Anda di halaman 1dari 11

REFERAT SKILL

KESEHATAN INDUSTRI DAN LINGKUNGAN

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN KECELAKAAN KERJA,

MELAKUKAN LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT

KERJA DAN PENANGANAN PERTAMA DI TEMPAT KERJA, SERTA

MELAKUKAN PELAPORAN PAK

OLEH:

Dafa Azmi Syauqi Shihab


201810330311054

SKILL 8

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN KECELAKAAN KERJA

Pada bab III undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 telah ditetapkan mengenai syarat-
syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang
menjalankan usaha, baik formal maupun informal yang dapat berubah seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kemudian hari. 1 Terdapat dua
penyebab umum kecelakaan yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe
condition (faktor lingkungan). Penelitian menyebutkan bahwa 80%-85% yang
menyebabkan kecelakaan adalah unsafe action. 2 Penelitian Krug pada tahun 1999
menyebutkan bahwa diperkirakan 5,8 juta orang meninggal karena cedera di seluruh
dunia pada tahun 1998. Hal ini setara dengan angka 0,98 per 1000 orang.

Risiko K3 yang dimiliki organisasi, baik besar maupun kecil tergantung pada sifat
dan jenis kegiatannya. Organisasi tersebut pasti telah menjalankan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja. Namun upaya tersebut berbeda dalam kualitas implementasinya.
Program K3 yang dijalankan oeh organisasi tradisional mungkin telah dilaksanakan
namun tidak dalam kerangka kesisteman yang baik, tidak beraturan dan acak,
sehingga hasil pencapaian kurang efektif. Sedangkan SMK3 yang diterapkan
organisasi menjadikan program implementasi tertata dalam kerangka kesisteman
yang baik sehingga memperoleh hasil yang lebih baik juga.

Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja,
maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi
kedua pihak. Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap
kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut. Bagi
perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat waktu yang terbuang pada saat
melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta biaya untuk melakukan proses
hukum atas kecelakaan kerja. (Ridley, 2008) Sumamur berpendapat bahwa
kecelakaan tidak mungkin terjadi secara kebetulan sehingga pasti ada sebab dibalik
setiap kecelakaan. Penting sekali agar suatu kecelakaan diteliti dan ditemukan
penyebabnya sehingga dapat dilakukan usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan
tersebut terulang kembali. Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi
peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum, mengurangi bahaya, serta
risiko yang dihasilkan dalam suatu kegiatan pekerjaan. Kecelakaan dapat dibagi
menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan
langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecelakaan sesungguhnya dan juga
kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka adalah sebuah kejadian yang
hampir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan dan hanya memiliki selang
perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan,
sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan kerusakan

PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis
atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja.
Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit
di antara pekerja yang terpajan. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang diatur dari
suatu aktivitas

Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:


1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik
diagnostik dan pemeriksaan penunjang.
2. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai
riwayat pekerjaansecara cermat dan teliti yang mencakup: Kapan pertama kali
bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang
digunakan,informasi bahan yangdigunakan (Material Safety Data Sheet/MSDS),
bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan mulai
timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,
cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan,kegemaran (hobi) dan
kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerjaa.
a) Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat
tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
b) Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerjac
c) Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit
di perusahaan
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan:
a) Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
b) Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostikklinis
c) Dugan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan
laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a) Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-pembacaan
standar ILO)
b) Pemeriksaan audiometric
c) Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang
memerlukan:
a) Kerjasama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
b) Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
c) Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitasdan lama pemajanan
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a) Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis,
kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerjaatau melalui pengamatan
(penelitian) yang relatif lebih lama
b) Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasihat (kaitan dengan
kompensasi
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level
of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
a) Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan
seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
b) Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene
perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan
kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata
kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung
tangan, dan sebagainya.
c) Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d) Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan
mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara
sempurna dan pendidikan kesehatan.
e) Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan
kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan
mencoba menempatkan keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah sebagai
berikut:
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan
bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD [ CITATION Sal15 \l 1057 ]
Pencegahan dan Penatalaksanaan Kecelakaan Kerja
1) Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja
Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja merupakan basis informasi
yang berhubungan dengan banyaknya dan tingkat jenis kecelakaan yang
terjadi ditempat kerja. Ada 2 ( dua ) tipe data untuk mengamati resiko
bahaya di tempat kerja
- Pengukuran resiko kecelakaan, yaitu mengkalkulasi frekwensi
kecelakaan dan mencatat tingkat jenis kecelakaan yang terjadi
sehingga dapat mengetahui hari kerja yang hilang atau kejadian fatal
pada setiap pekerja.
- Penilaian resiko bahaya, yaitu mengindikasikan sumber pencemaraan,
faktor bahaya yang menyebabkan kecelakaan, tingkat kerusakaan dan
kecelakaan yang terjadi. Misalnya bekerja di ketinggian dengan resiko
terjatuh dan luka yang diderita pekerja atau bekerja di pemotongan
dengan resiko terpotong karena kontak dengan benda tajam dan lain-
lain.
2) Pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja
Standar Opersional Prosedur adalah pedoman kerja yang harus
dipatuhi dan dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai instruksi yang
tercantum dalam SOP, perlakuan yang tidak benar dapat menyebabkan
kegagalan proses produksi, kerusakaan peralatan dan kecelakaan.
3) Pengendalian faktor bahaya di tempat kerja
Sumber pencemaran dan faktor bahaya di tempat kerja sangat
ditentukan oleh proses produksi yang ada, teknik/metode yang di pakai,
produk yang dihasilkan dan peralatan yang digunakan. Dengan mengukur
tingkat resiko bahaya yang akan terjadi, maka dapat diperkirakan
pengendalian yang mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan :
- Eliminasi dan Substitusi, yaitu mengurangi pencemaran atau resiko
bahaya yang terjadi akibat proses produksi, mengganti bahan
berbahaya yang digunakan dalam proses produksi dengan bahan yang
kurang berbahaya.
- Engineering Control, yaitu memisahkan pekerja dengan faktor bahaya
yang ada di tempat kerja, membuat peredam untuk mengisolasi mesin
supaya tingkat kebisingannya berkurang, memasang pagar pengaman
mesin agar pekerja tidak kontak langsung dengan mesin, pemasangan
ventilasi dan lain-lain.
- Administrative control, yaitu pengaturan secara administrative untuk
melindungi pekerja, misalnya penempatan pekerja sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya, pengaturan shift kerja, penyediaan alat
pelindung diri yang sesuai dan lain-lain.
4) Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja
Tenaga kerja adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang
harus dilindungi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan
perlu memberikan pengetahuan kepada tenaga kerja tentang pentingnya
pelaksanaan keselamatan kerja saat melakukan aktivitas kerja agar mereka
dapat melaksanakan budaya keselamatan kerja di tempat kerja.
Peningkatan pengetahuan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberi
pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada awal bekerja dan secara
berkala untuk penyegaran dan peningkatan wawasan. Pelatihan ini dapat
membantu tenaga kerja untuk melindungi dirinya sendiri dari faktor
bahaya yang ada ditempat kerjanya.
5) Pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja
Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui di tempat kerja, pada
kondisi tertentu tenaga kerja atau pengunjung tidak menyadari adanya
faktor bahaya yang ada ditempat kerja, untuk menghindari terjadinya
kecelakaan maka perlu dipasang rambu-rambu peringatan berupa papan
peringatan, poster, batas area aman dan lain sebagainya.
Selain upaya pencegahan juga perlu disediakan sarana untuk
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yaitu :
1. Penyediaan P3K
Peralatan P3K yang ada sesuai dengan jenis kecelakaan yang
mungkin terjadi di tempat kerja untuk mengantisipasi kondisi korban
menjadi lebih parah apabila terjadi kecelakaan, peralatan tersebut
harus tersedia di tempat kerja dan mudah dijangkau, petugas yang
bertanggung jawab melaksanakan P3K harus kompeten dan selalu siap
apabila terjadi kecelakaan di tempat kerja.
2. Penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat
Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja terkadang tanpa
kita sadari seperti terkena bahan kimia yang bersifat korosif yang
dapat menyebabkan iritasi pada kulit / mata atau terjadinya kebakaran,
untuk menanggulangi keadaan tersebut perencanaan dan penyediaan
perlatan / perlengkapan tanggap darurat di tempat kerja sangat
diperlukan seperti pemadam kebakaran, hidran, peralatan emergency
shower, eye shower dengan penyediaan air yang cukup, semua
peralatan ini harus mudah dijangkau. [ CITATION Mul18 \l 1057 ]
a. Pelaporan
1) Tujuan
- Perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja beserta
Kompensasinya
- Diperoleh data kecelakaan dan PAK
- Memudahkan identifikasi & analisis guna menemukan faktor
penyebab
- Dapat memberikan syarat perbaikan agar kecelakaan tidak terulang
kembali (Perencanaan)
- Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss)
2) Tata cara pelaporan
- Pengurus/pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja yang dipimpinnya baik yang telah mengikut sertakan
pekerjanya ke dalam program Jamsostek maupun yang belum.
- Kecelakaanyang dilaporkan terdiri dari:
o Kecelakaankerja
o Penyakit akibat kerja
o Kebakaran, Peledakan dan Bahaya Pembuangan Limbah
o Kejadian berbahaya lainnya 3.
- Melaporkan secara tertulis kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat
dalam waktu tidak lebih dari 2x24 jam sejak terjadi kecelakaan dengan
menggunakan formulir bentuk 3 KK2 A. (penggani bentuk KK2)
- Pelaporan dapat dilakukan secara lisan sebelum secara tertulis
Pengurus/pengusaha yang telah mengikuti program Jamsostek,
tatacara pelaporannya sesuai Permenaker No 05 tahun 1993 ttg Juknis
Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan
dan Pelayanan Jamsostek.
- Pengurus/pengusahayang belum mengikuti program Jamsostek,
tatacara pelaporannya sesuai Permenaker No. 04 tahun1993 ttg
Jaminan Kecelakaan Kerja.
3) Tindak lanjut pelaporan
a. Laporan kecelakaanyang diterima dilakukan pemeriksaan dan
pengkajian oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan dengan
menggunakan formulir:
 Lampiran II: untuk kecelakaan kerja
 LampiranIII: untuk Penyakit Akibat Kerja
 LampiranIV:untuk peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan
limbah
 LampiranV:untuk bahaya lainnya
b. Dinas Ketenagakerjaan Kab/Kota menyusun analisis laporan
kecelakaan (setiap akhir bulan), menggunakan formulir Lampiran VI,
dan dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi
c. Dinas Ketenagakerjaan Provinsi menyusun analisis laporan kecelakaan
(setiap bulan), menggunakan formulir Lampiran VII, dan dilaporkan
ke Menteri Tenaga Kerja.
d. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans menyusun analisis laporan
kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional. [ CITATION
Eng15 \l 1057 ]
DAFTAR PUSTAKA
Engineering Safety Prime. (2015). Sistim Pelaporan Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja.

Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Tahun 2016

Salawati, L. (2015). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 2, 91-95.

Setiyadi. (2012). Analisis Faktor Resiko Penyebab Kecelakaan Kerja Jatuh pada
Proyek Konstruksi di Jabodetabek.

Permenaker No. 03/Men/1998 tentang Tata Cara Pelaporan & Pemeriksaan


Kecelakaan

Umamah, dkk. 2015. Analisis Upaya Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan


Kerja Pada Sebuah Pabrik Semen di Tuban. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Vol 3(3)

Anda mungkin juga menyukai