Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI DENGAN DIAGNOSA MEDIS


EFUSI PLEURA

Disusun Oleh :
Ayu Pratika Wati
( 2014901055)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/ 2021

4
Laporan Pendahuluan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Dx Medis

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang


terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam
jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan
jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan
antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung,
pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,
2008).

2. Etiologi Dx Medis
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis

 Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal


jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
 Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

5
 Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan
yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang
bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

6
3. Patofisiologi

Infeksi paru
TB,pneumonitis, abses
paru
Reaksi Ag-Ab
Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor
Merangsang mediator inflamasi

Tersumbatnya pembuluh darah vena


Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin dan getah bening

Vasoaktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan

Gangguan keseimbangan
tekanan Hidrostatik dan Onkotik Akumulasi cairan di rongga pleura

Meningkatkan permeabilitas membran


Inefektif bersihan jalan napas

Perpindahan cairan Efusi Pleura

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan


Rangsangan serabut inadekuat
saraf sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat Torakosintesis
Sesak napas WSD
Nyeri
Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya
kontinuitas jaringan

Perubahan nutrisi Kesulitan tidur

kurang dari kebutuhan Perlukaan


Gangguan pola
tidur kurang dari Port de entry
Intoleransi aktivitas
kebutuhan
Resiko tinggi
Nyeri terhadap infeksi

7
4. Manifestasi Klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani
di bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

8
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
g. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral
dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak
paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila
efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian
cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis.
Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
 Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
 Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
 Pemeriksaan hitung sel

9
h. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis
hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal
yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia
bakteri, infeksi virus, dan keganasan.

6. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi
ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif
paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang
boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita,
tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah
cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai
pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura
parietalis yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan
pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan
bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang
berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal
kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan

10
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada
hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer
yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai
gangguan elektrolit dalam tubuh.
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan
pleura yang lebih banyak.
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2. Water Seal Drainage


Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini
dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan 
pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh
darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat
lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan
hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari
terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang
berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :

11
4. Thorakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.
Indikasi untuk melakukan thorasintesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.
a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang
berada dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) Dapat terjadi pneumothoraks.

5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa publikasi
terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor
mediastinum.

B. Konsep Kebutuhan Dasaar Manusia


1. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya,
dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang
tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan
oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk

12
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Respirasi berperan dalam mempertahakan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil
pembakaran sel). Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan
dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan
upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.

2. ANATOMI FISIOLOGI OKSIGENASI


1.       Saluran Nafas Atas
a.    Hidung
       Terdiri atas bagian eksternal dan internal
         Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung
dan kartilago
         Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum
         Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
         Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia
         Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru
         Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
         Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghirup) karena
reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang
sejalandengan pertambahan usia.

b. Faring
         Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring
         Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan
laring (laringofaring)

13
         Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius
dan digestif

c. Laring
         Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
         Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
1. Epiglotis Adalah daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah
laring selama menelan
2. Glotis adalah ostium antara pita suara dalam laring
3. Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago
ini membentuk jakun (Adam's apple)
4. Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
5. Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
6. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
         Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
         Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batu

d. Trakea
o   Disebut juga batang tenggorok
o   Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

2. Saluran Nafas Bawah


a. Bronkus
o   Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
o   Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2
bronkus)
o   Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
o   Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki :
arteri, limfatik dan saraf

14
b. Bronkiolus
o   Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
o   Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan napas

c. Bronkiolus Terminalis
o   Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
(yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

d. Bronkiolus respiratori
o   Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
o   Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara
jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar


o   Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar
dan sakus alveolar
o   Dan kemudian menjadi alveoli

f. Alveoli
o   Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
o   Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar
akan seluas 70 m2
o   Terdiri atas 3 tipe :
1)      Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk
dinding alveoli
2)         Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik
dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
3)      Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-
sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

g. Paru-paru
o   Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
o   Terletak dalam rongga dada atau toraks
o   Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung
dan beberapa pembuluh darah besar
o   Setiap paru mempunyai apeks dan basis
o   Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura
interlobaris

15
o   Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
o   Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya
h. Pleura
o   Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis
o   Terbagi mejadi 2 :
1)      Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
2)      Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
o   Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis
pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu
bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan
toraks dengan paru-paru. Pada kondisi normal, terdapat 10ml
cairan di rongga pleura yang berfungsi sebagai pelumas.
o   Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,
hal ini untuk mencegah kolap paru-paru

Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:


a. Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui
saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga
dada naik/lebih besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan
pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume
rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
a.       Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1)      Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,
maka tekanan udaranya semakin rendah.
2)      Adanya kondisi jalan nafas yang baik.

16
3)      Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang di
sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b.      Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan
CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1)      Luasnya permukaan paru-paru.
2)      Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
3)      Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O²
dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
4)      Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus  dan mengikat HB.
c.       Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh
dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1)      curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2)      kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah secara
keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

3. ETIOLOGI
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi
menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan
dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan, kerusakan
neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi,
obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya
perubahan membrane kapiler-alveoli.

17
4.       PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke
paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).

5.       MANIFESTASI KLINIS


a.       Suara napas tidak normal.
b.      Perubahan jumlah pernapasan.
c.       Batuk disertai dahak.
d.      Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e.       Dispnea.
f.       Penurunan haluaran urin.
g.      Penurunan ekspansi paru.
h.      Takhipnea

6.       TANDA DAN GEJALA


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif
sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).

18
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea,
kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis, warna kulit
abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika
bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2013).

7. MASALAH KEBUTUHAN OKSIGEN


a.       Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat defisiensi oksigen.
b.      Perubahan Pola Nafas
1)      Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit karena
paru-paru terjadi emboli.
2)      Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3)      Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang terlalu
tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan
O2 dalam paru-paru.
4)      Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5)      Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup,
serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan O2.
6)      Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7)      Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri.
8)      Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
saluran nafas
c.       Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami ancaman,
terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif.Hal ini dapat disebabkan oleh
sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif
karena penyakit persarafan.
d.      Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2 maupun
CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

19
10.   PENATALAKSANAAN
a.       Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1)      Pembersihan jalan nafas
2)      Latihan batuk efektif
3)      Suctioning
4)      Jalan nafas buatan
b.      Pola Nafas Tidak Efektif
1)      Atur posisi pasien ( semi fowler )
2)      Pemberian oksigen
3)      Teknik bernafas dan relaksasi
c.       Gangguan Pertukaran Gas
1)       Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2)      Pemberian oksigen
3)      Suctioning

A.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.      PENGKAJIAN
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif
       1)      Data Subjektif
a)      Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b)      Pasien mengeluh batuk tertahan
c)      Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d)     Pasien merasa ada suara nafas tambahan
      2)      Data Objektif
a)      Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b)      Terdapat bunyi nafas tambahan
c)      Pasien tampak bernafas dengan mulut
d)     Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e)      Pasien tampak susah untuk batuk
b.        Pola nafas tidak efektif
          1)      Data Subjektif

20
a)      Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b)      Pasien mengatakan berat saat bernafas
2)      Data Objektif
a)      Irama nafas pasien tidak teratur
b)      Orthopnea
c)      Pernafasan disritmik
d)     Letargi
c.         Gangguan pernafasan gas
1)      Data Subjektif
a)      Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b)      Pasien mengeluh susah tidur
c)      Pasien merasa lelah
d)     Pasien merasa gelisah
2)      Data Objektif
a)Pasien tampak pucat
b)Pasien tampak gelisah
c)Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN


a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:
1)      Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau influenza.
2)      Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
3)      Sumbatan jalan nafas karena benda asing
b.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:
1)      Lemahnya otot pernafasan
2)      Penurunan ekspansi paru
c.       Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:
1)      Perubahan suplai oksigen
2)      Adanya penumpukan cairan dalam paru
3)      Edema paru

21
3.      PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa yang diangkat:
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b.       Ketidakefektifan pola nafas

c.       Gangguan pertukaran gas

NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


DX KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan 1.      Auskultasi dada untuk karakter 1.      Pernafasan rochi, wheezing
tindakan keperawatan bunyi nafas dan adanya secret. menunjukkan tertahannya secret
selama … x 24 jam obstruksi jalan nafas
diharapkan bersihan
jalan napas efektif 2.      Berikan air minum hangat 2.      Membantu mengencerkan secret
sesuai dengan kriteria:
1.      Menunjukkan jalan 3.      Memudahkan pasien untuk
nafas bersih 3.      Beri posisi yang nyaman seperti bernafas
2.      Suara nafas normal posisi semi fowler
tanpa suara tambahan 4.      Pakaian yang ketat menyulitkan
3.      Tidak ada penggunaan4.      Sarankan keluarga agar tidak pasien untuk bernafas
otot bantu nafas memakaikan pakaian ketat kepada
4.      Mampu melakukan pasien 5.      Kelembapan mempermudah
perbaikan bersihan pengeluaran dan mencegah
jalan nafas 5.      Kolaborasi penggunaan nebulizer pembentukan mucus tebal pada
bronkus dan membantu
pernafasan
2 Setelah dilakukan 1.      Kaji frekuensi pernafasan pasien. 1.      Mengetahui frekuensi
tindakan keperawatan pernafasan paasien
selama….X24 jam
diharapkan pola napas2.      Tinggikan kepala dan bantu
efektif dengan kriteria : mengubah posisi. 2.      Duduk tinggi memungkinkan
1.      Menunjukkkan pola ekpansi paru dan memudahkan
nafas efektif dengan pernafasan

22
frekuensi nafas 16-20 3.      Ajarkan teknik bernafas dan
kali/menit dan irama relaksasi yang benar 3.      HE dapat memberikan
teratur pengetahuan pada pasien tentang
2.      Mampu menunjukkan4.      Kolaborasikan dalam pemberian teknik bernafas
perilaku peningkatan obat 4.      Pengobatan mempercepat
fungsi paru penyembuhan dan memperbaiki
pola nafas
         
3 Setelah dilakukan 1.      Auskultasi dada untuk karakter 1.      Weezing atau mengiindikasi
tindakan keperawatan bunyi nafas dan adanya secret. akumulasi
selama ….X 24 jam sekret/ketidakmampuan
diharapkan pertukaran membersihkan jalan napas 
gas dapat sehingga otot aksesori digunakan
dipertahankan dengan dan kerja pernapasan meningkat.
kriteria :
1.      Menunjukkan 2.      Memudahkan pasien untuk
perbaikan ventilasi dan2.      Beri posisi yang nyaman seperti bernafas
oksigenasi jaringan posisi semi fowler
2.      Tidak ada sianosis 3.      Mengurangi konsumsi oksigen
3.      Anjurkan untuk bedrest, batasi dan pada periode respirasi.
          bantu aktivitas sesuai kebutuhan

4.      HE dapat memberikan


4.      Ajarkan teknik bernafas dan  pengetahuan pada pasien tentang
relaksasi yang benar. teknik bernafas

5.      Memaksimalkan sediaan oksigen


5.      Kolaborasikan terapi oksigen khususnya ventilasi menurun

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.EGC. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC

Nanda International (20013).Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.


Jakarta:EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

Tarwonto dan Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan AsuhanKeperaweatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai