Oleh :
Nim : 2017.C.09a.0902
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, ser ta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan
Laporan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap
laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan menambah wawasan serta
pengetahuan.
Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,
namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang
belum dapat diketahui secara pasti.Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi)
pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras
(fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit,
benda asing dalam tubuh.Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab adalah faktor penyumbatan oleh
tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.Penyumbatan atau pembesaran inilah
1
yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembangbiak.Perlu diketahui bahwa
dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu.
Appendisitis Kronis perlu mendapatkan perhatian khusus, tindakan
appendiktomi dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Untuk pencegahan
daripada appendisitis adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat untuk mengkosumsi makanan yang tinggi akan serat, agar
terhindarnya dari konstipasi yang dapat menyebabkan appendisitis.
TINJAUAN PUSTAKA
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
4
2.1.2. Anatomi Fisiologi
2.1.2.1.Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan brpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada
usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di
bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di
belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
2.1.2.2.Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.
2.1.3. Etiologi
Penyebab dari appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen
appendikeal oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit
(material garam kalsium, debris fekal), atau parasit (Katz, 2009).Selain penyebab
di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi bakteri atau kuman. Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus. Penyebab
lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh
parasit E. Histolytica.
2.1.4. Klasifikasi
Pathway
2.1.6. Manifestasi Klinis
1) Nyeri kuadran bawah
2) Demam ringan
3) Mual-muntah
4) Hilangnya nafsu makan
5) Nyeri tekan lokal pada titik mc Burney
6) Nyeri tekan lepas (hasil atau intesifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)
(Smeltzer, Suzanne, C., 2001)
2.1.7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
1) Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi
tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik
usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 2004).
2) Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran
infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan
begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin
syok. Gejala demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku,
nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik
1) Sel Darah Putih :Lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat
sampai 75%
2) Urinalis :Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
3) Foto Abdomen :Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis)
ileus terlokalisir
4) Tanda Rovsing(+) :Dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
dikuadran kanan bawah(Doenges, 1993; Brunner &
Suddart, 1997)
2.1.9. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium : Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2) Radiologi : Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikolit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum.
2.1.10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
1) Penanggulangan konservatif
antibiotik sistemik
2) Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
3) Pencegahan Tersier
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa
sakit ada tidaknya kelemahan.
(2) Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah.
(3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
(4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan
cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal
(16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
(5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing
spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine
cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter
periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan
baik.
(6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat,
juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.( Dermawan, dkk. 2010)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak pascabedah
2) Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik dan rencana perawatan
dirumah
3) Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah.
4) Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat.
( Muttaqin, dkk , 2011)
2.2.3 Intervensi
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas
masalah keperawatan.
Diagnosa 1 : Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak pascabedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil :
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi
2) Skala nyeri 0-1 ( 0 – 4 )
3) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
4) Pasien tidak gelisah
5) TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional : pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana
intervensi.
2) Kaji TTV
Rasional :mengetahui pekembangan kesehatan klien.
3) Atur posisi semifowler
Rasional : posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ
abdomen yang membantu mengurangi nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
Diagnosa 2 : Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik dan rencana
perawatan dirumah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan
informasi kesehatan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
2) Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan appendiktomi dan
rencana perawatan dirumah.
Rasional : Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi
individu pasien.
2) Beritahu informasi tentang manajemen nyeri keperawatan
Rasional : Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol nyeri
pada pasien.
3) Beri penyuluhan pasien pasca appendiktomi tanpa komplikasi
Rasional : Apabila appendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien
dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan
area operatif terasa nyaman. Perawatan insisi dan pedoman aktifitas
didiskusikan.
4) Ajarkan keluarga dan pasien untuk melakukan pergantian balutan
pascabedah.
Rasional : Untuk membantu perawatan dan memantau terhadap adanya
komplikasi dan penyembuhan luka.
Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12 x 24 jam tidak terjadi
infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak
Kriteria Hasil : Jahitan dilepas pada hari ke- 12 tanpa adanya tanda – tanda infeksi
dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV
dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda – tanda infeksi
Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang
di harapkan
2) Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi
komensial dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan
memperlama penyembuhan luka.
3) Kaji TTV
Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan kesehatan pasien.
4) Lakukan perawatan Luka
Rasional : Meningkatkan personal hygiene dan menghindari luka
pascabedah dari infeksi
5) Kolaborasi penggunaan antibiotik
Rasional : Antibiotik injeksi diberikan selama satu hari pascabedahyang
kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan dilepas.
Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya asupan makanan yang
adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan
nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) BB meningkat
3) Intake pasien tercukupi
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat
menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.
2) Monitor adanya penurunan berat badan.
Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat
badan 500 gr/minggu.
3) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.
Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi
untuk mempercepat proses penyembuhan.
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.
5) Anjurkan makan sedikit tapi sering
Rasional : Membantu dalam mengobservasi pola makan paisen.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
( Muttaqin, dkk , 2011)
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan
maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
2.2.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan pada
pasien dengan masalah Appendisitis adalah sebagai berikut :
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter &
Perry, 2006). Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang
keselamatan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada
pasien, perawat, atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan
tersebut.
keselamatan.
1. Usia
2. Tingkat kesadaran
3. Emosi
4. Status mobilisasi
6. Informasi/komunikasi
8. Keadaan imunitas.
9. Status nutrisi
10. Tingkat pengetahuan
koordinasi dan keseimbangan). Kaji juga faktor risiko yang berhubungan dengan
bantu).
a. Risiko injuri
vertigo.
c. Perubahan proteksi
dirinya dari penyakit, baik dari luar maupun dari dalam. Faktor yang
e. Risti infeksi
penyakit kronis.
nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena
perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda
pada pasien.
a) Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram yang merupakan salah satu kebutuhan dasar
yang aman merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup klien.
b) Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
keselamatan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada
2.3.5.2. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam 2 golongan yaitu penyebab
atau cidera.
2) Iskemik jaringan.
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada
otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang
berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu
yang lama.
lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif
lainnya.
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga terikan, jepitan atau
metaphase.
2.3.5.3.Manifestasi klinis
a) Gangguam tidur
h) Pernafasan meningkat
i) Depresi
2.3.5.4.Fisiologi Nyeri
impuls nyeri dari tempat terinduksi melewati saraf perifer sampai termal di
medula spinalis dan jaringan neoron-neuron pemancar yang naik dan medula
spinalis ke otak. Medulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf
desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri yang setinggi
juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf. Mual dapat dijelaskan
sebagai perasaan yang sangat tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrium,
terjadinya refluks isi dodenum kedalam lambung. Namun demikian, tidak terdapat
bukti yang mengesankan bahwa inimenyebabkan mual. Tanda dan gejala mual
sering kali adalah pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah, hendak pingsan,
berkeringat, da takikardia.
2.3.5.5.Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
2.3.5.6.Pemeriksaan Fisik
2.3.5.7.Pemeriksaan diagnostik/penunjang
apakah ada perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat
lokasi nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi yang diberikan
3) Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisa merespon,
2.3.5.8.Penatalaksanaan
1. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi terbimbing
2. Teknik imajinasi
darah.
nyeri.
3. Teknik Distraksi
stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual (melihat
pemberian obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen) yang bekerja pada saraf
perifer di daerah luka dan menurunkan tingkatan inflamasi, dan analgesic opioid
(morfin, kodein) yang dapat meningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi
5. Immobilisasi
2.4.1. Pengkajian
1. Pembedahan
6. Gangguan akut ditandai oleh sumbatan pada aliran darah atau embolisme
paru
5. T = Time : waktu
1. Nyeri akut
Berhubungan dengan:
2) Ditandai dengan:
8) Gangguan tidur ( mata sayu, tampak lelah, sulit atau gerakan kacau dan
menyeringai)
2. Nyeri kronis
Berhubungan dengan:
2) Ditandai dengan
1 Gangguan rasa nyaman 1. Kaji keadaan umum pasien dan 1. Keadaan umum pasien cukup, tanda-tanda vital
nyeri memonitortanda-tanda vital pasien normal
3. Berikan posisi yang nyaman dari pasien 3. Pasien terlihat nyaman dengan kepala di
tinggikan.
4. Ajarkan latihan teknik relaksasi dan
distraksi 4. Pasien mau mendengarkan
5. Latih pasien untuk teknik relaksasi kembali 5. Pasien sudah mampu melakukan relaksasi
dan belajar untuk mandiri distraksi sendiri
2.4.4. Implementasi
NO Dx Kep Implementasi Respon
1 Gangguan rasa1. 1 Mengkaji keadaan umum pasien dan 1. Keadaan umum cukup
nyaman nyeri memonitor tanda-tanda vital N = 86 x/menit,
RR = 35-40 x/menit
2.4.5. Evaluasi
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,dkk. 2011
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &