Anda di halaman 1dari 31

A.

KONSEP DASAR MEDIK

1. Pengertian
Nefrolitiasis (batu ginjal) adalah salah satu penyakit ginjal,
di mana ditemukan batu yang mengandung bagian permata dan
jaringan alami yang merupakan penyebab paling umum dari
masalah kencing. Seperti yang ditunjukkan oleh penilaian lain.
Nefrolitiasis (batu ginjal) adalah suatu kondisi di mana
setidaknya ada satu batu di pelvis atau kelopak ginjal. Berbicara
secara komprehensif, susunan batu ginjal dipengaruhi oleh
komponen bawaan dan komponen asing. Variabel alami adalah
usia, orientasi seksual, dan keturunan, sedangkan komponen
asing adalah kondisi geologis, lingkungan, pola makan, zat yang
terkandung dalam kencing, pekerjaan, dll. Area batu ginjal biasa
ditemukan di kelopak, atau panggul dan ketika keluar itu akan
berhenti dan menghentikan ureter (batu ureter) dan (batu
kandung kemih). Batu ginjal bisa terbentuk dari kalsium, batu
oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat. Batu ginjal yang
paling terkenal adalah batu kalsium. (Fauzi & Putra, 2016).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Ginjal
Anatomi ginjal Ginjal adalah dua buah organ
berbentuk menyerupai kacang merah yang berada di kedua
sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang
rusuk manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang.
Bentuknya seperti kacang dan letaknya di sebelah
belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung.
Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna
merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan
tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira
140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk
dan keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal
menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2013).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya
dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya
terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri 7 atas bagian
korteks dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah
dalam. Bagian medula ini tersusun atas 15 sampai 16
massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjał.
Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan
berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan
pelvis ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan
mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal
melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa
terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh
fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul
gerota terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal
terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau
disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di
sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot
punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII,
sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan
duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh limpa,
lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).
b. Fisiologi Ginjal
Fisiologi ginjal Mekanisme utama nefron adalah untuk
membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-
zat yang tidak dikehendaki tubuh melalui
penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang
dikehendaki tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan
mekanisme kedua nefron adalah dengan sekresi
(prostaglandin oleh sel dinding duktus koligentes dan
prostasiklin oleh arteriol dan glomerulus). Beberapa fungsi
ginjal adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2011) :
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh
ginjal sebagai urin yang encer dalam jumlah besar.
Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan
urin yang diekskresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan
volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif
normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan
ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat
pemasukan dan pengeluaran yang abnormal dari ion-
ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau
penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah,
ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang
penting misalnya Na, K, Cl, Ca, dan fosfat.
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran
makan (mixed diet) akan menghasilkan urin yang
bersifat agak asam, pH kurang dari enam. Hal ini
disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein.
Apabila banyak makan sayur-sayuran, urin akan
bersifat basa, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai
8,2. Ginjal mengekskresikan urin sesuai dengan
perubahan pH darah.
4) Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum,
kreatinin, dan asam urat)
Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan
asam urat. Nitrogen dan urea dalam darah merupakan
hasil metabolisme protein. Jumlah ureum yang
difiltrasi tergantung pada asupan protein. Kreatinin
merupakan hasil akhir metabolisme otot yang
dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir
konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan
yang sama. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin
yang meningkat disebut azotemia (zat nitrogen 9
dalam darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan
oleh ginjal, sehingga jika terjadi peningkatan
konsentrasi asam urat serum akan membentuk
kristalkristal penyumbat pada ginjal yang dapat
menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik.
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang
mempunyai peranan penting dalam mengatur
tekanan darah (system rennin-angiotensis-
aldesteron), yaitu untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoesis). Disamping itu ginjal juga
membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin
D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di
usus.
6) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari
tubuh.
3. Etiologi
Interaksi susunan nefrolitiasis terjadi secara progresif,
kristalisasi ini berlangsung cukup lama. Bermula dari ukurannya
yang kecil dan terus berkembang hingga menyebabkan kerja
ginjal menjadi cacat. Tidak adanya konsumsi air juga
mempengaruhi. Siklus susunan batu disebut Urolitiasis. Selain di
ginjal, urolitiasis bisa terjadi di kandung kemih, yang disebut batu
kandung kemih. Selain kalsium, kadar korosif urat yang tinggi
juga dapat menyebabkan nefrolitiasis korosif urat. Beberapa
penyakit ini juga berisiko menyebabkan nefrolitiasis seperti
sarkoidosis, hiperparatiroidisme, penyakit kanker, dan asidosis
bulat ginjal.. (Hasanah, 2016)
Batu ginjal dicirikan ke dalam jenis berikut:
a. Batu Kalsium
Terdiri dari kalsium oksalat (setengah), kalsium fosfat
(5%) dan kombinasi keduanya (45%). Kebanyakan batu
kalsium oksalat terstruktur pada pH kencing 5,0-6,5,
sedangkan batu kalsium fosfat terstruktur pada pH yang
lebih basa. Variabel perkembangan batu kalsium adalah:
1) Hiperkalsiuria
Ini diisolasi menjadi hiperkalsiuria absorptif,
hiperkalsiuria ginjal, dan hiperkalsiuria resorptif.
Hypercalciury absorbtif terjadi karena peningkatan
retensi kalsium melalui sistem pencernaan,
hypercalciury ginjal terjadi karena ketidakmampuan
kapasitas untuk reabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal dan hypercalciury resorptive terjadi karena
peningkatan resorpsi kalsium tulang.
2) Hiperoksaluri
Merupakan keluarnya oksalat urin yang melebihi 45
gram setiap hari.
3) Hiperurikosuria
Kadar korosif urat pada kencing yang melampaui
850mg / 24 jam.
4) Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi efek kalsium
dengan oksalat ata fosfat sedikit.
5) Hipomagnesuri
Magnesium yang berperan sebagai penghambat
batu kalsium dalam kadar rendah dalam tubuh.
Alasan paling terkenal untuk hipomagnesuria adalah
penyakit usus provokatif diikuti oleh malabsorpsi yang
dinonaktifkan.
b. Batu Struvite
10-15% batu ginjal adalah batu struvite. Pembentukan
batu disebabkan oleh penyakit saluran kemih berulang oleh
mikroba yang memproduksi urease, seperti Proteus
mirabilis, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa
dan Enterobacter sp. Batu struvite cenderung berbentuk
batu staghorn dan lebih normal pada wanita.
c. Batu Asam Urat
Sebanyak 3-10% batu ginjal merupakan batu korosif
urat dengan kejadian lebih tinggi pada jenis kelamin pria.
Diet tinggi purin pada orang yang membakar protein
berlebih, menyebabkan hiperurikosuria, volume urin rendah
dan urin rendah (pH <5,05) meningkatkan frekuensi
pembentukan batu korosif urat.
d. Batu sistin
Terjadinya batu ini adalah <2%. Batu sistin adalah
penyakit herediter laten autosomal yang menyebabkan
kelainan bentuk kualitas rBAT pada kromosom 2. Hal ini
dijelaskan oleh asimilasi sistin yang tidak biasa oleh tubulus
ginjal, sehingga pengeluaran sistin urin mencapai lebih dari
600 mmol setiap hari.
e. Batu yang Digerakkan Obat
Beberapa obat, misalnya guaifenesin, triamterense,
atazanivir, indinavir sulfat, dan sulfonamida dapat
membentuk batu ginjal yang terbuat dari simpanan
metabolitnya. Terlebih lagi, pergerakan obat ini dapat
mengganggu pencernaan kalsium oksalat dan
purin.(Mayasari & Wijaya, 2020)
Faktor bahaya untuk nefrolitiasis termasuk usia, jenis
kelamin laki-laki, berat badan, diabetes, kondisi metabolik,
masalah ginjal yang mendasari, masuknya cairan rendah, infeksi
ginjal dan penyakit terkait perut tertentu (Virapongse, 2016).
Selain itu, variabel diet dan endokrin juga diketahui sangat
memengaruhi risiko batu ginjal (Pearle et al. Dalam Ingimarsson
et al., 2016). Selain itu, de Oliveira et al., (2014) menyusun
secara sebanding bahwa variabel makanan berperan penting
dalam batu ginjal. Misalnya, asupan cairan yang rendah dan
asupan protein, garam,dan oksalat yang tidak masuk akal adalah
faktor-faktor bahaya yang dapat dimodifikasi untuk batu
ginjal.(Wira Citerawati SY et al., 2018)
4. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala dari Nefrolitiasis diantaranya sebagai berikut
(Nursalam, 2011) :
a. Nyeri dan pegal didaerah pinggang: lokasinya tergantung
dimana terbentuknya batu tersebut.
b. Hematuria: darah berwarna keruh dari ginjal, dapat terjadi
karena cedera yang disebabkan oleh batu atau kolik.
c. Penyumbatan: batu yang menghalangi aliran kencing akan
menyebabkan kontaminasi saluran kemih Indikasi: demam
dan menggigil
d. Batu ginjal menyebabkan peningkatan faktor tekanan
hidrostatik dan distensi pelvis ginjal dan ureter proksimal
yang menyebabkan kolik.
e. Gejala gastrointestinal termasuk sakit, memuntahkan, dan
kelonggaran usus.
5. Patofisiologi
Etiologi

Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme


(hiperparotiroidisme, hiperuresemia, hiperkalsiuria),
dehidarsi, benda asing

Pengendapan garam Obstruksi/penyumbatan Pembentukan batu di ginjal (nefrolitiasis)


mineral, infeksi, mengubah di ginjal (hidronefrosis)
PH urin dari asam menjadi
antikalis

Peningkatan distensi Obstruksi


Peradangan/inflamasi diabdomen berkelanjutan

Persepsi nyeri
Gangguan Eliminasi infeksi
Urin

Pyenefrosis/ Urosepsis
Nyeri akut
Gagal Ginjal

Tindakan pembedahan/
Ansietas insisi (Pyelolithotomy)

Gangguan Integritas Resiko Infeksi


Kulit
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan (Fauzi & Putra,
2016) :
a. Penilaian skrining terdiri dari riwayat klinis dan diet yang
pasti, ilmu darah, dan kencing pasien.
b. Sinar-X wilayah tengah digunakan untuk mencari
kemungkinan batu yang tidak dikenal oleh radio.
c. Pielografi intravena yang bertujuan untuk melihat sistem
kehidupan dan kapasitas ginjal. Penilaian ini dapat
mengungkap batu radiolusen.
d. Ultrasonografi (USG) dapat melihat berbagai macam batu.
e. CT urografi tanpa kontras adalah norma untuk melihat
adanya batu di plot urin.

7. Penatalaksanaan medis
a. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)

Ia bekerja dengan memanfaatkan gelombang kejut


yang dibuat di luar tubuh untuk menghancurkan batu di
dalam tubuh. Batu tersebut akan dipisahkan menjadi
potongan-potongan kecil dengan tujuan agar tidak sulit
untuk melalui saluran kemih yang banyak. Kegiatan ini
sangat efektif untuk batu diperkirakan sedang dan sedang.
b. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Salah satu strategi endurologi untuk menghilangkan
batu di ginjal adalah dengan menyematkan endoskopi ke
dalam kelopak melalui sayatan kulit. Batu tersebut
kemudian dikeluarkan dan kemudian dipisahkan menjadi
bagian-bagian kecil. Strategi ini disarankan sebagai
pengobatan penting untuk batu ginjal yang berukuran>
20mm.
c. Ureterorenoscopy (URS) Flexible
Ini adalah teknik untuk menganalisis saluran kencing
dengan menggunakan alat yang dipasang melalui tempat
kencing ke dalam ureter dan kemudian batu pecah dengan
gelombang pneumatik. Bagian batu akan keluar bersama
kencing.
d. Tindakan Operasi Terbuka atau bedah Laparaskopi
Laparoskopi atau operasi lubang kunci ialah tindakan
bedah minimal invasif yang dilakukan dengan cara
membuat lubang kecil di dinding perut. Laparoskopi
dikerjakan dengan menggunakan alat berbentuk tabung
tipis. Prosedur medis terbuka terdiri dari pyelolithotomy atau
nephrolithotomy untuk menghilangkan batu di bagian ginjal.
e. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa
(TEM)

Perawatan klinis ini difokuskan pada kasus batu yang


ukurannya masih di bawah 5mm. Ini juga dapat diberikan
kepada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda keluarnya
batu yang dinamis. Pengobatan sedang terdiri dari
memperluas penerimaan minum dan mengatur diuretik;
organisasi nifedipine atau spesialis alpha-blocker, misalnya
tamsulosin, manajemen rasa nyeri terutama di kolik, dapat
dibudidayakan dengan mengelola simpatolitik, atau
antiprostaglandin, analgesik; pengamatan intermiten
secara berkala selama sekitar satu setengah bulan untuk
mensurvei posisi batu dan tingkat hidronefrosis. (Aslim et
al., 2014)

8. Pencegahan
Untuk mencegah Nefrolitiasis dapat dilakukan beberapa cara
diantaranya (Hasanah, 2016):

a. Banyak mengkonsumsi air putih


b. Kurangi jenis makanan yang mengandung purin seperti
ikan, sarden, jeroan, hati, dan otak.
c. Menghindari makanan tinggi kadar oksalat seperti coklat,
bayam, teh, merica dan jenis kacang-kacangan
d. Memiliki kalsium rendah, makan lebih sedikit karbohidrat
dan membakar natrium selulosa fosfat, dan selanjutnya
konsumsi kalium sitrat untuk meningkatkan kadar sitrat.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dan fundamental yang
akan menentukan pencapaian tahap berikut dari siklus
keperawatan. Langkah- langkah penilaian harus memasukkan
aksesibilitas desain evaluasi, informasinya harus sah dan tepat
(Wedho, et al., 2015). SLKI dan SIKI SDKI memberikan
pendekatan untuk menyusun banyak informasi berdasarkan
contoh atau klasifikasi informasi evaluasi krisis dengan
menggunakan kerangka penilaian (Gustiawan, 2019).
Selanjutnya adalah pengkajian klien dengan batu ginjal:
a. Kumpulan Data
1) Identitas
Informasi klien, termasuk: nama, usia, orientasi
seksual, pelatihan, agama, pekerjaan, kebangsaan,
status perkawinan, alamat, kesimpulan klinis, nomor
RM, tanggal perjalanan, tanggal penilaian, dan
ruangan tempat klien ditangani.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit bawaan/ penyerta saat masuk ke rumah
sakit
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat klinis klien dengan batu ginjal adalah sebagai
berikut:
a) Keluhan Pertama
Tujuan eksplisit di balik kunjungan klien ke
fasilitas atau klinik medis. Biasanya klien dengan
batu ginjal mengeluhkan nyeri punggung bawah.
b) Riwayat klinis saat ini
Apakah peningkatan tujuan utama dan berjalan
dengan informasi yang memanfaatkan
pendekatan P, Q, R, S, T.
c) Riwayat klinis masa lalu
Umumnya klien penderita batu ginjal merengek
kesakitan di daerah perut, tekanan mental, yang
dilatarbelakangi dengan meminum minuman
kaleng.
b. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola makan
Mengevaluasi makanan pokok, kekambuhan makan,
pembatasan diet dan ngidam, sama seperti rutinitas
makan yang diberikan. Pada penderita batu ginjal,
biasanya mengalami penurunan nafsu makan karena
adanya cedera pada ginjal.
2) Pola eliminasi
Mensurvei contoh BAK dan BAB klien, BAK
menganalisis kekambuhan kencing, jumlah, warna,
bau dan keluhan saat buang air kecil, sedangkan
pada BAB menilai kekambuhan, konsistensi, warna
dan penciuman sama seperti keberatan yang
dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal, BAK
umumnya disebabkan oleh penyumbatan atau batu
ginjal di perut.
3) Pola Tidur
Desain istirahat klien dievaluasi, sehubungan dengan
waktu istirahat, lama istirahat, kecenderungan tertidur
dan masalah dalam tertidur. Pada klien dengan batu
ginjal, mereka biasanya mengalami gangguan desain
istirahat karena sakit.
4) Pola Aktifitas
Perubahan yang disurvei dalam desain pergerakan
klien. Pada klien dengan batu ginjal, klien mengalami
masalah pergerakan karena kekurangan yang
sebenarnya karena masalah fisik pada ginjal.
5) Pola hygine individu
Mengevaluasi kapasitas klien untuk mengatasi
masalah kebersihan individu (mencuci, kebersihan
mulut, memotong kuku, keramas). Pada penderita
batu ginjal, ia jarang kali membersihkan diri karena
sakit di bagian perut.
c. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Rambut
Pada pasien dengan batu ginjal, biasanya penilaian
rambut akan terlihat agak kusut karena klien tidak
memiliki kemampuan untuk mencuci rambutnya
karena pergerakan pasien yang terbatas.
Mata
Pada klien dengan batu ginjal pada penilaian mata,
penglihatan klien normal, mata seimbang di kiri dan
kanan, sklera tidak ikterik.
Telinga
Pada klien dengan batu ginjal tidak gangguan
pemdengaran, tidak ada serumen, telinga klien
seimbang, dan klien tidak merasa nyeri saat disentuh.
Hidung
Klien dengan batu ginjal biasanya memiliki penilaian
hidung yang seimbang, sempurna, tidak ada kotoran,
tidak ada pembengkakan.
Mulut
Klien dengan batu ginjal kebersihan mulut baik,
mukosa bibir kering.
Leher
Penderita batu ginjal tidak mengalami pembesaran
organ tiroid.
b) Thorak
Paru- paru
Inspeksi : dada simetris kanan kiri
Palpasi : tidak teraba massa
Perkusi : lapang paru bunyi normal
Auskultasi : suara nafas normal
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : bunyi jantung normal
Aukultasi : reguler, apakah ada bunyi tambahan atau
tidak
c) Abdomen
Inspeksi : abdomen tidak membesar atau
menonjol, ada bekas paada bekas operassi dan
mempunyai streacmac
Palpasi : tanpa adanya rasa nyeri
Perkusi : suara abdomen normal (timpani)
Aukultasi : peristaltik baik
d) Ekstermitas
Pasien dengan batu ginjal sebagian besar ekktremitas
dalam keadaan normal.
e) Genitalia
Pada penderita batu ginjal, tidak ada kelainan pada
alat kelamin.
6) Pemeriksaan penunjang
a) Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan
serta jadwal pemberian obat.
b) Prosedur Diagnostik Medik.
c) Pemeriksaan Laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pengertian Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan tyang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial (TIM POKJA SDKI PPNI, 2016).
b. Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria mayor adalah tanda/gejala yang ditemukan sekitar
80% - 100% untuk validasi diagnosa. Sedangkan kriteria
minor adalah tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun
jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa
(TIM POKJA SDKI PPNI, 2016).
c. Kondisi Klinis Terkait
Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengangkat masalah kesehatan (TIM
POKJA SDKI PPNI, 2016). Berikut adalah masalah yang
timbul bagi pasien pre dan post operatif Nefrektomi, dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(TIM POKJA SDKI PPNI, 2016) :
Masalah keperawatan pada pre operatif :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (inflamasi).
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi
kandung kemih.
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan.
4) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran
mengalami kegagalan.
Masalah keperawatan pada post operatif :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan
dengan perubahan sirkulasi.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
4) Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur
invasive.
Berikut adalah uraian masalah yang timbul bagi
pasien pre dan post operatif Urolithiasis, dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (TIM POKJA SDKI PPNI, 2016) :
Uraian diagnosa keperawatan pada pre operatif :
1) Nyeri akut D.0077
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab
Agen pencedera fisiologis (inflamasi)
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa nyeri akut antara lain :
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa nyeri akut antara lain :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas
berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir
terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaphoresis
d) Kondisi klinis terkait
Infeksi
2) Gangguan eliminasi urine D.0040
a) Definisi
Disfungsi eliminasi urine.
b) Penyebab
Iritasi kandung kemih
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa nyeri gangguan eliminasi urine antara
lain :
Subjektif : Desakan berkemih (urgensi), urine
menetes (dribbling), sering buang air kecil,
nokturia, mengompol, enuresis
Objektif : Distensi kandung kemih, berkemih
tidak tuntas (hesitancy), volume residu urine
meningkat
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa gangguan elimasi urine antara lain :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Tidak tersedia
d) Kondisi klinis terkait
Infeksi ginjal dan saluran kemih
3) Defisit nutrisi D.0019
a) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
b) Penyebab
Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa defisit nutrisi antara lain:
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa defisit nutrisi antara lain:
Subjektif : Kram atau nyeri abdomen, nafsu
makan menurun
Objektif : Bising usus hiperaktif, otot menelan
lemah
d) Kondisi klinis terkait
Infeksi
4) Ansietas D.0080
a) Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif
individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman.
b) Penyebab
Kekhawatiran mengalami kegagalan
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa ansietas antara lain:
Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentrasi
Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit
tidur
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa ansietas antara lain:
Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia,
palpitasi, merasa tidak berdaya
Objektif : frekuensi nafas meningkat, frekuensi
nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara
bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih,
berorientas pada masa lalu
d) Kondisi klinis terkait
Rencana operasi.
Uraian diagnosa keperawatan pada post operatif :
1) Nyeri akut D.0077
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab
Agen pencedera fisik (prosedur operasi)
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa nyeri akut antara lain :
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa nyeri akut antara lain :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas
berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir
terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaphoresis
d) Kondisi klinis terkait
Kondisi pembedahan
2) Gangguan integritas kulit/jaringan D.0129
a) Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis)
atau jaringan (membran mukosa, kornea, facia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligamen)
b) Penyebab
Perubahan sirkulasi
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa gangguan integritas kulit/jaringan
antara lain :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan
kulit
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa gangguan integritas kulit/jaringan
antara lain :
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma
d) Kondisi klinis terkait
-
3) Gangguan mobilitas fisik D.0054
a) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri
b) Penyebab
Nyeri
c) Batasan karakteristik
Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa gangguan mobilitas fisik antara lain :
Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan
extremitas
Objektif : Kekuatan otot menurun, rentang gerak
menurun
Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya
diagnosa gangguan mobilitas fisik antara lain :
Subjektif : Nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat
bergerak.
Objektif : Sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
d) Kondisi klinis terkait
Trauma
4) Resiko infeksi D.0142
a) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik
b) Faktor resiko
Efek prosedur invasive
c) Kondisi klinis terkait
Tindakan invasive
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien pre operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi) (D.0077)
Tabel 3.1 Intervensi Nyeri Akut pre operatif

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri I. 08238


asuhan keperawatan Observasi :
selama a. Identifikasi
... Diharapkan nyeri pasien lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi,
berkurang atau menurun. kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil : c. Identifikasi respons nyeri non verbal
Tingkat nyeri L.08066 d. Identifikasi faktor yang memperberat
a. Keluhan nyeri menurun dan memperingan nyeri
b. Meringis menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
c. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
d. Gelisah menurun respon nyeri
e. Kesulitan tidur g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
f. Frekuensi nadi h. Monitor keberhasilan
membaik terapi komplementer yang sudah
g. Pola nafas membaik diberikan
h. Tekanan darah i. Monitor efek samping
membaik penggunaan analgetik
i. Pola tidur membaik Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b. kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
c. fasilitasi istirahat dan tidur
d. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi
kandung kemih (D.0040)
Tabel 3.2 Intervensi Gangguan Eliminasi Urine pre operatif
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urine I.04152


asuhan keperawatan selama ... Observasi :
Diharapkan eliminasi urine
a. Identifikasi tanda dan gejala retensi
membaik.
atau inkontinensia urine
Kriteria hasil : b. Identifikasi faktor yang menyebabkan
Eliminasi urine L.04034 retensi atau inkontinensia urine
a. Desakan berkemih c. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
menurun konsistensi, aroma, volume, dan
b. Berkemih tidak tuntas warna)
menurun Terapeutik :
c. Urine menetes (dribbling) a. Catat waktu-waktu dan haluaran
menurun berkemih
d. Frekuensi BAK membaik b. Batasi asupan cairan, jika perlu
c. Ambil sampel urine tengah (midstream)
atau kultur
Edukasi :
a. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
b. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
c. Ajarkan mengambil spesimen urine
midstream
d. Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk berkemih
e. Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot-otot panggul/berkemihan
f. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
g. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian obat supositoria
uretra, jika perlu
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan (D.0019)
Tabel 3.3 Intervensi Defisit Nutrisi pre operatif

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi I.03119


asuhan keperawatan selama Observasi :
... Diharapkan nstatus nutrisi
a. Identifikasi status nutrisi
membaik.
b. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
Kriteria hasil :
c. Identifikasi makanan yang disukai
Staus nutrisi L.06053
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan
a. Porsi makan yang
jenis nutrien
dihabiskan meningkat
e. Identifikasi perlunya
b. Nyeri abdomen
penggunaan selang
menurun
nasogastrik
c. Berat badan membaik
f. Monitor asupan makanan
d. IMT membaik
g. Monitor berat badan
e. Frekuensi makan
h. Monitor hasil
membaik
pemeriksaan
f. Nafsu makan membaik
laboratorium
g. Bising usus membaik
Terapeutik :
h. Membran mukosa
a. Lakukan oral hygiene sebelum
membaik
makan,
jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik jika
supan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
d. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan (D.0080)

Tabel 3.4 Intervensi Ansietas pre operatif


Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas I.09314


asuhan keperawatan selama ... Observasi :
Diharapkan ansietas menurun. a. Identifikasi saat tingkat ansietas
Kriteria hasil : berubah (kondisi, waktu, stressor)
Tingkat ansietas L.09093 b. Identifikasi kemampuan mengambil
a. Verbalisasi khawatir keputusan
akibat kondisi yang c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
dihadapi menurun dan nonverbal)
b. Perilaku gelisah menurun Terapeutik :
c. Perilaku tegang menurun a. Ciptakan suasana terapeutik untuk
d. Tekanan darah menurun menumbuhkan kepercayaan
e. Pola tidur membaik b. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
c. Pahami situasi yang membuat ansietas
d. Dengarkan dengan penuh perhatian
e. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
f. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
g. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
h. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi :
a. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
b. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapan perasaan dan
persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
g. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
h. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas, jika perlu
Intervensi keperawatan pada pasien post operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(Prosedur operasi) (D.0077)
Tabel 3.5 Intervensi Nyeri Akut post operatif
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri I. 08238


asuhan keperawatan Observasi :
selama ... Diharapkan nyeria. Identifikasi
pasien berkurang atau lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi,
menurun. kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil : c. Identifikasi respons nyeri non verbal
Tingkat nyeri L.08066 d. Identifikasi faktor yang memperberat
a. Keluhan nyeri menurun dan memperingan nyeri
b. Meringis menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
c. Sikap protektif menurun keyakinan tentang nyeri
d. Gelisah menurun f. Identifikasi pengaruh budaya
e. Kesulitan tidur menurun terhadap respon nyeri
f. Frekuensi nadi membaik g. Identifikasi pengaruh nyeri
g. Pola nafas membaik pada kualitas hidup
h. Tekanan darah membaik h. Monitor keberhasilan
i. Pola tidur membaik terapi komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
b. Gangguan integritas kulit/jaringan beruhubungan dengan
perubahan sirkulasi (D.0129)
Tabel 3.6 Intervensi Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan
post operatif
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi I. 05173


tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama ... a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
Diharapkan integritas kulit fisik lainnya
dan jaringan meningkat. b. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Kriteria hasil : Terapeutik :
Integritas kulit dan a. Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
jaringan L.14125 (mis. pagar tempat tidur)
a. Kerusakan jaringan b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
menurun perlu
b. Kerusakan lapisan c. Libatkan keluarga membantu pasien
kulit menurun dalam meningkatkan pergerakan
c. Nyeri menurun Edukasi :
d. Hematoma menurun a. Jelaskan prosedur dan tujuan mobilisasi
e. Kemerahan menurun b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk ditempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
Tabel 3.7 Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik post operatif
Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Perawatan luka I. 05173


tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama ... a. Monitor karakteristik luka
Diharapkan mobilitas fisik b. Monitor tanda-tanda
pasien meningkat. infeksi
Terapeutik :
Kriteria hasil : a. Lakukan perawatan luka
Mobilitas fisik L.05042 Edukasi :
a. Pergerakan a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
ekstremitas b. Anjurkan mengkonsumsi makanan
meningkat tinggi kalori dan protein
b. Kekuatan otot Kolaborasi :
meningkat a. Kolaborasi prosedur debridement, jika
c. Nyeri menurun perlu
d. Kecemasan menurun b. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
e. Gerakan terbatas perlu
menurun
d. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
(D.0142)

Tabel 3.8 Intervensi Resiko Infeksi post operatif


Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Pencegahan infeksi I. 14539


tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama ...
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Diharapkan tingkat
sistemik
infeksi menurun.
Terapeutik :
a. Batasi jumlah pengunjung
Kriteria hasil :
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Tingkat infeksi L.14137
kontak dengan pasien dan lingkungan
a. Kebersihan tangan
pasien
meningkat
c. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
b. Kebersihan badan
berisiko tinggi
meningkat
Edukasi :
c. Kemerahan menurun
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Nyeri menurun
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai