Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

KINERJA PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PELAYANAN SOSIAL


ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI LEMBAGA
PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) KELAS II
KOTA BANDUNG

Disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah


metode penelitian pekerjaan sosial kualitatif

Dosen Pengampu :

Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si

Oleh :
Ananda Diaz Perkasa
19.04.099

PROGRAM STUDI  SARJANA TERAPAN PEKERJAAN SOSIAL

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul “Kinerja Pendampingan
Kemasyarakatan dalam Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kota Bandung”. Proposal ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif.

Peneliti menyadari bahwa Proposal ini dapat terselesaikannya tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si selaku dosen pengampu yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama proses penulisan proposal.
2. Keluarga serta teman-teman yang selalu mendoakan dan memberi dukungan.
3. Pihak-pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Proposal ini benar-benar karya saya, atas bantuan arahan pembimbing. Oleh karena
itu, peneliti bertanggungjawab terhadap seluruh isi proposal ini. Akhirnya, semoga proposal
ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam penambahan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang profesi pekerjaan sosial.

Bandung, 10 Okotober 2022

peneliti
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak adalah bagian warga negara yang harus dilindungi karena mereka
merupakan generasi bangsa yang dimasa dating yang akan melanjutkan kepemimpinan
bangsa Indonesia (Arliman, 2018). Setiap anak disamping wajib mendapatkan
pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral
sehingga mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa dan negara,
sesuai dengan ketentuan konfrensi hak anak (Convention on the rights of the child)
yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yang mengatur prinsip perlindungan
hukum terhadap anak (Priamsari, 2019), berkewajiban untuk memberikan
perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu bentuk
perlindungan anak oleh negara diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus
bagi anak yang berhadapan dengan hokum (Simbolon, 2016).

Sistem peradilan Pidana Khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi
kepentingan masa depan anak dan masyarakat yang didalamnya terkandung prinsip
prinsip keadilan restorative (restorative justice) (Pramukti & SH & Fuady
Primaharsya, 2018). Pada kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum, hak anakpun
seharusnya di perhatikan dan terpenuhi, namun pada kenyataannya seringkali hak anak
diabaikan, misalnya di tingkat awal proses hukum tanpa didampingi orangtua atau
bantuan hukum ketika pemeriksaan di kepolisian atau saat pembuatan berita acara,
untuk itulah perlu adanya pendampingan dari Pembimbing kemasyarakatan agar hak
anak dalam proses hukum dapat terpenuhi (Lefaan & Suryana, 2018). Semakin hari
semakin banyak kasus pidana yang dilakukan oleh anak baik kuantitas dan
kualitasnya, terutama banyak kasus yang terjadi berhubungan dengan Narkotika dan
pelecehan seksual atau asusila. Ini sangat meresahkan bangsa, karena disamping anak
sebagai individu juga anak sebagai penerus generasi bangsa, untuk itu penyimpangan
yang pernah dilakukannya perlu ada yang membimbing dan mendampingi agar si anak
kembali kejalur yang lurus dan benar sesuai yang diharapkan (Mubarak et al., 2014).

Anak yang Berhadapan dengan Hukum bukan berarti dia sebagai sampah
masyarakat atau anak yang tidak berguna, tapi perlu ada orang atau lembaga yang
peduli membimbing dan mendampingi agar kelak menjadi anak yang berguna untuk
bangsa dan negara. Banyak tindak pidana yang dilakukan oleh anak akibat kurang
mendapat perhatian orang tua disamping perkembangan tehnologi telepon genggam
yang semakin canggih di kota Bandung dan sekitarnya. Faktor lingkungan teman
sebaya sangat mempengaruhi sikap anak dalam bergaul

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) Mesti Mendapat Perlindungan


Khusus, maka dari itu tugas Pembimbing Kemasyarakatan sangat penting bagi setiap
anak yang berhadapan dengan hukum agar anak yang berhadapan dengan hukum
mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak luput dari hak-hak yang harus didapat
tersampaikan, juga mendapatkan putusan yang seadil-adilnya .

Pembimbing Kemasyarakatan merupakan bagian dari Balai Pemasyarakatan


(BAPAS) sebagai unit pelaksana teknis direktorat jenderal pemasyarakatan yang
berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah
kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pembimbing kemasyarakatan kerap kali
juga disebut sebagai petugas kemasyarakatan, pekerja sosial professional dan tenaga
kesejahteraan sosial. Pasal 64 Undang – undang Sistem Peradilan Pidana Anak
menentukan bahwa penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan
pengawasan terhadap anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan wawancara dengan klien saat klien masih berada di dalam
Lapas / Rutan.

Pembimbing Kemasyarakatan harus mempunyai pengetahuan dan keahlian/


kemampuan sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai ketrampilan
teknis dan jiwa di bidang sosial. Pembimbing Kemaysrakatan dalam melakukan
bimbingan terhadap klien pemasyarakatan harus berpedoman dan sesuai dengan
petunjuk atau aturan yang berlaku yang sudah ditetapkan. Pembimbing
Kemasyarakatan merupakan tumpuan utama dalam penyelesaian tindak pidana yang
dilakukan oleh anak-anak karena melalui hasil penelitian kemasyarakatan yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan maka penyidik, jaksa, dan hakim akan
dengan cermat, cepat, dan tepat dapat menyelesaikan kasus-kasus pidana yang
dihadapi oleh anak. Dengan demikian, kepentingan anak-anak sebagai penerus bangsa
mendapat perlindungan hukum serta masa depan anak-anak pun dapat diselamatkan.
Mengingat pentingnya peran Pembimbing Kemasyarakatan bagi Anak
Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam melakukan pelayanan sosial yang diberikan
Pembimbing Kemasyarakatan, maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian
dengan judul “Kinerja Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pelayanan Sosial Anak
Berhadapan dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
KotaBandung”

Harapan peneliti kedepannya, para anak yang berhadapan dengan hukum bisa
menjadi individu yang baik lagi dan sadar akan setiap perlakuan menyimpang akan
ada konsekuensinya yang mana terdapat pada Undang-undang yang berlaku di
Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Kinerja Pembimbing
Kemasyarakatan Dalam Pelayanan Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kota Bandung ?”. Selanjutnya
rumusan masalah tersebut difokuskan pada :
1. Bagaimana karakteristik subjek ?
2. Bagaimana potensi subjek ?
3. Bagaimana proses pelayanan yang diberikan subjek ?
3. Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari :
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk memperkaya khazanah pengetahuan pekerja sosial khususnya
dalam pelayanan menangani Anak Berhubungan dengan Hukum (ABH)
1.3.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktik diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam memecahkan/menghadapi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam
melakukan pelayanan sosial serta menjadi bahan pertimbangan bagi stakeholders
dalam membuat kebijakan/program bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL

2.1 Penelitian Terdahulu

N Judul
o Peneliti Penelitian Konsep Metode Hasil

1. Arinta Pelaksanaan Pembimbingan Penelitian ini 1. Dalam


Asih Pembimbingan terhadap anak merupakan melaksanakan
(2013) Anak Nakal di berhadapan penelitian pembimbingan
Balai dengan hukum deskriptif terhadap anak
Pemasyarakatan dengan nakal
(BAPAS) metode menggunakan
Magelang penelitian teknik
kualitatif pembimbingan
dengan antara lain
menggunaka bimbingan
n metode perseorangan/
pengumpulan individu,
data bimbingan
wawancara kelompok dan
dan studi bimbingan
dokumentasi organisasi
masyarakat.
2. Pembimbingan
terhadap anak
nakal dilakukan
oleh Pembimbing
Kemasyarakatan
Klien Anak
melalui 3 (tiga)
tahap
pembimbingan
yaitu tahap awal,
tahap lanjutan,
dan tahap akhir.

2. Yohane Peranan Fungsi Kualitatif Pembimbing


s Pande Pembimbing Pembimbing dengan kemasyarakatan memiliki
(2018) Kemasyarakata Kemasyarakata menggunaka peran yang sangat
n Dalam n n Teknik penting dalam
Membuat pengumpulan penyelesaian perkara
Laporan data pidana Anak yang
Penelitian wawancara berkonflik dengan
Kemasyarakata dan observasi hukum,diawali dari
n Pada Proses tahapan pembuatan data
Peradilan hasil penelitian
Pidana Bagi kemasyarakatan terhadap
Anak Yang anak yang berkonflik
Berhadapan dengan hukum hingga
Dengan Hukum berupaya untuk
melakukan penyelesaian
secara kekeluargaan
melalui pendekatan
secara diversi,
mendampingi anak sejak
proses penyidikan sampai
tahap diputuskan oleh
hakim serta melakukan
proses pembimbingan
ketika pelaku anak yang
berhadapan dengan
hukum menjalani
hukuman pidana.
3. Abd Peran Peran Kualitatif Peran Pembimbing
Jalil Pembimbing Pembimbing dengan Kemasyarakatan terhadap
(2019) Kemasyarakata Kemasyarakata menggunaka Pendampingan Anak
n Terhadap n n Teknik Berhadapan Hukum
Pendampingan pengumpulan dalam proses Peradilan
Anak data Anak di Balai
Berhadapan wawancara Pemasyarakatan Kelas I
dengan Hukum dan observasi Kota Makassar sangat
Dalam Proses berpengaruh terhadap
Peradilan Anak penanganan dan upaya
di Balai penyelesaian perkara
Pemasyarakatan Anak Berhadapan
Kelas 1 Kota Hukum, karena
Makasar Pembimbing
Kemasyarakatan selalu
hadir sebagai
Pendamping Bagi Anak
saat menjalani semua
tahapan-tahapan yang
dilalui Anak dalam
Proses Peradilan. Peran
Pembimbing
Kemasyarakatan yaitu:
Pertama, Sebagai Peneliti
atau Pencari Informasi.
Kedua, sebagai Mediator.
Ketiga, melakukan
Pengawasan terhadap
Anak Berhadapan
Hukum saat menjalani
hukuman baik hukuman
pidana maupun hukuman
tindakan.

4. Adrian Peran Peran Deskriptif Masyarakat pada


Sofyan Pembimbing Pembimbing Kualitatif, umumnya tidak selalu
(2020) Kemasyarakata Kemasyarakata dengan dapat melakukan
n Dalam n menggunaka pendampingan terhadap
Perlindungan n Teknik klien Anak yang
Anak Yang pengumpulan Berhadapan dengan
Berhadapan data melalui Hukum (ABH) dengan
Dengan Hukum observasi beberapa alasan, seperti
tidak diundang, diundang
akan tetapi tidak dapat
hadir karena tidak paham
atau karena kesibukan
atau karena anak tidak
dapat selalu dipantau
aktifitasnya. Oleh karena
itu Pembimbing
Kemasyarakatan
mempunyai peran yang
sangat penting dalam
Pendampingan baik itu di
kepolisisan, Kejaksaan,
maupun di Pengadilan.
Keterlibatan masyarakat
dalam mendampingi anak
yang telah selesai
menjalani hukumannya
memiliki peran yang
sangat strategis dalam
keberhasilan
perkembangan positif
anak kedepannya.
Perlunya juga
peningkatan pemahaman
kepada masyarakat
tentang mekanisme
penanganan anak ABH,
sehingga anak mendapat
pendampingan dan
pembimbingan yang
lebih konprehensif dari
berbagai institusi.

5. Ihsan Pelaksanaan Pelaksanaan Kualitatif, 1. Dalam


Muhajir Fungsi Fungsi PK dengan pelaksanaannya
(2020) Pembimbing menggunaka Pembimbing
Kemasyarakata n Teknik Kemasyarakatan
n Dalam Proses pengumpulan Kelas II
Diversi data melalui Magelang
Metode mempunyai tugas
penelitian dan fungsi antara
kepustakaan lain tugas pokok
Pembimbing
Kemasyarakatan
adalah
memberikan
bimbingan
kemasyarakatan
atau pengentasan
anak sesuai
dengan peraturan
perundang-
undangan yng
berlaku dan
melaksanakan
pembinaan,
bimbingan dan
pengawasan
terhadap klien di
luar Lembaga
Pemasyarakatan.
2. Adapun fungsi
Pembimbing
Kemasyarakatan
adalah melakukan
penelitian
kemasyarakatan
sebagai bahan
pada sidang
pengadilan anak
berdasarkan
permintaan pihak
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan atau
BAPAS lain,
melakukan
registrasi klien
pemasyarakatan,
melakukan
bimbingan
kemasyarakatan
dan pengentasan
anak mengikuti
sidang pengadilan
di Pengadilan
Negeri dan sidang
Tim Pengamat
Pemasyarakatan
di BAPAS, Lapas,
Rutan sesuai
dengan peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku,
menyelenggaraka
n bimbingan
(mental, sosial
dan pelatihan
kerja) baik yang
diselenggarakan
sendiri maupun
instansi lain.Jadi

Berdasarkan referensi penelitian terdahuludiatas keaslian mungkin memang hanya


terletak pada setting tempat pelaksanaan penelitian, namun mengingat bahwa penelitian ini
diharapkan bisa menjadi sebuah bahan pertimbangan bagi stakeholders dalam membuat
kebijakan/program yang berkaitan dengan pelayanan sosial kepada Anak Berhadapan dengan
Hukum (ABH), maka peneliti berpendapat bahwa penelitian ini perlu dilakukan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas II Kota Bandung yang merupakan tampat rehabilitasi
sosial bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagai tempat pengaplikasian berbagai
kebijakan/program untuk pemerlu layanan anak berhadapan dengan hukum.

2.1 Konsep yang Relevan dengan Penelitian

2.1.1 Kajian Tentang Pembimbing Kemasyarakatan

2.1.1.1 Pengertian Pembimbing Kemasyarakatan

Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional
penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan (LITMAS), pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses pengadilan anak.

2.1.1.2 Tugas dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan


Dalam keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang
Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan dijelaskan bahwa
tugas pembimbing kemasyarakatan adalah:

a) Menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya yang


dikenal dengan nama Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas);
b) Mengikuti sidang tim pengamat pemasyarakatan guna memberikan data, saran, dan
pertimbangan atas hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukannya;
c) Mengikuti sidang pengadilan yang memeriksa perkara anak nakal guna memberikan
penjelasan, saran dan pertimbangan kepada hakim mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan anak nakal yang sedang diperiksa di pengadilan berdasarkan hasil
penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya;
d) Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhaap Anak dalam
proses Sistem Peradilan Anak;
e) Melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada kepala balai pemasyarakatan.

Tugas pembimbing kemasyarakatan juga diatur dalam Pasal 65 UndangUndang


Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sebagai berikut:

a) Membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi,


melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama
proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada
pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;
b) Membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan persidangan dalam rangka anak baik di dalam maupun di luar sidang,
termasuk di dalam LPAS dan LPKA;
c) Menentukan progam perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama
dengan petugas pemasyarakatan lainya;
d) Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang
memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti
bersyarat.

Dari pemaparan tentang perundang-undangan yang mengatur tentang tugas


pembimbing kemasyarakatan, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar, tugas
pokok dari pembimbing kemasyarakatan ialah membuat laporan hasil penelitian
kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan persidangan dalam perkara
anak, melakukan pembimbingan, melakukan pendampingan, dan melakukan pengawasan
terhadap anak selama proses diversi.

Adapun fungsi dari pembimbing kemasyarakatan terhadap pelaksanaan program


bimbingan terhadap klien adalah:

a) Menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum atau tindak
pidana
b) Menasehati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baik
c) Menghubungi dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau pihak tertentu
dalam menyalurkan minat dan bakat klian sebagai tenaga kerja, untuk kesejahteraan
masa depan klien tersebut.

Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa salahsatu fungsi pendamping ataupun
pembimbing kemasyarakatan adalah fasilitator. Selain daripada itu pembimbing
kemasyarakatan juga berfungsi sebagai advokator dimana pembimbing kemasyarakatan
senantiasa hadir sebagai pembela anak yang berstatus sebagai pelaku tindak pidana namun
tidak berarti pembimbing kemasyarakatan membela atas dasar ketidaksalahan pelaku tetapi
fungsi pembimbing kemasyarakatan disini untuk menyuarakan bahwa tindakan anak sebagai
pelaku disini bukanlah merupakan tindak kejahatan tetapi merupakan kenakalan remaja dan
tidak diperlukan untuk memidanakan anak layaknya orang dewasa. Sebuah tindakan
penangkapan, penahanan, ataupun memidanakan anak hanya bisa dilakukan bila sesuai
dengan hukum dan pemidanaan dilakukan sebagai upaya terakhir.

Upaya pendampingan terhadap anak berhadapan hukum yang dilakukan pendamping


diharapkan mampu untuk memberikan solusi atau jalan keluar dalam proses pendampingan
itu sendiri. Proses pendampingan di dalamnya meliputi kegiatan bagaimana klien mampu
untuk dibina serta diarahkan, sehingga pendamping mendapatkan keberhasilan dalam proses
pendampingan.

2.1.1.3 Peran Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan setidaknya memiliki tiga area praktik, yaitu tingkatan


Mikro, Mezzo, dan Makro.

1) Dalam pergaulan Mikro (Individu, keluarga)


Dalam pergaulan secara Mikro, dalam memberikan bantuan kepada kliennya
Pekerja Sosial Pemasyarakatan, dalam hai ini Pembimbing Kemasyarakatan, berperan
sebagai:

a) Penghubung. Pembimbing Kemasyarakatan menghubungkan klien dengan system


peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan).
b) Pemungkin. Pembimbing Kemasyarakatan menyediakan dukungan dan dorongan
kepada klien yang memungkinkan klien mampu menghadapi masalahnya
c) Perantara. Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menemukan jalan keluar
yang ditempuh klien apabila terjadi konflik.
d) Penyalur informasi. Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat menyiapkan,
memberikan, dan menyalurkan informasi yang dibutuhkan
e) Evaluator. Pembimbing Kemasyarakatan harus memberikan penilaian terhadap
interaksi dan hasil yang dicapai klien.
f) Manajer Kasus/ Koordinator. Pembimbing Kemasyarakatan harus merencanakan
dan mengkoordinasikan pelayanan, penemuan sumber, dan memonitor tujuan
yang dicapai klien
g) Pendamping. Pembimbing kemasyarkatan harus dapat membela kepentingan dan
memberdayakan klien.

2) Dalam Pergaulan Mezzo (Organisasi, Komunitas Lokal)

Dalam pergaulan secara Mezzo, dalam pemberian bantuan kepada kliennya,


pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai:

a) ) Instruktur. Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat mengarahkan, menjelaskan


dan mengingatkan anggota kelompok tentang sesuatu yang harus dikerjakannya.
b) Pencari informasi. Pembimbing Kemasyarakatan hendaknya selalu memberikan
informasi tentang berbagai topic terhadap kelompok.
c) Pembentuk opini. Pembimbing Kemasyarakatan harus selalu ingin mengetahui
pendapat klien dan orang lain sebelum memberikan pendapat sendiri.
d) Evaluator. Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan ide-ide baru
terhadap klien dan kelompok, dan harus memutuskan mana yang paling tepat.
e) Elaborator. Pembimbing Kemasyarakatan harus mampu mengembangkan lebih
lanjut semua ide yang muncul dalam kelompok.
f) Pemberi semagat. Pembimbing Kemasyarakatan harus selalu memompa semangat
dan kepercayaan diri klien.
g) Pencatat. Pembimbing Kemasyarakatan harus selalu memelihara catatan terhadap
semua keputusan yang telah ditetapkan.
h) Teknisi procedural. Pembimbing kemasyarakatan harus membantu klien bertindak
sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
i) Pendorong. Pembimbing kemasyarakatan selalu memberikan dorongan bagi
kemajuan dan perubahan dalam diri klien.
j) Pendengar. Pembimbing kemasyarakatan harus selalu menjadi pendengar yang
baik saat diperlukan.
k) Pengikut. Pembimbing kemasyarakatan harus menjadi pengikut yang baik dan
mendorong anggota kelompok untuk menjadi pengikut yang baik.
l) Pengatur kompromi. Pembimbing kemasyarakatan mengatur kesepakatan dan
kompromi dalam kelompok.
m) Pereda ketegangan. Pembimbing Kemasyarakatan mampu meredakan ketegangan
dalam kelompok.

3) Dalam Pergaulan Makro (masyarakat Luas)

Dalam pergaulan secara makro, Pembimbing Kemasyarakatan dalam


memberikan bantuan kepada kliennya berperan sebagai:

a) Pengambil inisiatif. Pembimbing kemasyarakatan harus selalu mengambil inisiatif


tarhadap berbagai isu yang beredar di masyarakat.
b) Perunding (negosiator). Pembimbing kemasyarakatan harus mampu mewakili
kliennya unntuk berunding dan menemukan jalan keluar dengan lembaga/ klien.
c) Pembela. Pembimbing kemasyarakatan harus selalu membela kepentingan klien
yang diwakilinya (ketika ada permintaan dari pihak klien).
d) Juru bicara. Pembimbing kemasyarakatan harus menjadi juru bicara klien/
masyarakat yang diwakilinya.
e) Penggerak. Pembimbing kemasyarakatan harus menjadi penggerak klien/
masyarakat dengan pengorganisasian menggerakkan dan mendorong orang untuk
berpartisipasi dalam organisasi masyarakat.
f) Penengah/ mediator. Pembimbing kemasyaraktan harus mampu menjadi penengah
antara dua klien yang berkepentingan atau lebih sehingga terjadi kesepakatan.
Konsultan.
g) Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan konsultasi kepada kepala
bapas dan pembimbing kemasyarakatan lainnya dalam upaya memecahkan
masalah yang dihadapi.

2.1.1.4 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Laporan Penelitian


Kemasyarakatan Pada Proses Peradilan Pidana Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum

Pembimbing Pemasyarakatan mulai berperan dalam penyelesaian perkara terhadap


Anak yang berhadapan dengan hukum ketika ada permintaan penelitian kemasyarakatan
(Litmas) dari pihak penyidik (polisi) baik Polres atau Polsek sesuai dengan wilayah kerja.
Setelah surat pihak penyidik telah diterima maka Pembimbing Kemasyarakatan
melaksanakan peran dalam menangani dan memberikan bantuan kepada pihak Anak yang
berhadapan dengan hukum. Pembimbing Kemasyarakatan yang menangani kasus Anak yang
berhadapan dengan hukum tersebut bertemu dengan penyidik untuk mengetahui dan
membahas kasus yang dialami oleh Anak yang berhadapan dengan hukum tersebut.

Setelah pihak Pembimbing Kemasyarakatan mendapatkan informasi mengenai kasus


Anak yang berhadapan dengan hukum tersebut maka Pembimbing Kemasyarakatan mulai
melakukan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), yang berisi:

a. Identitas klien
b. Identitas orang tua klien
c. Gambaran tindak pidana yang disangkakan pada klien seperti:

 Jenis tindak pidana


 Latar belakang melakukan tindak pidana Kronologis terjadinya
tindak pidana
 Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan klien

d. Riwayat hidup klien seperti:

 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


 Riwayat kesehatan klien
 Riwayat pendidikan klien
 Riwayat pekerjaan klien
 Riwayat pelanggaran hukum klien

e. Kondisi keluarga klien

 Riwayat pernikahan orang tua


 Pola pengasuhan orang tua
 Relasi sosial dalam keluarga klien
 Relasi sosial keluarga klien dengan lingkungan masyarakat
 Keadaan sosial ekonomi keluarga
 Keadaan rumah orang tua klien

f. Kondisi lingkungan setempat seperti:


 Keadaan geografis
 Mata pencarian penduduk
 Tingkat pendidikan kemasyarakatan
 Keadaan sosial
 Nilai dan norma dan kebiasaan yang berkembang di Masyarakat
 Fasilitas sosial dan umum
g. Tanggapan klien terhadap masalahnya seperti:
 Tanggapan/sikap peneyelesaian klien terhadap pelanggaran dan proses
hukum yang dijalaninya
 Tanggapan dan penilaian klien terhadap kesalahannya
 Tanggapan tentang konsekuensi dan dampak pelanggaran yang
dilakukan terhadap dirinya sendiri, korban, keluarga dan lingkungan
masyarakat.
h. Kebutuhan klien
i. Pandangan masa depan klien
j. Tanggapanberbagai pihak terhadap klien dan masalahnya
k. Analisa masalah klien
l. Kesimpulan dan rekomendasi.

Hal ini dilakukan untukmendapatkan kepentingan terbaik bagi kedua belah pihak agar
pelaku dan korban serta keluarga bersedia dan bersepakat untuk dilakukannya diversi.
Pembimbing Kemasyarakatan bersama-sama dengan penyidik wajib mendatangkan pelaku,
korban, keluarga pelaku, dan korban, pekerja sosial professional.

2.1.1.5 Tahap Pembimbingan

Pada dasarnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas Balai Pemasyarakatan adalah
pengawasan terhadap tingkah laku terpidana sehari-hari, misalnya mabuk-mabukan dan suka
kebut-kebutan. Balai Pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugasnya membantu Kejaksaan
untuk mengawasi dan sekaligus membina terpidana. Setelah menerima P-51, petugas Balai
Pemasyarakatan untuk langkah pertama mendatangi anak terpidana ke rumahnya dan
diadakan suatu wawancara yang mencakup keadaan orang tuanya, pendidikan, keadaan
keluarga (familinya), keadaan lingkungan masyarakat, selain itu petugas Balai
Pemasyarakatan juga mengadakan pendekatan dengan lurah atau kepala desa, serta diberikan
blanko kepada lurah atau kepala desa dalam rangka ikut mengawasi anak terpidana selama
menjalani masa percobaan yang ditetapkan, blanko perkembangan itu dikirimkan kembali
kepada Balai Pemasyarakatan dan dilanjutkan kepada Kejaksaan.

Pelaksanaan pengawasan anak nakal yang dilakukan oleh Balai Pemasyaratan


tercakup dalam proses pembinaan yang dilakukan dengan cara:

b. Memanggil klien untuk datang ke Balai Pemasyarakatan, klien diberi nasehat


dan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jika perlu
dipanggil juga orag-orang yang mempunyai sangkut paut dengan pembinaan
klien tersebut.
c. Pembimbing kemasyarakatan mengunjungi klien di tempat tinggalnya atau di
tempat kerjanya. Di sini Pembimbing kemasyarakatan memperhatikan
keadaan rumah tangganya, kehidupanya dan lain-lain, dan dari perhatian ini
diperoleh bahan untuk penyempurnaan pembinaan.
d. Mengadakan komunikasi dengan klien. misalnya dengan cara menyurati,
menulis, atau kirim salam lewat seseorang dan sebagainya
e. Menyuruh klien melakukan sesuatu, misalnya klien disuruh menjenguk
temannya yang sdang sakit, menyuruh klien mengikuti kerja bakti di
lingkungan masyarakatnya dan lain sebagainya.
f. Mengajak klien berkreasi.
Teknik pembinaan seperti di atas tidak dapat atau sangat sulit untuk dilakukan
dengan sempurna, hal ini dikarenakan kekurangan sarana dan prasarana seperti
kurangnya kendaraan yang khusus untuk mengunjungi klien, terbatasnya dana yang
ada, kurangnya tenaga petugas yang ada. Disamping itu juga ada beberapa hambatan
dari orang tua yang tidak dapat menerima kedatangan petugas Balai Pemasyarakatan
karena kekurangtahuan atau kesalahpahaman orang tua tersebut terhadap petugas
Balai Pemasyarakatan.

2.2.1 Tinjauan Anak Berhadapan dengan Hukum

2.2.1.1 Pengertian dan Kriteria Anak Berhadapan dengan Hukum

Menurut UU No. 10 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pengertian
Anak Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang
menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak Berhadapan
dengan Hukum adalah seseorang yang berusia dibwah 18 tahun yang berurusan dengan
sistem hukum karena diduga atau dituduh terlibat dalam pelanggaran atau tindak kejahatan.

Kriteria Anak Berhadapan dengan Hukum menurut Undang-Undang RI No. 11 Tahun


2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:

1. Anak yang berkonflik dengan hukum: anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh tindak pidana.
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana : anak yang belum berumur 18 tahun yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,dilihat,
dan/atau dialaminya sendiri.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum
adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan saksi tindak pidana. Masalah anak merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan
dari proses dan perkembangan pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita
tinggi dan masa depan cemerlang guna menyongsong dan menggantikan pemimpin-
pemimpin bangsa Inonesia.

Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori
perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah,
atau kabur dari rumah;
2. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh
orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang
berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan langsung dengan tindak pidana,
baik itu sebagai korban maupun saksi dalam suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari
perilaku atau perbuatan melawan hukum anak dan orang dewasa yang tidak bisa
disamakan, dimana sebuah perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu
perbuatan hukum, namun untuk orang dewasa itu bukan perbuatan melawan hukum,
maupun sebaliknya. Menurut Undang-Undang SPPA Pasal 71 Ayat (1) pidana pokok
untuk anak yang berhadapan dengan hukum yaitu;

1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a) Pembinaan di luar lembaga
b) Pelayanan masyarakat; atau
c) Pengawasan
3. Pelatihan kerja
4. Pembinaan dalam lembaga; dan
5. Penjara

2.2.1.2 Asas yang diterapkan dalam Sistem Peradilan Anak

1. Perlindungan
Meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang
membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis
2. Keadilan
Setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
3. Nondiskriminasi
Tidak ada perlakuan yang berbeda berdasarkan ras, suku, budaya, agama, golongan,
jenis kelamin, etnik, Bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi
fisik dan/atau mental anak.
4. Kepentingan terbaik bagi anak
Segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang anak.
5. Penghargaan terhadap pendapat anak
Penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya daam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupn
anak.
6. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak
Hak asasi yang mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orang tua.
7. Pembinaan dan pembimbingan pada anak
Kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melekatkan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, professional, serta Kesehatan
jasmani dan rohani anak baik didalam maupun diluar proses peradilan pidana. Yang
dimaksud pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, pelatihan keterampilan
prtofesional serta Kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
8. Proporsional
Segala perlakuan pada anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi
anak.
9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
Merupakan upaya terakhir adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas
kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.
10. Penghindaran pembalasan
Prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

Menurut konvensi hak anak dalam Alit Kurniasari (2009) perlindungan khusus bagi
anak-anak dalam konflik dengan hukum (children in conflict with law), agar mereka:

1. Tidak mendapatkan penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang keji, tidak


manusiawi atau merendahkan martabat.
2. Tidak ada hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi orang yang berumur
dibawah 18 tahun.
3. Tidak seorangpun anak yang direnggut kebebasannya secara melawan hukum.
Penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan harus sesuai hukum dan digunakan
sebagai Langkah terakhir dan untuk masa yang sesingkat-singkatnya
4. Setiap anak yang direnggut kebebasannya akan:
a) Diperlakukan secara manusiawi dan menghargai martabat kemanusiaannya.
b) Dipisahkan dari tahanan atau napi dewasa, kecuali jika hal yang sebaliknya
dianggap sesuai dengan kepentingan terbaik untuk anak.
c) Tetap mempunyai hak untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau
keluarganya.
d) Mempunyai hak akses segera kepada bantuan hukum dan bantuan lain juga untuk
mempertanyakan legalitas perenggutan kebebasannya dan mendapat putusan
segera menyangkut hal itu
e)
2.2.3 Kajian Tentang Pelayanan Sosial
2.2.3.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial adalah aksi (tindakan) untuk mengatasi permasalahan sosial


dan menjadikan program yang ditujukan untuk membantu individu dan kelompok
yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.(Ibrahim, 2010:
177). Secara garis besar, pelayanan sosial sebagai bentuk kebijakan sosial yang dapat
dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan dan peraturan yang menyangkut
kehidupan sosial masyarakat.(Ibrahim, 2010: 11)

Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki


hubungan deng an lingkungan sosialnya. Pelyanan sosial sering disebut juga sebagai
pelayanan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat
mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat
kehidupan masyarakat yang lebih baik. Menurut Walteral Friedlender dalam Muhidin
(1992: 1), kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-
pelayanan dan lembaga sosial yang bertujuan untuk membantu individu dan
kelompok untuk mencapai standar hidup dari keseatan yang memuaskan, serta relasi-
relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan
kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan
kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Elizabeth Wickeden dalam Muhidin (1992: 2), juga mengemukakan bahwa


kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program,
tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau menperkuat pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam
masyarakat.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat terlihat luas ruang lingkup


kesejahteraan sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, tetap pada tujuan yang
yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sosial yang fisik maupun non fisik. Dalam
kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, salah satunya pelayanan
sosial.

Perlu dibedakan dua macam pengertian pelayanan sosial, yaitu:

a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang


mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dlam
bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan
sebagainya.
b. Pelayanan sosial dalam atri sempit atau disebut juga pelayanan
kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan
kepada golongan yang kurang beruntung, seperti pelayanan sosial bagi
anak terlantar, keluarga miskin, cacat fisik dan mental, tuna sosial, dan
sebagainya.(Muhidin, 1992: 41)

Pengertian pelayanan sosial pada point pertama sering digunakan oleh Negara-
negara maju. Sedangkan point kedua sering digunakan oleh Negara negara
berkembang. Di Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas
yang terorganisir, betujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat hubung an
timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai
melalui teknik dan metode yang diciptakan melalui tindakantindakan koorperatif
untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi.

2.2.3.2 Fungsi Pelayanan Sosial


Fungsi pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung
dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.


2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian
sosial.
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.
5. Penyediaan dsan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar
pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi
2.2.3.3 Tujuan Pelayanan Sosial
Dilihat dari segi tujuan, pelayanan sosial mempunyai beberapa tujuan antara
lain:
1. Untuk membantu orang agar dapat mencapai ataupun menggunakan pelayanan
yang tersedia.
2. Untuk pertolongan dan rehabilitasi, dikenal adanya pelayanan terapi termasuk
didalamnya perlindungan dan perawatan, serta pelayanan yang dilakukan.
3. Untuk pengembangan, dikenal dengan pelayanan sosialisasi dan pengembangan.
(Suharto, 2009: 12)
Tujuan di atas merupakan hal utama yang haru dilakukan untuk mencapai
tingakatan keberhasilan dari pelayanan sosial. Selain itu, pelayanan sosial juga
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik itu untuk pertolongan,
pengembangan dan dapat membantu dalam pencapaian menerima pelayanan
sosial. Pencapaian tujuan yang dimaksud, tidak lain yaitu untuk membantu
individu secara sosial masyarakat dan mempunyai kemandirian, dengan istilah
lain dapat dikatakan sebagai seseorang yang telah mengalami keberfungsian
sosialnya.
2.2.3.4 Pelayanan sosial anak berhadapan dengan hukum
1   Peranan pekerja sosial dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial, khususnya
penanganan anak berhadapan hukum sangat di butuhkan. Penanganan yang dimaksud
adalah pendampingan anak yang telah melakukan pelanggaran sehingga harus
berhadapan dengan hukum. Untuk menjawab kebutuhan akan kerukunan, keamanan
dan status sosial yang bebas bergaul dalam masyarakat tanpa adanya tekanan batin
karena telah melakukan pelanggaran hukum, maka pemerintah melalui Kementerian
Sosial Republik Indonesia membentuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang
salah satu programnya adalah pendampingan anak berhadapan hukum. Pekerja sosial
yang bertugas melakukan pendampingan ABH adalah Satuan Bakti Pekerja Sosial
(Sakti Peksos).
2 Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) adalah pekerja sosial yang direkrut oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
(LKSA) untuk melaksangakan tugas-tugas pendampingan anak yang dirumuskan
melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Program pendampingan yang
diselenggarakan oleh Sakti Peksos antara lain: Cluster anak balita terlantar, anak
membutuhkan perlindungan khusus, anak dengan kecacatan, anak jalanan serta anak
terlantar.
3. Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang di harapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga di harap bisa memberi anjuran,
memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain. Peranan yaitu bagian dari tugas
utama yang harus di laksanakan. Gross Masson dan Mc Eachem yang di kutip oleh
David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan – harapan yang di
kenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurut
Symond, Problematika anak berdasarkan kepentingan perasaannya meliputi; problema
kesehatan, seksual, keamanan, keuangan, kesehatan jiwa (takut, cemas dan frustrasi),
kebiasaan dalam belajar, pengisian waktu terluang, sifat-sifat pribadi dan akhlak,
hubungan keluarga, tingkah laku dan cara bergaul, daya tarik diri, perhatian terhadap
masalah-masalah sosial, tanggung jawab dan sikap hidup, keserasian atau
penyesuaian diri dengan orang lain serta pandangan hidup.
4.  Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwasanya peranan sakti peksos dalam
mengatasi permasalahan yang terjadi pada Anak sangat berperan penting baik berupa
pendampingan maupun edukasi. Sakti Peksos yang bertugas di Kabupaten Kepahiang
Provinsi Bengkulu berjumlah 2 (dua) orang yang sangat aktif berperan mendampingi
anak yang berhadapan hukum. Hal ini menjadi tolak ukur Penyuluh Sosial (Pensos)
tertarik membuat artikel mengenai Peran sakti peksos dalam penanganan anak
berhadapan hukum (ABH) dan berkolaborasi dalam hal melakukan penyuluhan
mengenai pencegahan dan penanganan mengenai anak.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, Menurut Creswell (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan
memahami problem manusia atau sosial berdasarkan gambaran holistik, rangkaian kata dan
kalimat serta laporan informan yang dilakukan pada setting atau kondisi natural. Dalam
penelitian ini permasalahan manusia dan sosial yang akan diteliti secara holistik adalah
pelayanan sosial yang diberikan oleh pembimbing kemasyarakatan dimana Anak Berhadapan
dengan Hukum akan menjadi informan utama dalam penelitian ini, penelitian ini juga
dilakukan dalam setting yang bertempat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Kota Bandung

3.1 Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah ditulis untuk menghindari perbedaan interpretasi terhadap berbagai


macam istilah yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga hal yang dimaksud tidak multi
tafsir dan menjadi lebih jelas. Berikut merupakan penjelasan berbagai istilah yang digunakan
dalam penelitian ini :

3.1.1 Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)


Anak Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak
yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak
Berhadapan dengan Hukum adalah seseorang yang berusia dibwah 18 tahun yang berurusan
dengan sistem hukum karena diduga atau dituduh terlibat dalam pelanggaran atau tindak
kejahatan.
3.1.2 Pembimbing Kemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan penelitian kemasyarakatan (LITMAS), pembimbingan, pengawasan, dan
pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses pengadilan anak.
3.1.3 Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau disingkat dengan LPKA merupakan
tempat Anak menjalani masa pidananya. LPKA sendiri merupakan Unit Pelaksana
Teknis yang kedudukannya berada di bawah dan sekaligus bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
3.2 Latar Penelitian
Penelitian ini akan bertempat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Kota Bandung, lembaga ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan dasar pertimbangan
bahwa lembaga tersebut berlokasi di tempat yang cukup dekat dengan tempat tinggal
peneliti. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam perumusan
pemberian bantuan rehabilitasi sosial terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum, sehingga
tempat ini merupakan tempat penelitian yang cocok karena lembaga ini merupakan salah
satu lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial untuk Anak
Berhadapan dengan Hukum (ABH).
3.3 Sumber Data
3.3.1 Data Primer

Data Primer merupakan berbagai informasi yang diperoleh langsung dari


tangan pertama, dalam penelitian ini data primer yang dimaksud merujuk pada data
yang didapatkan dari para Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang merupakan
penerima manfaat Rehabilitasi Sosial

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan informasi yang didapatkan secara tidak langsung
yang sekiranya bisa digunakan untuk menunjang data primer, data ini bisa diperoleh
dari penelitian relevan yang dilaksanakan ditempat yang sama, data profil klien yang
tersimpan di lembaga, ataupun studi dokumentasi yang ada.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 In Depth Interview
Menurut (Moleong, 2005 : 186) wawancara mendalam merupakan proses
menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus
penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara
mendalam yang dilakukan dengan adanya daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Dalam penelitian ini peneliti menggali informasi secara mendalam,
terbuka dan bebas dari subjek yang merupakan seorang penyandang disabilitas
sensorik netra bukan bawaan mengenai resiliensi subjek itu sendiri.
3.4.2 Observasi Partisipatif

Observasi partisipatif adalah metode dimana peneliti terlibat dalam kegiatan


sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Pada penilitian ini peneliti juga akan turut serta dalam kegiatan para
penerima manfaat BRSPDSN Wyata Guna yang menjadi subjek, Dengan observasi
partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih tajam, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

3.4.3 Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono pengertian Studi dokumentasi merupakan suatu teknik


pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau
informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian data juga
diperoleh dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian, mulai dari
dokumen profil klien yang tersimpan di balai, hingga temuan temuan pada penilitan
terdahulu.

3.4 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik analisis
data kualitatif, menurut Lexy J. Moleong (2012), teknik analisis data ini adalah sebuah
teknik yang digunakan untuk mengorganisasikan data dengan cara mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode serta mengkategorikan sehingga data sesuai dengan
prinsip pokok penelitian kualitatif. Teknik analisis data ini dilakukan dengan cara mengolah
data dengan cara mengorganisasikan data serta mensintesiskan satu kategori dengan
kategori lainnya. Analisa data ini dilakukan dengan tahap reduksi data, display data,
kategori data, serta penarikan kesimpulan.
3.5 Teknik Keabsahan Data

Menurut (Moleong, 2005 : 324) untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan, pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada
empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (Credibility), Keteralihan
(Transferability), kebergantungan (Dependability), dan kepastian (Conformability). Dalam
penelitian ini kredibilitas data di periksa melalui teknik pemeriksaan keabsahan yang
dilakukan dengan cara trianggulasi, hal ini dilakukan dengan membandingkan jawaban yang
diberikan informan kunci dan informan pendukung lainya, melakukan crosscheck antara
jawaban subjek dengan dokumen dokumen yang tersimpan dibalai, dan pengajuan pertanyaan
yang sama atau mirip pada waktu yang berbeda

3.6 Jadwal dan Langkah-Langkah


Penelitian mengenai “Resiliensi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Bukan
Bawaan di Balai Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netira Wyataguna
Kota Bandung” akan dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, berikut jadwal serta langkah-
langkah penelitian :
1) Tahap Persiapan, tahap persiapan dilakukan selama 2 bulan, tahap ini meliputi:
a. Menyusun Rancangan Penelitian
b. Memilih Lapangan.
c. Mengurus Perizinan.
d. Menjajagi dan Menilai Keadaan.
e. Memilih serta memanfaatkan informan.
f. Menyiapkan instrumen penelitian.
g. Persoalan etika dalam penelitian
2) Tahap Lapangan, tahap lapangan dilakukan selama 2 bulan, tahap ini meliputi:
a. Memahami dan memasuki lapangan.
b. Aktif dalam kegiatan (pengumpulan data).
3) Pengolahan Data, tahap lapangan dilakukan selama 2 bulan, tahap ini meliputi:
a. Reduksi data.
b. Display data.
c. Kategorisasi data.
d. Mengambil kesimpulan dan verifikasi.
e. Meningkatkan keabsahan hasil.
f. Narasi hasil analisis.
DAFTAR PUSTAKA

AB, Syamsuddin. 2016. Paradigma Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Makassar:
Shofia

Aziz, Aminah. 1998. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Medan: USU Press

Djamil, M. Nasir. 2003. Anak Bukan Untuk Dihukum Catatan Pembahasan Undang-undang
Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta: Sinar Grafika

Herlina, Apong. 2014. Perlindungan Terhadapn Anak Berhadapan dengan Hukum. Jakarta;
Vol3

Iskandar. 2021. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Aparat Penegak Hukum Dalam
Pencegahan Pengulangan Tindak Pidana di Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang
melalui https://ipkemindosumsel.com/2021/07/01/peran-pembimbing-
kemasyarakatan-sebagai-aparat-penegak-hukum-dalam-pencegahan-pengulangan-
tindak-pidana-di-balai-pemasyarakatan-kelas-i-palembang/
Karim, A Sumarsono. 2011. Peran Pembimbing Kemasyarakatan. Jakarta: Direktorat Jendral
Pemasyarakatan

Krisna, Liza Agnesta. 2015. Hasil Penelitian Kemasyarakatan Sebagai Dasar Pertimbangan
Hakim dalam Pengadilan Anak.
Melalui https://media.neliti.com/media/publications/240399-hasil-penelitian-
kemasyarakatan-sebagai-d0a0c52f.pdf

Muhammad, Rusli. 2007. Kapita Selekta Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta

Nashriana.2012 Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Pramukti, Angeer Sigit dan Fuady Primaharsya. 2015. Sistem Peradilan dan Pidana Anak,
Yogyakarta: Pustaka Yustisa

Romli, Atmasasmita,1996. Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan


Abosilisionisme, Bandung: Bina Cipta

Setiawan, H. H. 2018. Reintegrasi: Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak yang Berkonflik
Dengan Hukum. Yogyakarta: Deepublish
Setya, Wahyudi, 2011. Iplementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem PeradilanPidana
Anak di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing

Wadong, Hasan Maulana. 2000. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta :
Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai