Dosen Pengampu :
Oleh :
Ananda Diaz Perkasa
19.04.099
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul “Kinerja Pendampingan
Kemasyarakatan dalam Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kota Bandung”. Proposal ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif.
Peneliti menyadari bahwa Proposal ini dapat terselesaikannya tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu peneliti menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si selaku dosen pengampu yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama proses penulisan proposal.
2. Keluarga serta teman-teman yang selalu mendoakan dan memberi dukungan.
3. Pihak-pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Proposal ini benar-benar karya saya, atas bantuan arahan pembimbing. Oleh karena
itu, peneliti bertanggungjawab terhadap seluruh isi proposal ini. Akhirnya, semoga proposal
ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam penambahan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang profesi pekerjaan sosial.
peneliti
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak adalah bagian warga negara yang harus dilindungi karena mereka
merupakan generasi bangsa yang dimasa dating yang akan melanjutkan kepemimpinan
bangsa Indonesia (Arliman, 2018). Setiap anak disamping wajib mendapatkan
pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral
sehingga mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa dan negara,
sesuai dengan ketentuan konfrensi hak anak (Convention on the rights of the child)
yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yang mengatur prinsip perlindungan
hukum terhadap anak (Priamsari, 2019), berkewajiban untuk memberikan
perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu bentuk
perlindungan anak oleh negara diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus
bagi anak yang berhadapan dengan hokum (Simbolon, 2016).
Sistem peradilan Pidana Khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi
kepentingan masa depan anak dan masyarakat yang didalamnya terkandung prinsip
prinsip keadilan restorative (restorative justice) (Pramukti & SH & Fuady
Primaharsya, 2018). Pada kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum, hak anakpun
seharusnya di perhatikan dan terpenuhi, namun pada kenyataannya seringkali hak anak
diabaikan, misalnya di tingkat awal proses hukum tanpa didampingi orangtua atau
bantuan hukum ketika pemeriksaan di kepolisian atau saat pembuatan berita acara,
untuk itulah perlu adanya pendampingan dari Pembimbing kemasyarakatan agar hak
anak dalam proses hukum dapat terpenuhi (Lefaan & Suryana, 2018). Semakin hari
semakin banyak kasus pidana yang dilakukan oleh anak baik kuantitas dan
kualitasnya, terutama banyak kasus yang terjadi berhubungan dengan Narkotika dan
pelecehan seksual atau asusila. Ini sangat meresahkan bangsa, karena disamping anak
sebagai individu juga anak sebagai penerus generasi bangsa, untuk itu penyimpangan
yang pernah dilakukannya perlu ada yang membimbing dan mendampingi agar si anak
kembali kejalur yang lurus dan benar sesuai yang diharapkan (Mubarak et al., 2014).
Anak yang Berhadapan dengan Hukum bukan berarti dia sebagai sampah
masyarakat atau anak yang tidak berguna, tapi perlu ada orang atau lembaga yang
peduli membimbing dan mendampingi agar kelak menjadi anak yang berguna untuk
bangsa dan negara. Banyak tindak pidana yang dilakukan oleh anak akibat kurang
mendapat perhatian orang tua disamping perkembangan tehnologi telepon genggam
yang semakin canggih di kota Bandung dan sekitarnya. Faktor lingkungan teman
sebaya sangat mempengaruhi sikap anak dalam bergaul
Harapan peneliti kedepannya, para anak yang berhadapan dengan hukum bisa
menjadi individu yang baik lagi dan sadar akan setiap perlakuan menyimpang akan
ada konsekuensinya yang mana terdapat pada Undang-undang yang berlaku di
Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Kinerja Pembimbing
Kemasyarakatan Dalam Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kota Bandung ?”. Selanjutnya
rumusan masalah tersebut difokuskan pada :
1. Bagaimana karakteristik subjek ?
2. Bagaimana potensi subjek ?
3. Bagaimana proses pelayanan yang diberikan subjek ?
3. Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari :
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk memperkaya khazanah pengetahuan pekerja sosial khususnya
dalam pelayanan menangani Anak Berhubungan dengan Hukum (ABH)
1.3.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktik diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam memecahkan/menghadapi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam
melakukan pelayanan sosial serta menjadi bahan pertimbangan bagi stakeholders
dalam membuat kebijakan/program bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL
N Judul
o Peneliti Penelitian Konsep Metode Hasil
a) Menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum atau tindak
pidana
b) Menasehati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baik
c) Menghubungi dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau pihak tertentu
dalam menyalurkan minat dan bakat klian sebagai tenaga kerja, untuk kesejahteraan
masa depan klien tersebut.
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa salahsatu fungsi pendamping ataupun
pembimbing kemasyarakatan adalah fasilitator. Selain daripada itu pembimbing
kemasyarakatan juga berfungsi sebagai advokator dimana pembimbing kemasyarakatan
senantiasa hadir sebagai pembela anak yang berstatus sebagai pelaku tindak pidana namun
tidak berarti pembimbing kemasyarakatan membela atas dasar ketidaksalahan pelaku tetapi
fungsi pembimbing kemasyarakatan disini untuk menyuarakan bahwa tindakan anak sebagai
pelaku disini bukanlah merupakan tindak kejahatan tetapi merupakan kenakalan remaja dan
tidak diperlukan untuk memidanakan anak layaknya orang dewasa. Sebuah tindakan
penangkapan, penahanan, ataupun memidanakan anak hanya bisa dilakukan bila sesuai
dengan hukum dan pemidanaan dilakukan sebagai upaya terakhir.
a. Identitas klien
b. Identitas orang tua klien
c. Gambaran tindak pidana yang disangkakan pada klien seperti:
Hal ini dilakukan untukmendapatkan kepentingan terbaik bagi kedua belah pihak agar
pelaku dan korban serta keluarga bersedia dan bersepakat untuk dilakukannya diversi.
Pembimbing Kemasyarakatan bersama-sama dengan penyidik wajib mendatangkan pelaku,
korban, keluarga pelaku, dan korban, pekerja sosial professional.
Pada dasarnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas Balai Pemasyarakatan adalah
pengawasan terhadap tingkah laku terpidana sehari-hari, misalnya mabuk-mabukan dan suka
kebut-kebutan. Balai Pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugasnya membantu Kejaksaan
untuk mengawasi dan sekaligus membina terpidana. Setelah menerima P-51, petugas Balai
Pemasyarakatan untuk langkah pertama mendatangi anak terpidana ke rumahnya dan
diadakan suatu wawancara yang mencakup keadaan orang tuanya, pendidikan, keadaan
keluarga (familinya), keadaan lingkungan masyarakat, selain itu petugas Balai
Pemasyarakatan juga mengadakan pendekatan dengan lurah atau kepala desa, serta diberikan
blanko kepada lurah atau kepala desa dalam rangka ikut mengawasi anak terpidana selama
menjalani masa percobaan yang ditetapkan, blanko perkembangan itu dikirimkan kembali
kepada Balai Pemasyarakatan dan dilanjutkan kepada Kejaksaan.
Menurut UU No. 10 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pengertian
Anak Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang
menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak Berhadapan
dengan Hukum adalah seseorang yang berusia dibwah 18 tahun yang berurusan dengan
sistem hukum karena diduga atau dituduh terlibat dalam pelanggaran atau tindak kejahatan.
1. Anak yang berkonflik dengan hukum: anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh tindak pidana.
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,dilihat,
dan/atau dialaminya sendiri.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum
adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan saksi tindak pidana. Masalah anak merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan
dari proses dan perkembangan pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita
tinggi dan masa depan cemerlang guna menyongsong dan menggantikan pemimpin-
pemimpin bangsa Inonesia.
Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori
perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:
1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah,
atau kabur dari rumah;
2. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh
orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang
berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan langsung dengan tindak pidana,
baik itu sebagai korban maupun saksi dalam suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari
perilaku atau perbuatan melawan hukum anak dan orang dewasa yang tidak bisa
disamakan, dimana sebuah perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu
perbuatan hukum, namun untuk orang dewasa itu bukan perbuatan melawan hukum,
maupun sebaliknya. Menurut Undang-Undang SPPA Pasal 71 Ayat (1) pidana pokok
untuk anak yang berhadapan dengan hukum yaitu;
1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a) Pembinaan di luar lembaga
b) Pelayanan masyarakat; atau
c) Pengawasan
3. Pelatihan kerja
4. Pembinaan dalam lembaga; dan
5. Penjara
1. Perlindungan
Meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang
membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis
2. Keadilan
Setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
3. Nondiskriminasi
Tidak ada perlakuan yang berbeda berdasarkan ras, suku, budaya, agama, golongan,
jenis kelamin, etnik, Bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi
fisik dan/atau mental anak.
4. Kepentingan terbaik bagi anak
Segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang anak.
5. Penghargaan terhadap pendapat anak
Penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya daam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupn
anak.
6. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak
Hak asasi yang mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orang tua.
7. Pembinaan dan pembimbingan pada anak
Kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melekatkan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, professional, serta Kesehatan
jasmani dan rohani anak baik didalam maupun diluar proses peradilan pidana. Yang
dimaksud pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, pelatihan keterampilan
prtofesional serta Kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
8. Proporsional
Segala perlakuan pada anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi
anak.
9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
Merupakan upaya terakhir adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas
kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.
10. Penghindaran pembalasan
Prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.
Menurut konvensi hak anak dalam Alit Kurniasari (2009) perlindungan khusus bagi
anak-anak dalam konflik dengan hukum (children in conflict with law), agar mereka:
Pengertian pelayanan sosial pada point pertama sering digunakan oleh Negara-
negara maju. Sedangkan point kedua sering digunakan oleh Negara negara
berkembang. Di Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas
yang terorganisir, betujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat hubung an
timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai
melalui teknik dan metode yang diciptakan melalui tindakantindakan koorperatif
untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi.
Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, Menurut Creswell (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan
memahami problem manusia atau sosial berdasarkan gambaran holistik, rangkaian kata dan
kalimat serta laporan informan yang dilakukan pada setting atau kondisi natural. Dalam
penelitian ini permasalahan manusia dan sosial yang akan diteliti secara holistik adalah
pelayanan sosial yang diberikan oleh pembimbing kemasyarakatan dimana Anak Berhadapan
dengan Hukum akan menjadi informan utama dalam penelitian ini, penelitian ini juga
dilakukan dalam setting yang bertempat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Kota Bandung
Menurut (Moleong, 2005 : 324) untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan, pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada
empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (Credibility), Keteralihan
(Transferability), kebergantungan (Dependability), dan kepastian (Conformability). Dalam
penelitian ini kredibilitas data di periksa melalui teknik pemeriksaan keabsahan yang
dilakukan dengan cara trianggulasi, hal ini dilakukan dengan membandingkan jawaban yang
diberikan informan kunci dan informan pendukung lainya, melakukan crosscheck antara
jawaban subjek dengan dokumen dokumen yang tersimpan dibalai, dan pengajuan pertanyaan
yang sama atau mirip pada waktu yang berbeda
AB, Syamsuddin. 2016. Paradigma Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Makassar:
Shofia
Aziz, Aminah. 1998. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Medan: USU Press
Djamil, M. Nasir. 2003. Anak Bukan Untuk Dihukum Catatan Pembahasan Undang-undang
Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta: Sinar Grafika
Herlina, Apong. 2014. Perlindungan Terhadapn Anak Berhadapan dengan Hukum. Jakarta;
Vol3
Iskandar. 2021. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Aparat Penegak Hukum Dalam
Pencegahan Pengulangan Tindak Pidana di Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang
melalui https://ipkemindosumsel.com/2021/07/01/peran-pembimbing-
kemasyarakatan-sebagai-aparat-penegak-hukum-dalam-pencegahan-pengulangan-
tindak-pidana-di-balai-pemasyarakatan-kelas-i-palembang/
Karim, A Sumarsono. 2011. Peran Pembimbing Kemasyarakatan. Jakarta: Direktorat Jendral
Pemasyarakatan
Krisna, Liza Agnesta. 2015. Hasil Penelitian Kemasyarakatan Sebagai Dasar Pertimbangan
Hakim dalam Pengadilan Anak.
Melalui https://media.neliti.com/media/publications/240399-hasil-penelitian-
kemasyarakatan-sebagai-d0a0c52f.pdf
Muhammad, Rusli. 2007. Kapita Selekta Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta
Nashriana.2012 Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Pramukti, Angeer Sigit dan Fuady Primaharsya. 2015. Sistem Peradilan dan Pidana Anak,
Yogyakarta: Pustaka Yustisa
Setiawan, H. H. 2018. Reintegrasi: Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak yang Berkonflik
Dengan Hukum. Yogyakarta: Deepublish
Setya, Wahyudi, 2011. Iplementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem PeradilanPidana
Anak di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing
Wadong, Hasan Maulana. 2000. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta :
Gramedia.