Anda di halaman 1dari 26

SARANA-SARANA

TATA USAHA NEGARA LAINNYA



Johny Koynja, SH.,MH

Ph.D Candidate, Utrecht University Faculty of Law, Economics and Governance
Institute of Constitutional and Administrative Law.
Lecturer and Researcher for Technic Legislation and Tax Law
on Constitutional Law Department of the Faculty of Law, Mataram University

Meskipun jabatan pemerintahan
memiliki hak dan kewajiban/diberikan
hak untuk melakukan kegiatan hukum,
Pemerintah tidak dapat bertindak
sendiri.

Oleh karena itu diperlukan suatu
peraturan-peraturan dan sarana-
sarana agar Pemerintah bisa
menjalankan hak dan kewajibannya
dengan baik
Di dalamnya diperlukan sarana-sarana
lain untuk menjalankan pemerintahan
tersebut, yaitu :
- peraturan kebijakan,
- rencana (het plan) untuk suatu
tujuan yang baik,
- perbuatan materiel sebagai
pekerjaan pemerintah yang sebagian
besar ditunjukkan kepada usaha
memenuhi kebutuhan nyata
I. Peraturan Perundangan-undangan (Algemeen
Verbindende Voorschriften) dan Keputusan keputusan
Tata Usaha Negara yang memuat Pengaturan bersifat
Umum (Besluiten Van Algemen Strekking)

Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) RI Nomor XX/MPRS/1966 tentang
memorandum DPR GR mengenai sumber tata tertib
hukum republik Indonesia dan tata urutan peraturan
peraturan perundangan RI menggunakan istilah
peraturan perundang-undangan selaku penamaan bagi
semua produk hukum tertulis yang dibuat dan
diberlakukan oleh Negara berdasarkan tata urutan
peraturan perundangan menurut UUD 1945.
Tap MPRS RI. Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan
pelbagai bentuk peraturan perundangan-undangan
menurut Undang-Undang Dasar 1945, sebagai berikut:
- UUD 1945,
- Ketetapan MPR.
- Undang-undang + peraturan pemerintah pengganti
undang-undang,
- Peraturan pemerintah,
- Keputusan presiden
- Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya,seperti:
- Peraturan menteri,
- Instruksi menteri,
- Dan lain-lainnya.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No 12 Tahun 2011
tentang Peraturan Perundang-Undangan disebutkan Bawa
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keputusan dari badan atau pejabat tata usaha
negara yang merupakan peraturan yang bersifat
umum (besluit van algemene strekking) termasuk
peraturan perundang-undangan (algemen
verbindende voorschriften).

Bentuk keputusan tata usaha negara (besluiten
van algemene strekking) tidak merupakan bagian
dari perbuatan keputusan (dalam arti
beschikkingsdaad van de administratie), tetapi
termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang
pembuatan peraturan (regelend daad van de
administratie).
Tidak semua peraturan perundang-undangan dibuat
badan kekuasaan legislatif, pemerintah pusat, dan badan-
badan pembuat peraturan pada pemerintahan daerah di
tingkat I dan II.

Penjelasan Pasal 1 angka 2, Undang-Undang, Nomor 5,
Tahun 1986 merumuskan bahwa peraturan perundang-
undangan adalah semua peraturan yang bersifat
mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan
perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan
badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat
secara umum.
Pasal 2 huruf (b) dari Undang-Undang, Nomor
5, Tahun 1986 secara tegas menentukan bahwa
keputusan tata usaha negara yang merupakan
peraturan yang bersifat umum (besluit van
algemene strekking) tidak termasuk keputusan
tata usaha negara dalam arti beschikking,

yang berarti bahwa terhadap perbuatan badan
atau pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan keputusan yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum tidak dapat
digugat di hadapan hakim Pengadilan Tata
Usaha Negara.

Pada umumnya, badan-badan tata usaha
negara, seperti halnya departemen,
lembaga pemerintah non departemen,
pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II
menetapkan bentuk tertentu yang
membedakan keputusan tata usaha negara
yang merupakan pengaturan yang bersifat
umum disebut dengan judul keputusan
seperti halnya keputusan menteri,
keputusan direktur jenderal, keputusan
gubernur


sementara keputusan tata usaha negara
dalam arti BESCHIKING disebut dengan
judul surat keputusan, seperti halnya
keputusan menteri, surat keputusan
gubernur/KDH, surat keputusan
bupati/KDH,dst.

Keputusan yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara (dalm arti
beschiking) harus sesuai dengan peraturan
perundangan undangan yang mendasari
keputusan yang bersangkutan.

II. Peraturan-peraturan Kebijaksanaan
(Beleidsregels, Policy Ruler)

Pelaksanaan pemerintahan sehari hari
menunjukan betapa badan atau
pejabat negara seringkali menempuh
pelbagai langkah kebijaksanaan
tertentu, antara lain menciptakan apa
yang kini sering dinamakan peraturan
kebijaksaan (beleidsregels, policy
rule).

Produk semacam peraturan
kebijaksanaan ini tidak terlepas dari
kaitan penggunaan freies ermessen,
yaitu badan atau pejabat tata usaha
negara yang bersangkutan
merumuskan kebijaksanaannya itu
dalam berbagai bentuk jurisdische
regels, seperti halnya peraturan,
pedoman, pengumuman surat edaran
dan mengumumkan kebijaksanaan itu.
Suatu peraturan kebijaksanaan pada
hakekatnya merupakan produk dari perbuatan
tata usaha negara yang bertujuan naar buiten
gebrachi schrifielijk beleid (menampakan keluar
suatu kebijakan tertulis) namun tanpa disertai
kewenangan pembuatan peraturan dari badan
atau pejabat tata usaha negara yang
menciptakan peraturan kebijaksanaan tersebut.

Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud
pada kenyataanya telah merupakan bagian dari
kegiatan pemerintahan (bestuuren) saat ini
Peraturan peraturan kebijaksanaan bukan
merupakan peraturan perundang undangan.

Badan yang mengeluarkan peraturan peraturan
kebijaksanaan adalah in casu tidak memilki
kewenangan pembuatan peraturan
(wetgevende bevoegdheid).

Besturan peraturan kebijaksanaan juga tidak
mengikat hukum secara langsung namun
mempunyai revelansi hukum.
Peraturan peraturan kebijaksanaan memberi
peluang bagaimana suatu badan usaha negara
menjalankan kewenangan pemerintahan
(beschikingbevoegdheid).

Hal tersebut dengan sendirinya harus dikaitkan
dengan kewenangan pemerintahan atas dasar
penggunaan discretionaire karena jika tidak
demikian maka tidak ada tempat bagi peraturan
peraturan kebijaksanaan.

III. Rencana (Het Plan)

Pada negara hukum moderen, rencana
sebagai figure hukum dari hubungan
hukum administrasi tidak dapat lagi
dihilangkan dari pemikiran.

Rencana-rencana dijumpai pada pelbagai
bidang kegiatan pemerintahan misalnya
pengaturan tata ruang, pengurusan
kesehatan dan pendidikan.

Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling
berkaitan dari tata usah negara yang mengupayakan
terlaksananya keadaan tertentu yang tertib (teratur)

Suatu rencana perumusan terdiri dari bagian berikut ini:
Peta Perencanaan. Disini terdapat peruntukan dari tanah
dimaksud. Peta perncanaan itu dapat dipandang sebagai
suatu himpunan keputusan yang saling berlainan.
Peta Berkenaan Dengan Penggunaan (Pemanfaatan).
Peraturan berkenaan penggunaan (pemanfaatan) ini dapat
dipandang sebagai peraturan perundang undangan.

Bagi wilayah dari rencana itu dapat diberlakukan secara
berulang kali.

Pada dasarnya, rencana-rencana pembangunan
yang dibuat oleh badan badan tata usah negara
didasarkan pada besarnya porsi belanja dan
subsidi dalam anggaran pendapatan belanja
negara (APBN) bagi kegiatan tiap sektor dari
departemen /non departemen dan jawaban
yang bersangkutan.

Besarnya anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) dari tiap tahun anggaran
ditetapkan dengan undang undang.

Terdapat beberapa rencana pembangunan
yang secara langsung menimbulkan akibat
hukum bagi seorang warga atau badan
hukum perdata.

Adakalanya suatu rencana peruntukkan
kepentingan umum dapat menyebabkan
seseorang warga atau badan hukum
perdata kehilangan hak atas tanahnya
sendiri manakala hak tanah itu dicabut
guna kepentingan umum.

Dikemukakan bahwa setiap rencana kegiatan
yang diperkirakan mempunyai dampak
terhadap lingkungan hidup wajib dibuatkan
penyajian informasi lingkungan apabila
kegiatan itu merupakan:
Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
Eksploitasi sumber daya alam baik yang sudah
diperbaharui maupaun yang tidak diperbaharui
Proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan
dan kemerosotan pemanfaatan sumber daya
alam
Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya.

IV. PENGGUNAAN SARANA SARANA HUKUM
KEPERDATAAN
(Gebruik Van privaatrecht/civil instruments)

Badan hukum atau pejabat tata usaha negara bertindak
melalui 2 (dua) macam peranan, yakni :
Selaku pelaku hukum publik yang menjalankan
kekuasaan publik yang dijelmakan dalam kualitas
penguasa seperti badan-badan tata usaha negara dan
pelbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan
kekuasaan politik.
Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan
pelbagai perbuatan hukum keperdataan seperti halnya
mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa,
pemborongan dan sebagainya yang dijelmakan dalam
kualitas badan hukum.

Selaku pelaku hukum publik, badan atau pejabat
tata usaha negara memiliki hak dan wewenang
istimewa untuk menggunakan dan menjalankan
kekuasaan publik.

Berdasarkan penggunaan kekuasaan publik
dimaksud, badan atau pejabat tata usaha negara
dapat secara sepihak menetapkan pelbagai
peraturan dan keputusan yang mengikat warga
dan peletakkan hak dan kewajiban tertentu dan
karena itu menimbulkan akibat hukum bagi
mereka itu.

UU No 5 Tahun 1986 menegaskan
bahwa keputusan tata usaha
negara yang merupakan
perbuatan hukum perdata tidak
termasuk keputusan tata usaha
negara dalam arti beschiking yang
dapat dibawakan ke hadapan
hukum Pengadilan Tata Usaha
Negara (Pasal 2 butir b).
Pelaksanaan pemborongan untuk
suatu proyek dan pembelian
dalam jumlah barang tertentu atau
jasa dilakukan melalui :
Pelelangan Umum
Pelelangan Terbatas
Penunjukan Langsung
Pengadaan Langsung.

Anda mungkin juga menyukai