Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batu saluran kemih khususnya batu ginjal masih merupakan


penyakit yang sering dijumpai di bidang urologi, khususnya di negara
berkembang. Penyakit ini merupakan penyebab morbiditas yang tinggi
karena memiliki angka kekambuhan yang tinggi dan sering menimbulkan
komplikasi pada penderita. Oleh karena itu, dibutuhkan terapi yang tepat
dan menyeluruh terutama dalam bidang pembedahan untuk mengatasi batu
ginjal dan mengurangi morbiditas pada penderita.
Angka kejadian batu ginjal mencapai 114-720 per 100.000 individu
dengan prevalensi total 1,7-14,8% berdasarkan data epidemiologi dari
Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat (Romero et al, 2010; Khan et al, 2016).
The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
menunjukkan bahwa prevalensi batu ginjal telah meningkat tiga kali lipat
dalam tiga dekade terakhir di Amerika Serikat, dari 3,2% pada periode
1976-1980 menjadi 8,8% pada 2007-2010. Di Inggris, prevalensi terkena
batu ginjal semasa hidup meningkat sebesar 63% pada periode 2000-2010,
dari 7,14% menjadi 11,62% (Ghani et al, 2013; Khan et al, 2016). Di
Jerman, angka kejadian batu ginjal mencapai 750.000 kasus per tahun pada
tahun 2011 dan diperkirakan terus meningkat. Walaupun sebagian besar
penderita hanya mengalami satu kali episode batu, 25% dari mereka bisa
mengalami episode batu berulang (Knoll, 2011).
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas (riset kesehatan dasar),
prevalensi batu ginjal tertinggi ada di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti
Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah masing masing
sebesar 0,8%. Sementara di Bali, prevalensi batu ginjal sekitar 0,7%.
Penderita batu ginjal terbanyak ada pada kelompok umur 55-64 tahun
(1,3%), diikuti kelompok umur 65-74 tahun (1,2%), dan di atas 75 tahun

1
(1,1%) (Trihono, 2013). Penanganan pembedahan batu ginjal awalnya
dikerjakan melalui operasi terbuka. Extended pyelolithotomy yang
dipelopori oleh Gil-Vernet pada tahun 1965 menjadi prosedur pilihan
intervensi bedah hingga tahun 1980. Seiring dengan kemajuan zaman dan
teknologi, operasi terbuka mulai digantikan posisinya oleh operasi minimal
invasif. Di negara maju, insidens operasi terbuka dilaporkan hanya sebesar
1,5%, sementara pada negara berkembang, operasi terbuka telah mengalami
penurunan insidens dari 26% menjadi 3,5% pada beberapa tahun terakhir
(El-Husseiny et al, 2012). Namun demikian, operasi terbuka masih
merupakan pilihan utama terapi batu ginjal, terutama di negara-negara
berkembang karena biaya tindakannya relatif lebih murah dibandingkan
operasi minimal invasif.
Operasi terbuka memiliki angka bersihan batu yang tinggi, mampu
mengatasi komplikasi intraoperatif yang tidak dapat diatasi dengan operasi
minimal invasif, serta memerlukan lebih sedikit prosedur tambahan seperti
SWL pasca operasi (Cakici et al, 2017; Zhang et al, 2017). Saat ini, pilihan
intervensi bedah batu ginjal telah bergeser menjadi operasi minimal invasif,
seperti shockwave lithotripsy (SWL), retrograde intrarenal surgery (RIRS),
dan percutaneous nephrolithotomy (PCNL) (Raheem et al, 2017).
Secara keseluruhan, prevalensi batu ginjal sekitar 6-9% pada pria
dan 3-4% pada wanita. Penelitian terbaru menunjukkan prevalensi dan
insiden batu ginjal terus meningkat di seluruh dunia. Perubahan diet dan
iklim memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan dan insiden
batu ginjal Retrograde Intrarena Surgery ( RIRS ) adalah sebuah prosedur,
baik untuk diagnostic maupun operasi, hingga kedalam ginjla. Untuk
prosedur ini, dokter tidak memerlukan sayatan, karena alat  RIRS
(Telescope) yang digunakan akan masuk melalui lubang alami tubuh (
Natural Orifice ). Pada alat RIRS (Telesscope) ini sudah dilengkap dengan
working channel, sehingga instrumennya dapat masuk melalui portal yang
sama dengan telescope.

2
Perkembangan teknologi dan tehnik operasi dalam dunia minimal
invasive surgery, membuat tindakan operasi dilakukan tanpa membuat
sayatan di tubuh pasien. Untuk melakukan tindakan operasi memanfaatkan
lubang alami tubuh Telescope RIRS yang dimasukkan lewat lubang alami
saluran kencing bias menjangkau ke seluruh bagian ginjal. Dalam prosedur
RIRS ( Scope) dimasukkan melalui Urethra ( Lubang untuk berkemih )
kedalam kandung kemih ( Buli ), kemudian masuk ke ureter malaui lubang
ureter, menuju bagian ginjal yang berfungsi untuk urine-collecting,
telescope diarahkan secara mundur pada upper track hingga mencapai ginjal
( intrarenal ). RIRS memungkinkan diakukan untuk membuang batu. Batu
yang terlihat dapat dimanipulasi dengan dihancurkan sehingga dapat keluar
dari saluran kemih.
Keuntungan dari RIRS dibanding tehnik operasi lain seperti
pembedahan terbuka dengan sayatan maupun PCNL (PERCUTANEOUS
NEPHROLITHOTOMY) adalah  meminimalkan rasa nyeri paska
operasi dan pemulihan yang lebih cepat sehingga waktu tinggal dirumah
sakitnya juga lebih pendek, dengan komplikasi yang lebih rendah dibanding
tehnik operasi yang lain.

Berdasarkan persyaratan tugas akhir pada panal exspert maka


penulis mendapat kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y
Dengan DJ Stand dan batu multiple renal sinistra di Ruang Intalasi Bedah
Sentral RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda”.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Batu Ginjal ?


2. Bagaimana Anatomi Dan Letak Batu Pada Ginjal ?
3. Bagaimana Etiologi Batu Ginjal ?
4. Apa SajaFaktor Risiko Yang Menyebabkan Batu Ginjal ?
5. Bagaimana Patofisiologi Batu Ginjal?
6. Bagaimana Tanda Gejala Batu Ginjal?
7. Apa Saja Komplikasi Batu Ginjal?

3
8. Bagaimana Pathways Batu Ginjal?
9. Apa Saja Pemeriksaan Diagnostik Pada Batu Ginjal
10. Bagaimana Penatalaksanaa Batu Ginjal?
11. Bagaimana Pencegahan Batu Ginjal?
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Dan Memahami Definisi Batu Ginjal


2. Untuk Mengetahui Dan Memahami Anatomi Dan Letak Batu Pada
Ginjal
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami Etiologi Batu Ginjal
4. Untuk Mengetahui Dan Memahami Faktor Risiko Yang Menyebabkan
Batu Ginjal
5. Untuk Mengetahui Dan Memahami Patofisiologi Batu Ginjal
6. Untuk Mengetahui Dan Memahami Tanda Gejala Batu Ginjal
7. Untuk Mengetahui Dan Memahami Komplikasi Batu Ginjal
8. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pathways Batu Ginjal
9. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pemeriksaan Diagnostik Pada Batu
Ginjal
10. Untuk Mengetahui Dan Memahami Penatalaksanaa Batu Ginjal
11. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pencegahan Batu Ginjal
D. Ruang Lingkup Bahasan

Ruang lingkup bahasan pada Laporan kasus ini adalah pelaksanaan


proses Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Batu Multilpe Renal
Sinistra dengan tindakan Rotrograde Internal Surgery (RIRS) di Ruang
Intalasi Bedah Sentral RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda yang
dilaksanakan pada tanggal 09 sampai 13 Desember 2019.
E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan Laporan kasus ini penulis menggunakan metode


deskriptif dengan studi kasus yaitu pengelolaan asuhan Keperawatan secara
komperehensif pada klien dengan Batu ginjal dengan tindakan Retrograde
Interenal Surgery (RIRS).

4
Adapun data – data yang terhimpun dalam penyusunan Laporan kasus
ini penulis peroleh dengan cara :
1. Wawancara
Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait, pembimbing dokter,
teman sejawat.
2. Observasi
Teknik ini adalah dengan cara mengamati perilaku keadaan umum
klien.
3. Studi Kepustakaan
Meliputi literature – literature yang berkaitan atau berhubungan
dengan Laporan kasus ini.
4. Studi Dokumentasi
Didapatkan dari rekan medik baik berupa catatan perawat maupun
instruksi dokter sebagai penunjang pelengkap data – data yang ada.
5. Pemeriksaan
Fisik
1) Inspeksi yaitu memeriksa dengan cara melihat klien secara
keseluruhan.
2) Palpasi yaitu memeriksa dengan meraba klien dari kepala hingga
kaki.
3) Auskultasi yaitu memeriksa dengan mendengarkan melalui
Stetoschope bunyi paru dan abdomen.
4) Perkusi yaitu memeriksa dengan mengetuk daerah paru – paru,
abdomen, dan tubuh klien yang lainnya.
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu memeriksa darah, urine,
ataupun yang lainnya untuk mengetahui adanya kelainan pada
tubuh klien baik bakteri, virus atau ketidaknormalan

5
F. Sistemika Penulisan

Dalam menyusun Laporan kasus ini penulis membagi daerah dalam


lima bab, yaitu: BAB I tediri dari pendahuluan yang berisi Latar Belakang,
Ruang Lingkup Bahasan, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II berisikan dasar teoritis yang meliputi dua bagian, yaitu bagian
pertama konsep dasar penyakit yang terdiri dari pengertian, etiologi,
Patofisiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan dan komplikasi. Bagian
kedua adalah Asuhan Keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara teoritis. BAB
III tinjauan kasus, yang menerangkan tentang kasus yang terjadi dan
dilakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Batu Ginjal
dengan tindakan RIRS, dengan penerapan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan
perawatan dan evaluasi hasil dari apa yang diharapkan. BAB IV penutup,
yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran mengenai Asuhan keperawatan
pada klien dengan Batu Ginjal dengan tindakan RIRS.

6
BAB II

TEORI BATU GINJAL

A. Pengertian

Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam
pelvis atau calyces ginjal atau di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal
adalah istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini terdiri dari
atas garam kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan struvite
(Patofisiologi Keperawatan, 2000).
Nefrolitiasis adalah adanya timbunan zat padat yang membatu pada
ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks organic (Soeparman,
2001). Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah sebuah material solid yang
terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat
tinggi konsentrasinya. Berdasarkan anatomi dari ginjal, lokasi batu ginjal
biasanya khas dijumpai pada bagian pelvis dan kaliks. Sekitar 80% kasus
batu terbentuk secara unilateral artinya hanya ditemukan batu di salah satu
bagian ginjal saja. Batu cenderung berukuran kecil dengan rata-rata
diameter 2 sampai 3 mm dan bisa berbentuk halus atau bergerigi. Terkadang
penambahan progresif garam dapat menyebabkan terbentuknya struktur
bercabang yang dikenal straghorn stone atau membentuk cetakan sistem
kaliks dan pelvis ginjal. Penyebab terpenting adalah meningkatnya
konsentrasi konstituen batu di dalam urine, sehingga kelarutan konstituen
tersebut didalam urine terlampaui (supersaturasi). Batu bisa berada pada
ginjal atau berjalan melewati saluran kemih. Penyakit ini bagian dari
penyakit urolitiasis atau bisa disebut Batu Saluran Kemih (BSK). Lokasi
dari batu bisa terkena di beberapa tempat yaitu di ginjal, ureter dan kandung
kemih. Ginjal merupakan tempat tersering terjadinya batu dibandingkan
dengan tempat saluran kemih yang lainnya.

7
B. Anatomi Dan Letak Batu Pada Ginjal
Pada orang dewasa normal ginjal terletak retroperitoneal di dinding
posterior abdomen. Posisi ginjal kanan terletak lebih inferior dibandingkan
dengan ginjal kiri yang dikarenakan terdapat organ hati di bagian batas
superior. Ginjal kiri terletak setinggi T12-L3 dan ginjal kanan lebih rendah
dari ginjal kiri. Organ ini memiliki panjang sekitar 10cm, lebar 5cm, dengan
ketebalan 2,5cm.

Gambar 2.1
Anatomy Ginjal (Tampak Posterior)

Pada bagian batas superior bersentuhan dengan diafragma dan


posteroinferior dari ginjal berhubungan dengan otot quadrates lumborum
dan dilalui oleh saraf dan pembuluh darah subkostal serta saraf
iliohipogastrik dan ilioinguinal. Dilihat dari aspek anterior pada ginjal
kanan terdapat hati yang dipisahkan oleh hepatorenal recess, duodenum,
ascending colon dan bagian ginjal kiri terdapat lambung, spleen, pancreas,
jejunum, descending colon. Masing masing ginjal memiliki beberapa bagian
anterior surface, posterior surface, lateral margin, medial margin, superior
pole dan inferior pole

8
Gambar 2.2
Topografi Ginjal (Tampak Anterior)

Pada batas medial terdapat cekungan secara vertikal yang disebut


hilum. Hilum membentuk suatu ruangan yang dinamakan dengan sinus yang
memperantarai tempat keluar masuknya pembuluh darah, saraf, renal pelvis
dan kaliks. Renal pelvis merupakan muara dari 2 atau 3 saluran kaliks major
cabang dari 2 atau 3 saluran kaliks minor pada bagian aspek internal dari
ginjal kemudian dari pelvis akan berujung pada ureter. Bagian eksternal
ginjal diselubungi lapisan yang dinamakan kapsul dan bagian internal ginjal
terdiri dari 2 bagian yaitu korteks atau bagian terluar dan medula. Bagian
medula terdapat piramidal ginjal yang berisi unit fungsional dari ginjal yaitu
nefron dan berujung pada collecting system yaitu renal papilla dan kaliks.

Gambar 2.3
Anatomi Ginjal

9
Kaliks dan pelvis merupakan tempat yang paling sering terdapat batu
dan bisa menjadi progresif menjadi persatuan batu di kaliks dengan batu di
pelvis yang disebabkan karena adanya penambahan garam berlebih yang
dikenal sebagai straghorn stone yang membentuk cetakan seperti struktur
kaliks dan pelvis. Sebuah batu bisa melewati daerah pelvis bahkan
bermigrasi ke daerah ureter dan bladder sehingga bisa menyebabkan
obstruksi aliran urin.

Gambar 2.4
Lokasi Batu di Ginjal
C. Etiologi
Penyebab terbentuknya suatu batu sering tidak diketahui, terutama pada
kasus batu yang mengandung kalsium. Penyebab pembentukan batu yang
paling berperan yaitu bergabungnya faktor predisposisi. Penyebab
terpenting adalah meningkatnya konsentrasi konstituen batu didalam urin
sehingga kelarutan konstituen tersebut di dalam urin terlampaui.
Berdasarkan Tabel 2.1, 50% pasien yang mengalami batu kalsium
memperlihatkan hiperkalsiuria yang tidak berkaitan dengan hiperkalsemia.
Sekitar 5% sampai 10% pasien terdapat hiperkalsemia yang diakibatkan
intoksikasi vitamin D atau sarkoidosis sehingga terjadi hiperkalsiuria, pada
20% subkelompok ini terjadi ekresi berlebihan asam urat melalui urin, yang
mempermudah terbentuknya batu kalsium, asam urat dari urin diperkiraan

10
membentuk nidus bagi pengendapan kalsium. Pada 5% terjadi
hiperoksaluria dan sisanya tidak diketahui ada kelainan metabolik.
Penyebab batu ginjal tipe lain relatif lebih dipahami. Batu magnesium
amonium fosfat (struvit) hampir selalu terjadi pada pasien dengan urin
alkalis menetap akibat Urinary Tract Infection (UTI). Secara khusus, bakteri
pemecah urea seperti Proteus Vulgaris dan Staphylococcus mempermudah
untuk terjadinya batu. Selain itu bakteri mungkin berfungsi sebagai nidus
untuk terbentuknya semua jenis batu. Pada avitaminosis A, skuama yang
terlepas dari epitel metaplastik sistem penyalur kemih berfungsi sebagai
nidus.
Gout dan penyakit berkaitan dengan percepatan pergantian sel, seperti
leukimia menyebabkan tingginya asam urat didalam urin dan kemungkinan
terbentuknya batu asam urat. Sekitar separuh pasien dengan batu asam urat
tidak mengalami hiperurisemia tetapi memperlihatkan kecenderungan
mengeluarkan urin dengan kadar PH rendah atau dalam keadaan asam
(<5,5) dan memudahkan terbentuknya batu. Batu sistin hampir selalu
berkaitan dengan kelainan genetik transport asam amino tertentu, termasuk
sistin di ginjal. Berbeda dengan batu struvit, baik batu sistin maupun batu
asam urat lebih besar kemungkinannya terbentuk apabila urin relatif asam.

Tabel 2.1
Pravalensi Dan Etiologi Tipe Batu Ginjal
Batu Etiologi Presentasi Batu
Kalsium - Hiperkalsiuria idopatik (50%) 75%
oksalat dan - Hiperkalsemia dan
kalsium hiperkalsiuria (10%)
fosfat - Hiperoksaluria (5%)
- Hiperurikosuria (20%)
Struvit - Tidak diketahui terdapat 10-15%
kelainan metabolit (15%-20%)
Asam urat - Infeksi ginjal 6%
- Terkait dengan hiperurisemia
- Terkait dengan hiperurikosuria
Sistin - Idiopatik 1-2%

Dikutip dari : Robbins Buku Ajar Patologi

11
D. Factor Risiko
Faktor risiko terjadinya nefrolitiasis yaitu kelebihan kalsium, fosfat,
oksalat, dan asam urat di dalam urin, riwayat keluarga batu ginjal, dan
obesitas. Asupan makanan dan cairan memiliki peran penting dalam
pembentukan batu ginjal. Penggunaan air bersih sangat berpengaruh
terhadap tebentuknya batu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Dwi Nur Patria Kresna air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral
yakni CaCO3 dan MgCO3 yang berujung pada kristalisasi. Faktor usia, jenis
kelamin, ras, lokasi geografis, cuaca dan genetik sangat berpengaruh pada
penyakit ini. Suatu kondisi klinis juga bias mengakibatkan terbentuknya
batu ginjal termasuk obesitas, diabetes melitus, hipertensi, gagal ginjal
kronis dan penyakit kardio vascular.
1. Usia
Pembentukan batu akan meningkat sesuai umur dan mencapai
maksimal pada tingkat dewasa dibandingkan dengan anak-anak,
karena nefron pada anak-anak kurang berkembang yang ditandai oleh
pendeknya ukuran dan berkurangnya volume tubulus proksimal
maupun di lengkung henle sehingga berkurangnya pembentukan kristal
yang berlebih. Semakin bertambahnya umur menyebabkan gangguan
peredaran darah seperti hipertensi dan juga peningkatan kolesterol.
Hipertensi dapat menyebabkan pengapuran ginjal yang dapat berubah
menjadi batu sedangkan kolesterol tinggi merangsang agregasi dengan
kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga mempermudah
terbentuknya batu.
2. Jenis Kelamin
Nefrolitiasis lebih rentan sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan yang dikarenakan struktur anatomi dari pria lebih
panjang, sehingga lebih banyak kemungkinan susbtansi pembentuk
batu mengendap dan menjadi batu. Peranan hormon seks berpengaruh
terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Hormon androgen pada
pria akan meningkatkan terbentuknya batu dibandingkan dengan

12
hormon esterogen pada perempuan yang bisa menurunkan eksresi
oksalat, konsentrasi oksalat plasma, dan endapan kristal kalsium
plasma. Kadar kalsium air kemih pada perempuan sebagai bahan utama
pembentuk batu lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dan kadar
sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu pada
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki sehingga lebih cenderung
tinggi pada laki-laki dibanding perempuan untuk terjadinya
pembentukan suatu batu
3. Geografis, Iklim dan Temperatur
Negara yang beriklim tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan
memiliki kelembaban yang tinggi. Suhu lingkungan kerja tinggi atau
lingkungan kerja panas, kondisi tersebut sangat mempengaruhi pada
kondisi pekerja. Faktor geografis, iklim, dan temperatur dari suatu
daerah juga berpengaruh begitu juga dengan individu yang menetap di
daerah beriklim panas dengan paparan ultraviolet tinggi akan
cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
yang bisa memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat serta
menyebabkan pengeluaran keringat yang banyak sehingga menurunkan
produksi urin. Jika produksi urin menurun kepekatan urin akan
meningkat dan zat-zat yang terkandung dalam urin akan meningkat
konsentrasinya.
4. Terlalu lama duduk
Duduk terlalu lama dapat mengakibatkan nefrolitiasis yang
dikarenakan kurang aktifitas dari tulang-tulang sehingga tulang
cenderung melepaskan banyak kalsium

E. Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus
darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal
bervariasi, kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam
urin dan cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang

13
rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran
kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi
ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium pospat.
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
1. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal
mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap
menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
2. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10%
heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan
penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat
pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan
penghambatan pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini
maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori epistaxis
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-
sama, salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan
pembentuk pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga
berlebihan dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium
dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas

14
F. Tanda Gejala
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala
ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih
tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costoverteral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun
infeksi asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang
progresif.
4. Kencing panas dan nyeri
5. Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal
G. Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasen yang berada pada tahap ini
dapat mengalami retensi uin sehingga pada fase lanjut ini dapat
menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat
menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal
ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia (Colella, et al., 2005;
Purnomo,2012). Selain itu stagnansi batu pada saluran kemih juga dapat
menyebabkan infeksi ginjal yang akan belanjut menjadi urepsepsis dan
merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan asam basa, bahkan
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh
(Colella, et al., 2005; Portis & Sundaram, 2001;Prabowo &Pranata, 2014).

15
H. Pathway

Kerusakan Imobilisasi ISK Intake cairan kurang Aktivitas yang kurng Makan tinggi kalsium,
Nefron oksalat, dan purin
yang lama
Bakteri pemecah urea
Penegendepan urin ↑
Idiopatik Kelebihan kalsium,
Statis urin Sedimentasi dan kristalisasi oksalat,purin
PH Urin Asam
Hiperparatiroidisme

Hipercalsemia Proses kristalisasi

Klasifikasi Terbentuknya calculi di renal

Batu Renal
Obstruksi saluran renal
Pembedahan
Nyeri mendadak dan
menyebar Intra Op Post OP
Pre OP
Efek anastesi
Dilakukan insisi Kesadaran belum pulih
Episode Kolik Renal Kurang penegetahuan Terpapar suhu
Kerja saraf ↓ ditempat pembedahan lingk.rendah
Risiko Jatuh
Nyeri Akut Ansietas
Reflek batuk dan menelan Luka Terbuka Terputusnya jaringan Mempengaruhi sel-sel
menurun hipotalamus
Penumpukan sekret Risiko Infeksi Terputusnya
pembuluh darah Mempengaruhi kerja serat-
Bersihan Jalan Napas Tidak
16 serat kolinergik
Efektif Risiko Pendarahan
Vasodilatasi pembuliuh darah
Hipotermi
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. PH lebih dari 7,6
b. Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c. Biakan urin
d. Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2. Darah
a. Hb turun
b. Leukositosis
c. Urium krestinin
d. Kalsium, fosfor, asam urat
3. Radiologist
Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
4. USG abdomen
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Pengurangan nyeri
Tujuan dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah
untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan.
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat
nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul,
pemberian cairan, kecuali untuk klien muntah atau menderita gagal
jantung kongestif. Tujuan dari pemberian cairan adalah untuk
mengurangi konsentrasi kristaloid urine, mengecerkan urine, dan
menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan tekanan
hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong masase
batu ke bawah.

17
b. Pengangkatan batu
Adanya pemeriksaan sitoskopik dan pemasangan kateter
ureter kecil dapat menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu
terangkat, maka bisa dilakukan analisa kimiawi yang menentukan
kandungan batu.
c. Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah untuk membuat pengenceran karena
batu sering terbentuk dan membatasi makanan yang memberikan
kontribusi pada pembentukan batu serta anjurkan klien untuk
bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang. Pemberian
terapi diet rendah protein, rendah garam adalah untuk
memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah
pembentukan batu ginjal.
1) Batu kalsium: kurangi diet yang mengandung kalsium dan
fosfor; obat untuk mengasamkan urine, seperti amonium
klorida, Lithostat.
2) Batu fosfat: diet rendah fosfor, seperti jel aluminium hidroksida.
3) Batu urat: diet rendah purin, seperti alopurinol (Zyloprim).
4) Batu sistin: diet rendah protein, seperti penisilamin.
5) Batu oksalat: pertahankan keenceran urin dan batasi masukan
oksalat, seperti banyak mengkonsumsi sayuran berdaun hijau,
buncis, coklat, teh dan kopi.
d. Metode pengangkatan batu
1) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Batu ginjal dengan ukuran kurang dari 2 cm pilihan terapinya
adalah ESWL. ESWL merupakan terapi noninvasive untuk
memecah batu menggunakan tenaga pulsasi akustik dari luar
tubuh pasien. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga dapat dikeluarkan melalui saluran kemih.

18
2) Percutaneous Nefrolitomi (PNCL)
Batu gnjal dengan ukuran lebih dari 2 cm atau batu staghorn
pilihan terapinya adalah PNCL. PNCL merupakan tindakan
minimal invasive yang bertujuan mengangkat batu ginjal
melalui akses perkutaneus untuk mencapai pelviokalis.
Tindakan dimulai dengan pemasangan kateter ureter dilanjutkan
dengan pungsi perkutan dengan guiding C-ARM atau USG
menuju target lokasi batu, selanjutnya dilakukan dilatasi dan
memasukkan nefroskop ke system pelviokalis untuk mencapai
batu dan selanjutnya diikuti dengan tindakan litotripsi guna
menghancurkan batu.
3) Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS)
Batu ginjal dengan ukuran kurang dari 1 cm yang letaknya
pada pole bawah ginjal dan juga untuk batu ginjal dengan
ukuran lebih dari 2 cm dimana PNCL tidak bias dilakukan maka
dilakukan tindakan RIRS. RIRS merupakan procedure operasi
batu ginjal dengan menggunakan Uretroskop Fleksibel.
Tindakan ini dimulai dengan menggunakan hydrophilic safety
guidewire hingga pelvis renalis dengan bantuan fluoroskopi.
Uretroskop Fleksibel dimasukkan kedalam pelvis renalis dan
batu ginjal dipecah dengan bantuan laserholmium.
4) Pengangkatan bedah
Dilakukan 1%-2% pasien dengan indikasi batu tersebut tidak
berespon terhadap bentuk penanganan lain atau mengkoreksi
setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki
drainase urine. Teknik pembedahan ginjal endoskopik
menyembuhkan 90% batu. Kadang-kadang, batu staghorn
kaliks dapat diangkat melalui operasi terbuka, terutama bila
terdapat keadaan lain yang mendukung pendekatan semacam
ini. Pengobatan sesuai dengan komposisi kimia batu, yaitu batu
kalsium, kandungan batu kalsium pada klien batu ginjal adalah

19
hal yang paling sering terjadi yang berkombinasi dengan fosfat
atau substansi lain. Pada klien ini, pengurangan kandungan
kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah
pembentukan batu lebih lanjut. Urine dapat menjadi asam
dengan pemakaian medikasi seperti amonium klorida atau asam
asetohidroksamik (Lithostat).
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Meningkatkan asupan cairan bertujuan untuk meningkatkan aliran
urine dan membantu mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah
yang besar pada orang-orang yang rentan mengalami batu ginjal
dapat mencegah pembentukan batu. Minum air putih sebanyak-
banyaknya atau sekurang-kurangnya dua liter setiap hari, agar
garam-garam yang ada di kantung kemih tidak keruh dan
mengkristal.
b. Modifikasi makanan, dapat mengurangi kadar bahan pembentuk
batu, bila kandungan batu sudah teridentifikasi.
c. Batasi konsumsi makanan yang banyak mengandung zat kalsium
oksalat dan asam urat.
d. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan pemecahan
batu.
K. Pencegahan
Kesulitan dari pencegahan penyakit batu ginjal adalah gejala penyakit
ini muncul ketika keadaan sudah parah, atau ketika batu ginjal sudah
terbentuk besar dan banyak. Rasa sakit mulai timbul ketika batu ginjal sudah
mencapai saluran kencing (Alam, 2008). Gejala awal dari batu ginjal adalah
adanya rasa sakit yang biasanya dimulai pada lambung atau di daerah
samping perut dan perlahan-lahan rasa sakit bergerak menuju daerah
pangkal paha. Batu ginjal yang sudah terbentuk tersebut dapat
menyebabkan rasa nyeri yang sangat ketika batu tersebut dipaksa keluar dari
saluran kencing. Hal ini biasanya terjadi ketika batu ginjal yang cukup besar
sudah masuk ke dalam ureter, yang menyebabkan terjadinya tekanan dari

20
air kencing yang terhambat dan menyebabkan sensasi yang sangat
menyakitkan.
Dalam kasus yang ekstrim, air kencing bisa berwarna merah karena
bercampur dengan darah akibat dari kerusakan ureter. Hal ini bisa
mengakibatkan keadaan menjadi lebih parah karena timbulnya komplikasi
seperti infeksi yang lebih lanjut. Selain itu kekurangan darah juga dapat
menjadi masalah serius karena perdarahan terus terjadi akibat kerusakan
ureter. Untuk menghindari hal ini maka perlu dilakukan pencegahan
terbentuknya batu ginjal (Alam, 2008). Adapun beberapa cara untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal, yaitu:
1. Mengurangi minuman yang berkalsium tinggi atau minuman
bervitamin C tinggi. Pengkonsumsian yang terlalu sering akan
mengakibatkan infeksi pada ginjal dan mengakibatkan batu ginjal.
2. Mengurangi makanan atau minuman bersuplemen.
3. Mengurangi makanan yang bisa menyebabkan asam urat, seperti jeroan
sapi, kambing, dan lain sebagainya. Makanan ini banyak mengandung
enzim yang bisa menimbulkan endapan pada ginjal.
4. Hindari diet ketat. Pada umumnya orang menjalankan diet ketat supaya
langsing. Masalahnya, diet ketat seperti itu bisa menimbulkan kristal
pada ginjal.
5. Perbanyak minum air putih minimal 2 liter per hari.
6. Hindari menahan kencing terlalu lama.
7. Berolahraga secara teratur.
8. Mengurangi konsumsi Vitamin D secara berlebihan.
9. Hindari makanan dengan kadar oksalat, natrium, kalsium yang tinggi
dan protein hewan dengan purin tinggi, karena dapat memicu
terbentuknya batu ginjal / kandung kemih.
10. Deteksi dini dari batu ginjal akan membantu mencegah kerusakan
saluran kencing lebih lanjut dan lebih serius. Segera konsultasikan
dengan dokter dan segeralah melakukan pengobatan yang sesuai
dengan kondisi saat ini.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Skrining

No Daftar Checklist IBS ADA


1 Informed Consent Bedah 
2 Informed Consent Anestesi 
3 Surgical Checklist 
4 Laporan Operasi 
5 Instruksi Post Operasi 
6 Pemantauan Pasien Pulih Sadar 
7 Laporan Anestesi 
8 Edukasi Anestesi Dan DPJP 
9 Askep Kamar Bedah 
10 Penilaian Pra Sedasi Dan Anestesi 
11 Assessment Awal Medis 
12 Site Marking 

No Skrining Perawat
Ruangan OK
1 puasa / makan dan minum terakhir Jam 02.00  

2 prothese luar dilepaskan (gigi palsu, lensa kontak) x x


Tidak ada
3 menggunaakan protese dalam (pace maker, implant,  
prothese panggul / bahu, VS Shunt) Dj stent
4 penjepit rambut / cat kuku / perhiasan dilepaskan Tidak x x
ada
5 persiapan kulit / cukur sudah dicukur pubis  
6 pengosongan kandung kemih / slysma tidak ada x x
7 memastikan persediaan darah Tidak ada x x
8 alat bantu (kacamata, alat bantu dengar) disimpan Tidak x x
ada
9 obat yang disertakan Tidak ada x x
10 obat terakhir yang diberikan santagesik 1 gram  
11 vaskuler akses (cimino) dll IVFD  
12 site marking (terlampir) ada  
13 penjelasan singkat oleh dokter bedah tentang prosedur  
yang akan dilakukan kepada pasien iya
Tanggal: 10/11/2019 Jam:09.00

22
B. Safety Surgical Cheklist
The Sign In (Pre Operatif) The Time Out (Intra Operasi) The Sign Out (Post Operasi)
(Dilakukan sebelum induksi anastesi, minimal oleh (Dilakukan sebelum insisi kulit, diisi oleh perawat (Dilakukan sebelum pasien meninggalkan OK,
perawat dan ahli anastesi) anastesi dan operator) diisi oleh perawat, ahli anastesi dan operator)

1. Pasien telah dikonfirmasikan : Sudah Belum 1. Konfirmasi seluruh anggota tim telah sudah belum 1. Perawat melakukan konfirmasi Sudah belum
a. Identifikasi dan gelang pasien memperkenalkan nama dan perannya secara verbal dengan tim :
b. Lokasi operasi masing-masing?
a. Nama prosedur tindakan
c. Procedure 2. Dokter bedah, dokter anastesi dan
telah tercatat
d. Surat Izin Operasi perawat melakukan konfirmasi secara
b. Instrumen, kasa, bighas dan
2. Lokasi operasi sudah diberi tanda verbal
jarumtelah dihitung dengan
3. Mesin dan obat-obat anastesi sudah a. Nama Pasien
Benar
dicek lengkap b. Prosedure
c. Spesimen telah diberi Sudah N/A
4. Pulse oximeter sudah terpasang c. Lokasi dimana insisi akan dibuat/
label (nama pasien dan asal
Dan berfungsi Posisi
jaringan) (Tidak ada PA)
5. Apakah pasien mempunyai riwayat 3. Apakah antibiotic profikasis sudah sudah N/A
d. Adakah masalah dengan Ya Tidak
Alergi? diberikan 60 menit sebelumnya?
Peralatan selama operasi ?
6. Kesulitan bernafas/resiko aspirasi ? 4. Antisipasi Kejadian Kritis :
Dan menggunakan peralatan/bantuan? a. Review dokter bedah : Langkah apa yang akan
2. Operator/dokter bedah, dokter sudah belum
7. Risiko kehilangan darah > 500 ml dilakukan bila kondisi kritis atau kejadian yang
anastesi dan perawat melakukan
(7ml/kg BB pada anak) tidak diharapkan, lamanya operasi, antisipasi
review masalah utama apa yang
8. Dua akses intravena/akses sentral kehilangan darah. Stop operasi, ±1 jam
harus diperhatikan untuk
Dan rencana terapi? b. Review tim anastesi : apakah ada hal khusus
penyembuhan dan manajemen
yang perlu diperhatikan pada pasien.
pasien selanjutnya
Memantau hemodinamik
Hal yang harus diperhatikan :
c. Review tim perawat : apakah peralatan sudah
Tidak ada
steril, adakah yang perlu diperhatikan khusus
atau dalam masalah. Alat steril
5. Apakah foto rontgen CT-Scandan MRI Ya N/A
sudah ditayangkan?
Tanggal 10/12/2019 Jam 10.20
Tanggal 10/12/2019 Jam 09.03 Tanggal 10/12/2019 Jam 09.30

23
C. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn.Y
Tgl Lahir/Umur : 28 September 1989/30 th
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl.Pramuka Blok C Rt 57
No CM : 01.02,78.XX
Diagnosa Medis : Batu Multiple Renal (S)
Tgl & Jam Pengkajian : 10/12/2019
2. Identitas Orang Tua/Penanggung Jawab
Nama : Ny.Y
Tgl Lahir/Umur : 30 th
Agama : Katolik
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan Dengan Psien : Istri

Asal Pasien : □ Rawat Jalan


□ Rawat Inap
□ Rujukan

3. Pre Operasi
a. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kiri
b. Riwayat penyakit sekarang : ± 1 minggu yang lalu SMRS pasien
mengeluhkan nyeri pinggang disebelah kiri, pasien sebelumnya ±
3 bulan yang lalu pernah operasi batu ginjal pemasangan dj stent.
Pada saat dikaji pasien mengeluhkan nyeri di pinggang kiri. P:
nyeri baik saat istrahat & saat berkemih, Q: teriris-iris, R:
pinggang, S: skala 5, T: hilang timbul.

24
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak memiliki penyakit menular
dan kronik seperti DM, Hipertensi, Asma, Hiv, Hepatitis dll.
d. Riwayat operasi/anastesi : Bulan 9 dilakukan operasi PCNL dan
pemasangan DJ Stent
e. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
f. TTV : TD : 120/90 mmHg, N : 88x/mnit, Respirasi : 20 x/mnit,
Suhu : 36,4 o C.
g. TB/BB : 165 cm/60 Kg
h. Golongan Darah : O (+)
i. Status emosional : pasien terlihat tegang
j. Tingkat kecemasan : pasien merasakan cemas dengan sekala cemas
:1
k. Skala nyeri : sedang sekala 5
l. Survey skunder, lakukan secara head to toe secara perioritas
Pengkajian dilakukan pada kepala ditemukan tidak ada masa,
hematome (-), lesi (-). Pemeriksaan pada leher ditemukan
pembesaran tiroid (-), Nyeri menelan (-). Pada pemeriksaan dada
ditemukan bentuk dada simetris D=S, Vesikuler, Ronchi (-),
Wheezing (-). Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan pada bagian
pinngang dan nyeri ketuk di pinggang sebelah kiri. Pada
pemeriksaan genittalia ditemukan bersih tidak terdapat lesi tidak
terdapat edem, tidak ada vericocel
m. Hasil data penunjang
Laboratorium : Tanggal 09/12/2019 Leukosit : 11-75 (4.80-
10.80), HB :14,6 (14.0-18.0), Plt : 33,6 (1.50-4.50), Ureum : 16,8
(16,6-48,5), Creatinin : 1,0 (0,7-1,2), GDS : 113 (70-140). Hasil
EKG : Sinus Rytm Rontgen : Batu renal Multipel Sinistra
4. Intra Operasi
Anastesi dimulai jam 09.15, dilakukan pembedahan jam 09.30
dengan jenis anastesi general anastesi. Posisi pasien diatur litotomi,
dipasang ETT dengan ukuran 7.5 cm pada pemeriksaan TTV : TD :

25
110/70 mmHg, N : 74x/mnit, suhu : 36 o C, rr : 15x/mnit. Dilakukan
survey skunder dari kepala didapatkan masa (-), hematome(-), lesi (-).
Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran tiroid (-), nyeri
menelan (-), Dada bentuk simetris D=S, Vesikuler, Whezing(-),
Ronchi(-), otot bantu napas (-), pada pemeriksaan abdomen didapatkan
terdapat batu renal, pada bagian genetalia terlihat bengkak (-), lesi(-),
tanda-tanda infeksi(-). Pemeriksaan integumen turgor kulit baik,
sianosis (-), lesi (-), hematome (-), pada ekstermitas didapatkan hasil
edem (-), crt ≤2 detik. Total cairan pasien mendapatkan infus RL 500
cc, transfusi (-), total cairan keluar urine 450cc ,Perdaarahan (-), Blance
cairan 50 cc
5. Post Operasi
Setelah dilakukan pembedahan pasien dipindahkan dari ruang intra
operasi ke ruang RR jam 10.30 Wita. Pada saat di ruang RR dilakukan
observasi terlihat pasien tampak menggigil keadaan umum baik dengan
TTV : TD : 120/82 mmHg, Nadi : 84 x/mnit, Suhu : 35,5 o C, RR : 20
x/mnit, Saturasi : 99%, dengan kesadaran Samnolen, dilakukan
pengkajian alderete Score 9 pada pemeriksaan survey skunder secara
perioritas dilakukan pemeriksaan pada bagian kepala didapatkan masa
(-), Lesi (-), Hematome(-). Pemeriksaan leher didapatkan pembesaran
tiroid (-), Nyeri menelan (-), pada bagian dada bentuk dada simetris
D=S, Vesikuler, Wheezing (-), Ronchi(-), abdomen terpasang dj stent,
Genetalia terpasang DC ukuran 16, pemeriksaan Integumen kulit teraba
dingin, pada ekstermitas edema (-), crt ≤ 2 detik. Pasien tidak nyeri.

D. Analisa Data

Ruang Analisa Data Etiologi Masalah


DS : Agen pencedera Nyeri akut
P: nyeri baik saat istirahat dan saat fisiologis
berkemih

26
Q : Teriris-iris
R : di pinggang
S : Skala 5
T : Hilang-timbul
DO : Pasien tampak tegang
TD : 120/90 mmHg
N : 88x/i
Hasil rongten batu renal multiple (s)

DS : pasien mengatakan kahawatir Krisis situasional Cemas


terhadap operasi yang akan
Pre dilakukan
Op Skala 1 (mengungkapkan kerisauan)
DO : Terlihat wajah tegang

Tindakan Resiko
DS : - Pembedahan perdarahan
DO : dilakukan tindakan RIRS dan
pemasangan Dj Stent
DS :- Procedure Invasif Resiko
DO : dilakukan tindakan RIRS Infeksi
pemasangan Dj Stent
Intra Hasil Lab Leukosit 11.75 (4.80-
Op 10.80)

Ds : - Terpapar suhu Hipotermi


Do : Suhu : 35,5 c lingkungan
Akral dingin rendah
Pasien menggigil
DS : - Kondisi Pasca Resiko
operasi Jatuh

27
Post DO : Pasien post op (anastesi umum)
Op :kesadaran samnolen (E2V3M4)
Skala morse 35 (risiko sedang)

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisiologis
2. Ansietas b/d Krisis Situasional
3. Risiko Pendarahan d/d tindakan operasi
4. Risiko Infeksi d/d procedure invasif
5. Hipotermi b/d terpapar suhu lingkungan rendah
6. Risiko Jatuh d/d kondisi pasca operasi

F. Intervensi Keperawatan
No Dx Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Dx I Nyeri akut b/d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
D.0077 Agen cedera Setelah dilakukan tindakkan Observasi :
(Pre op) fisiologis keperawatan selama 1x4 jam - Identifikasi lokasi
diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
dapat menurun dengan frekuensi, kualitas dan
kriteria hasil : intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri (5) - Identifikasi skala nyeri
menurun - Identivikasi nyeri non
2) Meringis (5) verbal
menurun - Identifikasi factor yang
3) Sikap protektif (5) memperberat nyeri
menurun - Identifikasi peyebab dan
4) Gelisah (5) menurun keyakianan tentang
5) Kesulitan tidur (5) nyeri
menurun - Identifikasi pengaruh
6) Fungsi berkemih (5) nyeri terhadap kualitas
membaik hidup

28
- Monitor keberhasian
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapetik :
- Berikan teknik non
farmakologis untuk
menggurangi nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat nyeri
- Fasilitasi isitrahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sember nyeri dalam
pemilihan strategis
meredakan nyeri.
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
teknik non farmakologis
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu
Dx 2 Ansietas b/d Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi Ansietas (I09314)
(D.0080) Krisis Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(Pre Op) Situasional keperawatan selama 1x4 jam

29
diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat
menurun dengan kriteria ansietas berubah
hasil : - Identifikasi kemampuan
1) Verbalisasi mengambil keputusan
kebingungan (5) - Monitor tanda-tanda
menurun ansietas
2) Verbalisasi khawatir Terapetik :
akibat kondisi yang - Ciptakan suasana
dihadapi (5) terapetik untuk
menurun menumbuhkan
3) Perilaku gelisah (5) kepercayan
menurun - Temani pasien untuk
4) Perilaku tegang (5) mengurangi kecemasan,
menurun jika memungkinkan
- Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang
peribadi yang
memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
datang

30
Edukasi :
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnosa, pengobatan
dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien,
jika perlu
- Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas, jika
perlu

31
Dx 3 Risiko Tingkat pendarahan Pencegahan pendarahan
(D.0012) Pendarahan d/d (L.02017) (I.02067)
(Intra Op) tindakan operasi Setelah dilakukan tindakkan Obsevasi :
keperawatan selama 1x4 jam - Monitor tanda dan gejala
diharapkan tingkat pendarahan
pendarahan menurun dengan - Monitor
kriteria hasil : hematokrit/haemoglobin
1) Kelembapan sebelum dan setelah
membrane mukosa kehilangan darah
(5) meningkat - Monitor tanda-tanda
2) Kelembapan kulit (5) vital ortostatik
meningkat - Monitor koagulasi
3) Kongnitif (5) Terapetik :
meningkat - Pertahankan bed rest
4) Hematemesis selama pendarahan
(5)menurun - Batasi tindakan invasif,
5) Hematuria jika perlu
(5)menurun - Gunakan Kasur
6) Pendarahan pasca pencegah decubitus
oprasi (5) menurun - Hindari pengukuran
7) Suhu tubuh suhu rektal
(5)membaik Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
- Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari kontipasi
- Anjurkan menghindri
aspirin atau
antikoagulan

32
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
pendarahan jika perlu
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
- Koaborasi pemberian
pelunaknan tinja, jika
perlu
Dx 4 Resiko Infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) d/d procedure Setelah dilakukan tindakkan Observasi :
(Intra Op) invasif keperawatan selama 1x4 jam - Monitor tanda dan
diharapkan tingkat infeksi gejala infeksi local dan
dapat menurun dengan sistemik
kriteria hasil : Terapetik :
1) Kebersihan tangan - Batasi jumlah
(5) meningkat pengunjung
2) Kebersihan badan - Berikan perawatan kulit
(5) meningkat pada area edema
3) Kemerahan (5) - Cuci tangan sebelum
menurun dan sesudah kontak
4) Nyeri (5) menurun dengan pasien dan
5) Bengkak (5) lingkungan pasien
menurun - Pertahakan teknik
aseptic pada pasien
resiko tinggi
Edukasi :

33
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
oprasi
- Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
imunisassi , jika perlu
Dx 5 Hipotermi d/d Termoregulasi(L.14134) Manajemen Hipotermia
(D.0131) Terpapar suhu Setelah dilakukan tindakkan (I.14507)
(post op) lingkungan keperawatan selama 1x4 jam Observasi :
rendah diharapkan suhu tubuh - Monitor suhu tubuh
membaik dengan kriteria - Identifikasi penyebab
hasil : hipotermia
1) Meengigil (5) - Monitor tanda dan
menurun gejala akibat hipotermia
2) Pucat (5) menurun Terapetik :
3) Takipnea (5) - Sedikan lingkungan
menurun yang hangat
4) Hipoksia(5) menurun - Ganti pakaian dan laken
5) Suhu tubuh (5) yang basah
membaik - Lakuan penghangatan
6) Suhu kulit (5) pasif (mis, selimut,
membaik pakaian tebal)
- Lakukan penghangatan
aktif eksternal (selimut
hangat dan alat
penghangat)

34
- Lakukan penghangatan
aktif internal (mis. Infus
cairan hangat, oksigen
hangat)
Edukasi :
- Anjurkan makan/minum
hangat
Dx 6 Risiko Jatuh d/d Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
(D.0143) kondisi pasca Setelah dilakukan tindakkan Observasi :
(post op) operasi keperawatan selama 1x4 jam - Identifikasi faktor resiko
diharapkan tingkat jatuh jatuh
dapat menurun dengan - Identifikasi resiko jatuh
kriteria hasil : setidaknya sekali setiap shif
1) Jatuh dari tempat atau kebijakan insitusi
tidur (5) menurun - Identivikasi faktor
2) Jatuh saat lingkungan yang
dipindahkan (5) meningkatkan resko jatuh
menurun - Hitung resiko jatuh dengan
menggunkan skala morse
Terapetik :
- Orentasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pastiakn roda tempat tidur
dan kursi roda terkunci
- Pasang hand rail tempat
tidur
- Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
- Tempatkan pasien resiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat
- Gunakan alat bantu
berjalan

35
Edukasi :
- Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan berpindah
- Anjurkan konsentrasi untuk
menjaga keseimbangan
tubuh.

G. Implementasi Keperawatan

No Hari/Tanggal Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan TTD


/Jam
1 Selasa 1.1. Mengidentifikasi, lokasi, Ds: Aisyah
10-12-2020 karakteristik, frekuensi - klien mengatakan
Pukul : 09.00 ,durasi, kualitas nyeri nyeri pada pinggang
PRE OP yang dirasakan pasien dan nyeri saat
berkemih
- P: nyeri saat istrahat
maupun berkemih
Q: teriris-iris
R: pada pinggang kiri
S: skala nyeri 5
T: hilang timbul
Do:
- Klien terlihat tegang
- TD: 120/90 mmhg
- N: 88 x/mnt

1.3 Memberikan terapi non Ds: Pasien mengatakan


farmakologis untuk masih nyeri
mengurangi nyeri Do: klien melakukan
relakasi nafas dalam

36
2.1 Memonitor tanda-tanda Husen
Ds: Pasien mengatakan
ansietas
khawatir terhadap
operasi yang akan
dilakukan
Do:
- Skala 1
(mengungkapkan
kekawatiran )
- Pasien tampak
tegang

2.7 Mendengarkan keluhan Ds: Klien mengatakan ini


adalah oprasi ke 2 nya
klien
Do:
2.8 Menemani pasien untuk - klien mengungkapkan
perasannya
mengurangi kecemasan
- pasien melakukan
2.9 Menganjurkan pasien relaksasi nafas dalam
- pasien tampak tegang
melakukan relaksasi nafas
dalam

1.3 Menanyakan nyeri dan Ds: skala nyeri 3


Do: Pasien tampak tanang
melihat ekspresi wajah
dan tidak meringis
pasien

10-12-2019 3.1 Memonitor tanda dan Ds:- Anis


Do: pendarahan tidak ada
Jumat gejala pendarahan
Pukul 09.15
Ds: -
INTRA 3.2 Memonitor nilai Hb
Do: Hb : 14,6

Ds: -
3.3 Memonitor tanda-tanda
Do:
vital - TD: 110/70 mmHg
- N : 74 x/mnt
- RR : 15 x/mnt
- terpasang ETT no.
7,5
- terpasang ventilator

Ds:-
4.4 Mencuci tangan sebelum
Do:Melakukan cuci tangan
dan sedudah kontak bedah dan cuci tangan

37
dengan pasien dan steril sesuai SOP yang
sudah ditentukan
lingkungan
4.5 Mempertahankan teknik
Ds: -
aseptic
Do:
- Tindakan RIRS
dengan tindakan
steril dan alat yang
steril
- Mempertahankan
teknik aseptic dan
steril selama
pembedahan

4.1 melihat tanda dan gejala Ds :


Do: Kemerahan (-),
infeksi disekitar Ade
bengkak (-),
pembedahan

10-12-2019 5.1 Memonitor suhu tubuh Ds: -


Do: Akral dingin , Suhu
Jumat
35,5 drajat Celsius,
POST OP pasien tampak
mengiggil
10.30
5.2 Memonitor penyebab Ds:-
Do: Post oprasi, dengan
hipotermi
suhu kamar oprasi 20
derajat Celsius
5.3 Melakukan penghangatan
Ds: -
pasif Do: Memberikan selimut
dan alat penghangat
tubuh
2.3 Menghitung resiko jatuh Ds:-
Do: skala morse 35
menggunakan skala
2.4 Memastikan roda tempat Ds: -
Do: roda tempat tidur klien
tidur terkunci
selalu terkunci
2.5 Memasang Hand rail Ds: -
Do: Hand rail terpasang
tempat tidur
10.30 2.1 Mengidentifikasi factor Ds: -
Do: pasien post op (anastesi
resiko jatuh
umum), kesadaran
somnolen E2V3M4

38
11.20 5.1 Memonitor suhu tubuh Ds: -
Do: suhu 36,3 drajat
Celsius, pasien tidak
mengigil

H. Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Waktu TTD

Keperawatan (Tgl/Jam) Catatatn Perkembangan SOAP

DX 1 Selasa S : Pasien mengatakan nyeri berkurang aisyah


O : -Pasien tampak tidak meringis
Nyeri Akut b/d 10/12/2019
- TD : 120/82 mmHg
Agen Pencedera
(11.20) - N : 84 x/mnit
Fisiologis
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Skala nyeri (5 3)
P : Lanjutkan Intervensi
1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan intensitas nyeri
1.3 Berikan terapi non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
1.4 Kolaborasi analgetik
DX 2 Selasa S : -Pasien mengatakan merasakan lebih nyaman Husen
Ansietas b/d -Skala cemas 0
10/12/2019
Krisis O : -Pasien tampak tenang
Situasional (11.20) -TD : 120/82 mmHg
- N : 84 x/mnit
A : Masalah ansietas teratasi (skala 1 0 )
P : Lanjutkan intervensi
2.3 Monitor tanda –tanda ansietas

39
2.4 Ciptakan suasana teraupetik
2.5 Dengarkan dengan penuh perhatian

DX 3 Selasa S:- Anis


Risiko O : -Telah dilakukan tindakan RIRS dan pemasangan Dj
10/12/2019
Pendarahan d/d Stent , -perdarahan (-)
tindakan operasi (11.20) A : Masalah perdarahan teratasi
P : Pertahankan intervensi
3.3 Monitor tanda –tanda Vital
DX 4 Selasa S:- Anis
Risiko Infeksi O : -Dilakukan tindakan RIRS dan pemasangan Dj Stent
10/12/2019
d/d procedure -Petugas mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
invasif (11.20) dengan pasien
- tidak ada tanda –tanda infeksi seperti kemerahan,
bengkak , panas
A : Masalah Risiko infeksi teratasi
P : Pertahankan intervensi
4.3 monitor tanda dan gejala infeksi
4.4 cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
4.5 Pertahankan teknik aseptik
Selasa S : Pasien mengatakan dingin ade
DX 5 O : T : 36,3 o C
10/12/2019
Hipotermi b/d Tidak terlihat mengigil
terpapar suhu (11.20) Akral hangat
lingkungan A : Masalah Hipotermi Teratasi
rendah P : Pertahankan Intervensi
5.1 Monitor suhu tubuh
DX 6 Selasa S :- Ade
Risiko Jatuh d/d O : -Post op Tindakan RIRS
10/12/2019
kondisi pasca -Fase pemulihan dari pemberian anastesi general
operasi (11.20) - GCS : 15 E 4 V 5 M 6
- Hand rail terpasang

40
-bed terkunci
- Skala Morse : 35
A : Masalah Risiko belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
6.1 Identifikasi faktor resiko jatuh
6.2 memastikan roda dalam keadaan terkunci
6.3 Memastikan hand rail terpasang

41
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Batusaluran kemih khususnya batu ginjal masih merupakan penyakit yang


sering dijumpai di bidang urologi, khususnya di negara berkembang. Penyakit ini
merupakan penyebab morbiditas yang tinggi karena memiliki angka kekambuhan
yang tinggi dan sering menimbulkan komplikasi pada penderita. Batu ginjal
adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau
calyces ginjal atau di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal adalah
istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini terdiri dari atas
garam kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan struvite (Patofisiologi
Keperawatan, 2000). Salah satu penatalaksanaan pada batu ginjal ialah
dengan pengangkatan batu dengan metode Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL), Percontaneus Nefrolitomi (PNCL), dan Retrograde
Intrarenal Surgery (RIRS).
B. Saran

Dengan adanya materi ini dan studi kasus yang diangkat diharapkan
dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya
di bidang keperawatan untuk dapat memajukan ilmu keperawatan dalam
mengelola asuhan keperawatan pasien dengan menderita batu renal di ruang
OK IBS RS AWS Samarinda.

42

Anda mungkin juga menyukai