Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuni dibentuk
di dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari
substansi ekskresi di dalam urin. ( Nursalam, 2006)
Nefrolitiasis juga dapat dikatakan sebagai penyakit kencing batu yang terjadi
di ginjal yang menyebabkan tidak bisa buang air kecil secara normal dan terjadi
rasa nyeri karena adanya batu atau zat yang mengkristal di dalam ginjal
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) didalam ginjal (Muttaqin & Sari, 2011:110). Nefrolitiasis atau batu ginjal
adalah adanya kalkuli yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan antara
kelarutan dan pengendapan garam di saluran kemih dan ginjal. Batu ginjal
terbentuk saat air kemih menjadi jenuh dengan senyawa tak larut yang
mengandung kalsium, oksalat dan fosfat akibat dehidrasi atau kekurangan cairan
(Han, et al. 2015). Batu ginjal atau nefrolitiasis terbentuk saat mineral dalam ginjal
tidak bisa diekskresikan sehingga akhirnya menjadi butiran-butiran yang
menyerupai pasir. Sekitar 70-80% batu ginjal yang terjadi di beberapa negara
maupun di Indonesia adalah batu kalsium oksalat. Dampak atau akibat dari batu
ginjal jika dibiarkan terlalu lama dan tidak segera ditangani, bukan tak mungkin
akan berlanjut ke kondisi yang lebih parah, yaitu Chronic Kidney Disease (CKD)
atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGK merupakan kondisi ginjal yang
kehilangan fungsinya (Rasyida, 2013). Ginjal merupakan organ vital karena
mempunyai fungsi multiple yang tidak dapat digantikan oleh organ lain. Fungsi
ginjal antaralain; pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit, pengaturan
osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri dan
pengaturan keseimbangan asam dan basa, selain itu ginjal memiliki fungsi untuk
membersihkan tubuh dari racun melalui cairan urin (Wahyuni, et al. 2013). Salah

1
satu bentuk respon tubuh mendapatkan asupan cairan yang cukup adalah urin
dapat keluar dengan bebas dan berwarna cerah, dan sebaliknya ketika tubuh tidak
mendapatkan asupan air yang cukup, urin akan berwarna gelap dan berbau.
Minum air putih yang cukup akan membantu ginjal untuk bekerja secara normal.
Dalam kehidupan sehari-sehari manusia memerlukan sumber tenaga yaitu makan
dan minum. Salah satunya adalah kebutuhan akan air minum, diketahui bahwa
70% bagian yang ada di dalam tubuh manusia berbentuk cairan. Manusia
membutuhkan air yang cukup untuk menjaga kesegaran dan kebugaran jasmani.
Air minum merupakan unsur gizi yang sama pentingnya dengan karbohidrat,
protein, lemak dan vitamin. Tubuh membutuhkan air mineral untuk dikonsumsi
sebanyak 1 sampai 2,5 liter atau setara dengan 6-8 gelas setiap harinya,
mengkonsumsi air mineral yang baik dan cukup bagi tubuh dapat membantu
proses pencernaan, mengatur metabolisme, mengatur zat-zat makan dalam tubuh
dan mengatur keseimbangan tubuh, Asmadi (2011, dalam Sari, 2014). Kebiasaan
mengkonsumsi air yang kurang, dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
batu, selain itu aktivitas yang berlebihan menyebabkan ekskresi cairan akan terjadi
melalui keringat sehingga urin akan menjadi lebih pekat dan risiko terjadinya batu
akan menjadi lebih besar. Masalah kekurangan air bukan hanya di Indonesia tetapi
sudah masalah mengelobal. Indonesia sendiri dengan jumlah penduduk yang telah
mencapai lebih dari 200 juta jiwa, kebutuhan air minum untuk dikonsumsi menjadi
semakin berkurang (Putra, 2014). Selain itu kebiasaan yang salah sering dilakukan
adalah hanya mengonsumsi air minum saat dirasa haus, padahal rasa haus
merupakan ciri seseorang mengalami dehidrasi. Dampak dehidrasi jika dibiarkan
akan meningkatkan risiko penyakit batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker
usus 3 besar, konstipasi, obesitas, stroke pembuluh darah otak dan gangguan yang
lainnya (Sumarmi & Ernovitania, 2017)

2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien nefrolitiasis dengan
teknik anestesi umum
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan keseluruhan konsep dan asuhan keperawatan
anestesi pada pasien dengan nefrolitiasis
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre, intra dan post
operasi

c. Mampu melakukan perhitungan dan memberikan terapi cairan pada saat pre,
intra dan post operasi

d. Mampu melakukan tindakan intubasi dan memberikan pemeliharaan


tindakan anestesi

e. Mampu mengembalikan keadaan pasien dalam keadaan normal keruangan


perawatan

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Nefrolitiasis


1. Definisi
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan
kalsium phospat meskipun juga yang lain urid acid dan kristal, juga membentuk
kalkulus (batu ginjal).
Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi
pada ginjal untuk mengangkat batu. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa :
Kuncara H.Y., dkk, 2001:1466)

2. Etiologi
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
terjadi pada pasien dehidrasi).
Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah
faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Fraktor intrinsik antara lain:
a. Umur

4
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun, karena dengan
bertambahnya umur menyebabkan gangguan peredaran darah seperti hipertensi
dan kolesterol tinggi. Hipertensi dapat menyebabkan pengapuran ginjal yang
dapat berubah menjadi batu, sedangkan kolesterol tinggi merangsang agregasi
dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga mempermudah
terbentuknya batu
b. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan. Hal ini karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama
pembentuk batu lebih rendah pada perempuan daripada laki-laki, dan kadar
sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu pada perempuan
lebih tinggi daripada laki-laki. Selain itu, hormon estrogen pada perempuan
mampu mencegah agregasi garam kalsium, sedangkan hormon testosteron yang
tinggi pada laki-laki menyebabkan peningkatan oksalat endogen oleh hati yang
selanjutnya memudahkan terjadinya kristalisasi.
c. Hyperkalsemia
Meningkatnya kalsium dalam darah
d. Hyperkasiuria
Meningkatnya kalsium dalam urin
e. Ph urin
f. Kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh
Faktor ekstrinsik diantaranya:
a. Air Minum
Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya
pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak seimbangan cairan
yang masuk.
b. Suhu

5
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan ultraviolet
tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi
vitamin D (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) serta
menyebabkan pengeluaran keringat yang banyak sehingga mengurangi
produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu.
c. Makanan
Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi faktor terbentuknya batu
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktifitas atau sedentary life.
f. Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam fosfat
sehinggga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.

3. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi
untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur
keseimbangan cairan dan asam basah dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal
pada manusia masing-masing di sisi kiri dan kanan tulang vertebra dan terletak
retroperitoneal atau di belakang peritoneum. Selain itu sepasang ginjal tersebut
dilengkapi juga dengan sepasang ureter ke lingkungan luar tubuh

Secara umum ginjal terdiri dari beberapa bagian


1. Korteks, yaitu bagian di mana di dalamnya terdapat korpus renalis atau
Malpighi (glomerulus dan kapsul bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distal.

6
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus
lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis yaitu bagian pyramid atau medula yang menonjol ke arah
korteks
5. Hilus renalis yaitu suatu bagian dimana pembulu darah serabut saraf atau
duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
6. Papila renalis yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus mengumpul
dan calix minor
7. Calix minor yaitu percabangan dari calix major
8. Calix major yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis disebut juga piala ginjal yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan uteter.
10. Ureter yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
4. Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks, jaringan yang
tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira tiga
perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien. Peningkatan
konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga peningkatan bahan-
bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau urin stastis sehingga membuat
tempat untuk pembentukan batu. Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan
kebasahan urin oleh produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan
magnesium fospat. (Jong, 1996 : 323)
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH
urine dan status cairan pasien. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi
obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal
serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil,
demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa

7
batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-
lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu dengan
diameter <0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka
pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal
dapat terjadi.
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori :
a. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya
agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori Matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose,
3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan
kristal-kristal sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui
daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat. Phospat
mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan
kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
d. Teori Epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama, salah
satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin akan

8
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
e. Teori Kombinasi Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori
di atas.

5. Manifestasi Klinik
Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut, kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin
berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasive batu. Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya
menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria.
Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :
a. Hematuria
b. Piuria
c. Polakisuria/fregnancy
d. Urgency
e. Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus
f. pada daerah pinggang.
g. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahanlahan.
h. Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah,
selanjutnya ke arah penis atau vulva.
i. Anorexia, muntah dan perut kembung
j. Hasil pemeriksaan laboratorium, dinyatakan urine tidak ditemukan adanya
batu leukosit meningkat.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urin
1) pH lebih dari 7,6

9
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Pemeriksaan darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Pemeriksaan Radiologist
Foto Polos perut / BNO (Bladder Neck Obstruction) dan Pemeriksaan rontgen
saluran kemih / IVP (Intranenous Pyelogram) untuk melihat lokasi batu dan
besar batu.
d. CT helikal tanpa kontras
CT helical tanpa kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada pasien
yang diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain: tidak
memerlukan material radiokontras; dapat memperlihatkan bagian distal ureter;
dapat mendeteksi batu radiolusen (seperti batu asam urat), batu radio-opaque,
dan batu kecil sebesar 1-2 mm; dan dapat mendeteksi hidronefrosis dan
kelainan ginjal dan intraabdomen selain batu yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala pada pasien. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 100
pasien yang datang ke UGD dengan nyeri pinggang, CT helikal memiliki
sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan nilai prediktif negatif 97% untuk
diagnosis batu ureter.
e. USG abdomen
Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi, tetapi
teknik ini kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa
memperlihatkan ginjal dan ureter proksimal. Penelitian retrospektif

10
7. Penatalaksanaan
Sjamsuhidrajat (2004) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis terdiri
dari:
a. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi
pembentukan batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium)
di dalam air kemih, berikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya
batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya
oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh
karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis
atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap
penyakit-penyakit tersebut.
g. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air
kemih.
h. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
i. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk
menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium
sitrat.
j. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.

11
Sedangkan menurut Purnomo BB (2003), penatalaksanaan nefrolitiasis adalah
:
a. Terapi Medis dan Simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Tetapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
b. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering
dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
adalah tindakan memecah batu yang ditembakkan dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut yang dapat memecahkan batu menjadi
pecahan yang halus, sehingga pecahan tersebut dapat keluar bersama dengan
air seni. Keutungan dari tindakan ESWL ini yaitu tindakan ini dilakukan tanpa
membuat luka, tanpa pembiusan dan dapat tanpa rawat inap.
c. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor tindakan bedah
lain adalah operasi kecil pengambilan batu ginjal / PCNL (Percutaneous
Nephrolithotomy). PCNL merupakan tindakan menghancurkan batu ginjal
dengan memasukkan alat endoskopi yang dimasukkan kedalam ginjal
sehingga batu dapat dihancurkan dengan alat tersebut. Tindakan ini
memerlukan pembiusan dan rawat inap.

B. Anestesi Umum
1. Pengertian General Anestesi (anestesi umum)
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible).
2. Teknik General Anestesi

12
General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan yaitu:
a General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.

Tabel 1 Obat–obat General Anestesi Intravena


Obat–obat General Anestesi Obat-obat Anestesi Inhalasi
Intravena
1) Atropine Sulfat 1) Nitrous Oxide
2) Pethidin 2) Sevofluran
3) Atrakurium
4) Ketamine HCL
5) Midazolam
6) Fentanyl
7) Rokuronium bromide
8) Prostigmin
Sumber: Omoigui, 2009
3. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society Of Anesthesiologist (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak
samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain.
Contohnya: pasien batu ureter dengan hipertensi sedang
terkontrol, atau pasien appendicitis akut dengan
leukositosis dan febris.

13
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya:
pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau
pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat. Contohnya : Pasien
dengan syok atau dekompensasi kordis.
ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahanhidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan
syok hemoragik karena ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE
atau IIE. Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk
mencegah aspirasi lambung karena regurgitasi atau muntah. Pada
pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa :
anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa
nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung
dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis
reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan
kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk
dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah
memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).
4. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan, dan pemulihan anesthesia diantaranya:
a. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

14
b. Memperlancar induksi anesthesia.
c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
d. Meminimalkan jumlah obat anestetik.
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.
f. Menciptakan amnesia.
g. Mengurangi isi cairan lambung.
h. Mengurangi reflex yang membahayakan.
5. Induksi Dan Rumatan Anestesia
a. Induksi Anestesi Umum
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke
stadium pembedahan. Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara
intravena, inhalasi, intramuskuler atau rektal. Setelah pasien tidur akibat
induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai
tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anestesi
selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga
seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan
lebih baik. Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata
STATICS:
S: Scope dan Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung,
Laringo-Scope. Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia
pasien. Lampu harus cukup terang.
T: Tubes, Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A: Airway, Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah
tidak menyumbat jalan napas.
T: Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

15
I: Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C: Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.
S: Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
b. Rumatan Anestesi
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara intravena
(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran
intravena inhalasi. Rumatan anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi
yaitu:
1) Hipnosis
2) Analgesia
3) Relaksasi otot
C.Terapi Cairan Peri Operatif
1. Pre operatif
Pengganti kebutuhan cairan selama puasa
Maintenance x lama puasa
2. Durante operasi
- Pemeliharaan: 2 ml/kg/jam
- Stress operasi:
operasi ringan : 4 ml/kgBB/jam
operasi sedang : 6 ml/kgBB/jam
operasi berat : 8 ml/kgBB/jam
Jenis pembedahan (menurut MK Sykes):
a. Pembedahan kecil / ringan
- Pembedahan rutin kurang dari 30 menit.
- Pemberian anestesi dapat dengan masker.

b . Pembedahan sedang.

16
- Pembedahan rutin pada pasien yang sehat.
- Pemberian anestesi dengan pipa endotracheal.
- Lama operasi kurang dari 3 jam.
- Jumlah perdarahan kurang dari 10% EBV
c. Pembedahan besar
- Pembedahan yang lebih dari 3 jam.
- Perdarahan lebih dari 10% EBV
- Pembedahan di daerah saraf pusat, laparatomi, paru dan kardiovaskuler
3. Pasca operasi
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a.Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b.Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah
c.Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan

17
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan Teoritis

Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang


sistemik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang
melalui lima fase berikut yaitu pengkajian, identifikasi masalah,
perencanaan, implementasi, evaluasi (Nursalam, 2008).
a. Pengkajian
1. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa
lalu, riwayat penyakit keluarga.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
1) Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih
banyak duduk
2) Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
3) Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya
(cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
2) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala:
1) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
2) Penrunan volume urine
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Diare

18
Tanda:
a) Oliguria, hematuria, piouria
b) Perubahan pola berkemih

d. Makanan dan Cairan


Gejala:
1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
2) Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
3) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
1) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
2) Muntah
e. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala:
Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung
lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
1) Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
2) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan
Gejala:
1) Penggunaan alkohol
2) Demam/menggigil
g. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala:
1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISKkronis

19
2) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme
3) Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat,
alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi,
berkeringat, dan nausea.
b) Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan
obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
c) Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal
ginjal dan retensi urin.
d) Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada
pasien dengan urosepsis.
e) Inspeksi tanda obstruksi : berkemih dengan jumlah urin sedikit,
oliguria, anuria.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
a. Nyeri akut b.d inflamasi terhadap iritasi batu
b. Cemas b.d perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
2) Intra Operasi
a. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi
3) Post Operasi
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas

20
c. perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk penycegahan,
mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
pada diagnose keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menemukan diagnose
keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam 2008).
Prioritas masalah keperawatan berdasarkan keluhan pasien yang dirasakan
saat dikaji.
1) Pre operasi : nyeri
2) Intra operasi : resiko perdarahan
3) Post operasi : ketidak efektifan jalan nafas
d. penatalaksanaan
penatalaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik
(Nursalam 2008).
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana, dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuck memonitor
keadaan uang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan
implementasi intervensi (Nursalam 2008).

21
2. Pathway

Nefrolitiasis

Pembedahan Konservatif

Nefrolithotomi

Ruang Anastesi Luka Luka sayatan Tidak adekuat Kelemahan


pemulihan terbuka informasi fisik

Organisme Kurangnya Kurang


Peristaltik usus
Aspirasi dientre Sel rusak pengetahuan Perawatan
menurun
Diri

Ansietas
Akumulasi Penurunan nafsu Resiko
sekret makan Infeksi
Inflamasi Mediator
Bradikinin
Cerotamin
2.1.Tidak Efektifnya
Intervensi
Jalan Nafas
Gangguan
dan Rasional
Nutrisi Edema

Stimulasi
Compresi reseptor

Nyeri Nyeri

22
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
• Nama : Tn. R
• Umur : 52 Tahun
• Agama : Islam
• Nomor Medrec : 01406004
• Alamat : plered
• Pekerjaan : Swasta
• Diagnosa : Nefrolitiasis
• Tindakan Operasi : Nefrolitotomi
• Nilai ASA : ASA II
• Tindakan Pembiusan : GA dengan kendali ETT
• Tanggal Pengkajian IBS : 21 Februari 2020

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada punnggung sebelah kanan dengan
skala nyeri 4
b. Keluhan tambahan
Nyeri bertambah jika pasien beraktivitas
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan ada riwayat penyakit DM, Penyakit asma tidak ada, alergi
obat tidak ada
d. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengelu nyeri pada pinggang sebelah kanan, nyeri seperti tertusuk
e. Riwayat penyakit keluarga

23
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Lonjong, simetris
b. Mata : Konjungtiva agak anemis, pupil isokor kiri dan kanan
c. Hidung : Tidak ada gangguan
d. Telinga : Simetris kiri kanan, Tidak ada gangguan
e. Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak ada gigi palsu dan gigi ompong
f. Tenggorokan : Tidak ada gangguan
g. Leher : Gerak leher biasa tidak ada gangguan
h. Thorak : Tidak ada jejas pada dada, mengembang saat inspirasi, dada
simetris kiri
dan kanan, auskultasi terdengar vesicular pada area lapang
paru, wheezing (-), ronchi (-).
i. Abdomen : Tidak ada jejas, tidak ada benjolan, simetris, bising usus (+),
Nyeri pada
perut dan pinggang sebelah kanan
j. Genetalia : Urine (+)
k. Ekstremitas : Tidak ada masalah pada ekstremitas atas dan bawah
l. Integumen : Tidak ada sianosis, tampak ikterik, tidak ada luka, turgor kulit
baik
m. Tanda-tanda vital
Keadaan umum : Baik, Kooperatif
Kesadaran : Composmentis GCS E4V5M6
Tanda Vital : TD 132/90 mmHg, N 86 x/m, Suhu 36°c, RR 20 x/m
BB 75 kg

24
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Periksa 17/02/2020, 15.48
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan
Hematology
Darah Rutin 1
Hemoglobin 11.0 L 13.2 - 17.3 g/dl
Hematokrit 34.7 33 – 45 %
Leukosit 9.16 3.8 – 10.6 ribu/uL
Trombosit 305 150 – 440 ribu/uL
Golongan darah O (+)
APTT/PTTK 28.4 H 21.8 – 28.0 Detik
Kontrol 27.6 21.0 – 28.4 Detik
PPT 9.6 93 – 11.5 Detik
Kontrol 11.6 9.3 – 12.5 Detik
Imunoserologi
HBsAg Kualitatif Non Non Reaktif -
Reaktif
Kimia
Gula Darah 62 L 75 – 110 mg/dl
Sewaktu
Ureum 59 H 10 – 50 mg/dl
Creatinin Darah 3.30 H 0.7 – 1.3 mg/dl
Na,K,Cl
Natrium 140.6 135 – 147 mmol/L
Kalium 4.06 3.5 – 5 mmol/L
Chloride 109.0 H 95 – 105 mmol/L

25
Tanggal Periksa 17/02/2020, 15.48

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan


Urine Lengkap
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Protein 100 H ˂ 30 (Negatif) mg/dl
Reduksi Neg ˂ 15 (Negatif) mg/dl
Bilirubin Neg ˂ 1 (Negatif) mg/dl
Reaksi/Ph 5.5 4.8 – 7.4 -
Urobilinogen 0.2 ˂2 mg/dl
Benda Keton Neg ˂ 5 (Negatif) mg/dl
Nitrit Neg Negatif -
Berat Jenis 1.020 ˂ 1.015 1.025 -
Blood 80 ˂ 5 (Negatif) Eri/uL
Leukosit ˃ 500 ˂ 10 (Negatif) Leu/uL
Mikroskopis
Epitel Sel 3–4 5 – 15 /LPK
Erytrosit 2–4 0–1 /LPK
Leukosit 49 – 50 3–5 /LPK
Silinder Hialin (0-1) 0-1 (Hialin) /LPK
Parasit Negatif Negatif -
Bakteri Positif 1 Negatif -
Jamur Negatif Negatif -
Kristal Negatif -
Benang Mukus Negatif -

BNO/FPA (Non Kontras)

26
Kesan:
Nefrolithiasis Kanan Uk. 2x2.5 cm.
Spondilosis Lumbalis

5. Data Psikologis
Emosi pasien tampak kurang stabil terbukti dengan pasien mengatakan cemas
dan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan. Pasien tampak gelisah
dan tak tenang. Pasien mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada tim medis
tentang kondisi penyakitnya.
6. Data Sosial
Pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang-orang
disekitarnya, berharap untuk cepat sembuh, agar bisa melakukan aktifitas
seperti biasa dan berkumpul kembali dengan keluarganya.
7. Data Kultural
Pasien adalah suku Jawa, sebelum berobat kerumah sakit pasien mengkonsumsi
obat herbal dari tanaman yang diracik.
8. Data Spiritual
Pasien beragama Islam, selama dirawat di rumah sakit pasien selalu berdoa dan
yakin akan sembuh, keluarga pasien juga turut berdoa buat kesembuhan pasien
9. Pola Pengkajian Fungsional
a. Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit: Pasien mengatakan sakitnya murni karna factor ilmiah, bukan
karena santet
Saat Sakit : Berobat kerumah sakit walau sempat tertunda karena biaya
berobat mahal
b. Pola nutrisi metabolic
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan nasi, sayur, dan lauk pauk porsi
satu piring

27
penuh 3x sampai 4x sehari.
Saat Sakit : Makan 3x sehari dengan setengah porsi, nafsu makan
menurun namun
banyak minum
c. Pola eliminasi
Sebelum Sakit : BAK normal tidak ada masalah
Setelah Sakit :BAK nyeri dan sering BAK
d. Pola aktivitas/latihan
Sebelum sakit: Aktifitas bebas tidak ada masalah
Setelah sakit: Aktifitas terbatas karena nyeri dan juga karena terpasang infus
e. Pola istirahat/tidur
Sebelum sakit: Tidur dengan rentang 6-8 jam.
Setelah sakit: Tidur terganggu karena nyeri dan sering terbangun saat istirahat
f. Pola kognitif/persepsional
pasien tampak bingung, pasien mengatakan kurang memahami informasi tentang
penyakitnya serta prosedur operasi yang akan dilakukan
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Harga diri, ideal diri, peran diri taka da masalah
h. Pola peran/hubungan
Pasien mampu berkomunikasi dengan keluarga, perawat dan dokter
i. Pola seksualitas/reproduksi: -
J. Pola koping/toleransi strees
Pasien beranggapan bahwa tindakan operasi bisa mengancam hidupnya
k. Pola nilai/kepercayaan
Pasien beragama Islam, sebelum dan saat sakit pasien tetap rajin berdoa dan
percaya penyakitnya akan sembuh.

B. Persiapan Anestesi
1. Alat dan mesin Anestesi

28
a. Mesin anastesi dihubungkan dengan aliran listrik untuk mengetahui mesin
dapat menyala atau hidup sesuai fungsinya. Memeriksa ulang kelengkapan
dan fungsi anastesi, jika tak ada kebocoran gas atau oksigen (pastikan
oksigen ada) untuk memastikan bahwa mesin dapat digunakan sebagaimana
mestinya, memeriksa vaporizer sudah terisi dan soda lime masih bewarna
pink, jika warna berubah maka harus diganti. Jika tak ada kebocoran mesin
dan mesin berfungsi dengan baik maka mesin tersebut siap untuk
dipergunakan
b. fase mask sesuai ukuran dan spuit kunci
c. STATICS
1. stetoskop dan laringoskop (pastikan lampu menyala)
2. tube (selang endotrakeal tube) ETT kin king no.7(pastikan tidak bocor)
3. air way (gudel/mayo) ukuran medium no 4 (sesuai dengan kebutuhan)
4. tape ( plester)
5. introducer ( magil, stilet)
6. conector
7.suction
2. Persiapan Obat
a. anti emetic : ondansentron 4 mg
b. analgetik : fentanyl 100 mcg, Pethidine 100 mg,
Tramadol
100 mg
c. induksi : propofol 150 mg( 1 amp 200 mg)
d. pelumpuh otot : atrakurium 40 mg (1 amp 50 mg)
e. antihipertensi : Nicardipine 0.1 mg (1 vial 10 mg)
f. anti fibrinolitik : Asam Traneksamat 500 mg (1 amp 500 mg)
g. antikolinergik : Sulfat Atropine 0.75 mg (3 amp)
h. antagonis musclerelaxan : Prostigmine 1.5 mg (3 amp)
i. gas : O2 : N2O 2:2 , volatil sevofluran 2 vol %

29
3. Persiapan Pasien
a. persiapan mengecek kelengkapan rekam medis
b. mengecek inform concent tindakan bedah dan tindakan anestesi umum
c. mengisi formulir pra sedasi dan anesthesi
d. melakukan sign in
e. mengganti pakaian pasien, memberikan informasi tentang prosedur operasi
f. mengantarkan pasien ke kamar operasi
g. Penandaan lokasi operasi
h. melakukan surgical s afety cek list.
C. Penatalaksanaan anestesi
1. Ruang persiapan
Pasien masuk ke kamar persiapan pukul 12.00 wib, infus terpasang pada tangan
kiri dengan iv line ukuran 18 dan lancar. Selama diruang persiapan pasien
kooperatif , kesadaran composmentis. Sebelum tindakan anestesi diperlukan
pengecekan rekam medis dan inform concent.
2. Ruang operasi
a. Pasien masuk ke kamar operasi 12.10 wib, pasien dibaringkan dengan posisi
supine dan atur kecepatan infus
b. nyalakan monitor dan mesin anastesi
c. pasien dilakukan pemasangan monitor tanda tanda vital, dan saturasi
TD: 132/90 mmHg, HR: 86 x/m, RR: 20 x/m, SPO2: 99%
d. Petugas kamar bedah melapor dokter operator bila sudah siap
e. memberikan pramedikasi sulfat atropine 0,25 mg, ondansentron 4 mg,
fentanyl
100 mcg
f. kemudian dilakukan induksi pada pukul 12.20 dengan obat-obat:
1) propofol 150 mg
2) atrakurium 40 mg
3) sevofluran 2 vol %

30
4) O2 2 L/m, N2O 2 L/m
g. reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan dilakukan baging
dengan jaw trust dan chin lift
h. penatalaksanaan intubasi dilakukan pada 12.24 wib dengan posedur:
1) Posisikan kepala pasien dengan ekstensi
2) Buka mulut pasien dengan cross finger, pegang laringoskop dengan
tangan kiri kemudian masukkan kedalam mulut, geser lidah pasien ke
arah kiri dengan posisi laringoskop membuka rongga mulut
3) Cari epiglottis lalu tempatkan ujung bilah laringoskop di pangkal epiglotis
4) Angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas (jangan menekan
gigi) untuk melihat plica vocalis
5) Bila sudah terlihat ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan
tangan kanan
6) Masukkan EET dari sisi mulut kanan, sampai masuk ke saluran trakea
dengan ukuran minimal 20 cm
7) Lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian
hubungkan dengan konektor kuregatet mesin anestesi
8) Tes kedalaman ETT dengan stetoscope pada daerah apex kanan dan kiri
untuk memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek
keseimbangan antara paru-paru kanan dan kiri
9) Setelah ETT sudah dipastikan dalam keadaan seimbang maka dilakukan
fiksasi dengan menggunakan plaster agar tidak terjadi pergeseran letak
posisi ETT
10) Jam 12.35 tindakan operasi dimulai
11) Perhitungan respirasi selama operasi
Perhitungan rencana pemberian ventilasi:
a) Tidal volum
Tidal volum = BB(kg) x Konstanta(6-10)
= 75 x 7

31
= 525 ml
b) Minute volum
Minute volum = tidal volume x respirasi rate(14 x/menit)
= 525 x 14
= 7350 ml = 7.3 L/menit
Pemberian Fresh Gas Flow dengan perbandingan 50:50 O 2 : N2O = 2
L
:2L
c) Menggunakan ventilator
TV RR PEEP I:E
525 ml 14 x/menit 3 Ratio 1:2

12) Monitoring intake dan output cairan


Perhitungan cairan pasien selama operasi:
BB = 75 kg
Jenis operasi = Berat
Puasa = 7 jam
a) Kebutuhan cairan maintenance untuk pasien dengan BB 75 kg
Rumus: berat badan x 2 ml/kg/jam = 75 kg x 2 ml/kg/jam
= 150 ml/Jam atau (50 tpm)

b) Kebutuhan cairan selama puasa = maintenance x lama puasa


= 150 ml x 7 jam= 1050 ml
c) Insesible water loss (IWL) = Stress operasi x BB(kg)
Stress operasi: ringan 4 ml, sedang 6 ml, berat 8 ml
= 8 ml x 75
= 600 ml
d) Estimated Blood Volume

32
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb
EBV perempuan dewasa 65 cc/kgbb
EBV = 70 cc x 75 kg
= 5250 cc
e). Estimated Blood Loss
EBL dapat dibagi menjadi 4 kelas
Kelas 1: <15% dari jumlah total darah(EBV)
Kelas 2: 15-30% dari jumlah total darah(EBV)
Kelas 3: 30-40% dari jumlah total darah(EBV)
Kelas 4: > 40% dari jumlah total darah(EBV)
(1). kelas 1 <15% x 5250 cc = < 787.5 cc
(2) kelas 2 15-30% x 5250cc = 787.5 - 1575 cc
(3) kelas 3 30-40% x 5250cc = 1575 – 2100 cc
(4) kelas 4 > 40% x 5250cc = > 2100 cc
f) Jumlah perdarahan 1 jam pertama:
Suction = 300 cc
Kasa 10 (1 kasa = 10 cc) = 100 cc
Total perdarahan = 400 cc
Perdarahan diganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan
1:3 yakni 400 cc darah : 1200 cc. Cairan yang masuk 1500 cc
kristaloid
g) Kebutuhan cairan selama operasi
Rumus : jam 1 = ½ puasa + maintenance + IWL = ml
= ½ 1050 + 150 + 600
= 1275 ml
h) Cairan yang keluar
Darah = 400 cc
Urine = 100 cc
IWL = 600 cc

33
i) Cairan yang diberikan (kristaloid)
pre dan intra operasi = 1275 cc + 1500 cc
Total = 2775 cc
j) Jumlah tetesan/ menit 1 jam pertama = 2775 x 20 tts
60 menit
= 925 tts/menit: 60 detik
= 15.4 tts / detik
13) Pengakhiran anastesi
Operasi selesai pada pukul 08.50 wib, dan diberi analgetik Tramadol
100 mg didrips dalam RL 500 cc dgn tetesan 20 tpm dan Pethidine 75
mg IM. pasien dilakukan spontanisasi pada pernapasan dengan
bagging tanpa menggunakan ventilator dengan terapi injeksi
neostigmine 1,5 mg + sulfa atropin 0,50 mg 3:2. Pukul 09.05 pasien di
ekstubasi dengan tanda kesadaran pasien dapat dibangunkan bila
dipanggil, bisa bernapas spontan dan adekuat, bisa menelan,
mampu mengikuti instruksi yg diberikan tensi dan saturasi normal.
TD: 132/70, HR: 89x/mnt, RR: 18x/ mnt, saturasi 99%.
3. Post operasi (ruang pemulihan)
Pasien keluar dari kamar operasi menuju ruang pemulihan pada jam 09.10
wib. Pada saat masuk keruang pemulihan pasien terpantau. Diberikan oksigen
dengan nasal kanul 2 l/menit. TTV pasien yaitu TD: 135/78 mmhg, HR: 87
x/menit, RR: 18 x/menit, saturasi 99%. Dilakukan observasi 30 menit dengan
pemantauan alderet scor > 9.

34
D. Analisa data
NO DATA INTERPRETASI PROBLEM
1 Ds: Pasien mengeluh Agen injuri biologis Nyeri akut
nyeri pada pinggang
kanan
Do: Wajah Pasien tampak
meringis, TD: 132/90,
Hr: 86 x/m RR: 20
x/m

2 Prosedur operasi Cemas

Ds: Pasien mengatakan


takut dengan operasi
yang akan di jalani

Do: Pasien tampak

35
gelisah, berkeringat
dan tidak tenang,

3 Keterbatasan kognitif Kurang


pengetahuan
Ds: Pasien mengatakan
kurang memahami
informasi tentang
penyakitnya serta
prosedur operasi
yang akan dijalani
Do: Pasien tampak
bingung dan gelisah,
bertanya tentang Terputusnya kontinuitas
4 Resiko
jaringan
prosedur operasi Perdarahan

Intra Operasi
DS: -
DO:
1. Luka insisi ± 10 cm
2. Pada saat mulai hingga
5 Produksi lender dan saliva
selesai operasi meningkat Bersihan

perdarahan 400 cc jalan napas


tidak efektif
Post Operasi
DS: -
DO: Banyak lender pada
rongga mulut

36
Ada reflex batuk
Ada reflex menelan

E. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri pada perut kanan atas, pasien tampak meringis kesakitan,
skala nyeri 5, TD: 130/70, Hr: 110 x/i RR: 20 x/i

b. Cemas berhubungan dengan tindakan operasi ditandai dengan pasien


mengatakan takut dengan operasi yang akan di jalani, pasien tampak gelisah,
berkeringat dan tidak tenang, Frekuensi nadi dan pernapasan meningkat HR:
120x/i, RR: 25x/i

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ditandai


dengan Pasien mengatakan kurang memahami informasi tentang penyakitnya
serta prosedur operasi yang akan dijalani, pasien tampak bingung dan gelisah,
bertanya tentang prosedur operasi

2. Intra operasi
Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan ditandai dengan
luka insisi ± 10 cm, pada saat mulai hingga selesai operasi perdarahan 120 cc
Td : 127/85 mmHg, N : 90 x/mnt
3. Post operasi

37
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas ditandai dengan banyak lendir pada rongga mulut

F. Intervensi Implementasi dan Evaluasi

1. Pre Operasi

No Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi


Tangal/
Jam
1 Jumat Nyeri akut Setelah 1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi S: -Pasi
21 Feb 2020 berhubungan pemberian skala nyeri skala nyeri mengatak
07.00 Wib. dengan agen Tindakan 2. Ajarkan 2. Mengajarkan Nyeri
injuri diharapkan teknik Pasien teknik berkurang
biologis nyeri dapat relaksasi relaksasi
DS: Pasien berkurang 3. Kolaborasi 3. Berkolaborasi - Pasi
mengatak
mengeluh Kriteria hasil: dengan dengan dokter mengantu
nyeri 1. Pasien dokter dalam dalam pemberian setelah
pemberian
pinggang mengatakan penggunaan analgetik premedika
kanan skala nyeri analgetik premedikasi
O: Pasi
DO: Pasien berkurang dari premedikasi tampak
tampak 3-4 rileks, Ny
berkurang
meringis 2. Vital sign setelah

38
dalam batas pemberian
Fentanyl
normal
100 mcg
3. Ekspresi
-TD: 128/
wajah mmHg
menunjukan N: 77x/m
R: 17x/m
nyeri
berkurang A: Masal
teratasi
sebagian

P:
2 Intervensi
Jumat 1. Bina 1. Membina dilanjutka
21 Feb 2020 hubungan hubungan saling
Tujuan:
07.05 Wib. Cemas b/d saling percaya
setelah S: Pasi
tindakan percaya 2.Menjelaskan mengatak
diberikan cemas
operasi 2. Jelaskan semua prosedur berkurang
tindakan
semua yang akan O: Pasi
keperawatan tampak
prosedur dilakukan selama rileks
diharapkan
yang akan operasi A: Masal
cemas dapat teratasi
dilakukan 3. Memberikan
berkurang
selama informasi
Kriteria hasil:
operasi mengenai diagnosis
1. Pasien
3. Berikan 4. Mendengarkan
mampu
informasi dengan penuh
mengungkap
yang factual perhatian
gejala cemas
mengenai 5. Mengajarkan
2. Vital sign
diagnosis teknik napas dalam
dalam batas
4. Dengarkan
normal
dengan penuh
3. Ekspresi

39
wajah pasien perhatian
3 menunjukan 5. Ajarkan
kecemasan teknik napas
Jumat berkurang dalam
21 Feb 2020 1. Memberi
Kurang S: -Pasi
07:08 Wib Tujuan: 1. Beri pengetahuan
pengetahuan kepada pasien mengatak
Setelah diberi pengetahuan
b/d pahan
tindakan kepada pasien tentang
keterbatasan penyakitnya tentang
keperawatan di tentang
kognitif 2. Mendiskusikan penyakitn
harapkan penyekitnya
- Keluar
pasien 2. Diskusikan tentang pentingnya
memiliki tentang minum air putih pasien

pengetahuan pentingnya dan peranyak mengatak


paham ak
dan paham minum air minum air putih
tentang putih dan 3. Memberi penyakit
pengetahuan pasien
penyakitnya perbanyak
Kriteria hasil: minum air kepada keluarga O: Pasi

Pasien dan putih tentang penyakit tampak


tenang
keluarga 3. beri pasien
A: Masal
mampu pengetahuan
teratasi
memahami kepada
tentang keluarga
penyakitnya tentang
penyakit
pasien

40
2. Intra Operasi
No Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Tanggal/
Jam.
1 Jumat Resiko Tujuan: 1. Monitor 1. Memonitor S:
21 Feb 2020 perdarahan Perdarahan tanda-tanda tanda-tanda O: HB: 11
07:45 Wib b/d proses terkontrol perdarahan perdarahan PTAPPT:
pembedahan Kriteria hasil: 2. Pantau 2. Pantau 28.4
1. Tidak terjadi pemasukan pemasukan dan - Tid
syok dan pengeluaran cairan tampak
2. TTV dalam pengeluaran selama proses kehilanga
batas normal cairan selama operasi darah ya
3. Perdarahan proses berlangsung hebat
< 15% operasi 3. Memonitor nila - TD
berlangsung Lab Sistolik
3. Monitor 4. Memonitor vital 115-155
nilai Lab sign mmHg
yang meliputi Diastolik
HB, PT 70-95
APPT, mmHg
Trombosit A. Masal
4. Monitor teratasi
TTV sebagian
P.
Intervensi
dilanjutka

41
3. Post Operasi
No Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Tanggal/
Jam
1 Jumat Ketidak Tujuan: 1. Lakukan 1. Melakukan S:
21 Feb efektifan jalan Setelah diberi tindakan tindakan O: Pasien
2020 napas b/d tindakan suction suction terpasang
09:10 saliva berlebih keperawatan 2. Auskultasi 2. Mendengar nasal canul 2
karena proses status suara nafas suara nafas liter per
ekstubasi pernapasan sebelum dan sebelum dan menit
menjadi sesudah sesudah - Jalan napas
adekuat suction suction paten,
dengan 3. Berikan 3. Berikan pernapasan
kriteria hasil: oksigen dan oksigen dan regular,
-Suara nafas monitor monitor suara napas
yang bersih saturasi saturasi vasikuler
-Menunjukan 4. Bila perlu 4. Melakukan TD: 134/81
jalan nafas lakukan teknik teknik jaw mmhg
yang paten jaw trust atau trust atau head HR: 87x/m
dan tidak ada head tilt chin tilt chin lift R: 18x/m
suara nafa lift bila perlu SpO2: 99%
abnormal - Aldrete
score 10
A: Masalah

42
teratasi
sebagian
P: Lanjutkan
Intervensi

Kesimpulan
Nefrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam paerenkim ginjal.

Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam

saluran kemih dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi eksresi di

dalam urine. Urolitiasis merujuk pada adanya batu dalam system perkemihan.

Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat,

magnesium, ammonium, dan fosfat atau felembung asam amino. Penyebab yang

timbul hyperkalemia dan hiperkalsiuria disebabkan oleh hiperparatiroidisme, asidosis

tubulus ginjal, multiple myeloma, sertakelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali.

Dehidrasi kronis asupan cairan yang buruk, dan imobilitas. Adapun factor

predisposisinya orang yang pernah menderita batu ginjal cenderung untuk kambuh.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka

meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan Nefrolitiasis.

Adapun saran-saran adalah sebagi berikut :

43
1. Sangat dianjurkan bagi masyarakat yang beresiko tinggi agar secepatnya

melakukan tindakan pencegahan

2. Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara

teoritis maupun praktek tentang Nefrolitiasis agar dapat melakukan tindakan

keperawatan.

3. Bagi seorang penata anestesi sebaiknya harus memahami tentang teoritis

nefrolitiasis agar dapat melakukan asuhan kepenataan dengan baik

4. Rumah sakit bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit

sehingga pada penderita Nefrolitiasis mendapatkan ruangan dan fasilitas media

yang seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk

mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit Nefrolitiasis.

44
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I Made Karyasa. EGC: Jakarta

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6. EGC. Jakarta

NANDA. 2001-2002. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification.


Philadelphia: USA

Nursalam. 2006. Askep Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Edisi 1.
Salemba Medika: jakarta

Sjamsuhidajat, R % Jong Wim De. 1998. Buku ajar bedah. Jakarta : EGC

Suddarth & Brunner. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Mosby. St.louis.

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta EGC

45

Anda mungkin juga menyukai