Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu yang

terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)

maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini

disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) ( Elizabeth J. Corwin, 2009)

Batu ginjal atau kalkulus renal (nefrolitiasis) dapat terbentuk dimana saja di dalam

traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal (pelvis renis) atau

kalises. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan bias soliter atau multiple. Batu

ginjal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dan jarang ditemukan

pada anak-anak. Batu kalsium umumnya ditemukan pada laki-laki berusia pertengahan

dengan riwayat pembentukan batu di dalam keluarga (Kowalak, 2011).

Batu ginjal merupakan suatu kondisi terbentuknya material keras yang menyerupai

batu di dalam ginjal. Material tersebut berasal dari sisa zat-zat limbah di dalam darah yang

dipisahkan ginjal yang kemudian mengendap dan mengkristal seiring waktu (Anonim,

2015).

Dari penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan batu ginjal adalah suatu

keadaan penyakit pembetukan batu (kalkuli) yang dapat ditemukan di setiap bagian ginjal

yang terjadi akibat endapan zat-zat sisa di ginjal sehingga menyebabkan terganggunya

sistem perkemihan.

1
Gambar 1: Batu ginjal dalam kalises mayor, kalises minor
ginjal dan dalam ureter

B. Etiologi

Meskipun penyebab pasti tidak diketahui, factor predisposisi terjadinya batu ginjal

meliputi (Kowalak, 2011):

1. Dehidrasi

2. Infeksi

3. Perubahan pH urin (batu kalsium karbonat terbentuk pada pH yang tinggi, batu asam

urat terbentuk pada pH yang rendah)

4. Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan stasis di dalam traktus urinarius.

5. Imobilisasi yang menyebabkan kalsium terlepas ke dalam darah dan tersaring oleh

ginjal.

6. Factor metabolic

7. Factor makanan

8. Factor penyakit renal

9. Factor penyakit gout

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan

aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan

lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa

2
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik, yaitu (Purnomo, 2011):

a. Faktor intrinsik, meliputi:

1) Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

2) Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun karena terjadinya penurunan

kerja organ sistem perkemihan

3) Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita

dapat dikatakan karena perbedaan aktivitas.

b. Faktor ekstrinsik, meliputi:

a. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi

daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt.

b. Iklim dan temperatur

Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan

cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang

mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.

c. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan

insiden batu saluran kemih.

d. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran

kemih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,

kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging,

jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

3
e. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau

kurang aktivitas fisik (sedentary life). Pekerjaan dengan banyak duduk lebih

memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang

buruh atau petani.

f. Infeksi

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti

pembentukan batu.

C. Patofisiologi

Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang

menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvit (magnesium,

ammonium, dan fosfat) 15% dan asam urat 7%. Batu sistin relative jarang terjadi dan

mewakili 1% dari semua batu ginjal (Kowalak, 2011).

Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan

normal larut dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi dapat

menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk batu

di dalam urin. Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada

lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk batu

(kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat) dan

kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut menarik

Kristal lain untuk membentuk batu. Urin yang sangat pekat dengan substansi ini akan

memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pembentukan batu (Kowalak,

2011).

4
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem

kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-

pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna,

striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-

bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap

berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang

saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan

mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih

besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup

mampu membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel

saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada

agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi

solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum

di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih

terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat,

membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu

asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan

batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama,

tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak

sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu

magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa (Lina, 2008).

5
Batu ginjal dapat terjadi pada papilla renal, tubulus renal, kalises, piala ginjal, ureter

atau dalam kandung kemih. Banyak batu berukuran kurang dari 5 mm dan biasanya batu

dengan ukuran kecil ini akan keluar sendiri ke dalam urin. Batu staghorn bias terus tumbuh

dalam piala ginjal dan meluas ke dalam kalises sehingga terbentuk batu yang bercabang-

cabang dan akhirnya menimbulkan batu ginjal jika tidak diangkat dengan pembedahan.

Batu kalsium memiliki ukuran paling kecil. Sebagian besar diantaranya adalah kalsium

oksalat atau campuran oksalat dengan fosfat (Kowalak, 2011).

Meskipun 80% kasus bersidat idiopatik, umumnya kasus-kasus tersebut terjadi

bersama hiperurikosuria (keadaan terdapatnya asam urat dengan kadar yang tinggi di dalam

urin). Imobilisasi yang lama dapat menimbulkan dimineralisasi tulang, hiperkalsiuria, dan

pembentukan kalkulus. Disamping itu, hiperparatiroidisme, asidosis tubulus renal dan

asupan vitamin D atau kalsium yang berlebihan dari makanan dapat menjadi factor

predisposisi terbentuknya batu ginjal. Batu struvit secara khas mengendap karena infeksi,

khususnya oleh spesies pseudomonas atau proteus. Mikroorganisme pemecah ureum ini

lebih sering dijumpai pada wanita. Batu struvit dapat menghancurkan parenkim renal

(Kowalak, 2011).

Penyakit gout mengakibatkan produksi asam urat yang tinggi, hiperurikosuria, dan

batu asam urat. Diet tinggi purin (seperti daging, ikan, dan unggas) akan menaikkan kadar

asam urat di dalam tubuh. Enteritis regional dan colitis ulserativa dapat memicu

pembentukan batu asam urat. Penyakit ini sering terjadi pada keadaan kehilangan cairan

dan bikarbonat yang dapat menimbulkan asidosis metabolic. Urin yang asam akan

meningkatkan pembentukan batu asam urat (Kowalak, 2011).

Sistinuria merupakan gangguan herediter langka, dan pada kondisi ini terdapat

kekeliriuan metabolic yang menyebabkan penurunan reabsorpsi sistin di dalam tubulus

renal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan jumlah sistin dalam urin. Karena sistin

6
merupakan substansi yang relative insoluble, keberadaannya turut menyebabkan

pembentukan kalkulus atau batu (Kowalak, 2011).

Jaringan parut yang terinfeksi merupakan tempat ideal bagi pembentukan batu.

Disamping itu, kalkulus yang terinfeksi (biasanya batu magnesium ammonium fosfat atau

batu staghorn) dapat terbentuk apabila bakteri menjadi nucleus dalam pembentukan batu.

Stasis urin memudahkan penimbunan unsur-unsur pembentukan batu yang kemudian

saling melekat dan mendorong timbulnya infeksi yang menambah obstruksi. Batu dapat

masuk ke dalam ureter atau tetap tinggal di dalam piala ginjal. Di dalam piala ginjal, batu

tersebut merusak atau menghancurkan parenkim renal dan dapat menimbulkan nekrosis

karena penekanan (Kowalak, 2011).

Di dalam ureter, pembentukan batu menyebabkan obstruksi dalam bentuk

hidronefrosis dan cenderung timbul kembali. Nyeri yang membandel dan perdarahan serius

juga dapat terjadi karena batu ginjal dan kerusakan yang ditimbulkan. Batu yang besar dan

kasar akan menyumbat lubang sambungan uteropelvic dan meningkatkan frekuensi serta

kekuatan kontraksi peristaltic sehingga terjadi hematuria akibat trauma. Biasanya pasien

batu ginjal melaporkan nyeri yang menjalar dari sudut kostovertebral kebagian pinggang

kemudian kearah suprapubik serta genetalia eksterna (kolik renal yang klasik). Intensitas

nyeri berfluktuasi dan dapat luar biasa sakitnya ketika intensitas nyeri tersebut mencapai

puncaknya. Pasien dengan batu ginjal di dalam piala ginjal dan kalises dapat melaporkan

nyeri konstan yang tumpul (rasa pegal). Ia juga dapat melaporkan nyeri punggung jika batu

tersebut menyebabkan sumbatan dalam ginjal dan nyeri abdomen yang hebat bila batu

tersebut berjalan ke bawah disepanjang ureter. Infeksi dapat terjadi dalam urin yang

mengalami stasis atau sesudah trauma jika batu ini menimbulkan mengikis permukaan

saluran kemih. Jika batu atau kalkulus terperangkap dan menyumbat aliran urin maka dapat

terjadi hidronefrosis (Kowalak, 2011).

7
Beberapa teori pembentukan batu adalah (Purnomo, 2011) :

a) Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel yang

berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam

nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau

benda asing di saluran kemih.

b) Teori Matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein)

yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

c) Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :

magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu

atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran

kemih.

Pathway (Terlampir)

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala batu ginjal yang mungkin meliputi (Kowalak ,2011):

1. Nyeri hebat akibat obstruksi

2. Nausea dan vomitus

3. Demam dan menggigil karena infeksi

4. Hematuria jika batu tersebut menimbulkan abrasi ureter

5. Distensi abdomen

6. Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya

dimiliki pasien.

8
Secara umum pasien urolithiasis datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan

utama nyeri pada pinggang dan hematuria. Keluhan yang disampaikan oleh pasien

tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan

yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa

berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot

polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari

saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminalnya

meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis atau

infeksi pada ginjal (Kuntarti, 2009).

Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran

kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu

urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya

ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya

urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika (Kuntarti,

2009).

Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat

terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala

namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal (Kuntarti, 2009).

E. Klasifikasi Batu Ginjal

Menurut Kowalak (2011) komposisi yang menyusun batu ginjal adalah batu

kalsium (80%) dengan terbesar berbentuk kalsium oksalat dan terkecil berbentuk kalsium

fosfat. Adapun macam-macam batu ginjal dan proses terbentuknya, antara lain:

9
a. Batu Oksalat/Kalsium Oksalat

Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam askorbat

(vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup besar, sejumlah

30%, 50% yang lain dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia tidak dapat

melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi

gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan banyak

mengkonsumsi nenas), maka terjadi akumulasi okalat yang memicu terbentuknya batu

oksalat di ginjal/kandung kemih.

b. Batu Struvit

Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat.

Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia bertambah

dan pH urin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi

bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia,

Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan

Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang dihasikan bakteri di atas

menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air

membentuk amonium sehingga pH urine makin tinggi. Karbon dioksida yang

terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk

kalsium karbonat.Batu struvit (campuran dari magnesium, amoniak dan fosfat) juga

disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.

Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang

sampai yang sebesar 2.5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut kalkulus

staghorn. Batu ini mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.

10
c. Batu Urat

Batu urat terjadi pada penderita gout (sejenis rematik). Batu urat dapat juga terbentuk

karena pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin). Penderita diare kronis

(karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine) serta asidosis (pH urin

menjadi asam sehingga terjadi pengendapan asam urat) dapat juga menjadi pemicu

terbentuknya batu urat.

d. Batu Sistina

Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya semakin

kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi (mengendap)

dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih membentuk batu.

e. Batu Kalium Fosfat

Batu ginjal berbentuk batu kalium fosfat dapat terjadi pada penderita hiperkalsiurik

(kadar kalsium dalam urine tinggi). Batu kalium fosfat juga dapat terjadi karena asupan

kalsium berlebih (misal susu dan keju) ke dalam tubuh. Hal ini dikarenakan adanya

endapan kalium di dalam tubuh yang akan menyebabkan timbulnya batu ginjal.

Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di bagian ginjal,

seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum, dan di ginjal

bagian atas (up junction). Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan posisi batu saluran

ginjal:

a. Batu di kalix minor atas : batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.

b. Batu di kalix monir bawah : batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan

batu koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini

makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga

pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.

11
c. Batu di kalix mayor : jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak

menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut,

tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang.

Batu ini makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal

sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis dan berbahaya bagi ginjal.

d. Batu di pyelum ginjal : batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan

menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.

Tindakan pengobatannya sebaiknya dilakukan dengan pengangkatan batu ginjal,

karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi

nantinya akan lebih sulit untuk dilaksanakan.

e. Batu di atas Up Junction : daerah up junction merupakan salah satu tempat

penyempitan ureter yang fisiologis, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat

melalui daerah tersebut.

f. Batu ureter : tanda dan gejalanya adalah secara tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari

pinggang hingga testis pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun klien sangat

kesakitan, kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah, gross hematuria.

g. Batu buli-buli : batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai

orang dewasa.

F. Komplikasi

Komplikasi meliputi (Kowalak, 2011):

1. Kerusakan atau destruksi parenkim renal

2. Nekrosis tekanan

3. Obstruksi oleh batu

4. Hidronefrosis

12
5. Perdarahan

6. Rasa nyeri

7. Infeksi

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic batu ginjal antara lain (Rasad, Sjahriar.

2010):

a. Urinalisa

Warna normal adalah kekuning-kuningan, sedangkan warna abnormal dalah coklat

gelap, merah, berdarah yang menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,

kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). Secara umum menunjukkan adanya sel darah

merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam

(asam meningkatkan sistin dan batu asam urat). Pada Urine 24 jam didapatkan

kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.

b. Pemeriksaan hematologi:

1. Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.

2. Sel darah merah : biasanya normal.

3. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Pemeriksaan Imaging

 Urografi

Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran

kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini

mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque.

Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu

tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran

13
akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut

berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.

 Cystogram/ intravenous pyelografi

Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto tidak dapat menunjukkan adanya batu,

maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu akan

ditunjukkan dengan adanya filling defek.

 Ultrasonografi (USG)

Batu akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang

radiopaque atau radiolucent.

 CT scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut, massa

di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu yang tidak dapat

ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.

 MRI

Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak

ada/yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.

H. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis

batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang

terjadi. Untuk Indikasi pengeluaran batu saluran kemih yaitu obstruksi jalan kemih, infeksi,

nyeri menetap atau nyeri berulang-ulang, batu yang akan menyebabkan infeksi atau

obstruksi, batu metabolic yang tumbuh cepat (Kowalak, 2011).

14
Penatalaksanaan pada batu ginjal, sebagai berikut (Rully, M. Azharry S, 2010):

a. Diet

Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan :

1) Batu kalsium oksalat

Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium

oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi, teh, dan coklat serta

mengurangi makanan yang mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang,

daging, sarden, keju dan sari buah.

2) Batu asam urat

Makanan yang dikurangi adalah daging, kerang, gandum, kentang, tepung-

tepungan, saus dan lain-lain.

3) Batu struvite

Makanan yang dikurangi adalah keju, telur, buah murbai, susu dan daging.

4) Batu cysti

Makanan yang dikurangi adalah sari buah, susu, kentang. Serta menganjurkan

pasien banyak minum yaitu 3-4 liter/hari dan olahraga yang teratur.

b. Pengurangan nyeri

Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri

sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan untuk

mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat di area

panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau

menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan

cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga

mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi

konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin yang besar.

15
c. Kolaborasi pemmberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.

d. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada

tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli

tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan dengan mengkonsentrasikan

gelombang kejut dari lokasi batu dari luar tubuh. Batu dipecah menjadi fragmen-

fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang

pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan

menyebabkan hematuria. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti

pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

e. Metode Endourologi Pengangkatan Batu

Mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (atau

nefrolitotomi perkutan) dilakukan dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang

sudah dilebarkan ke dalam parenkim ginjal.

f. Ureteroskopi

Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop

melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy

elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat.

g. Pelarutan batu

Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa) untuk melarutkan batu

dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap

terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut

(struvit).

h. Pengangkatan batu

16
Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi

pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat

infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi.

I. Pencegahan

Untuk pencegahan batu ginjal terdapat makanan dan minuman yang harus dibatasi

(Kowalak, 2011).:

1. Makanan kaya vitamin D harus dihindari (vitamin D meningkatkan reabsorpsi

kalsium).

2. Garam meja dan makanan tinggi natrium harus dikurangi (Na bersaing dengan Ca

dalam reabsorpsinya diginjal).

3. Produk susu: semua keju (kecuali keju yang lembut dan keju batangan); susu dan

produk susu (lebih dari ½ cangkir per hari); krim asam (yoghurt).

4. Daging, ikan, unggas: otak, jantung, hati, ginjal, sardine, sweetbread, telur.

5. Sayuran: bit hijau, lobak, mustard hijau, bayam, lobak cina, buncis kering, kedelai,

seledri.

6. Buah: kelembak, semua jenis beri, kismis, buah ara, anggur.

7. Roti, sereal, pasta: roti murni, sereal, keripik, roti gandum, semua roti yang dicampur

pengembang roti, oatmeal, beras merah, sekam, benih gandum, jagung giling, seluruh

sereal kering (kecuali keripik nasi, com flakes).

8. Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang dibuat dari

susu atau produk susu.

9. Lain-lain: kacang, mentega kacang, coklat, sup yang dicampur susu, semua krim,

makanan pencuci mulut yang dicampur susu atau produk susu (kue basah, kue kering,

pie).

17
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

A. Pengkajian

Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk

memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang

memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien.

a. Identitas pasien yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin,

pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.

b. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Penyakit Sekarang

18
Biasanya klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari

pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri tidak

di ketahui.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yang kaya vit D, klien suka

mengkonsumsi garam meja berlebihan, dan mengkonsumsi berbagai macam

makanan atau minuman dibuat dari susu/ produk susu.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Dikaji apakah keluarga klien mengalami batu ginjal atau penyakit lainnya.

Berdasarkan klasifikasi Doenges, riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat:

Gejala:

 Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk

 Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi

 Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera

serebrovaskuler, tirah baring lama)

b. Sirkulasi

Tanda:

 Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)

 Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

c. Eliminasi

Gejala:

 Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya

 Penrunan volume urine

19
 Rasa terbakar, dorongan berkemih

 Diare

Tanda:

 Oliguria, hematuria, piouria

 Perubahan pola berkemih

d. Makanan dan cairan:

Gejala:

 Mual/muntah, nyeri tekan abdomen

 Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat

 Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup

Tanda:

 Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus

 Muntah

e. Nyeri/kenyamanan:

Gejala:

Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal

menimbulkan nyeri dangkal konstan)

Tanda:

 Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi

 Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

f. Keamanan:

Gejala:

 Penggunaan alkohol

 Demam/menggigil

g. Penyuluhan/pembelajaran:

20
Gejala:

 Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK

kronis

 Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme

 Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat,

tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

B. Diagnosa Keperawatan (NANDA)

 Pre-operasi

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi

ureteral

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,

iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis

pasca obstruksi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan

dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan

kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

 Post-operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan invasif

C. Intervensi

21
 Pre-operasi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

Nyeri akut NOC : NIC :

 Pain Level, Pain Management

Definisi :  pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara

Pengalaman sensori yang  comfort level komprehensif termasuk lokasi,

tidak menyenangkan dan Kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

pengalaman emosional yang  Mampu mengontrol dan faktor presipitasi

muncul secara aktual atau nyeri (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari

potensial kerusakan jaringan nyeri, mampu ketidaknyamanan

atau menggambarkan adanya menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi terapeutik

kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi untuk untuk mengetahui pengalaman nyeri

Nyeri Internasional): mengurangi nyeri, pasien

serangan mendadak atau mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon

pelan intensitasnya dari  Melaporkan bahwa nyeri nyeri

ringan sampai berat yang berkurang dengan  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

dapat diantisipasi dengan menggunakan  Evaluasi bersama pasien dan tim

akhir yang dapat diprediksi manajemen nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan

dan dengan durasi kurang  Mampu mengenali nyeri kontrol nyeri masa lampau

dari 6 bulan. (skala, intensitas,  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

frekuensi dan tanda dan menemukan dukungan

Batasan karakteristik : nyeri)

22
 Laporan secara verbal  Menyatakan rasa  Kontrol lingkungan yang dapat

atau non verbal nyaman setelah nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu

 Fakta dari observasi berkurang ruangan, pencahayaan dan kebisingan

 Posisi antalgic untuk  Tanda vital dalam  Kurangi faktor presipitasi nyeri

menghindari nyeri rentang normal  Pilih dan lakukan penanganan nyeri

 Gerakan melindungi  Tidak mengalami (farmakologi, non farmakologi dan inter

 Tingkah laku berhati-hati gangguan tidur personal)

 Muka topeng  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi
 Gangguan tidur (mata
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
sayu, tampak capek, sulit
 Berikan analgetik untuk mengurangi
atau gerakan kacau,
nyeri
menyeringai)
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Terfokus pada diri
 Tingkatkan istirahat
sendiri
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada
 Fokus menyempit
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
(penurunan persepsi
 Monitor penerimaan pasien tentang
waktu, kerusakan proses
manajemen nyeri
berpikir, penurunan

interaksi dengan orang


Analgesic Administration
dan lingkungan)
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
 Tingkah laku distraksi,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
contoh : jalan-jalan,
obat
menemui orang lain
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

23
dan/atau aktivitas,  Cek riwayat alergi

aktivitas berulang-ulang)  Pilih analgesik yang diperlukan atau

 Respon autonom (seperti kombinasi dari analgesik ketika

diaphoresis, perubahan pemberian lebih dari satu

tekanan darah,  Tentukan pilihan analgesik tergantung

perubahan nafas, nadi tipe dan beratnya nyeri

dan dilatasi pupil)  Tentukan analgesik pilihan, rute

 Perubahan autonomic pemberian, dan dosis optimal

dalam tonus otot  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk

(mungkin dalam rentang pengobatan nyeri secara teratur

dari lemah ke kaku)  Monitor vital sign sebelum dan sesudah

 Tingkah laku ekspresif pemberian analgesik pertama kali

(contoh : gelisah,  Berikan analgesik tepat waktu terutama

merintih, menangis, saat nyeri hebat

waspada, iritabel, nafas  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

panjang/berkeluh kesah) gejala (efek samping)

 Perubahan dalam nafsu

makan dan minum

Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia,

fisik, psikologis)

24
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

Resiko defisit volume NOC: NIC :

cairan  Fluid balance Fluid management


 Hydration  Timbang popok/pembalut jika
Definisi :
 Nutritional Status : diperlukan
Berisiko mengalami
Food and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output
dehidrasi vaskular,seluler,
Kriteria Hasil : yang akurat
atau intraseluler.
 Mempertahankan  Monitor status hidrasi ( kelembaban

urine output sesuai membran mukosa, nadi adekuat,


Faktor risiko:
dengan usia dan berat tekanan darah ortostatik ), jika
- Kehilangan cairan aktif
badan, BJ urine diperlukan
- Kurang pengetahuan

- Penyimpangan yang
normal, HT normal  Monitor vital sign

mempengaruhi absorp  Tekanan darah, nadi,  Monitor masukan makanan / cairan

cairan suhu tubuh dalam dan hitung intake kalori harian

- Penyimpangan yang batas normal  Lakukan terapi IV

mempengaruhi akses  Tidak ada tanda tanda  Monitor status nutrisi

cairan dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan

turgor kulit baik,

25
- Penyimpangan yang membran mukosa  Berikan cairan IV pada suhu ruangan

mempengaruhi asupan lembab, tidak ada rasa  Dorong masukan oral

cairan haus yang berlebihan  Berikan penggantian nesogatrik sesuai

- Kehilangan berlebihan output

melalui rute normal  Dorong keluarga untuk membantu

misalnya diare pasien makan

- Usia lanjut  Tawarkan snack ( jus buah, buah segar

- Berat badan ekstrim )

- Faktor yang  Kolaborasi dokter jika tanda cairan

mempengaruhi berlebih muncul meburuk

kebutuhan cairan (status  Atur kemungkinan tranfusi

hipermetabolik)  Persiapan untuk tranfusi

- Kegagalan fungsi

regulator

- Kehilangan cairan

melalui rute abnormal

(misalnya selang

menetap)

- Agen fermasutikal

(misalnya diuretik)

Rencana keperawatan

26
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan

nutrisi kurang dari  Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi

 Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien


Definisi: Asupan nutrisi
food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
tidak cukup untuk memenuhi
 Weight Control mengandung tinggi serat untuk
kebutuhan metabolik.
Kriteria Hasil: mencegah konstipasi
Batasan karakteristik:
 Adanya peningkatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Kram abdomen
berat badan sesuai catatan makanan harian.
 Nyeri abdomen dengan tujuan  Monitor adanya penurunan BB dan
 Menghindari makanan  Berat badan ideal gula darah
 Berat badan 20% atau sesuai dengan tinggi  Monitor lingkungan selama makan
lebih di bawah berat badan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
badan ideal  Mampu tidak selama jam makan

 Kerapuhan kapiler mengidentifikasi  Monitor turgor kulit

 Diare kebutuhan nutrisi  Monitor kekeringan, rambut kusam,

 Kehilangan rambut  Tidak ada tanda – total protein, Hb dan kadar Ht

berlebihan tanda malnutrisi  Monitor mual dan muntah

 Bising usus hiperaktif  Menunjukkan  Monitor pucat, kemerahan, dan

 Kurang makanan peningkatan fungsi kekeringan jaringan konjungtiva

 Kurang informasi pengecapan dari  Monitor intake nuntrisi

menelan

27
 Kurang minat pada  Tidak terjadi  Informasikan pada klien dan keluarga

makanan penurunan berat tentang manfaat nutrisi

 Penurunan berat badan badan yang berarti  Kolaborasi dengan dokter tentang

dengan asupan makanan kebutuhan suplemen makanan seperti

adekuat NGT/ TPN sehingga intake cairan

 Kesalahan konsepsi yang adekuat dapat dipertahankan.

 Kesalahan informasi  Atur posisi semi fowler atau fowler

 Membran mukosa pucat tinggi selama makan

 Ketidakmampuan  Kelola pemberan anti emetik:.....

memakan  Anjurkan banyak minum

 Pertahankan terapi IV line


 Tonus otot menurun
 Catat adanya edema, hiperemik,
 Mengeluh gangguan
hipertonik papila lidah dan cavitas
sensasi rasa
oval
 Mengeluh asupan

makanan berkurang dari

RDA (recommended

daily allowance)

 Cepat kenyang setelah

makan

 Sariawan rongga mulut

 Steatorea

 Kelemahan otot

pengunyah

28
 Kelemahan otot untuk

menelan

Faktor-faktor yang

berhubungan:

 Faktor biologis

 Faktor ekonomi

 Ketidakmampuan untuk

mengabsorpsi nutrien

 Ketidakmampuan untuk

mencerna makanan

 Ketidakmampuan untuk

menelan makanan

 Faktor psikologis

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

29
Ansietas NOC : NIC :

- Anxiety self control


Definisi: Anxiety Reduction (penurunan
- Anxiety level
Perasaan ketidaknyamanan kecemasan)
- koping
atau kekhawatiran yang  Gunakan pendekatan yang
Kriteria hasil:
samar disertai respon menenangkan
 Klien mampu
autonom (sumber sering kali  Nyatakan dengan jelas harapan
mengidentifikasi dan
tidak spesifik atau tidak terhadap pelaku pasien
mengungkapkan
diketahui oleh individu;  Jelaskan semua prosedur dan apa
gejala cemas
perasaan takut yang yang dirasakan selama prosedur
 Mengidentifikasi,
disebabkan oleh antisipasi  Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan dan
terhadap bahaya. Hal ini keamanan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik
merupakan isyarat  Berikan informasi faktual mengenai
untuk mengontol
kewaspadaan yang diagnosis, tindakan prognosis
cemas
memperingatkan individu  Libatkan keluarga untuk
 Vital sign dalam batas
akan adanya bahaya dan mendampingi klien
normal
memampukan individu
 Instruksikan pada pasien untuk
 Postur tubuh, ekspresi
untuk bertindak menghadapi menggunakan tehnik relaksasi
wajah, bahasa tubuh
ancaman.
 Dengarkan dengan penuh perhatian
dan tingkat aktivitas
 Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan

Batasan karakteristik:  Bantu pasien mengenal situasi yang


berkurangnya

 Perilaku: menimbulkan kecemasan


kecemasan

- Penurunan  Dorong pasien untuk

produktivitas mengungkapkan perasaan, ketakutan,

persepsi

30
- Gerakan yang  Berikan obat untuk mengurangi

ireleven kecemasan

- Gelisah

- Melihat sepintas

- Insomnia

- Kontak mata yang

buruk

- Mengekspresikan

kekhwatiran karena

perubahan dalam

peristiwa hidup

- Agitasi

- Mengintai

- Tampak waspada

 Afektif:

- Gelisah,distres

- Kesedihan yang

mendalam

- Ketakutan

- Perasaaan tidak

adekuat

- Berfokus pada diri

sendiri

31
- Peningkatan

kewaspadaan

- Iritabilitas

- Gugup senang

berlebihan

- Rasa nyeri yang

meningkatkan

ketidakberdayaan

- Peningkatan rasa

ketidakberdayaan

yang persisten

- Bingung, menyesal.

- Ragu atau tidak

percaya diri

- Khawatir

 Fisiologis

- Wajah tegang,

tremor tangan

- Peningkatan keringat

- Peningkatan

ketegangan

- Gemetar atau tremor

- Suara bergetar

32
 Simpatik

- Anoreksia

- Eksitasi

kardiovaskuler

- Diare,mulut kering

- Wajah merah

- Jantung berdebar-

debar

- Peningkatan tekanan

darah

- Peningkatan refleks

- Peningkatan

frekuensi pernafasan

- Pupil melebar

- Kesulitan bernafas

- Vasokontriksi

superfisial

- Lemah, kedutan pada

otot

 Parasimpatik

- Nyeri abdomen

- Penurunan tekanan

darah

33
- Penurunan denyut

nadi

- Diare, mual,vertigo

- Letih, gangguan tidur

- Kesemutan pada

ekstremitas

- Sering berkemih

- Anyang-anyangan

- Dorongan segera

berkemih

 Kognitif

- Menyadari gejala

fisiologis

- Bloking pikiran,

konfusi

- Penurunan lapang

persepsi

- Kesulitan

berkonsentrasi

- Penurunan

kemampuan untuk

belajar

- Penurunan

kemampuan untuk

34
memecahkan

masalah

- Ketakutan terhadap

konsekuensi yang

tidak spesifik

- Lupa, gangguan

perhatian

- Khawatir, melamun

- Cenderung

menyalahkan orang

lain.

Faktor yang berhubungan:

 Perubahan dalam(status

ekonomi, lingkungan,

status kesehatan, pola

interaksi,fungsi peran,

status peran)

 Pemajanan toksin

 Terkait keluarga

 Herediter

 Infeksi/kontaminan

interpersonal

 Penularan penyakit

interpersonal

35
 Krisis maturasi

 Krisis situasional

 Stres, ancaman kematian

 Penyalahgunaan zat

 Ancaman pada (status

ekonomi, lingkungan,

status kesehatan, pola

interaksi, fungsi peran,

status peran, konsep diri)

 Konflik tidak disadari

mengenai tujuan penting

hidup

 Konflik tidak disadari

mengenai nilai yang

esensial atau penting.

 Kebutuhan yang tidak

dipenuhi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

36
Deficit Pengetahuan NOC: NIC :

 Knowledge : disease
Teaching: disease process
Definisi: Ketiadaan atau process
 Berikan penilaian tentang tingkat
defisiensi informasi kognitif  Knowledge : health
pengetahuan pasien tentang proses
yang berkaitan dengan topic Behavior
penyakit yang spesifik.
tertentu.
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Kriteria hasil:
dan bagaimana hal ini berhubungan
Batasan karakteristik:  Pasien dan keluarga
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
 Perilaku hiperbola menyatakan
cara yang tepat.
 Ketidakakuratan pemahaman tentang
 Gambarkan tanda dan gejala yang
mengikuti perintah penyakit, kondisi,
biasa muncul pada penyakit, dengan
 Ketidakakuratan prognosis dan program
cara yang tepat
mengikuti tes pengobatan
 Gambarkan proses penyakit, dengan
 Perilaku tidak tepat  Pasien dan keluarga
cara yang tepat
(mis., hysteria, mampu melaksanakan
 Identifikasi kemungkinan penyebab,
bermusuhan, agitasi, prosedur yang
dengan cara yang tepat
apatis) dijelaskan secara benar
 Sediakan informasi pada pasien
 Pengungkapan masalah  Pasien dan keluarga
tentang kondisi, dengan cara yang
mampu menjelaskan
tepat
Factor yang berhubungan: kembali apa yang
 Sediakan bagi keluarga informasi
 Keterbatasan kognitif dijelaskan perawat/tim
tentang kemajuan pasien dengan cara
kesehatan lainnya
 Salah interpretasi
yang tepat
informasi
 Diskusikan perubhan gaya hidup yang
 Kurang pajanan
mungkin diperlukan untuk mencegah

37
 Kurang minat dalam komplikasi di masa yang akan dating

belajar dan atau proses pengontrolan penyakit.

 Kurang dapat mengingat  Diskusikan pilihan terapi atau

 Tidak familier dengan penanganan

sumber informasi.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi

atau mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau

diindikasikan

 Rujuk pasien pada grup atau agensi di

komunitas lokal dengan cara yang

tepat.

 Instruksikan pasien mengenai tanda

gejala untuk melaporkan pada pemberi

perawatan kesehatan dengan cara yang

tepat.

 Post operasi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

38
Nyeri akut NOC : NIC :

 Pain Level, Pain Management

Definisi :  pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara

Sensori yang tidak  comfort level komprehensif termasuk lokasi,

menyenangkan dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

pengalaman emosional yang Kriteria hasil: dan faktor presipitasi

muncul secara aktual atau  Mampu mengontrol  Observasi reaksi nonverbal dari

potensial kerusakan jaringan nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan

atau menggambarkan adanya nyeri, mampu  Gunakan teknik komunikasi terapeutik

kerusakan (Asosiasi Studi menggunakan tehnik untuk mengetahui pengalaman nyeri

Nyeri Internasional): nonfarmakologi untuk pasien

serangan mendadak atau mengurangi nyeri,  Kaji kultur yang mempengaruhi respon

pelan intensitasnya dari mencari bantuan) nyeri

ringan sampai berat yang  Melaporkan bahwa nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

dapat diantisipasi dengan berkurang dengan  Evaluasi bersama pasien dan tim

akhir yang dapat diprediksi menggunakan kesehatan lain tentang ketidakefektifan

dan dengan durasi kurang manajemen nyeri kontrol nyeri masa lampau

dari 6 bulan.  Mampu mengenali nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

(skala, intensitas, dan menemukan dukungan

Batasan karakteristik : frekuensi dan tanda  Kontrol lingkungan yang dapat

 Laporan secara verbal nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu

atau non verbal  Menyatakan rasa ruangan, pencahayaan dan kebisingan

 Fakta dari observasi nyaman setelah nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri

 Posisi antalgic untuk berkurang

menghindari nyeri

39
 Gerakan melindungi  Tanda vital dalam  Pilih dan lakukan penanganan nyeri

 Tingkah laku berhati-hati rentang normal (farmakologi, non farmakologi dan inter

 Muka topeng  Tidak mengalami personal)

 Gangguan tidur (mata gangguan tidur  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

sayu, tampak capek, sulit menentukan intervensi

atau gerakan kacau,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi

menyeringai)  Berikan analgetik untuk mengurangi

 Terfokus pada diri nyeri

sendiri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

 Fokus menyempit  Tingkatkan istirahat

(penurunan persepsi  Kolaborasikan dengan dokter jika ada

waktu, kerusakan proses keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

berpikir, penurunan  Monitor penerimaan pasien tentang

interaksi dengan orang manajemen nyeri

dan lingkungan)

 Tingkah laku distraksi, Analgesic Administration

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,


contoh : jalan-jalan,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
menemui orang lain
obat
dan/atau aktivitas,
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
aktivitas berulang-ulang)
dosis, dan frekuensi
 Respon autonom (seperti
 Cek riwayat alergi
diaphoresis, perubahan
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
tekanan darah,
kombinasi dari analgesik ketika
perubahan nafas, nadi
pemberian lebih dari satu
dan dilatasi pupil)

40
 Perubahan autonomic  Tentukan pilihan analgesik tergantung

dalam tonus otot tipe dan beratnya nyeri

(mungkin dalam rentang  Tentukan analgesik pilihan, rute

dari lemah ke kaku) pemberian, dan dosis optimal

 Tingkah laku ekspresif  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk

(contoh : gelisah, pengobatan nyeri secara teratur

merintih, menangis,  Monitor vital sign sebelum dan sesudah

waspada, iritabel, nafas pemberian analgesik pertama kali

panjang/berkeluh kesah)  Berikan analgesik tepat waktu terutama

 Perubahan dalam nafsu saat nyeri hebat

makan dan minum  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan

gejala (efek samping)

Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia,

fisik, psikologis)

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

41
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management

Definisi: - Tissue Integrity : Skin Anjurkan pasien untuk menggunakan

Perubahan atau gangguan, and Mucous pakaian yang longgar

epidermis dan/atau dermis Membranes Hindari kerutan pada tempat tidur

- Hemodialis akses Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

Batasan karakteristik: dan kering

 Kerusakan lapisan kulit Kriteria hasil: Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

atau dermis  Integritas kulit yang setiap dua jam sekali

 Gangguan permukaan baik bisa Monitor kulit akan adanya kemerahan

kulit atau epidermis dipertahankan Oleskan lotion atau minyak/baby oil

 Invasi struktur tubuh (sensasi, elastisitas, pada derah yang tertekan

temperatur, hidrasi, Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Faktor yang berhubungan: pigmentasi) Monitor status nutrisi pasien

 Eksternal :  Tidak ada luka/lesi Memandikan pasien dengan sabun dan

- Zat kimia, radiasi pada kulit air hangat

- Usia yang ekstrim  Perfusi jaringan baik Kaji lingkungan dan peralatan yang

- Kelembaban  Menunjukkan menyebabkan tekanan

- Hipertermia atau pemahaman dalam Observasi luka : lokasi, dimensi,

hipotermia proses perbaikan kulit kedalaman luka, karakteristik,warna

- Faktor mekanik dan mencegah cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

(misalnya gaya gunting terjadinya sedera tanda-tanda infeksi lokal, formasi

atau shearing forces) berulang traktus

- Medikasi  Mampu melindungi Ajarkan pada keluarga tentang luka dan

- Lembab kulit dan perawatan luka

- Imobilitasi fisik mempertahankan

42
 Internal : kelembaban kulit dan Kolaburasi ahli gizi pemberian diae

- Perubahan status cairan perawatan alami TKTP, vitamin

- Perubahan pigmentasi Cegah kontaminasi feses dan urin

- Perubahan turgor Lakukan tehnik perawatan luka dengan

(elastisitas kulit) steril

- Faktor perkembangan Berikan posisi yang mengurangi tekanan

- Ketidakseimbangan pada luka

status nutrisi (obesitas,

emasiasi)

- Penurunan imunologi

- Penurunan sirkulasi

- Kondisi gangguan

metabolik

- Gangguan sensasi

- Tonjolan tulang

D. Implementasi

Menurut Nursalam (2011), implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi

disusun dan ditujukan pada nursing ordersuntuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari

implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

43
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan

memfasilitasi koping.

E. Evaluasi

Menurut Zaidin Ali (2009) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai

keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Terdapat 3 komponen penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :

1. Pengkajian Ulang

Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat

respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil

yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah

sakit/sembuh.

2. Modifikasi rencana keperawatan

Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam memodifikasi

rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara,

air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi,

misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar

dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.

3. Penghentian pelayanan

Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah terpenuhi,

penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit

bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila penghentian

44
pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien

dalam mengatasi masalah sendiri.

Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif.

a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap

respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.

b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status

kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan

evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya

masalah baru.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anonim. 2015. Batu Ginjal. [internet] tersedia dalam http://www.alodokter.com/batu-ginjal

diakses pada 8 Oktober 2015 pukul 18.00 WITA.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, Jennifer P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. Jakarta: Bagian Urologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Lina N, 2008. Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki. Tesis Mahasiswa

Pasca Sarjana Epidemiologi Universitas Diponegoro. [internet] tersedia dalam

http://eprints.undip.ac.id/18458/1/Nur_Lina.pdf diakses pada 8 Oktober 2015 pukul

18.00 WITA.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit

Mediaction.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi

Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

46
Rully, M. Azharry S. 2010. Batu Staghorn Pada Wanita: Faktor Risiko dan Tata Laksananya.

Vol. 1 No. 01. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Jakarta

47

Anda mungkin juga menyukai