Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Purnomo, 2000). Batu ginjal merupakan
keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung komponen kristal dan
matriks organik.(Suyono, 2001)
Batu ginjal adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan batu dalam
kolises dan atau pelvis. Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam
urat, oksalat atau kalsium.

B. Etiologi
Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti belum dapat
diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena adanya
hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya hiperkalsiuria. Kadang-
kadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri yang menguraikan ureum
(seperti proteus, beberapa pseudoenonas, staphylococcosa albus dan beberapa
jenis coli) yang mengakibatkan pembentukan batu.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur.

1
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

C. Epidemologi
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zama
Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah di temukan batu pada kandung
kemih seorang mumi yang diperkirakan sudah berumur sekitar 7000 tahun. Batu
ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di Negara maju
seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai
disaluran kemih bagian atas, sedang di Negara berkembang seperti India, Thailand
dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Hal ini karena adanya
pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Secara Epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis Kelamin: jumlah  pasien laki-laki 4 kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan (4:1).

D. Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air
seni jenuh akan terjadi pengendapan.

2
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana
tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya
partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan
muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:


a. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau
sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat
jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk
batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
b. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,
globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-
kristal batu.
c. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat
pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan
beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan
memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah
adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran
kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu
yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses
ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).

E. Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1. Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2. Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)

3
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3. Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila
menyebabkanobstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit
(magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi pada
usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau
juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya
hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu
kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu teknik
non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada batu
untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu
monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-
fragmen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal
(6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan
mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini bersifat radioopak dan
mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit berbentuk prisma

4
empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit mungkin
berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini mungkin karena
proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar X
(Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous
Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-
kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif
lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin yang asam. Batu
asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari penderita batu asam urat
menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa
gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat
menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop
cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat
cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d. Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak
seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena
mengandung sulfur.
e. Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.

F. Manifestasi Klinis
a. Obstruksi
b. Peningkatan tekanan hidrostatik
c. Distensi pelvis ginjal.
d. Rasa panas dan terbakar di pinggang. Kolik
e. Peningkatan suhu (demam).
f. Hematuri.
g. Gejala gastrointestinal; mual, muntah, diare. Nyeri hebat

5
1. Batu pada pelvis renalis
a. Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
b. Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
c. Hematuria, piuria
d. Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2. Batu yang terjebak pada ureter
a. Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan
genetalia kolik ureteral
b. Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
3. Batu yang terjebak pada kandung kemih
a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
c. Hematuria
d. retensi urined.
e. Obstruksi

G. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi,
infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur
medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah
laparoskopi atau pembedahan terbuka.
a. ESWL/ Lithotripsi
Adalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di
khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti
pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat batu
renal tanpa pembedahan mayor.

6
c. Nefrostomi Perkutan
Adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal.
Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari kateter yang
tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.
d. Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu
alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu diangkat.
Larutan Batu. Nefrostomi Perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi yang
hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki
duktus kolekdiktus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.
e. Pengangkatan Bedah
Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika batu
terletak di dalam ginjal.
f. Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.
Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :
a. Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan
susu dan keju dari diit, kalium fosfat asam (3–6 gram tiap hari)
mengurangi kandungan kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya
50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah cranberry (200ml, 4
kali sehari) mengasamkan urin dan membuat kalsium lebih mudah larut
dalam urin.
b. Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat (3–5 gram
kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin (100 mg, 3 kali sehari).
c. Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam (pH
urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4–8
ml asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet mineral
basa, batasi purin dalam dit penderita batu asam urat ( berikan pulka
300mg alopurinal (zyloprin) sekali atau dua kali sehari). Pada penderita
sistinura, diet rendah metionin dan penisilamin (4 gram tiap hari).
d. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu
ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam
ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine out put,

7
pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan perhatian terhadap
lokasi pemasangan drainase dan perawatannya

H. Komplikasi
1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
atau pengangkatan batu ginja
4. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak
diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat
memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan
cairan.
5. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan
dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia
nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
jika kedua ginjal terserang.
6. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat.
7. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang
(Corwin, 2009).

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari
jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat
murni.

8
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi
intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd. (1)
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil . Pemeriksaan USG
(3)

dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen
saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama
tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu (1).
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga
dekat yang biasa dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Keluhan utama
Terdiri dari data subyektif atau data yang dikeluhkan pasien : Pasien
mengatakan demam ± 1 minggu sebelum masuk RS, disertai batuk pilek
dan nafsu makan menurun.

9
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama berupa sejak kapan timbul
demam, atau gejala lain yang menyertai demam. Dari pengkajian didapat
gejala pasien yaitu Pasien mengatakan demam ± 1 minggu sebelum masuk
RS, disertai batuk pilek dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita penyakit yang sama. Tanyakan juga
obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keturunan lain seperti DM, Hipertensi.
6. Pengkajian data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Respirasi
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat .
c. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah,
penurunan turgor kulit, kulit kering dan perubahan berat badan.
d. Aktivitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
e. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare
atau konstipasi.

10
f. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
h. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
b. Tanda-tanda Vital : TD, Suhu, Pernapasan, Nadi.
c. Head to toe examination :
 Kepala : bentuk , kesimetrisan
 Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
 Mulut: apakah ada tanda infeksi?
 Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
 Muka: ekspresi, pucat,gelisah.
 Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe,
peningkatan tekanan vena jugularis.
 Dada: gerakan dada, deformitas
 Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
 Ekstremitas: reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingkan arteri radialis kiri dan kanan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Hipertermia
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


O Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian
keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri secara
diharapkan : komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,

11
 Mengenali gejala-gejala frekuensi dan factor
nyeri presipitasi
 Menggunakan analgetik  Ajarkan teknik non
sesuai kebutuhan farmakologi
 Mampu mengontrol nyeri  Berikan analgetik untuk
 Menggunakan Teknik mengurangi nyeri
nonfarmakologi  Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
2 Perubahan pola Tujuan : setelah dilakukan  Awasi pemasukan dan
eliminasi urine interfensi selama 3 x 24 jam pengeluaran dan
maka pasien mampu berkemih karakteristik urine.
dengan normal.  Tentukan pola berkemih
Kriteria hasil : norml pasien dan
 Pola eliminasi urine dan perhatikan variasi.
output dalam batas normal  Dorong meningkatkan
 Tidak menunjukkan tanda- pemasukan cairan.
tanda obstruksi (tidak ada  Awasi pemeriksaan
rasa sakit saat berkemih, laboratorium, contoh
pengeluaran urin lancar). elektrolit, BUN,
kretainin.
 Ambil urine untuk
culture dan sensifitas.

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari keperawatan selama 1 x 24 jam  Tentukan status gizi dan
kebutuhan tubuh diharapkan : kemampuan untuk
 Nutrisi terpenuhi memenuhi kebutuhan
 Tidak terjadi penurunan gizi
berat badan  Identifikasi alergi atau
intolenransi terhadap
makanan

12
 Anjurkan pasien untuk
makan sedikit tapi
sering.

13
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi/Elisabeth. J. Cowin. EGC:


Jakarta.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan:aplikasi pada praktik klinis.
Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC.
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3 Jakarta. EGC: Jakarta.
Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Mary Baradero. (2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. EGC: Jakarta.
Soeparman. (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga.
Jakarta: Salemba Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai