Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS

DAN INSTEK NEFROLITOTOMI

OLEH : GENTA DUANDANA

INSTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS

DAN INSTEK NEFROLITOTOMI

Oleh : GENTA DUANDANA

Pembimbing : SUYATMI

Pada Tanggal :

Malang, MEI 2023

Pembimbing
LAPORAN
PENDAHULUAN
NEFROLITIASIS

A. ANATOMI FISIOLOGI

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak


fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi
dan pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat
sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan
(lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang
peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan
sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan
uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

B. DEFINISI
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat,
kalium fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang
granular (pasir dan krikil) sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil
biasanya dikeluarkan secara spontan, pria lebih sering terkena penyakit ini
dari pada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang mungkin terjadi.
C. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin,gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang.
Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal
dari lingkungan di sekitarnya. Faktor intrinsik antara lain :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stonebelt.
2. Iklim dan temperature/
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi.
4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala
ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih
tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costoverteral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun
infeksi asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang
progresif.
4. Kencing panas dan nyeri
5. Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal
E. PATOFISIOLOGI
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus
darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal
bervariasi, kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam
urin dan cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang
rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran
kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh
produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium
pospat.
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
1. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal
mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap
menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi
batu.
2. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10%
heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan
penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat
pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan
penghambatan pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini
maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-
sama, salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan
pembentuk pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt
yanga berlebihan dalam urin akan mendukung pembentukan batu
kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.

F. PATHWAY
Lampiran

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urin
a. PH lebih dari 7,6
b. Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c. Biakan urin
d. Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2. Darah
a. Hb turun
b. Leukositosis
c. Urium krestinin
d. Kalsium, fosfor, asam urat
3. Radiologist
Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
4. USG abdomen

H. PENATALAKSANAAN
Sjamsuhidrajat (2004) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis
terdiri dari :
1. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi
pembentukan batu yang baru.
2. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
3. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
4. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu
kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
5. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong
terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi
makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-
kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan
tersebut dikurangi.
6. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis
tubulus renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan
pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Batu asam urat.
7. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di
dalam air kemih.
8. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
9. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena
itu untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa
diberikan kalium sitrat.
10. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.

Sedangkan menurut Purnomo BB (2003), penatalaksanaan nefrolitiasis


adalah :
1. Terapi Medis dan Simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan
batu. Tetapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain
itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian
diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi
perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde ke batu yang ada
di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan
yang paling sering dilakukan adaah ESWL. ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan memecahkan batu
ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
Dilakukan jika ukuran batu < 1 cm.
3. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat
gelombang kejut) Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan
mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-
2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak
berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk
mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk
memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
- Pyelolititomi: jika batu berada di piala ginjal
- Nefrolitomi: bila batu terletak di dalam ginjal
- Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
- Sistolitotomi / vesicolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

I. KOMPLIKASI
Menurut guyton, 1993 adalah :
1. Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai
oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan
menyebabkan gagal ginjal
2. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi
pada peritoneal.
3. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan
menumpuk diginjal dan lam-kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urin
4. Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.

J. PENATALAKSANAAN

Menurut penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:


a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau
melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat,
dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha
untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang
lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik
bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi
perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di
ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan
yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal
dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor,
(alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah
merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan
hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu
tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga
dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam
ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang
dilakukan antara lain:
1) Pyelolititomi : jika batu berada di pyelum ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purnomo. 2003. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Sandra M. Nettina (2002), Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedoketan EGC.
Sjamsuhidrajat (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
Syaifudin. 2002. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.
TEKNIK INSTRUMENTASI NEFROLITOTOMI

I. Pengertian
Nefrolitotomi adalah prosedur pembedahan pengangkatan
batu ginjal dengan lemak lewat sekitar fasia, dua pertiga ureter.
Instek nefrolitotomi adalah suatu cara menyiapkan alat instrumen
untuk operasi pengangkatan batu ginjal

II. Indikasi
 Ruptur ginjal, dimana didapatkan fragmentasi ginjal atau
ruptur dengan homodinamik yang tidak stabil
 Ginjal rusak karena infeksi batu, obstruksi aliran urine dan
kista
 Pasien dengan hipertensi berat disebabkan oleh arteri senalis
III. Tujuan
 Memperlancar jalannya operasi
 Dapat mempertahankan kesterilan alat instrument
 Dapat mengatur alat – alat secara sistematis di meja mayo
IV. Persiapan Alat
1) Meja mayo
 Duk klem : 5
 Desinfeksi klem : 1
 Pinset sirugis : 2
 Pinset anatomis : 2
 Gunting mayo : 1
 Gunting Metzenbaum : 1
 Gunting kasar : 1
 Handvat mess no 4 : 1
 Baby mosqsito : 2
 Arteri klem / pean : 4
 Kocker ; 2
 Pean manis : 1
 Nald polder : 2
 Klem 90o : 2
 Dobel langenback : 2
 Klem Panjang : 1

 Ring klem : 2
 Split mess : 1
 Kanal suction : 1
2) Meja instrumen
 Bengkok :2
 Kassa kecil steril : 10
 Kassa besar steril : 10
 Cucing :1
 Duk besar :6
 Duk kecil :4
 Sarung meja mayo :1
 Skort :6
 Handuk :6
Tambahan
 Timan :1
 Sprider :1
Bahan habispakai
 Mess 1
 NS 0,9 % : secukupnya
 Betadin 10 % : secukupnya
 Spuit 10 cc/ 50 cc
 Cateter 16 / urobag : 1/1
 Prolene 3.0 1

 Catgut Cromic no.1 1


 Surfatul 1
 Drain 1
 Underpad steril/ on steril : 2/1
Hipafix : secukupnya
V. Teknik Instrumentasi
 Sign In :
1. Pasang kateter dan urobag
2. Pasien anesteril SAB, posisi lumbotomy , pasang orde
3. Berikan klorhexidin 4 % dan kassa untuk pembersihan area
operasi
4. Perawat instrumen melakukan scrubing, gowning, gloving
5. Membantu operator dan asisten untuk gowning, gloving
6. Memberikan desinfeksi klem, cucing berisi povidon
iodine dan kassa kepada operatot untuk desinfeksi area
operasi untuk desinfeksi area operasi
7. Membantu melakukan drapping area operasi, berikan duk
klem
8. Mengikat couter dan selang suction dengan kassa dan duk
klem
 Time Out
9. Memberikan pinset sirugis untuk marking oleh operator
10. Memberikan handvat mess untuk insisi oleh operator
11. Memberikan hak tajam kepada asisten untuk membuka
insisi dan operator memperdalam insisi dengan couter
sampai maskulus
12. Memberikan steel deppers dan double langenback pada
asisten untuk memisahkan otot dan perineum
13. Memberikan timan pada asisten untuk meluaskan lapang
pandang
14. Memberikan gunting mayo dan pinset anatomis panjang
untuk membuka fasia gerota oleh operator
15. Memberikan klem 90˚ dan pinset anatomis oada operator
untuk mencari ureter lalu tegel dengan melaton kateter
n0.8 dan jepit menggunakan kocker
16. Memberikan sprider untuk memperluas lapang pandang,
bebaskan ginjal dengan gunting metzenbaum, pinset
anatomis panjang, kemudian berikan ring klem pada asisten
17. Siapkan klem manis untuk membebaskan ginjal dengan
jaringan yang melekat.
18. Ginjal dan arteri renalis terbebaskan kemudian lakukan
identifikasi batu
19. Setelah batu terindentifikasi berikan couter pada operator
untuk membuka ginjal, setelah ginjal terbuka kemudian
diexpose
20. Memberikan stone tang pada operator untuk
mengeluarkan batu dari ginjal.
21. Mamberikan cromic hepar no.1 untuk menjahit ginjal
22. Cuci dengan Ns 0.9%, evaluasi perdarahan, dan jaringan
sekitarnya
23. Memberikan kassa untuk evaluasi perdarahan
24. Memberikan drainage pada operator dan side 2.0 untuk
fiksasi drainage
 Sign Out :
25. Hitung jumlah alat dan kassa
26. Tutup kembali daerah lemak di area ginjal
27. Jahit daerah peritoneum dengan plain 2.0
28. Jahit fasia dengan vicryl 1
29. Jahit lemak dengan palin 2.0
30. Jahit kulit dengan prolene 3.0
31. Bersihkan luka dengan kassa basah dan keringkan
32. Tutup luka dengan sufratul dan kassa, hipafix
33. Inventaris kassa dan alat
34. Rapika pasien
35. Rapikan alat
VI. Evaluasi
1. TTV dalam batas normal
2. Perdarahan terkontrol

Anda mungkin juga menyukai