Anda di halaman 1dari 30

SMALL GROUP DISCUSSION

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


INOVASI BIDANG KEPERAWATAN BEDAH UMUM
“LAPAROSCOPY ROBOTIC SURGERY”

Dosen Fasilitator:
Dr. Ninuk Dian K. S.Kep.Ns., MANP.

Disusun Oleh:
KELOMPOK I

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
2

NAMA ANGGOTA KELOMPOK I

1. Agoesta Pralita (NIM: 131814153060)


2. Agustinha Soares (NIM: 131814153072)
3. Ainul Mufidah (NIM: 131814153059)
4. Bayu Febriandhika Hidayat (NIM: 131814153028)
5. Cahya Mustika Narendri (NIM: 131814153044)
6. Dimas Hadi Prayoga (NIM: 131814153059)
7. Haris Widodo (NIM: 131814153004)
8. Hidayat Arifin (NIM : 131814153067)
9. Hurin'in Aisy Baridah (NIM : 131814153087)
10. Ida Trisnawati (NIM : 131814153009)
11. Innani Wildania Husna (NIM: 131814153019)
12. M. Ruli Maulana (NIM: 131814153017)
13. Nita Tri Septiana (NIM: 131814153084)
14. Novita Fajriyah (NIM: 131814153034)
15. Nyein Moh Moh Myint (NIM :131814153102)
16. Putri Irwanti Sari (NIM: 131814153047)
17. Rahmatul Fitriyah (NIM: 131814153001)
18. Saskiyanti Ari Andini (NIM: 131814153078)
19. Shenda Maulina Wulandari (NIM: 131814153064)
20. Tifanny Gita Sesaria (NIM: 131814153058)
21. Vivi Meiti Berhimpong (NIM: 131814153101)
22. Wikan Purwihantoro Sudarmaji (NIM 131814153010)
23. Yulia Kurniawati (NIM: 131814153035)
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah Inovasi pada

Keperawatan Medikal Bedah “Laparoscopy Robotic Surgery”. Makalah ini

disusun sebagai salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah II. Kami

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan tugas ini.

Akhir kata, semoga tugas ini dapat membawa manfaat.

Surabaya, Maret 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laparoskopi atau operasi lubang kunci adalah prosedur bedah minimal

invasif yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil di dinding perut.

Laparoskopi dilakukan dengan bantuan alat berbentuk tabung tipis bernama

laparoskop. Alat ini dilengkapi dengan kamera dan cahaya di ujungnya,

Prosedur laparoskopi dilakukan untuk keperluan diagnosis atau pengobatan.

Melalui metode ini, dokter akan mampu melihat sejumlah kelainan, seperti

infeksi, kista, fibroid, dan perlengketan, di dalam organ perut atau panggul.

Selain itu, prosedur ini juga bisa diterapkan untuk keperluan pengambilan

sampel jaringan dalam pemeriksaan biopsy (Grace, Pierce A.;Borley, 2007).

Di Amerika sekitar 7 % penduduknya menjalani Apendiktomi dengan

insiden 1,1 /1000 penduduk per tahun. Prevalensi lebih rendah terdapat pada

negara bagian Asia dan Afrika. Ini menandakan banyaknya kasus apendisitis di

dunia dan harus segera dideteksi dan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).

Penanganan terhadap orang yang mengidap penyakit apendisitis ini sangat

bermacam macam tergantung dari jenis apendisitis. Pada apendisitis akut dapat

dilakukan pembedahan Apendiktomi Terbuka atau Laparoskopi. Pada era baru -

baru ini terdapat teknik baru yang sekarang ini banyak digunakan untuk

pengangkatan apendiks veriformis yang meradang, teknik tersebut adalah teknik

Laparoskopi Apendiktomi. Teknik Laparoskopi ini memiliki banyak keuntungan

1
2

bagi pasien yang ingin terapi pada kasus apendisitis akut (Sjamsuhidajat & Jong,

2011).

Di Rumah Sakit Brayat Minulya mayoritas pasien yang mengalami

penyakit apendisitis akut, memilih menggunakan Laparoskopi untuk terapi. Pada

laporan pasien Tahun 2012 di RS Brayat Minulya terdapat pasien 78 orang yang

melakukan operasi Apendiktomi Terbuka, Laparatomi maupun Laparoskopi

Apendiktomi. Pada tahun 2013 terdapat 70 pasien, pada tahun 2014 terdapat 112

pasien dan pada tahun 2015 terpadat 66 pasien yang melakukan operasi tersebut.

Ketiga teknik operasi ini masing masing memiliki tujuan dan kelebihan. Sebagai

contoh pada kasus apendisitis kronis, pilihan yang tepat adalah melakukan

Laparatomi, ini bertujuan untuk mencegah terjadi komplikasi yang bermakna pada

pasien, karena pasien yang mengidap apendisitis perforasi dan harus dilakukan

pencucian usus untuk mencegah penyebaran infeksi yang dapat menyebabkan

peradangan (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).

Pada klinik bedah di Rumah Sakit Brayat Minulya adalah salah satu pusat

pelayanan kesehatan di Surakarta. Menjadi salah satu tempat pelayanan kesehatan

Rumah Sakit ini memiliki beberapa dokter bedah handal dan tempat untuk

melakukan operasi bedah. Pada Rumah Sakit Brayat Minulya terdapat pelayanan

bedah menggunakan alat modern yang disebut Laparoskopi. Pada prosedur ini

memiliki keunggulan yaitu minimal invasif pada tubuh sehingga meminimalisasi

perlukaan saat melakukan operasi. Apendiktomi Laparoskopi post pembedahan

bisa menimbulkan nyeri minimal dengan salah satu keuntungan pada perlukaan

yang dibuat akan lebih cepat sembuh. Pembedahan dengan teknik ini memberikan
3

manfaat yang baik bagi pasien gemuk, perempuan dan orang orang yang berusia

lanjut (Mehendale, 2013).

Issue Innovasi dari Laparoskopi yaitu pembaharuan dengan menggunakan

robotic surgery, Sebuah robot dalam dunia kesehatan saat ini mampu didesain

untuk memberikan berbagai macam tindakan seperti pembedahan dan

intervensional dalam tindakan operasi, pengganti kekurangan atau melengkapi

fungsi tubuh yang hilang, penyembuhan dan rehabilitasi, terapi

behavioral,pemenuhan kebutuhan perseorangan dalam populasi khusus dan

promosi kesehatan. Lengan robot memiliki kebebasam bergerak tujuh derajat

yang memungkinkan ahli bedah untuk melakukan prosedur yang lebih cermat dan

tepat. Inovasi ini penting karena hasil yang bermakna diharapkan dapat

memberikan informasi tentang manfaat, kekurangan, kelebihan dan implikasi

terhadap keperawatan. Maka dari itu, peneliti ingin sharing jurnal mengenai

inovasi robotic surgery laparoskopi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah

bagaimana issue inovasi robotic surgery Laparoskopi Apendiktomi sesuai

dengan evidence based practice?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan inovasi robotic surgery Laparoskopi Apendiktomi sesuai dengan

evidence based practice.


4

1.3.2 Tujuan khusus

1. Memaparkan standarprosedur robotic surgery Laparoskopi Apendiktomi

2. Mereview jurnal terkait robotic surgery Laparoskopi Apendiktomi sesuai

dengan evidence based practice sesuai dengan evidence based practice.

3. Menyimpulkan hasil review jurnal terkait kelebihan, kekurangan dan

implikasi keperawatan pada robotic surgery Laparoskopi Apendiktomi

sesuai dengan evidence based practice.

1.4 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat teoritis

Memberikan informasi ilmiah mengenai robotic surgery Laparoskopi

Apendiktomi dengan evidence based practice.

1.3.2 Manfaat praktis

1. Sebagai informasi panduan dalam melakukan Robotic Surgery

Laparoskopi Apendiktomi di Rumah Sakit.

2. Sebagai pedoman melakukan asuhan keperawatan profesional pada saat

dilakukan Robotic Surgery Laparoskopi Apendiktomi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Masalah

2.1.1 Pengertian

Laparoskopi atau operasi lubang kunci adalah prosedur bedah

minimal invasif yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil di dinding

perut. Laparoskopi dilakukan dengan bantuan alat berbentuk tabung tipis

bernama laparoskop. Alat ini dilengkapi dengan kamera dan cahaya di

ujungnya.

Prosedur laparoskopi dilakukan untuk keperluan diagnosis atau

pengobatan. Melalui metode ini, dokter akan mampu melihat sejumlah

kelainan, seperti infeksi, kista, fibroid, dan perlengketan, di dalam organ perut

atau panggul. Selain itu, prosedur ini juga bisa diterapkan untuk keperluan

pengambilan sampel jaringan dalam pemeriksaan biopsi.

2.1.2 Indikasi laparoskopi

Dokter akan mempertimbangkan tindakan laparoskopi dengan tujuan antara

lain:

1. Memeriksa atau mengobati pertumbuhan tumor di dalam perut atau

panggul.

2. Mengobati endometriosis, kehamilan ektopik, atau penyakit radang

panggul.

3. Mencari penyebab munculnya rasa sakit di bagian panggul.

4. Mengambil sampel jaringan untuk pemeriksaan biopsi.

5
6

5. Melakukan ligasi tuba (operasi pada tuba falopi).

6. Mengobati hernia hiatus atau hernia inguinalis.

7. Memeriksa kemungkinan adanya kista, perlengketan, fibroid, atau

infeksi pada organ reproduksi yang menyebabkan seorang wanita sulit

hamil.

8. Mengeluarkan organ tubuh yang bermasalah seperti rahim, limpa,

kantong empedu, ovarium, atau usus buntu.

2.1.3 Peringatan laparoskopi

Sebelum menjalani bedah laparoskopi, dokter akan bertanya seputar

riwayat kesehatan dan memeriksa kondisi fisik pasien. Pasien dianjurkan

untuk memberitahu dokter jika memiliki alergi obat-obatan, memiliki

masalah perdarahan, sedang mengonsumsi obat pengencer darah (misalnya

aspirin dan warfarin), atau sedang hamil.

Laparoskopi tidak dianjurkan jika pasien menderita kanker atau hernia

di bagian perut, atau pernah menjalani operasi di bagian tersebut, karena

sangat berisiko. Pasien wajib mengikuti instruksi yang diberikan dokter

mengenai kapan harus melakukan puasa sebelum tindakan laparoskopi, serta

jadwal konsumsi obat-obatan.

2.1.3 Persiapan laparoskopi

Laparoskopi dilakukan oleh dokter ahli bedah dengan bantuan dokter

spesialis anestesi. Satu jam sebelum operasi dilakukan, pasien akan diminta

buang air kecil untuk mengosongkan kandung kemih. Asupan cairan dan obat
7

penenang (sedatif) akan diberikan melalui infus yang disuntikkan ke

pembuluh darah di lengan.

Dokter akan mengambil darah pasien sebagai sampel. Beberapa

pemeriksaan lainnya mungkin akan dilakukan, misalnya elektrokardiogram

(EKG), foto Roentgen, pemeriksaan fungsi paru-paru, dan lainnya. Jenis tes

yang dilakukan akan disesuaikan dengan usia dan kondisi kesehatan pasien

saat akan dioperasi.

Dokter spesialis anestesi akan membius pasien dengan suntikan agar

tertidur. Ada beberapa prosedur yang dilakukan dokter setelah pasien dibius,

antara lain:

1. Memangkas bulu kemaluan.

2. Membersihkan bagian perut dengan larutan antisepik khusus.

3. Memasang alat bantu pernapasan melalui tenggorokan.

4. Kateter juga mungkin akan dimasukkan ke dalam kandung kemih

melalui saluran kencing (uretra).

5. Pada pasien perempuan, dokter akan melakukan pemeriksaan panggul

terlebih dulu sebelum memasukkan tabung tipis yang disebut kanula ke

dalam rahim melalui vagina.

6. Kanula tersebut digunakan untuk menggerakkan atau menggeser rahim

dan kandung telur, agar tidak menghalangi lapangan pandang ke rongga

perut pada waktu pemeriksaan.


8

2.1.4 Prosedur laparoskopi

Bedah laparoskopi diawali dengan membuat sayatan kecil (sekitar 5-

10 mm) di dinding perut sebagai jalan masuk laparoskop. Dokter bisa

membuat lebih dari satu sayatan untuk memasukkan alat lain ke dalam perut.

Prosedur ini umumnya berlangsung selama 30-90 menit, tergantung pada

kondisi pasien.

Setelah sayatan dibuat, dokter akan memasukkan gas ke dalam perut

dengan bantuan alat medis semacam jarum yang memiliki rongga di

tengahnya. Gas ini digunakan untuk memompa agar dinding perut terangkat

dan menjauhi organ-organ di dalamnya, sehingga dokter bisa melihat isi perut

dengan jelas.

Setelah itu, dokter akan menggunakan laparoskop dan beberapa

peralatan medis lainnya untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi,

mengambil sampel jaringan, atau untuk mengangkat tumor dan kista.

Terkadang, laser juga sering ditempelkan dengan laparoskop untuk

mendukung operasi.

Setelah operasi selesai, alat laparoskopi ditarik keluar dan gas yang

tadi dipompa akan dikeluarkan dari dalam perut. Sayatan yang dibuat pada

awal perosedur juga akan ditutup dengan jahitan, lalu dibalut perban. Sayatan

ini meninggalkan bekas yang sangat kecil, dan akan hilang dengan sendirinya

seiring waktu.
9

2.1.5 Setelah laparoskopi

Setelah operasi, pasien akan menjalani masa pemulihan singkat di

ruang rawat selama dua sampai empat jam. Dokter akan memeriksa tekanan

darah pasien, suhu tubuh, kadar oksigen, dan irama jantung. Jika kondisi

sudah stabil dan aman, pasien diizinkan untuk pulang dan beraktivitas seperti

semula. Untuk mempercepat penyembuhan luka, pasien dianjurkan untuk

menghindari aktivitas berat selama seminggu setelah operasi.

2.1.6 Efek samping laparoskopi

Meski laparoskopi relatif aman, prosedur ini tetap memiliki efek

samping. Sekitar 1-2 persen pasien yang menjalani laparoskopi mengalami

komplikasi ringan seperti infeksi, mual, muntah dan memar. Di samping itu,

ada juga beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi setelah menjalani bedah

laparoskopi:

1. Kerusakan pembuluh nadi besar.

2. Reaksi alergi serius akibat obat bius.

3. Penggumpalan di dalam pembuluh darah.

4. Kerusakan pada organ, seperti usus atau kandung kemih.

5. Masuknya karbondioksida ke dalam pembuluh darah sebagai efek

samping dari penggunaan gas.

2.2 Konsep Robotic Surgery Laparascopy

Selama beberapa tahun terakhir, operasi robotik telah populer karena

banyak keuntungannya dibandingkan operasi laparoskopi konvensional.

Perbedaan mendasar antara operasi laparoskopi dan robot konvensional


10

adalah cara ahli bedah mengontrol instrumennya. Ada pemetaan langsung

antara pengontrol utama ahli bedah dan lengan robot dalam operasi robot.

Namun, bedah laparoskopi konvensional memiliki pemetaan terbalik

(disebabkan oleh efek fulkrum/ titik tumpu): ahli bedah memindahkan

pegangan instrumen ke kiri (depan) untuk memindahkan ujung instrumen ke

kanan (belakang), penglihatan dua dimensi yang datar dan koordinasi tangan-

mata yang tidak wajar ini terkadang menjadi hambatan operator. Pelatihan

laparoskopi biasanya dilakukan dengan menggunakan simulator fisik, dan

baru-baru ini, realitas virtual dan simulator augmented reality. Simulator

semacam itu memenuhi kebutuhan khusus pelatihan laparoskopi. (Abdelaal

et al, 2018)

Bedah robotik memiliki potensi untuk mengatasi keterbatasan ini dan

telah meminimalisir operasi invasif pada banyak pasien. Bedah robotik juga

memberikan pandangan tiga dimensi, kebebasan bergerak tujuh derajat, dan

gerakan intuitif instrumen robot (Seung Jae et al, 2018), ketangkasan yang

lebih besar, dan presisi dalam manipulasi jaringan (Alizadeh et al, 2018).

Selain itu lengan robot memiliki kebebasan bergerak tujuh derajat

yang memungkinkan ahli bedah untuk melakukan prosedur yang lebih cermat

dan tepat. laparoskopi robotik memberikan pencitraan 3-dimensi berkualitas

tinggi dengan perbesaran, forceps multi-sambungan bergerak bebas, platform

kamera yang lebih ergonomis dan stabil dikontrol oleh ahli bedah.

Penanganan halus pendekatan bantuan robot dalam operasi laparoskopi

diyakini dapat memberikan prosedur bedah yang lebih aman. dan lebih efisien
11

daripada laparoskopi konvensional. Selain memberikan pandangan

mikroskopis yang jelas dari pembuluh darah dan saraf dengan pencitraan dan

pembesaran 3D, laparoskopi robotik memiliki instrumen multi-artikulasi,

yang memungkinkan ahli bedah untuk memanipulasi pembuluh darah dengan

hati-hati, dengan cepat mengontrol dan meminimalkan perdarahan.

Peniadaan tremor sepenuhnya dan peningkatan ketangkasan, laparoskopi

robotik juga membantu meminimalkan risiko perforasi organ visceral dan

luka yang terkontaminasi, yang merupakan faktor risiko utama untuk SSI (Ka

Ting Ng et al, 2018)

Bedah robot pertama kali diperkenalkan untuk mengatasi keterbatasan

operasi laparoskopi konvensional. Ini memberikan tampilan perbesaran

definisi tinggi tiga dimensi dari bidang operasi. Selain itu, ini juga dikaitkan

dengan keuntungan lain seperti peningkatan stabilitas, ketangkasan dan

presisi dengan peningkatan kebebasan bergerak dan penghapusan tremor.

Namun, terlepas dari banyak keuntungan teoretisnya; penerapan bedah robot

tetap terbatas terutama karena meningkatnya biaya yang terkait dengan

teknologi ini. Saat ini, hanya beberapa pusat di seluruh dunia telah

melaporkan pengalaman mereka dengan bedah robotic. Secara regional di

Asia Tenggara dan Australasia, pengalaman dengan bedah robotik tetap

terbatas dengan hanya sejumlah kecil pasien yang dilaporkan dalam literatur

sampai saat ini. (Goh et al, 2018)

Bedah laparoskopi robotik adalah pusat bagi teknologi baru di bidang

bedah. Perkembangan dalam operasi robotik telah merambah laparoskopi;


12

sebagai hasilnya, operasi laparoskopi dengan bantuan robot menjadi lebih

populer (Catchpole et al., 2016; Schiff et al., 2016). Pembedahan robot

berbeda dari pembedahan laparoskopi, karena ahli bedah duduk di depan

komputer menggunakan kontrol tangan untuk bermanuver dan memanipulasi

robot yang mana berbeda dengan memegang dan memanipulasi instrumen

secara pribadi. Bedah dengan bantuan robot semakin populer karena bukti

saat ini melaporkan lebih sedikit komplikasi pasca operasi dan waktu

pemulihan pasien yang lebih cepat dibandingkan dengan prosedur bedah yang

lebih konvensional (Aly, 2014; Broeders, 2014; Gill & Randall, 2017). Dalam

literatur, integrasi teknologi tersebut berada pada tahap awal, dengan bukti

terbatas yang menunjukkan manfaat jangka panjang (Gill & Randall, 2017;

Reza, Maeso, Blasco, & Andradas, 2010). Meskipun demikian,

meningkatnya laporan tentang bagaimana sistem bedah robotik memiliki

potensi untuk meningkatkan teknik bedah dan memastikan hasil pasien yang

positif telah berkontribusi pada popularitas pertumbuhan mereka (Allers et

al., 2016; Gill & Randall, 2017). Meskipun bedah robot umumnya dianggap

aman, dengan tingkat komplikasi keseluruhan yang rendah, lingkungan

perioperatif kompleks, dan strategi untuk menilai faktor risiko dan menjaga

keselamatan pasien bedah sangat penting. Pentingnya memastikan

keselamatan pasien secara luas didokumentasikan dalam literatur

keperawatan yang lebih luas (Braisaite, Kaunonen, & Suominen, 2015;

O'Brien, Andrews, & Savage, 2018); Namun, keselamatan pasien telah

mendapat perhatian terbatas dalam literatur yang membahas operasi yang


13

dibantu robot. Ahmed, Sutherland, Benjamin, Engel, dan Frazier (2012)

menyoroti risiko tambahan, unik untuk kasus bedah yang dibantu robot, di

mana perawat dalam pengaturan perioperatif perlu tetap waspada (Mathew et

al, 2018).

2.3 Peran Perawat

1. Pra operasi

 Mempersiapkan pasien

 Memasang IV line

 Mempersiapkan inform consent

 Mengecek hasil laboratorium termasuk hemoglobin, albumin, kreatinin,

trombosit

 Briefing, harus didorong oleh perawat untuk memaksimalkan

keselamatan pasien

 Perawat juga punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa ruang

operasi dalam keadaan aman untuk pemberian perawatan

 Mempersiapkan instrumen.

2. Intraoperasi

 Memonitor tanda tanda vital

 Perawat dalam mengatasi tantangan dengan integrasi kerja tim dan

intaroperatif komunikasi dalam meningkatkan keselamatan pasien

 Memasang ventilasi mekanis

 Mengontrol analgesik intravena dengan fentanyl untuk mengontrol rasa

sakit
14

 Perawat harus tetap waspada dalam mengantisipasi dan meminimalkan

resiko gangguan selama bantuan robot dan operasi laparaskopi di

pengaturan 14actor14rative

3. Pasca operasi

 Melakukan pengkajian ulang kemungkinan ada komplikasi seperti, mual,

muntah, sakit kepada dan sedasi

 Mengobservasi perdarahan / monitor perdarahan pasca operasi

 Memonitor tanda- tanda vital

 Perawat dalam pengaturan perioperatif memiliki tanggung jawab yang

meningkat untuk melanjutkan pengembangan professional dan tetap

waspada terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien

 Identifikasi dini dan pengolahan faktor penyebab.


15

2.4 PICOT

N Penulis Judul Populasi Intervensi Comparison Outcome Time


o.

1. Lee et The feasibility of 13,10, and robotic Laparoscopic Tidak ada From
al., robotic left-side 11 left-side dan open perbedaan yang June
hepatectomy with consecutiv hepatecto surgery signifikan dalam 2016
comparison of e patients my perkiraan to
laparoscopic and who kehilangan darah, April
open approach: underwent penerapan manuver 2018
consecutive series of robotic, Pringle, masa inap
single surgeon laparosco di rumah sakit,
pic, and jumlah suntikan
open left- analgesik IV, atau
side komplikasi pasca
hepatecto operasi antara
my kelompok robot dan
laparoskopi.
Kelompok robot
memiliki lebih
sedikit pasien yang
menerapkan
manuver Pringle
(8,3 vs 90,9%, p
<0,001), tinggal di
rumah sakit pasca
operasi yang lebih
pendek (7,0 vs 9,0
hari, p = 0,044), dan
lebih sedikit
menggunakan
analgesik IV (2,8 vs
8.2, p = 0.005)
daripada open
surgery

2. Fazl et Robotic versus Robotic Laparoscopic Gastrektomi lengan 30 hari


al., laparoscopic sleeve 70.298 sleeve sleeve robot memiliki
gastrectomy: a pasien gastrecto gastrectomy waktu operasi lebih
MBSAQIP analysis menjalani my lama dan dikaitkan
LSG dan dengan morbiditas
4781 pasca operasi yang
pasien lebih tinggi
menjalani termasuk
RSG kebocoran dan
infeksi di tempat
bedah. Laparoskopi
harus terus menjadi
pendekatan bedah
16

pilihan untuk sleeve


gastrectomy

3. Ramji Comparison of All Robotic- Laparoscopic Temuan ini -


et al., clinical and patients assisted dan open menunjukkan hasil
economic outcomes undergoin rectal rectal cancer perioperatif dan
between robotic, g elective surgery surgery jangka pendek yang
laparoscopic, and robotic- serupa antara
open rectal cancer assisted operasi robotik dan
surgery: early low pendekatan
experience at a anterior konvensional.
tertiary care center (LAR) or Bantuan robot
abdominal dikaitkan dengan
perineal penurunan
(APR) kehilangan darah
resections intraoperatif dan
for rectal konversi yang lebih
cancer at sedikit, meskipun
the dengan biaya
University keseluruhan yang
Health meningkat.
Network Mengingat
(UHN) in manfaat-manfaat
Toronto, ini, dan seiring
Canada, dengan
since the bertambahnya data
program’s dan pengalaman,
inception studi di masa depan
in 2011 diperlukan untuk
were sepenuhnya
identified. menentukan nilai
pendekatan robotik.

4. Chung Initial experience 30 pasien robotic Konvensiona RPS dapat diadopsi -


et al., with robotic yang pancreatic l laparotomy dengan aman
pancreatic surgery in menjalani surgery dengan tingkat
Singapore: single RPS konversi terbuka
rendah untuk
institution berbagai macam
experience with 30 prosedur termasuk
consecutive cases pancreaticoduodene
ctomy.

5 Kuwaba Clinical advantages 330 pasien Robotic gastrektomi Gastrektomi distal 30 hari
ra et al., of robotic dari 15 gastrecto laparoskopi dilakukan pada 253
gastrectomy institusi my konvensional (77,6%) pasien.
for clinical stage I/II , LG). Waktu operasi
gastric median dan
perkiraan
17

cancer: a multi- kehilangan darah


institutional adalah 313 menit
prospective single- dan 20 mL,
arm study masing-masing.
Tidak ada
mortalitas 30 hari
terlihat, dan
morbiditas
menunjukkan
penurunan yang
signifikan menjadi
2,45% dengan RG
(p = 0,0018).

6. Kong, The 52 robotic- conventional Bedah robot -


Ling, Comparati patients assisted laparoscopic memberikan pilihan
Wu, ve Study underwent surgery and trans- yang layak untuk
Zhou, & of Robotic robotic for abdominal perawatan bedah
Shao. Surgery, surgery cervical operations pasien kanker
Laparosco (RRH), cancer serviks. Ini
pic they were mempercepat
compared pemulihan kemih
Surgery
with 190 dan mengurangi
and
traditional kehilangan darah
Traditiona laparosco sampai batas
l pic tertentu tetapi
Laparoto surgeries memperpanjang
my in the (LRH) waktu operasi.
Treatment and 106 Namun kondisi ini,
of open mungkin
Cervical radical mendapatkan
Cancer hysterecto peningkatan
my mengikuti kurva
patients belajar Da Vinci.
(ORH

7. Chao et Robotic versus 556 rectal Robotic- Laparoscopic Robotic-assisted Antara


al., laparoscopic rectal cancer assisted surgery surgery for use in Maret
resection surgery: patients surgery 2010
who for use in colorectal cancer dan
Short-term outcomes
underwent untuk kanker dubur Juni
and complications: colorectal secara teknis aman
successful 2016,
A retrospective cancer: dan tidak secara
RAS and 556
comparative study The new signifikan pasien
1029 da Vinci meningkatkan kanker
patients Xi tingkat komplikasi. dubur
who yang
received Insiden komplikasi
menjal
LAS keseluruhan masih
ani
terkait dengan
RAS
lokasi tumor,
18

kondisi umum
pasien, dan

pendekatan bedah

8. Orsini From Laparoscopic Dua ratus robotic laparoscopic RRC menunjukkan


et al., Right Colectomy enam right right waktu yang lebih
with Extracorporeal kolektomi colectomi colectomies singkat untuk flatus
Anastomosis to kanan es (RRCs) (LRCs) pertama (P <0,001),
Robot-Assisted (RRC) dengan dengan tinja (P <0,001),
Intracorporeal robot Intracorpo extracorpore diet padat (P
Anastomosis to (hibrida real al <0,001), dan
Totally Robotic
Right Colectomy for dan total) anastomos anastomosis pengeluaran (P
Cancer: dengan IA is (IA) (EA) <0,001). Jumlah
The Evolution of dibanding kelenjar getah
Robotic kan bening yang
dengan dipanen adalah
Multiquadrant
160 23,13-11,2 di RRC
Abdominal kolektomi dibandingkan 20,5-
Surgery kanan 11,2 di LRC (P =
laparosko 0,031). Waktu
pi (LRC) operasi lebih lama
dengan dalam RRC (253,0-
EA 47 menit
dibandingkan
209,9-64 menit; P
<0,001), tetapi
konversi menjadi
terbuka (2,4%
banding 18,1%; P
<0,001), kebocoran
anastomosis (0,5%
berbanding 5%; P =
0,012), dan
perdarahan (0,3%
berbanding 4,4%; P
= 0,024) secara
signifikan lebih
jarang. Analisis
selanjutnya
menunjukkan tidak
ada peningkatan
yang signifikan
dalam waktu
operasi di TRRC
versus HRRC
(261,0-41 menit
dibandingkan
251,6-47,6 menit; P
= 0,310). Bahkan
jika tidak signifikan
19

secara statistik,
TRRC
menunjukkan
pemulihan fungsi
usus yang lebih
cepat dan toleransi
terhadap makanan
padat.
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Implikasi Penerapan Robotic Surgery

Robotic surgery pada laparoskopi sudah banyak digunakan dibeberapa

negara. Sebagai pertimbangan bahwa robotic surgery dapat meminimalkan

komplikasi perioperatif daripada prosedur bedah terbuka atau laparoskopi.

Pada kasus kanker, akurasi onkologis dari robotik untuk reseksi lambung,

pankreas, dan rectal dianggap memadai, hanya saja waktu operasi yang

umumnya lebih lama daripada prosedur laparoskopi dan open surgery. Tenaga

kesehatan harus secara aktif berkontribusi untuk pengembangan lebih lanjut

dari robotic surgery dan memulai studi komparatif berkualitas tinggi di bidang

ini, dikarenakan robotic surgery memiliki peran jangka panjang di masa depan

dalam operasi viceral (Fazl et al., 2018). Robotic surgery juga digunakan

karena memiliki visualisasi yang lebih baik dan akses yang diberikan dapat

membantuk menjaga fungsi saraf setelah operasi kanker rectal (Ramji et al.,

2016).

Waktu yang diperlukan dalam robotic surgery signifikan lebih lama

daripada pada open surgery karena beberapa hal. Pertama, docking robot

tambahan dan dedocking menambah panjang operasi. Kedua, pengalaman

dengan robotik dalam hepatektomi masih sedikit digunakan. Ketiga,

pertukaran instrumen robot yang sering diperlukan selama transeksi parenkim

karena kliping untuk ligasi cabang vena hepatika atau pedikel glissonian.

Instalasi dan pertukaran instrumen robot membutuhkan asisten yang

20
21

berpengalaman. Seperti yang telah dilaporkan, pelatihan yang memadai sangat

penting untuk memfasilitasi penggunaan peralatan bedah robotik (Lee et al.,

n.d.).

Lichosik et al. (2014) menjelaskan bahwa penerapan tindakan bedah

robotik tidak serta merta mengurangi beban kerja tenaga kesehatan khususnya

perawat, namun justru menambah panjang daftar pekerjaan dan kompetensi

yang harus dilakukannya. Pekerjaan perawat koordinator, srub nurse, dan

perawat sirkulator yang akan diambil alih oleh robot justru harus dioperasikan

oleh perawat yang memahami tentang kerja robotik dan uraian kerja pada tiga

peran perawat di kamar operasi. Setelah melakukan tindakan operasi, selain

harus mengisi garafik TTV dan mencatat inventaris alat operasi, perawat juga

harus melakukan inventaris instrumen robotik yang digunakan. Kondisi ini

menciptakan atmosfer kerja yang padat karya. Padahal jika berbicara tentang

operasi, tidak hanya kecepatan dan efisiensi waktu saja yang perlu ditingkatkan

namun juga keramahan, atmosfer ruangan yang menyenangkan, dan segala hal

lain yang menguntungkan pasien.

Tindakan pre operasi, intra operasi, dan post operasi yang mungkin

akan berubah jika diterapkannya operasi berbasis robotik ini adalah:

1. Pre operasi

Sebelum pasien masuk ruang operasi, perawat memastikan peralatan

robotik telah diatur dengan benar di ruang operasi. Pasien harus diposisikan

tertentu tergantung pada operasi apa akan dilakukan. Tempatkan posisi

pasien secara presisi, hati-hati beri bantalan pada semua titik tekanan, dan
22

aplikasi yang sesuai dari bahan anti-selip karena itu sangat penting untuk

mencegah cedera neuromuskuler. Perawat harus memastikan semua

instrumen bedah telah terpasang tepat atau tersedia pada tubuh robot.

2. Intraoperasi

Perawat harus memastikan selama tindakan, robot telah melakukan

pekerjaannya dengan benar. Apakah peralatan yang digunakan tepat?

Apakah Apakah robot menjalankan fungsinya dengan benar sebagai

penggati perawat di kamar operasi?

3. Post operasi

Perawat selain harus memastikan grafik TTV pasien terisi dengan benar,

juga harus memastikan apakah inventaris alat bedah sudah lengkap? Apakah

inventaris instrumen robotik juga lengkap?

Pada akhirnya, manusia adalah manusia dan robot adalah robot. Jika ditinjau

lebih jauh maka sebenarnya robot tidak mampu sepenuhnya menggantikan

manusia. Pelaksanaan tindakan bedah tidak hanya mengejar cepatnya waktu

tindakan saja namun kehadiran perawat dan tenaga kesehatan lain secara

utuh untuk menciptakan atmosfer tindakan yang nyaman dan

menguntungkan pasien juga sangat tidak kalah penting.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Laparascopy Robotic Surgery

3.2.1 Kelebihan laparoscopy robotic surgery

1. Lebih presisi

2. Nyeri dan mual pasca bedah minimal (Singh, 2017)

3. Trauma jaringan minimal


23

4. Perdarahan minimal

5. Kondisi rongga perut dapat dievaluasi dengan lebih jelas dan diperbesar

(zoom)

6. Proses penyembuhan pasien lebih cepat, lama rawat inap yang diperlukan

lebih singkat, toleransi makan dini, lebih cepat kembali pada aktivitas dan

tingkat infeksi luka yang lebih rendah (Nassir, Kashha, & Altrabolsi, 2017)

7. Risiko komplikasi infeksi luka operasi , perdarahan, dan perlengketan usus

lebih jarang terjadi (Khirallah, Eldesouki, Elzanaty, Ismail, & Arafa, 2017)

8. Kepuasan terhadap hasil operasi lebih tinggi

9. Perbesaran tiga dimensi dan lebih ergonomis.

10. Penggunaan robot juga meminimalisasi gangguan pembedahan akibat

getaran tangan dokter saat membedah atau menjahit untuk menutup luka.

3.2.2 Kekurangan laparoscopy robotic surgery

1. Biaya operasi lebih tinggi karena dibutuhkan alat dan keterampilan khusus

(Khan, Pishori, Tayeb, & Ali, 2010)

2. Risiko operasi

3. Waktu operasi yang berpotensi lama

4. Tidak bisa dilakukan bila sudah terjadi infeksi atau peradangan (Khirallah

et al., 2017) (Arafa, Lolah, Mohamed, & Abdelaty, 2014).


24

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Laparoskopi atau operasi lubang kunci adalah prosedur bedah minimal

invasif yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil di dinding perut.

Prosedur laparoskopi dilakukan untuk keperluan diagnosis atau pengobatan.

Saat ini laparoscopy mengalami pengembangan dibidang teknologi, salah

satunya robotic surgery Laparoscopy. Penggunaan robot juga meminimalisasi

gangguan pembedahan akibat getaran tangan dokter saat membedah atau

menjahit untuk menutup luka. Dalam penerapan penggunaan robot pada

Laparoscopy mampu meminimalkan trauma jaringa, perdarahan, nyeri dan

mual pasca bedah, selaon itu masa penyembuhan pasien lebih cepat, lama rawat

inap yang diperlukan lebih singkat, toleransi makan dini, lebih cepat kembali

pada aktivitas dan tingkat infeksi luka yang lebih rendah. Dalam praktik

keperawatan, pekerjaan perawat koordinator, srub nurse, dan perawat

sirkulator yang akan diambil alih oleh robot justru harus dioperasikan oleh

perawat yang memahami tentang kerja robotik dan uraian kerja pada tiga peran

perawat di kamar operasi.

4.2 Saran

Robotic Laparoscopy Surgery dapat menjadi salah satu inovasi dalam

hal pengembangan teknologi pembedahan, selain itu peran dan beban perawat

menjadi bertambah sehingga diperlukan pelatihan dan pengembangan sumber


25

daya manusia dalam memhami tentang kerja robotik dan uraian kerja pada tiga

peran perawat di kamar operasi.


26

DAFTAR PUSTAKA

Arafa, A., Lolah, M., Mohamed, M. S., & Abdelaty, M. (2014). Laparoscopic
versus open appendectomy in children. Menoufia Medical Journal, 27(2), 244.
https://doi.org/10.4103/1110-2098.141665

chao, Z., huaxing, L., peiwu, Y., chuan, L., hongchang, L., & bo, T. (2019). Robotic
versus laparoscopic rectal resection surgery: short-term outcomes and
complications: a retrospective comparative study. Surgical Oncology,
29(February), 71–77. https://doi.org/10.1016/j.suronc.2019.02.004

Chung, A. Y. F., Low, T.-Y., Chan, C.-Y., Goh, B. K. P., Ooi, L. L. P. J., & Lee,
S.-Y. (2018). Initial experience with robotic pancreatic surgery in Singapore:
single institution experience with 30 consecutive cases. ANZ Journal of
Surgery. https://doi.org/10.1111/ans.14673

Fazl, R., Shiri, A., Colette, L., Andreea, S. I., Marcelo, I. D., Brian, W. H., …
Nguyen, N. T. (2018). Robotic versus laparoscopic sleeve gastrectomy : a
MBSAQIP analysis. Surgical Endoscopy, 0(0), 0.
https://doi.org/10.1007/s00464-018-6387-6

Grace, Pierce A.;Borley, N. R. (2007). At a glance ilmu bedah jilid 3. Surabaya:


Erlangga.

Khan, M., Pishori, T., Tayeb, M., & Ali, R. (2010). Laparoscopic appendectomy
for acute appendicitis: Is this a feasible option for developing countries? Saudi
Journal of Gastroenterology, 16(1), 25. https://doi.org/10.4103/1319-
3767.58764

Khirallah, M. G., Eldesouki, N. I., Elzanaty, A. A., Ismail, K. A., & Arafa, M. A.
(2017). Laparoscopic versus open appendectomy in children with complicated
appendicitis. Annals of Pediatric Surgery, 13(1), 17–20.
https://doi.org/10.1097/01.XPS.0000496987.42542.dd

Kong, X., Ling, J., Wu, J., Zhou, H., & Shao, W. (2018). The Comparative Study
of Robotic Surgery, Laparoscopic Surgery and Traditional Laparotomy in the
Treatment of Cervical Cancer. Journal of Minimally Invasive Gynecology,
25(7), S50. https://doi.org/10.1016/j.jmig.2018.09.078

Kuwabara, S., Noshiro, H., Okabe, H., Uyama, I., Ehara, K., Takiguchi, S., …
Nakauchi, M. (2018). Clinical advantages of robotic gastrectomy for clinical
stage I/II gastric cancer: a multi-institutional prospective single-arm study.
Gastric Cancer, 0(0), 0. https://doi.org/10.1007/s10120-018-00906-8

Lee, S. J., Lee, J. H., Lee, Y., Kim, S. C., Hwang, D. W., Byung, K., … Lee, J. H.
(n.d.). The feasibility of robotic left-side hepatectomy with comparison of
27

laparoscopic and open approach: consecutive series of single surgeon.


https://doi.org/10.1002/rcs.1982

Lichosik, D., Caruso, R., & Granata, M. (2014). Nurses ’ role in robotic surgery.
European Oncology Nursing Society, 22–24.

Mehendale, V. G. (2013). Laparoscopic management of impalpable undescended


testes: 20 years’ experience. Journal of Minimal Access Surgery, 9(4), 149–
153. https://doi.org/10.4103/0972-9941.118822

Nassir, A. Y., Kashha, A. M., & Altrabolsi, A. H. (2017). Laparoscopic


Appendectomy between the Advantages and Complications : A Cross Section
Study, Jeddah, Saudi Arabia, 2016. The Egyptian Journal of Hospital
Medicine, 67(2), 660–665. https://doi.org/10.12816/0037818

Orsini, C., Contardo, T., Morpurgo, E., Tosato, S. M., Zerbinati, A., & Scotton, G.
(2018). From Laparoscopic Right Colectomy with Extracorporeal
Anastomosis to Robot-Assisted Intracorporeal Anastomosis to Totally
Robotic Right Colectomy for Cancer: The Evolution of Robotic Multiquadrant
Abdominal Surgery. Journal of Laparoendoscopic & Advanced Surgical
Techniques, 28(10), 1216–1222. https://doi.org/10.1089/lap.2017.0693

Ramji, K. M., Cleghorn, M. C., Josse, J. M., Macneill, A., Brien, C. O., Urbach, D.,
& Quereshy, F. A. (2016). Comparison of clinical and economic outcomes
between robotic , laparoscopic , and open rectal cancer surgery : early
experience at a tertiary care center. Surgical Endoscopy, 30(4), 1337–1343.
https://doi.org/10.1007/s00464-015-4390-8

Singh, V. K. (2017). Randomized Controlled Trial Comparing Open, Conventional,


and Single Port Laparoscopic Appendectomy. Journal of Clinical and
Diagnostic Research, 11(January 2014), 5–10.
https://doi.org/10.7860/JCDR/2017/25671.10762

Sjamsuhidajat, R., & Jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai