. Pada pemeriksaan lab didaptkan :
Hb=14gr/dl, leukosit = 15.000/mm3,ureum= 24mg/dl, creatinin =2,5 mg/dl. Pada
pemeriksaan penunjang USG menunjukkan hidronefrosis dextra. Pada pemeriksaan
BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik
namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II.
Asuhan KeperawatanA.
 
PENGKAJIAN1.
 
Identitas Klien
 Nama : Ny.
FUmur : 55 TahunJenis Kelamin : PerempuanPekerjaan : Karyawan Swasta M
RSDiagnosa medis : Batu Ginjal

BAB V

24
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis besar pembentukan
batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinstik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu
umur, jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi
geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, dan pekerjaan.
Komposisi utama dari batu ginjal adalah kalsium oslat yang mencapai 80%.
5.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna , kedepan nya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang LP di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentu nya dapat di pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/43857382/Laporan_pendahuluan_BATU_GINJAL#:~:text=Laporan
%20pendahuluan%20BATU%20GINJAL%20Noonaa%20Noonaa%202020%2C
%20Nurhasanah,batu%20ginjal%20dipengaruhi%20oleh%20faktor%20intrinstik%20dan
%20ekstrinsik.
https://www.scribd.com/doc/237409622/Lp-Batu-Ginjal

25
https://eprints.umm.ac.id/47830/3/BAB%20II.pdf#:~:text=Batu%20ginjal
https://www.academia.edu/34787972/ASKEP_BATU_GINJAL_docx
https://www.academia.edu/11326029/
ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_BATU_GINJAL

26

Anda mungkin juga menyukai