Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ESSAY

“Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)”

BLOK UROREPRO II

DISUSUN OLEH:

NAMA : Rachma Meilinda


NIM : 018.06.0067
KELAS : A
DOSEN : dr. H Febrian J, Sp.U

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2020
Batu Saluran Kemih
(Urolithiasis)

Batu Saluran Kemih (BSK) sudah diderita manusia sejak sebelum Masehi.
Angka kekambuhan BSK dalam satu tahun dapat mencapai 15-17%, 4-5 tahun 50%,
10 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun. BSK menimbulkan nyeri stadium
ringan sampai timbul sindroma uremia dan gangguan fungsi ginjal, keadaan lanjut
dapat mengakibatkan kematian. BSK Laki-laki 3-4 kali lebih tinggi daripada wanita.
Pembentukan BSK dipengaruhi faktor Intrinsik dan Ekstrinsik.

Urolithiasis

Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana pada saluran kemih seseorang terbentuk
batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pembentukan batu dapat terjadi ketika
tingginya konsentrasi Kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat,
asam uratdan/atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah.

Secara epidemiologis terdapat dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik
yang mempermudah terbentuknya batu saluran kemih. Faktor intrinsik tersebut
adalah keturunan (herediter), umur, dan jenis kelamin. Keturunan (herediter) yaitu
penyakit ini bisa diturunkan dari orang tuanya dan bisa memiliki resiko terbesar
untuk bisa terkena penyakit ini. Usia pasien sekitar 30-50 tahun merupakan pasien
mayoritas terkena penyakit batu saluran kemih dan jumlah pasien laki-laki tiga kali
lebih banyak dari perempuan karena uretra laki-laki yang lebih panjang daripada
perempuan. Faktor ekstrinsik adalah geografi, iklim dan temperatur, asupan air, diet,
dan pekerjaan. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai stone belt (sabuk
batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak memiliki
kepulauan yang kandungan garam tinggi dan kapur tinggi.
Penyebab dari urolithiasis disebabkan terjadinya obstruksi atau danya kelainan
bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko
kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH),striktur dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Pembentukan batu berasal dari inti batu yang membentuk Kristal, inti batu tersebut
terdiri dari senyawa jenuh sehingga lama kelamaan akan terjadi kristalisasi sedangkan
urin yang memiliki kepekatan yang tinggi lebih beresiko terbentuknya batu karna
pada urin sangat mudah terjadinya proses kristalisasi. Ada beberapa faktor resiko
yang dapat menyebabkan urilithiasis seperti pekerjaan, keturunan, obat obatan,
negara industry dan sosiekonomi.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Agregat
kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di
dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium,baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
batu magnesium amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.
Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di
dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama.
Misalkan batu asama urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu
magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Keluhan yang didapatkan tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis atau infeksi pada ginjal. Batu
yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan sebagai nyeri pada saat kencing atau
sering kencing. Hematuria juga sering dikeluhkan, ini akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK sangat beragam tergantung pada letak batu
dan penyulit atau komplikasi yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemu-
kan pada pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok sedangkan
pada pemeriksaan fisik urologi yaitu 1). Sudut kostovertebra terdapat yeri tekan, nyeri
ketok, dan pembesaran ginjal. 2). Supra simfisis didapatkan nyeri tekan, teraba batu,
buli kesan penuh. 3). Genitalia eksterna teraba batu di uretra 4). Dan pada Colok
dubur teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu salu-ran
kemih antara lain pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Pemeriksaan
laboratorium sederhana dilakukan untuk semua pasien batu saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan uri-nalisa.
Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, dan hitung
jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi, maka perlu
dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji koagulasi (activated partial
thromboplastin time/aPTT, international normalised ratio/INR), natrium, dan kalium.
Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan kalsium dan atau C-reactive protein
(CRP). Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan Foto Polos Abdomen, Intra Vena
Pielografi (IVP) dan Ultrasonografi (USG).
Terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih adalah pemberian
analge-sik harus diberikan segera pada pasien dengan nyeri kolik akut. Obat golongan
NSAID yang dapat diberikan antara lain diklofenak, indometasin, atau ibuprofen.
Pada pasien yang belum diketahui fungsi ginjalnya, pemberian analgetika sebaiknya
bukan NSAID. Diklofenak dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif kelas II-IV. Namun, pasien dengan faktor risiko kardiovaskular dapat
diberikan diklofenak dengan pengawasan dan diberikan dosis rendah dengan durasi
yang singkat. Pada pasien dengan batu ureter yang diharapkan dapat keluar secara
spon-tan, maka pemberian NSAID baik tablet maupun supositoria (seperti natrium
diklofenak 100-150 mg/hari selama 3-10 hari) dapat membantu mengurangi inflamasi
dan risiko nyeri berulang.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan selain dengan terapi farmakologi yaitu :
1). Dengan menggunakan kaliber uteroskopi ukuran kecil dan mengembangkan balon
sehingga mendilatasi saluran ureter agar batu dapat keluar, namun teknik ini hanya
memiliki tingkat keberhasilan tinggi pada batu yang terbentuk di distal ureter saja. 2).
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Secara teori, teknik ini didasarkan
pada pemecahan batu menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil (sehingga dapat
dikeluarkan secara spontan melalui urin) dengan gelombang kejut yang diberikan dari
luar tubuh dan difokuskan secara lokal pada batu. 3). ercutaneous Nephrolithotomy
(PCNL) Suatu teknik operasi secara perkutan yang dilakukan untuk mengevakuasi
batu ginjal dan batu ureter yang terbentuk di proksimal ureter dengan ukuran yang
lebih besar (>2,5 cm), dan merupakan terapi alternatif jika tidak berhasil dengan
terapi ESWL. 4). Operasi terbuka Metode ini merupakan metode klasik yang banyak
digunakan untuk mengevakuasi batu, namun angka morbiditas sangat tinggi akibat
perlakuan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah . Alih Bahasa dr. Vidia

Umami. Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga, 2006.

Holdgate A, et al. Systematic review of the relative efficacy of non-steroidal anti

inflammatory drugs and opioid sin the treatment ofa cuterenal colic. BMJ.
2004.

Kurniawan, R., Djojodimedjo, T., Rahaju, S. 2020. Profile of Patients with Urinary

Tract Stone at Urology Department of Soetomo General Hospital Surabaya in

January 2016-December 2016. Indonesian Journal of Urology.

Marien T, et al. Antimicrobial resistance patterns in cases of obstructive

pyelonephritis secondary to stones. Urology. 2015.

Wang CJ, et al. Percutaneous nephrostomy versus ureteroscopic management of

sepsis associated with ureteral stone impaction: a randomized controlled trial.

Urolithiasis. 2016.

Anda mungkin juga menyukai