Pendahuluan
Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva
pada mata dan dapat menganggu penglihatan.1 Kondisi ini menciptakan beberapa masalah,
termasuk mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan masalah kosmetik yang sulit
diterima. Pada tingkat lanjut, pterigium berpotensi menimbulkan kebutaan dan membutuhkan
operasi kompleks untuk rehabilitasi visual secara penuh.2
Makalah ini akan membahas mengenai Pterigium mulai dari anamnesis sampai dengan
prognosis termasuk diagnosis banding Pterigium untuk membedakannya dengan kelainan
mata lain yang memiliki tanda dan gejala serupa dengan penyakit ini, dengan demikian
penatalaksanaannya pun dapat diberikan dengant epat dan efektif. Melalui makalah pterigium
ini, mahasiswa diharapkan dapat mengenali gejala dan tanda, dapat membuat diagnosis
berdasakan pemeriksaan fisik dan memberi terapi pendahuluan sesuai kompetensinya sebagai
dokter umum sebelum merujuk ke spesialis mata.
Skenario 2
Seorang pria 68 tahun, nelayan, datang ke poliklinik dengan keluhan utama mata kiri merah
sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai mata sedikit berair, perih, terasa seperti mata
berpasir. Keluhan ini sudah sering dirasakan dan sering hilang timbul.
1
TinjauanPustaka
Anamnesis
2
TinjauanPustaka
Pemeriksaan Fisik
3
TinjauanPustaka
Pemeriksaan Penunjang
4
TinjauanPustaka
Pterigium
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative
dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk
segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka pterigium akan berwarna merah. Pterigium
dapat mengenai kedua mata.
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pterigium tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif,
merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan gangguan
penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan
kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung
pterigium.5
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4:
Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan ulkus kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva
yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Beda dengan pterigium adalah letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah
kelopak atau fisura palpebral, pada pseudopterigium ini dapat diselipka sonde di
bawahnya. Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis adanya kelainan
kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.5
Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang
tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan
angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal.
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh
5
TinjauanPustaka
darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi,
maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.5
Etiologi
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari
arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalbera. Pterigium pertumbuhan berbentuk
sayap pada conjungtiva bulbi. Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya wing atau sayap. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di
daerah equator, yaitu 13,1%.1
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara
yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasama, radang, dan degenerasi.5
Pterigium tersebar didunia tetapi sering pada daerah panas, beriklim kering. Prevalensi pada
daerah equator kira kira 22 % dan kurang dari 2 % didaerah lintang diatas 40°C. Terdapat
beberapa penelitian yang menunjukkan frekwensi pterigium yang berhubungan dengan faktor
resiko.6
Selain itu , pterigium hanya ditemukan pada nelayan dan pekerja di pedesaan. Penelitian ini
menunjukan bahwa pterigium berhubungan erat dengan exposure ultraviolet.6
Menurut penelitian lain ultraviolet bukan penyebab utama pterigium , para pekerja yang
berhubungan dengan debu menunjukkan pekerja di lingkungan dalam rumah lebih tinggi
prevalensi pterigium daripada pekerja di luar rumah yang terpapapar radiasi ultraviolet.6
6
TinjauanPustaka
Penelitian yang lain menunjukkan pterigium pada pekerja las yang terpapapar sinar ultra
violet berhubungan dengan lamanya bekerja dan insiden pterigium. Dan penelitian yang lain
menunjukkan pterigium jarang pada pekerja las ( < 0,5 % ).6
Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.
Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi
adalah daerah dekat equator, yakni daerah < 37° lintang utara dan selatan dari equator.
Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat equator dan kurang dari 2 % pada daerah diatas
40° lintang.4 Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium
meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada
umur antara 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Laki
laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah
dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah.4,6
Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar
matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.6
Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar
matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi cornea dan conjungtiva menghasilkan kerusakan
sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu diluar rumah, penggunaan kacamata dan
topi juga merupakan faktor penting.
Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan
berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.
Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer cornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limba defisiensi , dan saat
ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium. Debu, kelembapan yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga
penyebab dari pterigium.
Patogenesis
7
TinjauanPustaka
Etiology pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun karena lebih sering pada orang yang
tinggal di daerah ikim panas. Maka gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut
adalah respon terhadap factor-factor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultra
violet), daerah kering, inflamasi , daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya.
Pengeringan lokal dari kornea dan kojungtiva pada fissura interpalpebralis disebabkan oleh
karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastic baru merupakan salah
satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering medukung teori ini. 1
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal basal stem cell.
Tanpa apoptosis, transforming growth factor – beta overproduksi dan menimbulkan proses
collagenase meningkat, sel sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan
degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepithelial fibrovascular. Jaringan subconjungtiva
terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi vascular dibawah epithelium
yang akhirnya menembus cornea. Kerusakan pada cornea terdapat pada lapisan membran
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskullar, sering dengan inflamasi ringan. Epithel
dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi dysplasia.7
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epithel cornea. Pada keadaan defiensi limbal stem
sel, terjadi conjungtivalization pada permukaan cornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan conjungtiva ke cornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
karena itu banyak penelitian menunjukan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari
defisiensi atau disfungsi localized interpal pebral limbal stem sel. Kemungkinan akibat sinar
ultraviolet terjadi kerusakan stem sel di daerah interpalpebra.4
8
TinjauanPustaka
Gejala Klinis
Pterigum lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Muncul sebagai
lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissure
9
TinjauanPustaka
interpalpebralis. Deposit besi dapa dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala
pterigium (stoker’s line).7,8
Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal. Nasal dan temporal pterigium dapat terjadi
sama pada mata, temporal pterigium jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi
jarang asimetris. Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga
menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan kabur.2,4
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body , apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang
meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut “body”, sedangkan bagian
atasnya disebut “apex“, dan ke belakang disebut “cap “. A subepithelial cap atau halo timbul
pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.6
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif
pterigium :4
Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrate di cornea di depan
kepala pterigium (disebut cap dari pterigium).
Regresif pterigium : tipis, atrofi, sedikit vascular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang. Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi
keluhan kosmetik. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah
pupil atau menyebabkan cornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis
pada tahap regresif. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya
pergerakan mata.
10
TinjauanPustaka
mengalami infamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami
keluhan lebih cepat.
Type II ; mentupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium juga dapat
memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan
memberikan keluhan gangguan penglihatan. Sejalan dengan progresivitas penyakit, lesi
bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan
lebih lanjut, lesi menyebabkan gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler.9
Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata seperti ada
benda asing.2
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar
mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan puncak pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan
peradangan.1
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh
pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):
Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.1
Penatalaksanaan
Pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes anti inflamasi golingan steroid dan nonsteroid seperti
11
TinjauanPustaka
indomethacin 0,1% dan sodium diclofenac 0,1%. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.10
Selain penatalaksanaan secara konservatif, pterigium dapat pula dilakukan tindakan bedah
atas indikasi. Indikasi operasinya adalah:10
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
Terapi supportif yang bisa diberikan adalah artificial tear tetes karena salah satu keluhan dari
pterigium adalah kekeringan pada mata (dry eye). Penggunaan kacamata pelindung dan topi
terbukti dapat mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya pterigium.1
Komplikasi
12
TinjauanPustaka
Merah.
Iritasi.
Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea.
Pada pasien yang belum excisi, scar pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan
diplopia.
Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi, scar atau disinsersi otot rektus
medial dapat juga menyebabkan diplopia.
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma jinak. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat
dicegah dengan kombinasi operasi sitostatik tetes mata atau Beta radiasi. Eksisi pada
pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pada umumnya setelah 48 jam pasca
operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygium yang kambuh lagi dapat
mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva atau
limbal autografts atau transplantasi membran amnion.10
Kesimpulan
Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva
pada mata dan dapat menganggu penglihatan. Pterigium perlu dibedakan dengan jenis
13
TinjauanPustaka
penyakit mata merah visus normal lainnya pseudopterigium, pinguekula, episkleritis, dan
skleritis yang memberikan gejala yang hampir sama dengan pterigium. Penyebab pterigium
tidak diketahui secara pasti dan diduga merupakan proses degenerasi. Pengobatan umumnya
tidak terlalu diperlukan, eksisi pada pterigium hanya dilakukan jika pertumpuhan
pterigiumsudah mengganggu penglihatan dan estetika.
Daftar Pustaka
14