Anda di halaman 1dari 14

Lampiran 1

Keputusan Direktur
Nomor : 1.A/1/DIR/029/VIII/RSI.CG-2016
Tanggal : 1 Agustus 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab
seorang (pasien) itu sendiri. Dengan demikian, sepanjang keadaan kesehatan
tersebut tidak sampai mengganggu orang lain, maka keputusan untuk mengobati
atau tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud sepenuhnya menjadi tanggung
jawab yang bersangkutan.

Tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk meningkatkan atau


memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang
tidak wajib diterima oleh pasien yang bersangkutan. Karena sesungguhnya
dalam pelayanan kedokteran, tidak seorangpun yang dapat memsatikan keadaan
hasil akhir dari dilakukannya pengobatan tersebut (uncertainty result) dank
arena itu tidak etis jika tindakan kedokteran dipaksaan kepada seorang pasien.
Jika pasien karena satu dan lain hal tidak dapat atau tidak bersedia menerima
tindakan kedokteran yang ditawarkan, maka sepanjang penolakan tersebut tidak
membahayakan orang lain, keputusan tersebut harus dihormati.

Hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
apabila terjalin kerjasama yang baik antara dokter dan pasien sehingga dapat
saling mengisi dan melengkapi. Dalam rangka menjalin kerjasama yang baik ini
perlu dilakukan ketentuan yang mengatur tentang perjanjian antara dokter
dengan pasien serta keluarganya sebagai penanggung jawab. Pasien menyetujui
(consent) atau menolak adalah hak pribadi pasien dan keluarga yang tidak boleh
dilanggar setelah mendapat informasi dari dokter terhadap hal-hal yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan tindakan kedokteran yang akan
diberikan kepadanya.
2. Tujuan
a. Sebagai acuan seluruh penyelenggara kesehatan di Rumah Sakit Islam
Cahaya Giri dalam melaksanakan persetujuan tindakan medis yang
diberikan kepada pasien.
b. Perlindungan terhadap Rumah Sakit Islam Cahaya Giri dari hukum dan
tindakan mal praktek
c. Sebagai alat bukti komunikasi antara dokter dan pasien dalam proses
penjelasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan kedokteran.

3. Pengertian
a. Suatu prosedur mengenai tata cara pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tindakan kedokteran yang dimaksud adalah suatu tindakan medik yang
dapat bertujuan preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang
dilakukan dokter terhadap pasien. .
c. Dokter penanggung jawab pelayanan dapat disebut juga sebagai DPJP.
d. Tindakan Invasif adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
e. Tindakan Kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan.
f. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
1) Ayah : ayah kandung, termasuk “ayah” adalah ayah angkat yang
ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum
adat
2) Ibu : Ibu kandung, termasuk “IBU” adalah ibu angkat yang
ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum
adat
3) Suami : seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan
seorang perempuan berdasarkan peraturan perundang-undanagn yang
berlaku.
4) Istri : seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan
seorang laki-laki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.. apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari satu istri
persetujuan atau penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.

g. Wali adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang
belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau
orang yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.

h. Induk Semang adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut
bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain, seperti pemimpin asrama
dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu
rumah tangga yang belum dewasa.

i. Gangguan mental adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang


secara klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi
kehidupan seseorang, mencakup gangguan mental berat, retardasi mental
sedang, retardasi mental berat, dementia senilis.

j. Pasien gawat Darurat adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badanya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
BAB II
TATA LAKSANA

Pemberian informasi dan penjelasan mengenai tindakan kedokteran yang akan


dilakukan kepada pasien adalah kewajiban dari dokter atau DPJP yang ditunjuk.
Penjelasan yang diberikan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan
dipahami atau dengan cara lain yang dapat dimengerti oleh pasien dan kelurganya.
Informasi yang diberikan meliputi :

1. Diagnosis dan tatacara tindakan kedokteran (contemplated medical


procedure)
2. Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan
3. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang
mungkin terjadi
4. Alternatif tindakan lain dan risikonya (alternative medical procedures and
risk)
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and wihtout
medical procedures)
6. Risiko atau akibat jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak
dilakukan
7. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan tingkat keberhasilan tindakan
kedokteran yang dilakukan.(purpose of medical procedure)
8. Informasi akibat yang biasanya terjadi setelah dilakukan tindakan kedokteran.

Dalam menetapkan dan persetujuan Tindakan kedokteran harus memperhatikan


ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan


sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter.
2. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika
memenuhi persyaratan dibawah ini :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk
tindakan kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (The consent must
be for what will be actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa
paksaan (Voluntary).
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh
seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memegang berhak
memberikannya dari segi hukum.
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah
diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
3. Kewajiban memberikan Informasi dan Penjelasan
Dokter yang akan melakukan tindakan medis mempunyai tanggung jawab
utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila
berhalangan informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat
diwakilkan sepengetahuan DPJP. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi, tanggung jawab berada ditangan DPJP.
Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti. Penjelasan tersebut dicatat dan didokumentasikan dalam
formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran dan disimpan dalam rekam
medis pasien dan mencantumkan tanggal, waktu, nama dan tanda tangan
kedua belah pihak.

Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :

1. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan pasien dapat meliputi :


a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut
b. Diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya
tindakan kedokteran.
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan
tindakan.
2. Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik ataupun rehabilitatif.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi.
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekuranganya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan.
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya. Perluasan tindakan yang tidak terdapat indikasi sebelumnya,
hanya dapat dilakukan untuk meneyelamatkan pasien. Setelah perluasan
tindakan kedokteran dilakukan, DPJP harus memberikan penjelasan
kepada pasien atau keluarga terdekat.
3. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua
risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran
yang dilakukan, kecuali :
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya
sangat ringan.
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(Unforeseeable)
4. Penjelasan tentang prognosisi meliputi :
a. Prognosis tentang hidup-matinya(ad vitam)
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)

Penjelasan diberikan oleh DPJP atau salah satu dari tim dokter Rumah Sakit
Islam Cahaya Giri. Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan
kedokteran tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak
sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan
persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran.
5. Pihak yang berhak memberikan persetujuan :
a. Pasien dewasa yang berumur lebih dari 21 tahun atau telah menikah,
dalam keadaan sadar dan sehat mental
b. Penderita dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan
diberikan oleh ayah/ibu kandung, wali/curator yang sah, saudara-
saudara kandung
c. Penderita dewasa yang berada dibawah kemampuan (curatele)
persetujuan diberikan oleh wali/curator

d. Penderita umur kurang dari 21 tahun dan tidak mempunyai orang


tua/wali dan atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan
oleh keluarga terdekat atau induk semang.

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap


(oral consent), tersurat (written consent) atau tersirat (implied consent).
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani atau dibubuhkan
cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut sudah diisi lengkap oleh DPJP
yang akan melakukan tindakan kedokteran atau oleh tenaga medis lain
yang diberi wewenang untuk kemudian yang bersangkutan
dipersilahkan membacanya atau jika dipandang perlu dibacakan
dihadapannya.

Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang


tidak mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang
diberikan dianggap meragukan maka dapat diminta persetujuan tertulis.

6. Ketentuan Pada Situasi Khusus


a. Tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup
(withdrawing/withholding life support) pada seorang pasien harus
mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
b. Persetujuan penghentian/penundaan bentuan hidup oleh keluarga
terdekat pasien diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim
dokter yang bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.
7. Penolakan Tindakan Kedokteran
a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan atau
keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang akan dilakukan.
b. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan
kedokteran adalah orang tua, keluarga, wali atau kuratornya.
c. Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau istri tidak diikut
sertakan menandatangani persetujuan tindakan kedokteran.
d. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima
informasi dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan
dokter maka orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medis
apapun yang akan dilakukan oleh DPJP.
e. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak
untuk memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan
kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan
tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab pasien.
f. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter
dengan pasien.
g. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap
saat, kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada
tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan.
h. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka
yang berhak menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga
tersebut atau anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya lebih
berhak sebagai wali.
i. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus
diberikan secara tertulis dengan menandatangani sesuai form yang
disediakan.
8. Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran
a. Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan
persetujuan tindakan kedokteran harus dicatat dalam rekam medis.
b. Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus
disimpan bersama-sama rekam medis
c. Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan
kedokteran menggunakan format dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi, tenaga
keperawatan bertindak sebagai salah satu saksi
2) Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
3) Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam
sebelum tindakan kedokteran.
4) DPJP yang memberikan penjelasan harus ikut membubuhkan tanda
tangan sebagai bukti bahwa telah memberikan informasi dan
penjelasan secukupnya.
5) Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf
harus membubuhkan cap jempol jari kanan.
9. Daftar Tindakan Kedokteran yang Memerlukan Persetujuan
Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
Tindakan kedokteran disini merupakan suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik. terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh
dokter terhadap pasien.
Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu yang dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan.
Berikut adalah tindakan-tindakan medis di Rumah Sakit Islam Cahaya
Giriyang memerlukan persetujuan ataupun Penolakan dari pasien dan
keluarga.
Lampiran 1
DAFTAR TINDAKAN MEDIS YANG MEMERLUKAN INFORMED
CONSENT
NO JENIS TINDAKAN
1 Aff Drain
2 Aff Heacting
3 Aff IUD
4 Appendictomy
5 Bius lokal (local anestesi)
6 Bius total (general anestesi)
7 Circumsisi
8 Curretage
9 Cystectomy
10 Debridement abses
11 Deep Lipoma (SAB)
12 Eksplorasi laparatomy
13 Eksisi
14 Eksisional biopsi
15 Ekstirpasi Polip
16 Ekstirpasi Miomectomy (SAB)
17 Ekstraksi
18 Foto Thorax
19 Heacting
20 Herniotomy
21 Histerectomy
22 Injeksi
23 Injeksi Antibiotik
24 Insisi
25 Insisional biopsi
26 Kistectomy ovarium
27 Lokal anestesi
28 Lobectomy
29 Miomectomy
30 Parotidectomy
31 Pasang IUD
32 Pungsi
33 Radikal histerectomy
34 Rectal Tucer
35 Reheacting
36 Simple mastectomy
37 Sub Total Lobectomy
38 Transfusi darah
39 Persalinan pervaginam spontan
40 Persalinan pervaginam dengan vakum
41 Persalinan pervaginam letak sungsang
NO JENIS TINDAKAN
42 Persalinan SC
43 Pasang Implan
44 Kuretase
45 Operasi Ginekologi (mioma, kista)
BAB III
DOKUMENTASI

1. Formulir persetujuan tindakan kedokteran

2. Formulir penolakan tindakan kedokteran


BAB IV
PENUTUP

Demikian panduan persetujuan tindakan kedokteran ini dibuat, semoga dapat


dipergunakan sebagai panduan di lingkungan Rumah Sakit Islam Cahaya Giri.

DIREKTUR,

dr. Dian Kania Sari, M.Kes


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Mulyohadi dkk. (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:


kedokteran

Capernito, Lynda juall (2000). Aplikasi pada Praktek Klinis. Diagnosis


Keperawatan, edisi keenam. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran. EGC

Republik, Indonesia (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit


(Patient safety): Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Republik, Indonesia(1996). Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang


Wajib Simpan Rahasia kedokteran

Utja, Adang Sudjono,dkk.(2006). Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran.


Jakarta: Konsil kedokteran Indonesia

Anda mungkin juga menyukai