Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS BATU URETER

DENGAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI) DI


RUANGAN TERATAI RSUD UNDATA PALU
PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH:

SARTINA H. TAHUNINI
WN10323047

CI LAHAN CI INSTITUSI

Maswiyah, S.Kep.Ns Ns. Siti Yartin,S.Kep.,M.Kep


NIP. 198009102003122006 NIK. 20210902025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2023
A. Konsep Kebutuhan Dasar

1. Pengertian

Salah satu gangguan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi pada

kasus Batu Ureter (Batu saluran kemih) adalah kebutuhan rasa nyaman

(Nyeri). Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan

dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (Suatu kepuasan yang

meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (Kebutuhan telah

terpenuhi), dan transenden (Keadaan tentang sesuatu yang melebihi

masalah dan nyeri).

Nyeri atau kolik dirasakan pada sekitar pinggang yang merupakan

penanda paling penting dan paling sering ditemukan pada seseorang yang

menderita Batu Ureter. Nyeri biasanya muncul jika pasien kekurangan

cairan tubuh entah itu karena faktor masukan cairan yang kurang atau

pengeluaran yang berlebihan. Nyeri yang dirasakan rata-rata mencapai

skala 9 atau 10 diikuti keluhan mual, wajah pucat, dan keringat dingin.

Kondisi terjadi akibat batu mengiritasi saluran kemih atau obstruksi batu

yang menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis

ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.

Batu ureter adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada

saluran perkemihan. Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya

batu (Kalkuli) di saluran kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih

memberikan gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan

berbagai masalah keperawatan pada pasien. Batu ureter merupakan suatu

1
keadaan terjadinya penumpukan oksalat, kalkuli (batu ginjal) pada ureter,

kandung kemih, atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan obstruksi

benda padat pada saluran kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi

endapan dan senyawa tertentu.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan batu

ureter yaitu:

a. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine

b. pH urine abnormal rendah atau tinggi

c. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam urin

d. Sumbatan saluran kencing dengan stasis urine.

Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus

dipertimbangkan untuk terjadinya batu ureter yaitu: Retensi partikel urin,

supersaturasi urine, dan kekurangan inhibitor kristalisasi urin. Kelebihan

salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kemih.

Sedangkan menurut pembentukan batu disaluran kemih

dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen.

Faktor endogen adalah faktor genetik seperti hipersistinuria,

hiperkalsiuria primer, hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen

meliputi lingkungan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral didalam

air minum.

2
Berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu saluran kemih

dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu:

a. Nefrolithiasis (batu di ginjal)

Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana

terdapat batu didalam pelvis atau kaliks dari ginjal yang

mengandung komponen kristal dan matriks organic.

b. Ureterolithiasis (batu ureter)

Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih

yang disebabkan oleh banyak faktor seperti, gangguan aliran urine,

gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan

lainnya (Idiopatik).

c. Vesikolithiasis (batu kandung kemih).

Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral

pada kandung kemih. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung

kemih yang tidak baik sehinggal urine mengendap dikandung kemih.

2. Anatomi Perkemihan

3
3. Fisiologis Perkemihan

a. Ginjal

Ginjal adalah organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperiotoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan

sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai

hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan

struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem

limfatik, dan sistem saraf. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi;

hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya pada

sisi yang lain. Ginjal lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada

perempuan. Ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm

(Panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal), dengan beratnya bervariasi

antara 120-170 gram,atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal

dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut

kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim

ginjal.

Ginjal berperan dalam mempertahankan homeostasis dengan

fungsi mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan

osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) CES. Ginjal dapat

mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit, dengan

menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang

dipertahankan di tubuh atau dikeluarkan di urin dalam kisaran yang

sangat sempit yang memungkinkan kehidupan, meskipun pemasukan

4
dan pengeluaran konstituen-konstituen ini melalui saluran lain sangat

bervariasi. Organ ginjal melakukan tugasnya mempertahankan

homeostasis sehingga komposisi urin dapat bervariasi. Ginjal

mempunyai fungsi yang sebagian besar membantu mempertahankan

stabilitas lingkungan cairan internal antara lain: pengaturan

keseimbangan air dan elektrolit di tubuh, pengaturan keseimbangan

asam basa tubuh, pengaturan volume plasma, mengeluarkan

(Mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh,

mengeluarkan banyak senyawa asing, meghasilkan eritropoietin dan

rennin. Ginjal secara anatomis terbagi menjadi 2, yaitu korteks dan

medulla ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superficial dan di

dalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit

fungsional terkecil ginjal, sedangkan medulla ginjal terletak lebih

profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang

mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas

glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis, Loop of Henle,

tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang

membawa sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam

glomerulus dan kemudian setelah sampai di tubulus ginjal, beberapa

zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat sisa

metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi

membentuk urin.

5
Ginjal merupakan organ yang memproduksi dan mengeluarkan

urin dari dalam tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama

untuk mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan

internal). Organ ginjal mempunyai fungsi dan peranan :

1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh, kelebihan air dalam

tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin yang encer

dalam jumlah besar. Dalam keadaan kekurangan air (kelebihan

keringat) meyebabkan urin yang diekskresi jumlahnya

berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan

volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.

2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion, fungsi

ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan

pengeluaran yang abnormal dari ion-ion.

3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, ginjal

menyekresi urin sesuai dengan perubahan pH pada darah

dimana hasil akhir metabolisme protein dalam tubuh

dipengaruhi oleh sifat urin yaitu asam dan basa. pH urin

bervariasi antara 4,8 – 8,2.

4) Ekskresi sisa – sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat dan

kreatinin), bahan – bahan yang diekskresi oleh ginjal antara lain;

zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan

bahan kimia asing (pestisida).

6
5) Fungsi hormonal dan metabolisme, ginjal menyekresi hormon

rennin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur

tekanan darah (Sistem renninangiotensin-aldesteron) yaitu untuk

memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal

juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D

aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.

6) Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin,

angiotensin dan aldosteron yang berfungsi meningkatkan

tekanan darah.

7) Pengeluaran zat beracun, ginjal mengeluarkan polutan, obat-

obatan, zat tambahan makanan, atau zat kimia asing lain dalam

tubuh.

b. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang

berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam kandung

kemih. Setiap ureter pada orang dewasa memiliki panjang kurang

lebih 20 cm, memiliki dinding yang terdiri atas mukosa yang dilapisi

oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang

dapat melakukan gerakan peristaltic (berkontraksi) untuk

mengeluarkan urin ke kandung kemih.

c. Kandung Kemih (Bladder)

Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas tiga

lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Dinding kandung kemih

7
terdapat dua bagian besar yakni ruangan yang berdinding otot polos

yang terdiri dari badan (korpus) yang merupakan bagian utama

dimana urin berkumpul dan leher (kolum) yang merupakan lanjutan

dari badan yang berbentuk corong. Kandung kemih berfungsi

menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui

uretra dalam mekanisme miksi (Berkemih). Kandung kemih

mempunyai kapasitas maksimal dalam menampung urin, dimana

pada orang dewasa besarnya adalah ± 300-450 ml. Kadung kemih

pada saat kosong terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat

penuh berada di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi.

d. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari

kandung kemih melalui proses miksi. Uretra secara anatomi dibagi

menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra

diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada

perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna

yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter

uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem

simpatetik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini

terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang

dipersarafi oleh sistem somatik. Panjang uretra pada pria dewasa

antara 23-25 cm yang berfungsi sebagai saluran reproduksi

sedangkan panjang uretra pada wanita antara 3-5 cm. Perbedaan

8
panjang inilah yang memyebabkan keluhan hambatan pengeluaran

urin lebih sering terjadi pada pria.

4. Perubahan Fungsi Ureter

Ureter adalah bagian dari sistem kemih, yang berfungsi untuk

menyaring darah dan membuat urine sebagai produk limbah. Perannya

dalam proses ini adalah untuk membawa urine dari ginjal ke kandung

kemih. Kontraksi di ureter memaksa urine menjauh dari ginjal dan masuk

ke kandung kemih. Ureter bekerja terus-menerus, mengosongkan urine

ke dalam kandung kemih setiap 10 hingga 15 detik. Selain berperan

dalam membuang limbah dari tubuh, ginjal juga menyeimbangkan cairan

dalam tubuh, melepaskan hormon untuk mengatur tekanan darah, dan

mengontrol produksi sel darah merah. Masalah yang dapat muncul yang

menyebabkan perubahan fungsi pada ureter yaitu:

a. Obstruksi ureter

Obstruksi ureter adalah penyumbatan di ureter. Jika tidak

diobati, obstruksi dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Penyebab obstruksi antara lain: Pembesaran prostat, Batu ginjal,

Jaringan parut, Tumor, Kehamilan, Gangguan darah dan pembekuan

darah, Batu ureter, Kelainan kongenital.

Gejala ureter yang tersumbat termasuk nyeri di samping atau

perut, darah dalam urine, mual, pembengkakan kaki, dan penurunan

produksi urine. Menurut Medical Subject Headings obstruksi

9
mungkin dapat bersifat parsial, akut atau kronis, tergantung dari

gejala dan penyebabnya.

Perawatan ureter yang tersumbat mungkin melibatkan

antibiotic utuk membersihkan infeksi, drainase dan pembedahan.

b. Batu ureter

Batu ureter adalah batu ginjal yang berjalan melalui ureter.

Batu ginjal terbentuk ketika limbah menumpuk dan menempel pada

ginjal. Batu ini dapat membesar seiring perkembangan waktu hingga

menyumbat saluran urine ke kandung kemih. Jika batu ureter kecil,

mungkin tidak memiliki gejala yang mencolok.

Namun, jika ukurannya besar dan macet, mungkin mengalami

beberapa kondisi berikut ini:

1) Buang air kecil yang menyakitkan

2) Kram di perut bagian bawah dan selangkangan

3) Darah dalam urine

4) Sensasi terbakar saat buang air kecil

Terkadang batu ureter dapat menyebabkan infeksi. Jika ada

infeksi, mungkin mengalami demam dan kedinginan. Perawatan

untuk batu ureter salah satunya adalah konsumsi banyak cairan. Cara

ini dapat secara alami membuat batu keluar dari tubuh tanpa bantuan

medis. Namun, saat batu menyebabkan banyak rasa sakit, penyedia

layanan kesehatan mungkin meresepkan obat penghilang rasa sakit.

Jika terjadi infeksi, dokter akan meresepkan antibiotik. Korean

10
Journal of Urology menjelaskan mengetahui karakteristik batu dapat

mempercepat proses pengobatan untuk pasien batu ureter. Biasanya,

dokter menyarankan beberapa pengobatan termasuk pembedahan

jika batu sudah membesar dan menyumbat saluran ureter. Selain itu,

dokter juga akan memberikan antibiotik sebagai langkah awal

pengobatan.

c. Striktur Ureter

Striktur ureter adalah penyempitan ureter yang menyebabkan

obstruksi urine. Striktur dapat menyebabkan cadangan urine ke

ginjal dan dapat mengakibatkan infeksi atau kerusakan ginjal.

Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera pada ureter, batu ginjal,

infeksi saluran kemih (ISK), dan tumor. Striktur biasanya hasil dari

penumpukan jaringan parut. Gejala termasuk nyeri di perut atau

samping, darah dalam urine, kesulitan buang air kecil, mual, dan

infeksi saluran kemih. Perawatan mungkin termasuk pembedahan,

endoskopi, nefrostomi perkutan, atau stent.

d. Kanker Ureter

Kanker ureter adalah kanker yang terbentuk di ureter. Kanker

ureter jarang terjadi. Gejala kanker ureter, antara lain sakit

punggung, nyeri di sepanjang tulang rusuk, darah dalam urine, nyeri

saat buang air kecil, penurunan berat badan, dan kelelahan.

Perawatan tergantung pada seberapa lanjut kanker itu, tetapi

11
mungkin melibatkan pengangkatan sel kanker dan organ di

sekitarnya, radiasi, dan kemoterapi.

e. Refluks Vesikoureteral

Refluks vesikoureteral (VUR) ditandai dengan urine mengalir

ke belakang, keluar dari kandung kemih, melalui ureter dan kembali

ke ginjal. Jika tidak diobati, dapat menyebabkan kerusakan pada

ginjal dan tekanan darah tinggi. Gejala VUR yang paling umum

adalah infeksi saluran kemih berulang (ISK). Gejala lainnya

termasuk inkontinensia, diare, sembelit, mual, muntah, dan

penambahan berat badan yang buruk pada bayi. VUR dapat

disebabkan oleh cacat bawaan (disebut VUR primer) atau oleh

penyumbatan kandung kemih atau ureter atau masalah saraf (disebut

VUR sekunder). Jika VUR disebabkan oleh kelainan kongenital,

seorang anak dapat tumbuh lebih besar dari waktu ke waktu.

Antibiotik akan diresepkan untuk mengobati ISK akut. Jika VUR

adalah sekunder, penyedia layanan kesehatan dapat melakukan

operasi atau menggunakan kateter untuk mengobati masalah yang

mendasarinya.

f. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih dapat mempengaruhi bagian manapun

dari saluran kemih, termasuk ureter. Bagian paling umum dari sistem

kemih yang terkena ISK adalah kandung kemih. ISK terjadi ketika

bakteri memasuki uretra dan menginfeksi saluran kemih. Gejala ISK

12
adalah rasa sakit dan terbakar saat buang air kecil, sering buang air

kecil, atau merasa ingin buang air kecil, bahkan saat kandung kemih

kosong. Pengobatan ISK bisa dilakukan dengan pemberian

antibiotik.

5. Pemeriksaan Fisik

Kondisi klien batu ureter dapat bervariasi mulai tanpa kelainan

fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan

penyulit yang ditimbulkan. Pada tanda-tanda vital biasanya tidak ada

perubahan yang mencolok, hanya saja takikardi terjadi akibat nyeri yang

hebat. Pemeriksaan Fisik yang dilakukan antara lain:

a. Wajah

1) Inspeksi : Warna kulit, jaringan parut, lesi, dan vaskularisasi.

Amati adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya.

2) Palpasi : Palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur,

edema, dan massa.

b. Kepala

1) Inpeksi : Kesimetrisan dan kelainan. Tengkorak, kulit kepala

(lesi, massa)

2) Palpasi : Dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari

kebawah dari tengah-tengah garis kepala ke samping. Untuk

mengetahui adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan

nyeri tekan, kekuatan akar rambut.

13
c. Mata

1) Inspeksi : Kelopak mata, perhatikan kesimetrisannya. Amati

daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan

lunak dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera

(untuk mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan

menarik/membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan

lesi. Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan

berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak

langsung. Inspeksi pupil, iris.

2) Palpasi : Ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar

lakrimal.

d. Hidung

1) Inspeksi : Kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi dan

cairan yang keluar.

2) Palpasi : Bentuk dan jaringan lunak hidung adanya nyeri, massa,

penyimpangan bentuk.

e. Telinga

1) Inspeksi : Amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna,

dan lesi

2) Palpasi : Kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak,

tulang teling ada nyeri atau tidak.

14
f. Mulut dan faring

Inspeksi : Warna dan mukosa bibir, lesi dan kelainan kongenital,

kebersihan mulut, faring.

g. Leher

1) Inspeksi : Bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya

pembengkakan, jaringan parut atau massa.

2) Palpasi : Kelenjar limfa/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid.

h. Thorak dan tulang belakang

1) Inspeksi : Kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang

belakang, pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran)

2) Palpasi : Ada tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita (palpasi

payudara: massa)

i. Paru posterior, lateral, inferior

1) Inspeksi : Kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi.

2) Palpasi : Dengan meminta pasien menyebutkan angka misal

7777. Bandingkan paru kanan dan kiri. Pengembangan paru

dengan meletakkan kedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus

dan minta pasien bernapas panjang.

3) Perkusi : Dari puncak paru kebawah (supra kapularis/3-4 jari dari

pundak sampai dengan torakal 10), catat suara perkusi:

sonor/hipersonor/redup.

15
4) Auskultasi : Bunyi paru saat inspirasi dan aspirasi (vesikuler,

bronchovesikuler, bronchial, tracheal: suara abnormal wheezing,

ronchi, krekels).

j. Jantung dan pembuluh darah

1) Inspeksi : Titik impuls maksimal, denyutan apikal

2) Palpasi : Area orta pada intercostae ke-2 kiri, dan pindah jari-jari

ke intercostae 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada

intercostae 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke

garis midklavikula kiri.

3) Perkusi : Untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-

kiri). Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui

adanya bunyi jantung tambahan

k. Abdomen

1) Inspeksi : Ada tidaknya pembesaran, datar, cekung/cembung,

kebersihan umbilikus.

2) Palpasi : Epigastrium, lien, hepar, ginjal

3) Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)

4) Auskultasi : 4 kuadaran (peristaltik usus diukur dalam 1

menit, bising usus)

l. Genitalia

1) Inspeksi : Inspeksi (kebersihan, lesi, massa, perdarahan, dan

peradangan) serta adanya kelainan.

2) Palpasi : Palpasi apakah ada nyeri tekan dan benjolan.

16
m. Ekstremitas

1) Inspeksi : Kesimetrisan, lesi, massa.

2) Palpasi : Tonus otot, kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral

hangat/dingin, warna, Capillary Refiil Time (CRT). Kaji

kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis : bisep,

trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis : reflek plantar

6. Pemeriksaan Diagnostik

Ada beberapa pemeriksaan diagnostic yang dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan sedimen urine

Mengetahui adanya sel darah putih dalam urine, sel eritrosit dalam

urine, dan komponen penyusun batu.

b. Pemeriksaan kultur urine

Mengetahui adanya kuman yang bertambah sebagai perombak urea.

c. Pemeriksaan fungsi ureter mengontrol degradasi fungsi.

d. Pemeriksaan elektrolit

Mengetahui peran kalsium darah yang meningkat.

e. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram dan USG

Menginterpretasi letak, ukuran dan bentuk batu.

17
7. Tindakan Penanganan

Penatalaksanaan urolithiasis diberikan bergantung pada presentasi

klinisnya. Pilihan penatalaksanaan mencakup tatalaksana medis yaitu:

a. Konservatif

Penatalaksanaan lini pertama yang diberikan pada urolithiasis

dengan nyeri kolik adalah hidrasi, analgesik, dan antiemetik.

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti metamizole

dipyrone dapat diberikan dengan dosis oral tunggal maksimum 1000

mg dan dosis harian total sampai dengan 5000 mg. Pilihan analgesik

lain adalah paracetamol dan natrium diklofenak. Golongan opioid

dapat menjadi pilihan untuk nyeri derajat berat atau yang refrakter.

Selain itu, pada pasien dengan keluhan mual dan muntah dapat

diberikan antiemetik seperti ondansetron, metoklopramid, atau

promethazine.

b. Medikamentosa

Ukuran batu berkontribusi terhadap keluarnya batu secara

spontan. Sekitar 86% batu akan keluar secara spontan dalam 30-40

hari. Medical expulsive therapy (MET) dapat dipilih pada pasien

dengan ukuran batu yang kecil dan tidak ada komplikasi. MET harus

dihentikan jika terjadi komplikasi berupa infeksi, nyeri yang

refrakter, dan penurunan fungsi ginjal. Indikasi untuk pemberian

MET adalah batu dengan besar 5–10 mm.

18
Regimen yang umum digunakan antara lain:

1) Alpha-blocker: direkomendasikan untuk ekspulsi batu ureter

bagian distal. Contohnya tamulosin, terazosin, dan doxazosin

2) Calcium channel blocker: nifedipine extended release

3) Kortikosteroid sebagai monoterapi atau kombinasi

dengan alpha-blocker: prednison, methylprednisolone

4) Phosphodiesterase-5 inhibitors: tadalafil

c. Intervensi Medis

Ukuran batu yang besar atau presentasi klinis yang konsisten

dengan gagal ginjal akut, oliguria, anuria, systemic inflammatory

response syndrome (SIRS), atau hanya memiliki satu ginjal,

kemungkinan akan perlu intervensi segera.

1) Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)

Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah

teknik minimal invasif menggunakan energi gelombang suara

yang tinggi untuk memecah batu menjadi fragmen-fragmen

yang lebih kecil agar dapat keluar melalui urine. Indikasinya

adalah batu ukuran ≤ 2 cm yang terdapat di pelvis, kaliks atas

dan tengah. Cedera jaringan renal, perdarahan, dan sisa fragmen

batu menjadi komplikasi yang dapat terjadi.

2) Flexible Ureteroscopy (URS)

Flexible Ureteroscopy (URS) adalah metode intervensi

menggunakan endoskopi melalui traktus urinarius bagian bawah

19
ke dalam ureter dan kaliks untuk visualisasi dan pengambilan

batu. Metode ini menjadi pilihan yang baik untuk lower pole

stones ukuran 1,5-2 cm dan pada pasien yang mengonsumsi

antikoagulan atau antiplatelet.

d. Pembedahan

Menurut pedoman American Urological Association (AUA),

indikasi dilakukannya pembedahan, antara lain:

1) Batu ureter > 10 mm

2) Batu ureter distal tanpa komplikasi ≤ 10 mm yang tidak keluar

secara spontan setelah 4–6 minggu

3) Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi

4) Gejala simptomatik dengan penyebab lain yang telah

disingkirkan

5) Pasien anak dengan batu ureter yang gagal terapi sebelumnya

6) Kehamilan dengan batu ureter atau ginjal yang gagal sembuh

setelah observasi

Tindakan pembedahan yang dilakukan yaitu:

1) Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) adalah Modalitas

lain untuk fragmentasi dan ekstraksi batu dengan membuat insisi

di belakang dan dilatasi menggunakan nefroskop untuk akses

batu pada renal pyelocalyceal system dan ureter proksimal.

Indikasi dilakukan PCNL antara lain batu ukuran > 2 cm di

20
pelvis renal atau kaliks, batu multipel, dan kontraindikasi

terhadap ESWL dan URS.

2) Operasi Laparoskopi

Laparoskopi untuk urolithiasis membutuhkan 3-4 sayatan.

Tindakan ini diindikasikan pada kasus urolithiasis terkait

kelainan renal atau komplikasi lain dimana teknik minimal

invasif tidak dapat dilakukan.

3) Operasi Terbuka

Nefrostomi terbuka semakin jarang dilakukan karena

memerlukan sayatan tunggal besar untuk akses batu, sehingga

memiliki risiko komplikasi lebih besar. Komplikasi dapat

berupa perdarahan, nyeri berlebihan, dan pemanjangan durasi

rawat inap dan pemulihan. Umumnya, tindakan ini dilakukan

pada kasus sulit, pasien obesitas, atau tidak terdapat pilihan

modalitas lain.

21
B. Konsep Keperawatan Teori

1. Pengkajian Keperawatan

a. Biodata

Pada data yang ditemukan, presentase laki-laki lebih tinggi

mengalami kejadian ureterolithiasis dibandingkan wanita.

b. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan dominan yang terjadi dan

biasanya diucapkan bersumber dari pasien dan harus segera ditangani.

Pada kasus ini, biasanya klien mengeluh nyeri.

c. Riwayat penyakit

Mengkaji tentang faktor yang menunjukkan resiko terjadi batu

seperti asam urat, kolestrol tinggi, kadar kalsium dalam darah tinggi,

dan lainnya.

d. Pola psikososial

Pada pola psikososial tidak ada pengaruh antara kondisi

penyakit urolithiasis terhadap interaksi sosial, namun dapat terjadi

hambatan yang dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri) yang

mengakibatkan pasien hanya terfokus pada rasa sakitnya.

e. Pola pemenuhan kebutuhan kebutuhan sehari-hari

Aktivitas terganggu akibat nyeri yang dirasakan, pemenuhan

kebutuhan cairan kurang akibat pasien sering takut ketika

mengonsumsi banyak air sehingga urine bertambah dan memperberat

rasa tidak nyaman.

22
f. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan ini, melakukan pemeriksaan TTV dan

mengobservasinya. Pengkajian head to toe juga dilakukan untuk

mengetahui gangguan lainnya yang terjadi pada pasien.

2. Diagnose Keperawatan

SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaiaitan dengan

kesehatan. jenis diagnosis keperawatan terdiri dari diagnosis aktual,

risiko, dan promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Masalah keperawatan yang sering muncul pada penderita batu ureter

antara lain :

a. Nyeri akut

b. Gangguan eliminasi urine

c. Gangguan mobilitas fisik

d. Gangguan pola tidur

e. Ansietas

f. Risiko perdarahan

23
3. Perencanaan Keperawatan

SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018). Dari diagnosis diatas intervensi utama yang dapat diberikan

adalah:

a. Manajemen nyeri, pemberian analgesik

b. Dukungan perawatan diri: BAB/BAK, manajemen eliminasi urine

c. Dukungan ambulasi, dukungan mobilisasi

d. Dukungan tidur, edukasi aktivitas/istirahat

e. Reduksi ansietas, terapi relaksasi

f. Pencegahan perdarahan

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Anestesi, D., Di, U., & Moewardi, R. (2019). Kata Kunci : Teknik

relaksasi nafas, nyeri pasien post operasi. 3(1), 52–60.

2. Eka Pranata, Andi & Prabowo, E. (2019). Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan (Edisi 1). Yogyakarta: Nuha Medika.

3. Harahap. (2020). Pengkajian Dalam Proses Asuhan Keperawatan.

Journal Pengkajian Dalam Proses Asuhan Keperawatan.

4. Hidayah, I. D., Nugroho, & T Widianto, A. (2019). Hubungan Lokasi

Batu Ureter dengan Manifestasi Klinis pada Pasien Ureterolithiasis di

RSKB An Nur Yogyakarta. Jkki, Vol. 5, pp. 97–105.

5. Muttaqin, Arif & Sari, K. (2020). Asuhan Keperawatan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

6. PPNI, T. P. (2018a). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia

(SDKI) : Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi I). Jakarta: DPP

PPNI.

7. PPNI, T. P. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) :

Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi I). Jakarta: DPP PPNI.

8. PPNI, T. P. (2018c). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) :

Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

25

Anda mungkin juga menyukai