PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 18B mengatur bahwa Negara
mengakui dan menghormati adanya pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dengan tidak
bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengabaikan hak asal
usul daerah tersebut. Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 juga mengakui historis dari
daerah istimewa yang memiliki hak dan wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahannya
sendiri berdasarkan hak yang diberikan oleh pemerintah. 1 Salah satu daerah di Indonesia yang
diberikan keistimewaan adalah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Keputusan Menteri
Hardi Nomor 1/Missi/1959 dan keistimewaan tersebut diberikan supaya Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sendiri bisa mencapai tujuan daeranya lebih baik. 2 Keistimewaan dari Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam terlihat dengan adanya Qanun.
Qanun adalah suatu peraturan perundang – undangan atau aturan hukum yang berlaku di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 3 Sejatinya berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh keberadaan Qanun sebagai suatu aturan hukum yang berlaku di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam diakui oleh pemerintah. Adapun yang dimaksud dengan Qanun
berdasarkan Pasal 1 angka 21 dan Pasal 1 angka 22 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh yaitu peraturan perundang – undangan yang sejenis dengan peraturan daerah
porvinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota guna mengatur pemerintahan dan kehidupan
masyarakat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Qanun sendiri merupakan suatu peraturan yang hanya berlaku di Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dengan materi muatan yang berlandaskan pada syariat Islam sebagai suatu bentuk
kekhususan dan keistimewaan dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta berisikan aturan
material dan formal pada Mahkamah Syariah. 4
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
Undangan dalam Pasal 7 diatur mengenai hierarki peraturan perundang – undangan yaitu:
a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang – Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Propinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Setiap hierarki peraturan perundangan – undangan di atas, tentu mempunyai materi muatannya
masing – masing sesuai dengan jenis, fungsi dan hierarkinya dan hal ini pun sejalan dengan asas
pembentukan peraturan perundang – undangan yaitu asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi
muatan.5 Dalam Pasal 14 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – Undangan mengatur bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
1
NI’ MATUL HUDA, OTONOMI DAERAH FILOSOFI SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROBLEMATIKA 7 ( PUSTAKA
PELAJAR, YOGYAKARTA, 2013) .
2
SUJAMTO, DAERAH ISTIMEWA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 88 ( PT. BINA AKSARA,
JAKARTA, 1988).
3
JUM ANGGRIANI, PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP QANUN DI NANGGROE ACEH DARUSSLAM
178 ( UNPAD PRESS, BANDUNG, 2010)
4
ID., PADA 178 – 179.
5
Pasal 5 huruf c Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Daerah.
1
Daerah Kabupaten/Kota adalah mengenai penyelenggaran otonomi daerah, tugas pembantuan dan
juga sebagai sarana untuk mengatur keberlangsungan suatu daerah serta peraturan daerah juga
memuat penjabaran lebih lanjut dari suatu peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi.
Apabila melihat definisi Qanun dalam Pasal 1 angka 21 dan Pasal 1 angka 22 Undang –
Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Penjelasan Pasal 7 huruf f dan huruf
g Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan
dapat dikatakan kedudukan Qanun adalah sama dengan Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Maka dengan berlakunya Qanun dan Peraturan Daerah di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dapat dikatakan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat dua produk
hukum yaitu Qanun dan Peraturan Daerah yang sama – sama mengatur tentang penyelenggaran
pemerintahan Aceh.
Dengan adanya dua produk hukum berupa Qanun dan Peraturan Daerah tentu sudah diatur
masing – masing materi muatannya antara Qanun dan Peraturan Daerah itu sendiri, tapi faktanya
terdapat inkonsistensi dan kekeliruan pengaturan materi muatan dalam Peraturan Daerah dan Qanun
di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam seperti Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 11
Tahun 2002 yang mengatur tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah Ibadah dan Syiar
Islam dengan Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2016 yang mengatur tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah. Atas hal tersebut akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum antara Qanun dan
Peraturan Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang pada prinsipnya sama – sama
mengatur penyelenggaran pemerintahan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka adapun permasalahan yang ingin dibahas dalam
tulisan ini adalah, Kesatu mengapa di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam bias terdapat dua
produk hukum yaitu Qanun dan Peraturan Daerah? Kedua, bagaimana kepastian hukum
antara Qanun dan Peraturan Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan adanya dua produk hukum
yaitu Qanun dan Peraturan Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepastian
hukum antara Qanun dan Peraturan Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian dalam penelitian ini adalah, Pertama secara akademis supaya bisa
mengembangkan pengetahuan hukum khususnya dibidang pemerintahan daerah dan Kedua,
secara praktisnya diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap penerapan
materi muatan suatu peraturan perundang – undangan khususnya Qanun dan Peraturan
Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam agar disesuaikan dengan peraturan perundang
– undangan yang berlaku di Indonesia.
E. Kerangka Teori
6
I GEDE PANTJA ASTAWA & SUPRIN NA’A, DINAMIKA HUKUM DAN ILMU PERUNDANG – UNDANGAN DI
INDONESIA 69 ( ALUMNI, BANDUNG,2012).
7
SUJAMTO, DAERAH ISTIMEWA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 152( PT. BINA AKSARA,
JAKARTA, 1988).
8
KHAIRUL IKHWAN DAMANIK ET.AL., OTONOMI DAERAH, ETNONASIONALISME, DAN MASA DEPAN INDONESIA
127 (PUSTAKA OBOR INDONESIA, JAKARTA, 2010).
9
ID., PADA 127 – 128.
10
EFENDI, KEDUDUKAN QANUN BIDANG SUMBER DAYA ALAM DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL, JURNAL
DINAMIKA HUKUM 27 (JANUARI,2014).
11
WARKUM SUMITRO, HUKUM ISLAM DI TENGAH DINAMIKA SOSIAL POLITIK DI INDONESIA 4 (SETARA PRESS,
MALANG,2015).
3
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan, hal ini
tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun.
METODE PENELITIAN