Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, dan pelvis ginjal yang disebabkan
karena pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium (Purnomo, 2019).

B. Etiologi
.Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis, faktor terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter : diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi
2. Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
4. Diet :diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan :penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

C. Patofisiologi
Proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air
seni jenuh akan terjadi pengendapan.

1
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana
tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya
partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan
muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:


a. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu.
Partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam
nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu.
b. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,
globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-
kristal batu.

2
c. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat
pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mucoprotein.

D. Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1. Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2. Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3. Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan
obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu :
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin.
b. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk murni sehingga tak terlihat dengan

3
sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan
Intra Venous Pyelografy (IVP).
d. Batu Sistin : (1-2%)
Batu ini jarang dijumpai (tidak umum), berwarana kuning jeruk dan
berkilau. Sedang kristal sistin diurin sangat sukar larut dalam air.
e. Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun
bisa bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.

E. Manifestasi Klinis
a. Obstruksi
b. Peningkatan tekanan hidrostatik
c. Distensi pelvis ginjal.
d. Peningkatan suhu (demam).
e. Hematuri.
f. Gejala gastrointestinal; mual, muntah, nyeri hebat
1. Batu pada pelvis renalis
a. Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
b. Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
c. Hematuria, piuria
d. Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2. Batu yang terjebak pada ureter
a. Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan
genetalia kolik ureteral
b. Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
3. Batu yang terjebak pada kandung kemih
a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
c. Hematuria
d. retensi urined.
e. Obstruksi

4
F. Penatalaksanaan
Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur :
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih.
b. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan.
c. Endourologi
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan) dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
energi laser. Beberapa tindakan endourologi yaitu :
 PCNL ( Percutaneous Nephro Lithotomy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit.
 Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu ke dalam buli-buli.
 Ureteroskopi atau ureto-renoskopi
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada
di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
uteroskopi/uterorenoskopi ini.
 Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia.
a. Bedah Laparoskopi

5
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi
unutk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter.

G. Komplikasi
1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
atau pengangkatan batu ginja
4. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih.
5. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat
ditentukan ruang/ lumen saluran kemih.
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga

6
dekat yang biasa dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Keluhan utama
Terdiri dari data subyektif atau data yang dikeluhkan pasien : Pasien
mengeluh nyeri pinggang sebelah kiri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Dari pengkajian didapat
gejala pasien yaitu pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kiri disertai
penurunan nafsu makan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita penyakit yang sama. Tanyakan juga
alergi yang dimiliki pasien
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keturunan lain seperti DM, Hipertensi.
6. Pengkajian data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Respirasi
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat .
c. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah,
penurunan turgor kulit, kulit kering dan perubahan berat badan.
d. Aktivitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.

7
e. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare
atau konstipasi.
f. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
h. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
b. Tanda-tanda Vital : TD, Suhu, Pernapasan, Nadi.
c. Head to toe examination :
 Kepala : bentuk , kesimetrisan
 Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
 Mulut: apakah ada tanda infeksi?
 Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
 Muka: ekspresi, pucat,gelisah.
 Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe,
peningkatan tekanan vena jugularis.
 Dada: gerakan dada, deformitas
 Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
 Ekstremitas: reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingkan arteri radialis kiri dan kanan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Gangguan pola eliminasi urine
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


O Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian
keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri secara

8
diharapkan : komprehensif termasuk
 Mengenali gejala-gejala lokasi, karakteristik,
nyeri frekuensi dan faktor
 Menggunakan analgetik presipitasi
sesuai kebutuhan  Ajarkan teknik non
 Mampu mengontrol nyeri farmakologi
 Menggunakan Teknik  Berikan analgetik untuk
nonfarmakologi mengurangi nyeri
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
2 Gangguan pola Tujuan : setelah dilakukan  Monitor eliminasi urine
eliminasi urine interfensi selama 1 x 24 jam termasuk frekuensi,
maka pasien mampu berkemih konsistensi, odor,
dengan normal. volume dan warn ajika
Kriteria hasil : diperlukan.
Urinary Elimination:  Monitor tanda dan gejala
 Pola eliminasi urine dan dari retensi urinary
output dalam batas normal  Instruksi pasien dan
 Tidak menunjukkan tanda- keluarga mencatat
tanda obstruksi (tidak ada urinary output jika
rasa sakit saat berkemih, diperlukan
pengeluaran urin lancar).  Catat waktu berkemih
 Tdak mengalami nocturia  Kolaborasi dengan tim
 Mampu mengeluarkan dan medis terkait terapi yang
menghentikan BAK dibutuhkan.
 Mampu toileting mandiri
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 1 x 24 jam  Tentukan status gizi dan
kebutuhan tubuh diharapkan : kemampuan untuk
 Nutrisi terpenuhi memenuhi kebutuhan

9
 Tidak terjadi penurunan gizi
berat badan  Identifikasi alergi atau
intolenransi terhadap
makanan
 Anjurkan pasien untuk
makan sedikit tapi
sering.

10
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi/Elisabeth. J. Cowin. EGC:


Jakarta.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan:aplikasi pada praktik klinis.
Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC.
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3 Jakarta. EGC: Jakarta.
Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
PPNI, Tim Pokja SIKI. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”. Jakarta
selatan : DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
Purnomo, Basuki B. “dasar-dasar urologi.” Jakarta : Sagung seto. 2011, 6-9
Sakhae. “kindey stones 2012: pathogenesis, diagnosis, and managemen”. The
Journal of clinical Endocrinology & Metabolisme, 2012
Setiadi, Setiadi. 2017. Konsep manajemen keperawatan.

11

Anda mungkin juga menyukai