Anda di halaman 1dari 4

PENTINGNYA SUPREMASI HUKUM DALAM RANGKA PENINGKATAN PERLINDUNGAN HAM 1 Donald A.

Rumokoy

PENDAHULUAN Dalam rangka peningkatan perlindungan HAM, supremasi hukum merupakan sesuatu yang penting. Ini merupakan hal yang tidak perlu dipersoalkan lagi. Tetapi, ada dua hal yang dapat menjadi pertanyaan, yaitu: (1) Apakah yang dimaksudkan dengan supremasi hukum itu; dan (2) Apakah pengertian hukum dari kata supremasi hukum dalam kaitannya dengan peningkatan perlindungan HAM.

SUPREMASI HUKUM Sebagaimana diketahui, Albert Venn Dicey (1835 1922), seorang ahli hukum dan konstitusi Inggris, dalam bukunya An Introduction to the Study of the Law of the Constitution, telah mengemukakan asas (principle) Rule of Law yang mencakup tiga pokok pandangan, yaitu: supremasi hukum, persamaan di depan hukum, dan konstitusi berdasarkan HAM. Oleh A.V. Dicey, supremasi hukum (supremacy of law) diartikan sebagai supremasi atau keunggulan mutlak dari hukum menghadapi pengaruh kekuasaan yang sewenang-wenang, dan menyampingkan keberadaan kesewenang-wenangan, dari prerogatif atau malahan dari wewenang diskresi yang luas oleh pemerintah. Warga Inggris diperintah oleh hukum, dan oleh hukum semata-mata; ....1 Jelas bahwa konsep Rule of Law dengan supremasi hukum di dalamnya, merupakan konsep yang lahir di Inggris, suatu negara dengan sistem Common Law (Anglo-Saxon). Tetapi, dalam perkembangannya, konsep ini kemudian telah

mendunia dan dikenal dengan akrab di Indonesia. Indonesia, sebagai sebagai negara yang pernah dijajah oleh Belanda, suatu negara yang termasuk dalam sistem Civil Law (Kontinen Eropa), dalam kenyataan banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep hukum dari sistem Civil Law (Kontinen Eropa). Di antaranya adalah konsep Negara Hukum (Rechtsstaat). Sehubungan dengan itu dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 (setelah perubahan) ditentukan bahwa: Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
1

Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Badan Ekesekutif Mahasiswa (BEM) Nunasantara, Mei 2010.

Konsep Negara Hukum yang banyak dikenal di Indonesia adalah konsep Negara Hukum (Formal) dari Friedrich Julius Stahl (1802 1861), seorang ahli hukum dan politisi Jerman. Menurut pemahaman F.J. Stahl, Negara Hukum itu mengandung empat unsur, yaitu: 1. Hak-hak asasi manusia; 2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negaranegara Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica); 3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van het bestuur); 4. Peradilan administrasi.2 Terdapat titik-titik persamaan antara konsep Rule of Law dan Negara Hukum, khususnya dalam hal ini berkenaan dengan supremasi hukum. Negara Hukum ada unsur Pemerintah berdasarkan Dalam konsep

peraturan-peraturan

(wetmatigheid van het bestuur). Hal ini terlihat dengan mengambil contoh Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Kata-kata menjunjung hukum secara teoritis dapat dikembalikan pada pengertian supremasi hukum dalam konsep Rule of Law maupun unsur pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan dalam konsep Negara Hukum. HAM sekarang telah diatur secara cukup rinci dalam pasal-pasal UUD 1945. Secara khusus HAM diatur dalam Bab XA yang berjudul Hak Asasi Manusia dari UUD 1945 yang mencakup Pasal 28A sampai Pasal 28J. Di luar dari Bab XA ini, juga ada pengaturan mengenai HAM, misalnya Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menentukan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan adanya banyak rincian HAM dalam UUD 1945, membawa konsekwensi bahwa jika kita berpegang pada supremasi hukum berarti pula akan meningkatkan perlindungan HAM sebab rincian HAM itu sudah ada dalam UUD 1945 sebagai peraturan perundang-undangan tertinggi di Indonesia.

PENGERTIAN HUKUM Di Fakultas Hukum diajarkan bahwa hukum, atau sumber-sumber hukum dalam arti formal, dalam arti seluas-luasnya mencakup: 1) peraturan perundang-

undangan; 2) kebiasaan; 3) traktat (treaty, perjanjian internasional); 4) yurisprudensi (putusan pengadilan); 5) doktrin (pendapat ahli hukum); 6) perjanjian. Mengenai peraturan perundang-undangan, menurut Pasal 7 ayat (1) UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. Selain jenis peraturan yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut, masih ada lagi produk-produk hukum lain yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut Pasal 7 ayat (4), Jenis Peraturan Perundang-undangan selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Jenis peraturan lainnya ini, dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (4) sebagai berikut: Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undangundang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Jelas bahwa cakupan hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya.3 Di antara cakupan hukum yang demikian luas dan banyak seginya itu mungkin saja ada yang belum sepenuhnya mendukung perlindungan HAM, sehingga masih diperlukan adanya pembaruan-pembaruan peraturan. Salah satu aspek, dari sekian banyak aspek, yang menarik sehubungan dengan perlindungan HAM adalah ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menentukan bahwa: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal ini merupakan pengakuan hukum secara konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia berkenaan dengan kesatuan-kesatuan masyarakat, dalam hal ini kesatuan-kesatuan tradisionalnya. masyarakat hukum adat, sekaligus dengan hak-hak

PENUTUP Dengan berpegang teguh pada supremasi hukum akan sekaligus meningkatkan pengakuan terhadap HAM di Indonesiam karena HAM telah cukup dirinci dalam UUD 1945 yang merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi di Indonesia. Di samping itu, yang perlu diingat bahwa supremasi hukum juga menghendaki adanya penyelesaian perselisihan menurut prosedur-prosedur yang ditentukan dalam hukum yang tujuannya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

CATATAN
1

Dalam Part II Chapter IV dari An Introduction to the Study of the Law of the Constitution Dicey meringkaskan keseluruhan pandangannya : That "rule of law," then, which forms a fundamental principle of the constitution, has three meanings, or may be regarded from three different points of view. It means, in the first place, the absolute supremacy or predominance of regular law as opposed to the influence of arbitrary power, and excludes the existence of arbitrariness, of prerogative, or even of wide discretionary authority on the part of the government. Englishmen are ruled by the law, and by the law alone; a man may with us be punished for a breach of law, but he can be punished for nothing else. It means, again, equality before the law, or the equal subjection of all classes to the ordinary law of the land administered by the ordinary Law Courts; the "rule of law" in this sense excludes the idea of any exemption of officials or others from the duty of obedience to the law which governs other citizens or from the jurisdiction of the ordinary tribunals; there can be with us nothing really corresponding to the "administrative law" (droit administratif) or the "administrative tribunals" (tribunaux administratifs) of France. The notion which lies at the bottom of the "administrative law" known to foreign countries is, that affairs or disputes in which the government or its servants are concerned are beyond the sphere of the civil Courts and must be dealt with by special and more or less official bodies. This idea is utterly unknown to the law of England, and indeed is fundamentally inconsistent with our traditions and customs.
2 3

Miriam Budiardjo, 1998. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 57 - 58. L.J. van Apeldoorn, 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita, cetakan ke-29, Jakarta, hlm. 1.

Anda mungkin juga menyukai