Anda di halaman 1dari 13

MEDIASI DI TINJAU DARI

ANTROPOLOGI HUKUM

KELOMPOK 5
Tondi Silalahi
Ibnu Hibban
Muhammad Dasilva HK22D
Alghiffari
Wielda.MD.
Jordan Saputra
AlFath Nashrullah
Firdausiy
LATAR
Model BELAKANG
Antropologi Hukum yaitu holistik dengan latar
belakang budaya hukum dari masyarakat setempat. Ini
memberikan gambaran bahwa hukum tidak hanya dilihat pada
persoalan berundangan (normatif) atau hukum adat melainkan
ada peran budaya. Peran tersebut dapat dilihat dari cara
menyelesaikan masalah dengan budaya yang tertanam.
Hukum tidak bisa melihat nilai budaya tersebut tanpa
mempelajari Antropologi Hukum sebab pendekatan dari
MEDIASI
Menurut John W.Head, mediasi adalah suatu prosedur
penengahan dimana seseorang bertindak sebagai “kendaraan”
untuk berkomunikasi antar pihak, sehingga pandangan mereka
yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan
mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama
tercapainya suatu perdamaian tetap berada ditangan pihak
sendiri. Dari definisi tersebut, mediator dianggap sebagai
Dalam praktik, sebagai bagian dari proses mediasi, mediator berbicara secara
rahasia dengan masing-masing pihak. Disini mediator perlu membangun
kepercayaan para pihak yang bersengketa lebih dahulu. Banyak cara yang
dapat dilakukan mediator untuk menanamkan kepercayaan, misalnya dengan
memperkenalkan diri dan melakukan penelusuran kesamaan dengan para
pihak. Kesamaan tersebut mungkin dari segi hubungan kekeluargaan,
pendidikan, agama, profesi, hobi, dan apa saja yang dirasa dapat
memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan. Cara praktik itu
tampaknya kemudian dituangkan dalam Perma No. 02/2003 Pasal 9 ayat (3):
"Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus." Pengertian
kaukus disebutkan dalam Pasal 1 butir 4, yaitu: "Pertemuan antara mediator
dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya." Pembicaraan atau
diskusi-diskusi tersebut dilakukan tanpa adanya prasangka.
MEDIATOR

Dalam PP No. 54/2000 ditentukan kriteria untuk menjadi mediator lembaga penedia
jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yaitu:
A. Cakap melakukan tindakan hukum.
B. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
C. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang lingkungan hidup
paling sedikit 5 (lima) tahun.
D. Tidak ada keberatan dari masyarakat (setelah diumumkan dalam jangka waktu
satu bulan) dan
E. Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.
Penyebutan kriteria atau persyaratan sebagai mediator secara terperinci menjadi
sangat penting (krusial) karena dalam Perma No. 02/2003 hal itu tidak diatur. Oleh
MEDIASI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF
ANTROPOLOGI HUKUM
Jika ditinjau dari perspektif antropologi hukum, mediasi bisa digunakan
sebagai praktik sosial yang bersumber dai rakyat itu sendiri. pada banyak
budaya, mediasi telah digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan
konflik serta mempertinggi korelasi antara individu dan kelompok. Dalam
konteks hukum, mediasi sering digunakan sebagai cara lain untuk proses
pengadilan formal dalam menyelesaikan konflik. Pada mediasi, mediator
atau juru mediasi yang umumnya berlatar belakang hukum bekerja buat
membantu para pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan yang
saling menguntungkan. Mediasi disebut lebih cepat dan lebih murah
daripada pengadilan formal, serta memungkinkan pihak-pihak yg
Dilihat dari antropologi hukum, mediasi dipandang menjadi bentuk aturan
yang terbuka dan fleksibel, yang memungkinkan masyarakat untuk
menyesuaikan diri dan menjadikan praktik hukumnya sendiri. sebagai
praktik hukum yang sifatnya partisipatif, mediasi memungkinkan pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik untuk berpartisipasi pribadi dalam proses
penyelesaian serta membuat hasil yang sejalan menggunakan nilai serta
kepentingan mereka. Oleh karena itu, mediasi dapat menjadi alternatif yang
lebih cocok bagi masyarakat yang memiliki nilai-nilai partisipatif dan
demokratis. Dalam budaya-budaya yang memiliki sistem hukum adat,
mediasi telah menjadi bagian dari tradisi hukum yang telah berlangsung
selama berabad-abad. Dalam masyarakat adat, mediasi biasanya dilakukan
oleh tokoh-tokoh adat atau orang yang dihormati dalam masyarakat sebagai
Akan tetapi, pada konteks modern, mediasi menjadi semakin terkenal
sebagai cara lain untuk penyelesaian sengketa yang lebih efektif dan efisien
daripada melalui proses peradilan formal. Mediasi memungkinkan para
pihak yang terlibat dalam sengketa untuk memiliki kendali lebih besar atas
hasil akhir, daripada bergantung pada keputusan hakim atau juri. Dalam
perspektif antropologi hukum, mediasi juga bisa dianggap sebagai sebuah
proses interaksi sosial yang melibatkan kebudayaan, adat, nilai, serta
hukum. Dalam mediasi, mediator wajib memahami budaya serta nilai-nilai
yang mendasari konflik tersebut untuk dapat mencari solusi yang sinkron
menggunakan kebutuhan serta kepentingan untuk semua pihak yang
terlibat.
Pada beberapa kasus, mediasi juga bisa membantu untuk memperkuat dan
mempertahankan sistem hukum norma yang sudah menjadi bagian integral
dari masyarakat. Sebaliknya, mediasi juga bisa menghadirkan tantangan
bagi hukum modern yang sudah diimplementasikan oleh negara, sebab
proses mediasi sering sekali menyebabkan ketidakpastian pada hal
penyelesaian sengketa. Jadi, mediasi dapat dilihat sebagai sebuah proses
yang sangat kompleks dan bergantung di konteks budaya dan sosial yg
melibatkan kepentingan asal berbagai pihak. Namun, melalui pendekatan
antropologi hukum, mediasi dapat dilihat sebagai sebuah upaya yang
berharga dalam menciptakan perdamaian serta keadilan dalam warga.
Proses Penyelesaian Sengketa Menggunakan Cara Mediasi
Mediator dalam menjalankan tugasnya berada di tengah-tengah
para pihak yang bersengketa, berada pada posisi netral serta tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa dan harus mampu
menjaga kepentingan pihak yang bersengketa secara adil dan sama,
sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang
bersengketa. Berikut beberapa tahapan mediasi :
A. Memulai Proses Mediasi E. Menganalisa Penyelesaian Pilihan
B. Merumuskan Masalah dan Sengketa
Menyusun Agenda F. Proses Tawar-Menawar Akhir
C. Mengungkapkan kepentingan G. Mencapai Kesepakatan Formal
tersembunyi
D. Membangkitkan Pilihan
Penyelesaian Sengketa
Contoh Kasus
Dalam kasusnya pada tahun 1998 KAN Talago Gunung Kecamatan Baringin memutuskan
seorang warga bernama Jamalis bersalah melakukan perbuatan sumbang salah karena
memasuki rumah seorang perempuan yang bukan muhrimnya Kemudian pada 22 Maret
2004 KAN Air Tabit Kecamatan Payakumbuh Timur mengeluarkan keputusan tentang
pemberian sanksi adat kepada A M Dt Panduko Sati karena dianggap telah melakukan
perbuatan dagodagi dalam kasus pembongkaran rumah adat.
Di Pasaman ada seorang janda yang diberi sanksi dibuang sepanjang adat karena terbukti
ada laki-laki setiap pagi turun dari rumah janda tersebut. Setelah ditegur beberapa kali
perilaku sumbang salah itu tetap berlangsung sehingga akhirnya lembaga adat
melaksanakan rapat dan memberi sanksi adat kepada janda tersebut.
Upaya penyelesaian sengketa di Aceh melalui peradilan adat yaitu di Peradilan Gampong,
hal ini dianggap sebagai peradilan adat yang hadir di dalam masyarakat adat dan
keberadaannya dipertimbangkan sebagai alternatif pemberi keadilan di samping lembaga
peradilan formal. Sejalan dengan 2 kasus diatas bahwa pada masyarakat sangat menghargai
sistem nilai, norma, politik ekonomi dan keyakinan dari masyarakat dalam memilih model
penyelesaian sengketa dimasyarakat. Paling tidak ada 2 yang dikenal dalam masyarakat
yakni : Institusi Tradisional dan Institusi Negara. Jadi dalam kajian antopologi hukum,
aspek yang dapat dilihat dalam penyelesaian sengketa sebenarnya dilihat bagaimana
Kesimpulan
Dilihat dari segi positifnya dapat
disimpulkan bahwa Aspek antropologi dalam
lingkup mediasi sangat bermanfaat untuk
dikaji serta dipelajari oleh para penegak
hukum, sebab secara umum bahwa hukum
secara nasional tidak terbentuk begitu saja
tanpa ada pengaruh dari perspektif
masyarakat. Terlebih lagi bagi wilayah
indonesia yang tidak lepas dari corak adat
yang masih sangat kental berlaku diwilayah
masing-masing. Dengan mediasi ditinjau dari
antropologi hukum ini tentu akan menambah
serta membuat aspek keadilan terwujud.
Adapun segi negatifnya yaitu perselisihan
hebat yang tidak terkontrol dan bahkan dapat
menimbulkan pertengkaran yang berakhir
permusuhan di antara dua pihak yang
Thank You
for
listening!

Anda mungkin juga menyukai