Anda di halaman 1dari 19

Nama : Kristian Ade Chandra

NPM : 1506800634
Ruang : RS Pasar Minggu Lt 9

Laporan Pendahuluan Batu Ginjal


1. Anatomi & Fisiologi
Ginjal merupakan organ yang berpasangan di bagian belakang abdomen atas.
Ginjal bersifat retroperitoneal yang berarti terletak di belakang peritoneum
yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3, ginjal kanan terletak sedikit di bawah ginjal kiri (Black & Hawks,
2014). Darah dialirkan ke setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar
melalui vena renalis (Smeltzer & Bare, 2010).

Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medula (Smeltzer & Bare, 2010). Unit
fungsional ginjal adalah nefron yang berjumlah + 1 juta nefron pada setiap
ginjal yang terdiri atas glomerulus yang mengandung kapsula bowman dan
sebuah tubulus. Glomerulus tersusun dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat
darah dari vasa aferen dan mengalirkan darah balik lewat vasa eferen.
Glomerulus membentang dan membentuk tubulus yang terbagi menjadi 3
bagian, yaitu tubulus proksimal, ansa Henle/lengkung Henle, dan tubulus
distal. Tubulus distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul/duktus
kolektivus. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran
lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki
banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya
transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion
mineral. Kelompok sel-sel khusus di dekat kutup vaskular setiap glomerulus
disebut aparatus jukstaglomerulus yang merupakan tempat terjadinya sintesis
dan sekresi renin.
Proses pembentukan urin dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus.
Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang
berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari
darah yang mendorong plasma darah. Tekanan darah menentukan berapa
tekanan dan kecepatan aliran darah yang melewati glomerulus. Ketika darah
melewati struktur ini terjadi proses filtrasi. Air dan molekul-molekul kecil
akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul besar tetap tertahan dalam
aliran darah. Cairan yang disaring dan memasuki tubulus disebut filtrat.
Kurang lebih 20% dari plasma yang tersaring ke dalam nefron mencapai
sekitar 180 L filtrat per hari. Filtrat tersebut serupa dengan plasma darah tanpa
molekul besar (protein, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit) terdiri
atas air, elektrolit, dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus, sebagian
substansi ini secara selektif diabsorpsi ulang ke dalam darah, sedangkan
substansi lainnya diekskresikan dari darah ke dalam filtrat selama mengalir
sepanjang tubulus. Filtrat akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus
pengumpul san kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa, normalnya akan diabsorpsi seluruhnya
kembali ke tubulus dan tidak akan terlihat dalam urin. Berbagai substansi yang
normalnya akan disaring glomerulus, direabsorpsi tubulus dan diekskresikan
dalam urin meliputi natrium, klorida, bikarbonat, kalium, glukosa, ureum,
kreatinin, serta asam urat.
2. Definisi
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius yang
dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih (Smeltzer
& Bare, 2010). Batu (kalkuli) yang berada di ginjal secara klinis disebut
sebagai batu ginjal (nephrolithiasis) (Black & Hawks, 2014). tu saluran kemih
adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal)
pada ureter atau pada daerah ginjal. Winaga (2006) mengungkapkan bahwa
batu ginjal adalah batu yang terbentuk akibat sisa-sisa metabolisme tubuh
yang membentuk kristal dan mengendal dalam saluran kemih mulai dari ginjal
sampai kandung kemih. Batu ginjal memiliki ukuran yang bervariasi mulai
dari partikel kecil sampai batu staghorn yang besar dimana dapat mengisi
seluruh pelvis renal (Bahdarsyam, 2003).

3. Etiologi
Terdapat 2 faktor penyebab utama terbentuknya batu ginjal yaitu stasis urin
dan supersaturasi urin dengan sedikit kristaloid yang dapat dilarutkan.
Peningkatan konsentrasi larutan terjadi karena penurunan jumlah cairan atau
peningkatan beban zat terlarut. Peningkatan konsentrasi tersebut memicu
terbentuknya kristal seperti kalsium, asam urat, dan fosfat. Selain itu beberapa
penyakit/gangguan juga berkontribusi terhadap pembentukan batu seperti
infeksi, benda asing, ketidakmampuan pengosongan kandung kemih dengan
sempurna, gangguan metabolik, dan obstruksi pada saluran kemih. Adanya
gangguan/pemicu tersebut dapat terlihat dalam urin seperti adanya protein
atau elemen-elemem inflamasi.
Batu ginjal lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita terutama usia
antara 30 samapi 50 tahun memiliki risiko 3 kali lebih besar. Beberapa obat
juga dapat memicu pembentukan batu seperti acetazolamide, absorbable
alkalis (kalsium karbonat dan sodium bikarbonat), dan aluminium hidroksida.
Faktor risiko lain yang menyebabkan stasis dan supersaturasi urin antara lain:
● Kurang aktivitas/imobilisasi serta gaya hidup yang lebih banyak
bersantai akan meningkatkan risiko stasis urin
● Dehidrasi yang menyebabkan supersaturasi urin
● Gangguan metabolisme yang menyebabkan peningkatan kalsium atau
ion lain dalam urin
● Riwayat batu ginjal/saluran kemih sebelumnya. Seseorang yang pernah
memiliki batu ginjal berisiko tinggi untuk mengalaminya kembali
● Minum minuman yang tinggi kandungan mineral
● Diet tinggi purin, oksalat, suplemen kalsium, dan protein hewani
● Infeksi saluran kemih
● Pemakaian kateter urin dalam waktu lama
● Neurogenic bladder (Black & Hawks, 2014)
4. Patofisiologi
Mekanisme pasti pembentukan batu belum diketahui secara jelas. Kristalisasi
dianggap menjadi faktor utama pembentukan batu:
 Supersaturasi urin dengan peningkatan zat terlarut
 Pembentukan matriks yang terjadi ketika mukoprotein berikatan dengan
batu
 Kekurangan zat penghambat akibat peningkatan atau hilangnya protektor
yang melawan pembentukan batu. Substansi inhibitor seperti sitrat dan
magnesium berfungsi untuk mencegah agregasi partikel dan pembentukan
kristal. Terdapat antiinhibitor seperti aluminium, besi, dan silikon dalam
urin yang memicu terbentuknya batu.
 Kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut
(Black & Hawks, 2014)
Batu Saluran Kemih

Pielonefritis

Ureritis
Obstruksi Infeksi
Sistitis

Hidronefrosis Pionefrosis

Hidroureter Urosepsis

Gagal Ginjal

Batu yang terbentuk memiliki beberapa tipe bisa satu jenis kristal atau
kombinasi.

1. Batu Kalsium. Kalsium merupakan substansi pembentuk batu yang paling


banyak yaitu sekitar 90%. Batu kalsium umumnya tersusun atas kalsium fosfat
atau kalsium oksalat. Batu tersebut dapat berukuran kecil sampai batu
staghorn besar yang mengisi seluruh pelvis renal. Biasa terjadi pada usia 20an
terutama laki-laki. Hiperkalsiuria, yaitu peningkatan jumlah kasium dalam
urin, disebabkan 4 hal:
a. Peningkatan reabsorpsi tulang yang membebaskan kalsium, misalnya
pada penyakit Piaget, hiperparatiroid, penyakit Chusing, imobilitas,
dan osteolisis akibat tumor malignan pada payudara, paru-paru, dan
prostat.
b. Absorpsi kalsium dalam jumlah besar pada usus seperti pada sindrom
susu alkalli, sarkoidosis, dan konsumsi vitamin D berlebihan.
c. Gangguan absorpsi tubulus ginjal dalam filtrasi kalsium seperti pada
asidosis tubulus ginjal.
d. Abnormalitas struktur seperti pada “sponge kidney”
Sekitar 35% penderita batu kalsium tidak memiliki level serum kalsium yang
tinggi dan tidak menunjukkan penyebab hiperkalsiuria yang jelas. Terdapat 2 jenis
hiperkalsiuria:
a. Gangguan utama adalah peningkatan absorpsi kalsium oleh usus atau
peningkatan reabsorpsi tulang. Peningkatan level serum kalsium memicu
filtrasi kalsium oleh ginjal dan supresi hormon paratiroid. Hal tersebut pada
akhirnya menyebabkan penurunan reabsorpsi tubulus yang meningkatkan
konsentrasi kalsium urin.
b. Peningkatan kalsium pada ginjal akibat kerusakan tubulus. Hipokalsemia
menstimulasi produksi hormon paratiroid yang meningkatkan absorpsi
kalsium. Lingkaran tersebut melengkapi gangguan yang pertama
menyebabkan peningkatan kalsium. Pasien yang mengalami masalah ini
sering disebut “calsium wasters”

2. Oksalat, merupakan jenis batu kedua terbanyak. Oksalat tidak larut dalam
urin. Kelarutannya tergantung pada perubahan pH urin. Mekanisme
timbulnya oksalat belum jelas, kemungkinan berhubungan dengan diet.
Penyakit ini sering muncul terutama pada area dengan makanan pokok berupa
sereal misalnya pada daerah peternakan. Peningkatan insiden batu oksalat
dapat dihubungkan dengan:
a. Hiperabsorpsi oksalat misalnya pada penyakit yang menyebabkan
inflamasi usus dan konsumsi produk berbahan dasar kedelai dalam
jumlah besar.
b. Overdosis absorpsi asam misalnya vitamin C yang memetabolisme
oksalat.
c. Familial oxaluria (oksalat dalam urin)

3. Struvit, batu struvit atau biasa disebut triple fosfat tersusun atas carbonate
apatite dan magnesium amonium fosfat. Penyebabnya adalah bakteri tertentu
biasanya Proteus yang mengandung enzim urease dan berkembang ketika
urine dalam keadaan alkalin. Enzim tersebut mengubah urea menjadi 2
molekul amonia yang meningkatkan pH urin. Batu yang terbentuk adalah batu
staghorn. Batu struvit sulit dihancurkan karena batunya yang keras dikelilingi
nukleus bakteri yang melindungi dari antibiotik. Fragmen kecil yang tertinggal
ketika operasi menyebabkan siklus pembentukan batu kembali.

4. Asam urat, batu asam urat disebabkan oleh peningkatan ekskresi urat,
penurunan jumlah cairan, dan pH urin yang rendah. Hiperuricuria terjadi
karena peningkatan produksi asam urat atau pemberian agen uricosuric.
Sekitar 25% orang dengan penyakit encok berpotensi mengalami batu asam
urat. Diet tinggi purin (protein) dapat memicu pembentukan batu asam urat.
5. Cystine. Cystinuria merupakan akibat dari gangguan metabolik kongenital.
Batu cystine biasanya terjadi ketika kanak-kanak dan remaja,
perkembangannya ketika dewasa sangat jarang terjadi.
6. Xanthine. Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase.
Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.

5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktur urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Batu di piala ginjal berkaitan dengan
nyeri atau sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovertebral.
Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal
menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati pelvis. Bila nyeri mendadak menjadi akut
disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan
muntah maka pasien sedang mengalami episode kolik renal (Smeltzer & Bare,
2001).

6. Penatalaksanaan medis (Smeltzer & Bare, 2010)


a) Mengurangi nyeri
Morfin atau meperidin dapat diberikan, mandi air panas atau hangat di
area panggul juga bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami
muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang
memerlukan pembatasan cairan. Pemberian cairan meningkatkan tekanan
hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu
ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi
kristaloid urin, mengencerkan urin, dan menjamin haluaran urin yang
besar.
b) Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan
batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera
mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
c) Terapi nutrisi dan medikasi.
Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam
diet yang merupakan bahan utama pembentukan batu efektif mencegah
pembentukan batu. Setiap penderita batu ginjal harus minum paling sedikit
8 gelas sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali
dikontraindikasikan.
d) ESWL
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) atau lithotripsi
gelombang kejut ekstraporeal merupakan prosedur noninvasif yang
digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu pecah
menjadi bagian kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan
secara spontan. Pasien yang akan dilakukan ESWL perlu dimotivasi untuk
meningkatkan masukan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu,
perlu dijelaskan mengenai kemungkinan hematuria.
e) Metode endurologi pengangkatan batu
Metode ini merupakan metode pengangkatan batu tanpa pembedahan.
Nefrostomi perkutan atau nefrolitotomi perkutan dilakukan.
f) Ureteroskopi
Mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskopi melalui sistokop. Batu dihancurkan dengan menggunakan
laser, lithotripsi elektrohidaulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
Suatu stent dimasukkan dan dibiarkan selama 48 jam atau lebih setelah
prosedur untuk menjaga kepatenan ureter. Lama rawat biasanya singkat
dan beberapa pasien berhasil ditangani secara rawat jalan.
g) Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik pembuat basa dan pembuat asam untuk melarutkan
batu dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien yang kurang
berisiko terhadap terapi lain, menolak metode lain, atau memiliki batu
yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan dilakukan dan cairan
pengirigasi yang hangat dialirkan terus menerus ke batu.
h) Pengangkatan bedah
Sebelum adanya lithotripsi, pengangkatan batu secara bedah merupakan
metode terapi utama. Metode bedah diindikasikan jika batu tidak
berespon terhadap bentuk penanganan lain.

7. Pemeriksaan diagnostik (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2014)


a) Urinalisa
Warna mungkin kuning , coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, ca – oksalat), serpihan,
mineral, bakteri, pus, pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu
asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium atau
batu kalsium fosfat).
b) Urine 24 jam: Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, sisten
mungkin meningkat.
c) Kultur Urine: mungkin menunjukkan ISK (Stapilococcus aureus, proteus,
klebsiela, pseucomorus).
d) Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolit.
e) BUN / Kreatinin serum dan urine: abnormal (tinggi pada serum/rendah
pada urine), sekunder terhadap tingginya batu okstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/ nekrosis
f) Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan adanya asidosis tubules ginjal.
g) Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan
infeksi/septicemia. Sel darah merah biasanya normal. Hb/Ht: abnormal
pada pasien dehidrasi berat atau polisetyimia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan disfungsi/gagal ginjal).
h) Hormon parathyroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
mendorong reabsorbsi kalsium dan tulang meningkatkan sirkulasi
serum/kalsium urine).
i) Foto rontgen KUB: menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter.
j) IVP: memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
k) Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan efek obstruksi.
l) CT-scan: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan masa lain : ginjal,
ureter dan distensi kandung kemih.
m) Ultrasound ginjal: untuk menunjukkan perubahan obstruksi, lokasi batu.

8. Pengkajian (Doenges et al., 2014)

Aktivitas/Istirahat
Gejala :Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas / imobolisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis).
Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan, pucat
Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya/ ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.rasa terbakar,
dorongan berkemih, diare.
Tanda : Oliguri, hematuria, piuria.Perubahan pola kemih.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
Diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat. Ketidak
cukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup.
Tanda : Distensi abdominal; penurunan/ tak adanya bising usus,
muntah.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovertebral;dapat
menyebar kepunggung, abdomen, dan turun kelipat paha/genitalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain.
Tanda : Melindungi; perilaku distraksi,nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi.
Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol, demam, mengigil.

Penyuluhan
Gejala : Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout,
ISK kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidism, penggunaan antibiotic,
anti hipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan, kalsium atau vitamin.

9. Masalah keperawatan (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2000)


1. Nyeri (akut)
2. Perubahan eliminasi urin
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan
4. Risiko injuri (postoperasi)
5. Kurang pengetahuan

10. Masalah Keperawatan Post Operatif Periode Pemulihan


1. Inefektif pola nafas b.d. neuromuscular, gangguan persepsi/ kognitif,
penurunan ekspansi paru/ energy, obstruksi trakheo bronchial ditandai
dengan perubahan dalam jumlah dan kedalaman respirasi, pengurangan
kapasitas vital, apnoe, cianosis, bising respirasi.
2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh: termasuk eksposure terhadap
lingkungan yang dingin, efek medikasi/ agen anastesi, usia/ berat yang
ekstrim, dan dehidrasi
3. Gangguan persepsi sensori (spesifik)/ gangguan proses fikir b.d. perubahan
secara mekanis (penggunaan obat-obatan, hipoksia), restriksi lingkungan
secara terapetik, kelebihan stimulus sensori dan stress fisiologis ditandai
dengan perubahan dalam respon biasa terhadap stimulus, in koordinasi
motorik; kerusakan kemampuan konsentrasi, alasan dan membuat
keputusan; disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu
4. Resiko terhadap deficit volume cairan: termasuk retriksi intake oral,
kehilangan cairan melalui rute yang abnormal (pemasangan tube, drain)
dan rute normal (muntah, hilangnya integritas vascular, perubahan
kemampuan dalam pembekuan), usia dan berat badan yang ekstrim.
5. Nyeri akut b.d. disrupsi (sayatan) kulit, jaringan, dan integritas otot,
trauma muskuloskletal/ tulang dan adanya tube dan drain, ditandai dengan
keluhan secara verbal, perubahan tonus otot, perubahan wajah terhadap
nyeri, distraksi, sikap melindungi, penyempitan focus, dan respon otonom.
6. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b.d. interupsi secara mekanis pada
kulit/ jaringan, perubahan sirkulasi, efek medikasi, akumulasi drainase,
perubahan metabolic state (metabolic dasar), ditandai dengan disrupsi pada
permukaan kulit dan jaringan.
7. Resiko infeksi: termasuk luka pada kulit, trauma jaringan, cairan tubuh
yang stasis, adanya pathogen/ kontaminasi, terpapar secara lingkungan,
dan prosedur invasive.

DAFTAR REFERENSI

Bahdarsyam. (2003). Spectrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran


kemih bagian atas. Diambil pada tanggal 27 Oktober 2008 dari
library.usu.ac.id/download/fk/patologi-badarsyam.pdf
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.).
Jakarta: Elsevier Inc.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing Care Plans
(9th ed.). Philadelhpia: FA Davis Cpmpany.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of Medical
Surgical Nursing (10th ed.). Philadelhpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Winaga, H. (2006). Diet mencegah batu ginjal. Diambil pada tanggal 27 Oktober
2008 dari http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2006/06/diet-mencegah-
batu-ginjal
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri akut bd peningkatan Setelah 5 x 24 jam Mandiri


frekuensi/dorongan kontraksi pemberian asuhan
 Catat lokasi, lamanya intensitas, Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
ureteral, trauma jaringan, keperawatan
penyebaran, perhatikan tanda-tanda non gerakan kalkulus
pembentukan edema, iskemia diharapkan nyeri
verbal, misalnya merintih, mengaduh
seluler hilang dengan spasme
dan gelisah ansietas.
terkontrol.

Kriteria:
 Jelaskan penyebab nyeri dan perubahan Membantu dalam meningkatkan kemampuan
● Pasien tampak karakteristik nyeri. koping pasien serta menurunkan ansietas
rileks
Meningkatkan relaksasi, menurunkan
● Pasien mampu
 Berikan tindakan nyaman,misalnya tegangan otot, dan meningkatkan koping
tidur/istirahat
pijatan punggung,ciptakan lingkungan
dengan tenang
yang tenang.
● Tidak gelisah,tidak
Mengarahkan kembali perhatian dan
merintih
membantu dalam relaksasi otot.
 Bantu atau dorong penggunaan nafas
berfokus. Meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis
urine, mencegah pembentukan batu
selanjutnya.
 Bantu dengan ambulasi sering sesuai
indikasi tingkatkan pemasukan cairan
sedikitnya 3-4 L/hari atau sesuai Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkab
indikasi. perforasi, dan ekstravasasi urine ke dalam
area perirenal.

 Perhatikan keluhan peningkatan/ Menghilangkan tegangan otot dan dapat


menetapnya nyeri abdomen. menurukan refleks spasme.

 Berikan kompres hangat pada


punggung
Dipakai selama episode akut, untuk
menurunkan kolik ureter dan relaksasi otot.
Kolaborasi
Menurunkan refleks spasme sehingga
 Berikan obat sesuai dengan indikasi
mengurangi nyeri dan kolik.
- Narkotik
Menurunkan edema jaringan untuk membantu
gerakan batu.

Mencegah stasis urine, menurunkan resiko


- Antispasmodik peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

- Kortikosteroid

 Pertahankan patensi kateter bila


digunakan.
2. Perubahan eliminasi urine bd Setelah 5 x 24 jam Mandiri
stimulasi kandung kemih oleh pemberian asuhan
 Awasi pemasukan dan pengeluaran Evaluasi fungsi ginjal dengan memerhatikan
batu, iritasi ginjal, atau ureter, keperawatan
serta karakteristik urine. tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi, atau
obstruksi mekanik atau diharapkan
perdarahan.
inflamsi perubahan eliminasi
urine tidak terjadi  Tentukan pola berkemih normal. Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas
saraf, yang menyebabkan kebutuhan sensasi
Kriteria :
berkemih segera.
● berkemih dengan
Membilas bakteri, darah dan debris,
jumlah normal dan  Dorong meningkatkan pemasukan
membantu lewatnya batu.
pola biasanya cairan.
● Hematuria
berkurang/tidak
 Catat adanya pengeluaran dalam urine Identifikasi tipe batu dan alternatif terapi.
ada
dan kirim ke lab untuk dianalisa.
● Rasa terbakar tidak
ada
Retensi urine, menyebabkan distensi jaringan,
● Dorongan ingin  Observasi keluhan kandung kemih,
berkemih terus palpasi dan perhatikan output, dan potensial resiko infeksi dan GGK.
berkurangi edema.
,
Ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
 Observasi perubahan status mental,
toksik pada SSP.
perilaku atau tingkat kesadaran.

Kolaborasi
Peninggian BUN, indikasi disfungsi ginjal.
 Monitoring pemeriksaan laboratorium,
BUN, kreatinin.
Evaluasi adanya ISK atau penyebab
komplikasi.
 Ambil urine untuk kultur dan
sensitivitas a. Meningkatkan pH urine menurunkan
pembentukan batu asam.

 Berikan obat sesuai dgn program:


a. diamox, alupurinol
b. Mencegah stasis urine

b. Esidrix, Higroton c. Menurunkan pembentukan batu fosfat.

c. Amonium Klorida, Kalium,atau d. Menurunkan produksi asam urat.


Natrium fosfat,.
e. Adanya ISK potensial pembentukan
d. Agen antigon, (Ziloprim) batu.
e. Antibiotik f. Mencegah pembentukan beberapa
kalkuli.
f. Natrium bikarbonat
g. Asam Askorbat g. Mencegah berulangnya pembentukan
batu alkalin.

Mencegah retensi, dan komplikasi.

Mengubah pH urine dapat membantu


pelarutan batu dan mencegah pembentukan
 Pertahankan patensi kateter.
batu.

 Irigasi dgn. Asam atau larutan alkalin.

3. Resiko tinggi kekurangan Setelah 5 x 24 jam Mandiri


volume cairan bd mual, pemberian asuhan
 Awasi pemasukan dan pengeluaran. Membandingkan keluaran aktual dan yang
muntah, diuresis pascaobstruksi keperawatan
diantisipasi membantu evaluasi
diharapkan
adanya/derajat stasis/kerusakan ginjal.
Keseimbangan cairan  Catat insiden muntah, diare, perhatikan
adekuat karakteristik, dan frekuensi. Mual/muntah dan diare secara umum
berhubungan dengan kolik ginjal dan
Kriteria :
mengesampingkan kejadian abdominal lain.
● Intake dan output
Mempertahankan keseimbangan cairan dan
seimbang  Tingkatkan pemasukan cairan sampaia
● Tanda vital stabil 3-4 L/hari dalam toleransi jantung. homeostasis.
● Membran mukosa
lembab
 Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor
● Turgor kulit baik. Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan
kulit dan membran mukosa.
kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang mungkin berhubungan


 Timbang berat badan tiap hari
dengan retensi

Kolaborasi
Mengkaji hidrasi, kebutuhan intervensdi.
 Awasi Hb,Ht,elektrolit.
Mempertahankan volume sirkulasi.

 Berikan cairan IV.

Mempertahnakan keseimbangan nutruisi.


 Berikan diet tepat,cairan jernih,
makanan lembut sesuai toleransi.
Menurunkan mual muntah.

 Berikan obat sesuai indikasi: antiemetik


(misal compazin)

Anda mungkin juga menyukai